Contact Form

 

Jokowi Lantik Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Siang Ini


JAKARTA, KOMPAS.com - Seluruh calon anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) sudah tiba di Istana Kepresidenan untuk dilantik, Jumat (20/12/2019) siang.

Saat tiba di Istana Kepresidenan, kelima orang itu membenarkan akan dilantik sebagai anggota Dewan Pengawas KPK .

Adapun lima orang anggota Dewan Pengawas KPK pilihan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) itu adalah:

2. Albertina Ho - Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang

3. Syamsuddin Haris - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

5. Tumpak Hatarongan Panggabean - Mantan Wakil Ketua KPK (2003-2007)

Baca juga: Jadi Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho: Ini Perintah

Dewan pengawas yang terdiri dari lima orang merupakan struktur baru di KPK. Keberadaan dewan pengawas diatur dalam UU KPK hasil revisi, yakni UU 19 Tahun 2019.

Ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden melalui panitia seleksi. Namun, untuk pembentukan dewan pengawas yang pertama kali ini, UU mengatur bahwa Presiden menunjuk langsung.

Dewan pengawas bertugas, antara lain untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberi izin penyadapan dan penyitaan, serta menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK.




Presiden Joko Widodo alias Jokowi akan melantik Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) periode 2019-2023 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12). Dari undangan yang beredar dari Kementerian Sekretariat Negara, pelantikan akan berlangsung pukul 14.30 WIB. Lima pimpinan KPK yang terpilih adalah Firli Bahuri sebagai Ketua. Sedangkan Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar, serta Alexander Marwata akan menjadi Wakil Ketua komisi antirasuah. Adapun nama lima orang Dewan Pengawas belum diumumkan seluruhnya oleh Presiden  Namun dia telah menyebut nama mantan pimpinan KPK Taufiequerachman Ruki, hakim Albertina Ho dan mantan Hakim Agung Mahkamah Agung Artidjo Alkostar sebagai kandidat pengawas KPK. “Jumat (20/12) dilantik, ini terus disaring," ujar Jokowi di Balikpapan, Kalimantan Timur, Rabu (18/12). (Baca: Jokowi Sebut Artidjo hingga Ruki sebagai Calon Dewan Pengawas KPK ) Saat ini karangan bunga ucapan selat mulai memenuhi pelataran Gedung Merah Putih, Jakarta. Salah satunya berasal dari alumni Fakultas Hukum Universitas Jember yang mengucapkan selamat kepada Nurul Ghufron sebagai pimpinan KPK. Ada pula karangan bunga dari Ketua Pengadilan Tinggi Palembang Soedarmadji yang berisi ucapan selamat atas pelantikan Firli Bahuri dan Nawawi Pomolango. Sedangkan Wakil Ketua KPK 2015-2019 Laode M. Syarief berharap kerja KPK ke depan jauh lebih baik lagi. Dia juga mengungkapkan rencananya kembali menjadi dosen Universitas Hasanuddin usai tak lagi menjabat. “Mengajar dan membuat program antikorupsi,” kata Syarif di Jakarta, Kamis (19/12). (Baca: Tak Kurangi Korupsi, KPK Tidak Setuju Hukuman Mati Koruptor ) Reporter: Dimas Jarot Bayu Email sudah ada dalam sistem kami, silakan coba dengan email yang lainnya. Maaf Telah terjadi kesalahan pada sistem kami. Silahkan coba beberapa saat lagi




TRIBUNPALU.COM - Aktivis Antikorupsi   Haris Azhar   tampak keberatan dengan tugas   Dewan Pengawas KPK   terkait memberikan izin jika KPK ingin melakukan penyadapan.

Menurut   Haris Azhar, wewenang   Dewan Pengawas KPK   tersebut justru membuat pegