JAKARTA, KOMPAS.com - Seluruh calon anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) sudah tiba di Istana Kepresidenan untuk dilantik, Jumat (20/12/2019) siang.
Saat tiba di Istana Kepresidenan, kelima orang itu membenarkan akan dilantik sebagai anggota Dewan Pengawas KPK .
Adapun lima orang anggota Dewan Pengawas KPK pilihan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) itu adalah:
2. Albertina Ho - Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang
3. Syamsuddin Haris - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
5. Tumpak Hatarongan Panggabean - Mantan Wakil Ketua KPK (2003-2007)
Baca juga: Jadi Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho: Ini Perintah
Dewan pengawas yang terdiri dari lima orang merupakan struktur baru di KPK. Keberadaan dewan pengawas diatur dalam UU KPK hasil revisi, yakni UU 19 Tahun 2019.
Ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden melalui panitia seleksi. Namun, untuk pembentukan dewan pengawas yang pertama kali ini, UU mengatur bahwa Presiden menunjuk langsung.
Dewan pengawas bertugas, antara lain untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberi izin penyadapan dan penyitaan, serta menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi akan melantik Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) periode 2019-2023 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Dari undangan yang beredar dari Kementerian Sekretariat Negara, pelantikan akan berlangsung pukul 14.30 WIB. Lima pimpinan KPK yang terpilih adalah Firli Bahuri sebagai Ketua. Sedangkan Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, serta Alexander Marwata akan menjadi Wakil Ketua komisi antirasuah. Adapun nama lima orang Dewan Pengawas belum diumumkan seluruhnya oleh Presiden Namun dia telah menyebut nama mantan pimpinan KPK Taufiequerachman Ruki, hakim Albertina Ho dan mantan Hakim Agung Mahkamah Agung Artidjo Alkostar sebagai kandidat pengawas KPK. “Jumat (20/12) dilantik, ini terus disaring," ujar Jokowi di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (18/12). (Baca: Jokowi Sebut Artidjo hingga Ruki sebagai Calon Dewan Pengawas KPK ) Saat ini karangan bunga ucapan selat mulai memenuhi pelataran Gedung Merah Putih, Jakarta. Salah satunya berasal dari alumni Fakultas Hukum Universitas Jember yang mengucapkan selamat kepada Nurul Ghufron sebagai pimpinan KPK. Ada pula karangan bunga dari Ketua Pengadilan Tinggi Palembang Soedarmadji yang berisi ucapan selamat atas pelantikan Firli Bahuri dan Nawawi Pomolango. Sedangkan Wakil Ketua KPK 2015-2019 Laode M. Syarief berharap kerja KPK ke depan jauh lebih baik lagi. Dia juga mengungkapkan rencananya kembali menjadi dosen Universitas Hasanuddin usai tak lagi menjabat. “Mengajar dan membuat program antikorupsi,” kata Syarif di Jakarta, Kamis (19/12). (Baca: Tak Kurangi Korupsi, KPK Tidak Setuju Hukuman Mati Koruptor ) Reporter: Dimas Jarot Bayu Email sudah ada dalam sistem kami, silakan coba dengan email yang lainnya. Maaf Telah terjadi kesalahan pada sistem kami. Silahkan coba beberapa saat lagi
Liputan6.com, Jakarta Presiden Jokowi resmi melantik Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 di Istana Negara Jakarta, Jumat (20/12/2019).
JAKARTA, KOMPAS.com – Presiden Joko Widodo memilih Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, Albertina Ho , sebagai anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sosok "Srikandi Hukum" ini sudah cukup dikenal dalam dunia pemberantasan korupsi di Indonesia.
Bila pernah mendengar nama Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, maka di tangan Albertina-lah pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu dijebloskan ke penjara.
Bagaimana tidak mengusik telinga banyak orang, seorang pegawai golongan IIIA memiliki kekayaan lebih dari Rp 100 miliar.
Bahkan, di tengah pengusutan perkara pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) yang merugikan negara Rp 570 juta di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Gayus justru dapat pelesiran ke Bali.
Baca juga: Jadi Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho: Ini Perintah
Albertina Ho dikenal sebagai sosok hakim yang tegas dan sangat percaya diri. Sehingga, tak sedikit masyarakat yang memberikan apresiasi ketika ia menangani perkara Gayus.
Bahkan, untuk kali pertama, jaksa Cirus Sinaga dan Fadel Regan diseret ke pengadilan untuk menjadi saksi tambahan dalam perkara mafia hukum oleh wanita kelahiran Maluku Tenggara pada 1 Januari 1960 itu.
Hakim-hakim yang mengadili terdakwa-terdakwa lain yang terlibat perkara mafia hukum tidak pernah mau memanggil Cirus dan Fadel.
Padahal, peran keduanya sangat signifikan terkait dibebaskannya Gayus oleh Pengadilan PN Tangerang dan dibukanya blokir dana Rp 25 miliar yang berasal dari hasil korupsi.
Baca juga: Wadah Pegawai KPK Sambut Baik Artidjo Alkostar dan Albertina Ho Jadi Kandidat Dewan Pengawas
Pemanggilan Cirus juga berpotensi mengungkap siapa-siapa lagi yang terlibat mafia hukum di tubuh institusi penegak hukum.
Pada akhirnya, Gayus divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau subsider 3 bulan kurungan. Vonis yang dijatuhkan Albertina Ho lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Selain Gayus Tambunan, jaksa Cirus juga harus mendekam di penjara setelah diputus bersalah oleh Albertina Ho.
Baca juga: Albertina Ho, Artidjo, hingga Ruki Diusulkan Jadi Dewan Pengawas KPK
Jaksa bagian intelijen Kejaksaan Agung nonaktif itu dihukum penjara lima tahun penjara dan denda Rp 150 juta subside tiga bulan kurungan.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu enam tahun penjara dan denda Rp 150 juta subside tiga bulan kurungan.
Cirus dianggap merekayasa berkas perkara mafia pajak PT SAT untuk terdakwa Gayus Tambunan yang semula disidangkan di PN Tangerang.
Tindakan yang dilakukan Cirus dianggap menghalang-halangi penyidikan karena menambah secara sepihak pasal yang menjerat Gayus Tambunan.
TRIBUNPALU.COM - Aktivis Antikorupsi Haris Azhar tampak keberatan dengan tugas Dewan Pengawas KPK terkait memberikan izin jika KPK ingin melakukan penyadapan.
Menurut Haris Azhar, wewenang Dewan Pengawas KPK tersebut justru membuat pegawai KPK terjebak.
Mendengar keberatan yang diajukan Haris Azhar, Politisi Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago pun memberikan tanggapan tegasnya.
Dilansir TribunnewsBogor.com dari tayangan talk show TV One edisi Kamis (19/12/2019), Aktivis Antikorupsi sekaligus praktisi hukum Saor Siagian mengkritik keras tugas dari Dewan Pengawas KPK.
Dalam tayangan tersebut, Saor Siagian keberatan dengan wewenang Dewan Pengawas KPK memberikan izin penyadapan kepada KPK.
Sebab menurut Saor, kejahatan itu terjadi tidak mengenal waktu.
• Presiden Jokowi Lantik Dewan Pengawas KPK Siang Ini, Ini Bocorannya
• Ada 5 Anggota Dewan Pengawas KPK, Jokowi: Ada Ekonom, Akademisi, hingga Mantan Petinggi KPK
• Namanya Disebut Masuk dalam Daftar Dewan Pengawas KPK, Yusril Ihza: Maaf Saya Tidak Berminat
Jika KPK harus terlebih dahulu meminta izin kepada Dewan Pengawas KPK jika ingin melakukan penyadapan, hal itu akan merepotkan.
Karenanya, Saor Siagian pun bertanya soal mekanisme KPK dalam meminta izin penyadapan kepada Dewan Pengawas KPK.
"Salah satu wewenangnya kan memberikan atau tidak memberikan izin tertulis. Karakter korupsi itu extra ordinary crime. Cara kerja mereka itu adalah luar biasa. Coba berimajinasi, kalau dia (Dewas) memberikan izin tidak izin. Bagaimana mekanisme kerja mereka padahal kejahatan bukan jam kerja ?" tanya Saor Siagian.
Saor Siagian lantas bertanya soal mekanisme kerja Dewan Pengawas KPK nantinya.
"Apakah Dewas ini tidak pernah tidur 24 jam untuk memberikan izin tertulis ?" tanya Saor Siagian.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Orang-orang yang nantinya duduk di Dewan Pengawas KPK adalah orang "setengah malaikat" yang sudah selesai dengan urusan dunianya. Dewan Pengawas KPK juga diharapkan menjawab ketidakadilan dalam pemberantasan korupsi.
Demikian hal itu disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin dan Associate Director Kopi Politik Syndicate Todotua Pasaribu.
“Lima orang yang nantinya akan ditempatkan di Dewan Pengawas dengan komposisi 1 ketua dan 4 anggota ini adalah manusia-manusia yang separuh dewa sifatnya. Karena urusan dunianya sudah selesai,” ujar Ngabalin.
Ngabalin berharap dengan begitu akan memberikan jawaban terhadap seberapa jauh harapan dan tanggungjawab masyarakat terhadap dewan pengawas. Ngabalin yakin, nama-nama yang sudah ada di kantong presiden sudah sesuai dengan kriteria yang diharapkan publik.
Terkait siapa saja sosok yang layak menjadi Dewas KPK, dipastikan berasal dari berbagai unsur. Salah satunya dari kalangan ahli dan pakar hukum yang memungkinan akan menjadi kelima Dewas KPK tersebut.
“Tentu saja mereka yang mempunyai umur, bukan enggak mustahil ahli hukum bisa saja," kata Ngabalin.
Sementara itu, Todotua Pasaribu mengatakan dalam sebuah negara demokrasi tidak boleh ada satu lembaga yang tidak dilakukan pengawasan, ini memang negara harus benar-benar hadir untuk memberikan suatu kepastian hukum bagi publik masyarakat dalam kerangka untuk berbicara penegakan hukum.
“KPK ini kan sebenarnya adalah lembaga hukum yang sangat fenomoneal selama ini mereka memiliki banyak fungsi yang superbody dimana secara populeritasnya dibanding lembaga hukum lain, kpk ini memang sangat fenomenal,” ujarnya.
Aktivis asal Universitas Trisakti ini menilai keputusan untuk melakukan revisi adalah satu lengkah dimana negara disitu hadir untuk memberika kepastian seperti terbentuknya Dewan Pengawas dengan beberapa tupoksinya dan beberapa figur yang akan mengisinya ini adalah pilot project ini menunjukan bahwa negera hadir disitu.
“Selama ini ketidakpastian orang dindikasikan bersalah harus diberi rasa keadilan, banyak kasus di KPK yang masih siftanya ngambang, saya pikir fungsi pengawasan harus lihat kasih kesempatan kepada lembaga ini, untuk lebih menyempurnakan daripada kegiatan tindakan penanganan korupsi di KPK,”tegasnya.
Hadir dalam diskusi tersebut Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago, Associate Director Kopi Politik Syndicate Todotua Pasaribu dan pengamat hukum dari UIN Alaudin Makassar Syamsuddin Radjab.
Mereka hadir sebagai narasumber di Indonesia Podcast Show 02 yang diadakan oleh Radio Online www.pemudafm.com di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/12).
Diketahui pada sore ini, Dewas KPK akan dilantik bersamaan dengan pimpinan KPK periode 2019-2023.
Welcome Back Sign in to your account to continue using Metrotvnews
Sign In Remember me Forgot your password? or Sign in with your social account Google
Join Today!
JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menepis kabar yang menyebut dirinya akan menjadi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.
Yusril memastikan dirinya tidak akan mengisi posisi Dewan Pengawas KPK karena tidak berminat dengan posisi tersebut.
"Saya sendiri dengan segala permohonan maaf sama sekali tidak berminat dan tidak bersedia menduduki jabatan sebagai Dewas KPK tersebut," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Senin (16/12/2019).
Baca juga: Cek Rekam Jejak Calon Dewan Pengawas KPK, Jokowi Harap Tak Ada Bully
Yusril menuturkan, ia memilih tetap menjadi advokat profesional yang oleh Undang-Undang Advokat dikategorikan sebagai penegak hukum daripada menjadi anggota Dewan Pengawas KPK.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu menambahkan, hingga kini dirinya sama sekali belum mendapat kabar terkait penunjukannya sebagai anggota Dewan Pengawas KPK.
"Karena itu, saya menganggap bahwa disebut-sebutnya nama saya sebagai salah satu calon Dewas KPK hanyalah kabar burung belaka," ujar Yusril.
Baca juga: Jokowi Sudah Rampungkan Susunan Dewan Pengawas KPK
Diberitakan, Presiden Joko Widodo sudah mengantongi nama-nama yang akan menjadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, nama-nama itu masih dalam proses finalisasi.
Jokowi menyebutkan, saat ini timnya sedang mengecek rekam jejak calon anggota Dewan Pengawas KPK itu.
"Proses finalisasi. Juga melihat satu per satu track record -nya seperti apa, integritas, semua," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12/2019).
Dewan pengawas yang terdiri dari lima orang itu merupakan struktur baru di KPK. Keberadaan Dewan Pengawas KPK diatur dalam UU KPK hasil revisi, yakni UU 19 Tahun 2019.
Baca juga: Soal Dewan Pengawas KPK, Saut: Yang Utama Itu Hati Nuraninya
Ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh presiden melalui panitia seleksi. Namun, untuk pembentukan dewan pengawas yang pertama kali ini, UU mengatur bahwa presiden menunjuk langsung.
Pelantikan Dewan Pengawas KPK akan berbarengan dengan pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang sudah terpilih.
Tugas dewan pengawas antara lain untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberi izin penyadapan dan penyitaan, serta menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK.
Jakarta - Albertina Ho diangkat sebagai Dewan Pengawas KPK oleh Joko Widodo. Hingga dilantik, Albertina Ho masih aktif sebagai hakim tinggi yang juga Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (Waka PT) Kupang. Berdasarkan PP Nomor 36/2011 tentang Jabatan yang Tidak Boleh Dirangkap oleh Hakim Agung dan Hakim, diatur sejumlah larangan bagi hakim. Yaitu dilarang menjabat: 1. Pejabat Negara lainnya; 2. Jabatan struktural atau jabatan fungsional pada instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; 3. Arbiter dalam suatu sengketa perdata; 4. Anggota Panitia Urusan Piutang dan Lelang Negara; 5. Jabatan pada lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank; 6. Jabatan sebagai pimpinan lembaga nonstruktural; 7. Komisaris, dewan pengawas, direksi pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah; 8. Notaris, Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus; 9. Pejabat Pembuat Akta Tanah; 10. Jabatan lainnya yang berdasarkan peraturan perundang- undangan dinyatakan tidak boleh dirangkap oleh Hakim; atau 11. Anggota Musyawarah Pimpinan Daerah.
Menanggapi aturan itu, Albertina mengaku tidak akan mundur. Namun sebagai Wakil Ketua PT Kupang, dia sudah mundur. "Tetap lah. UU KPK bilang bagaimana jabatan struktural kan? Sudah saya lepas jabatan struktural, saya sebagai Wakil Ketua PT. Nggak boleh saya rangkap," kata Albertina usai diangkat Jokowi di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jumat (20/12/2019).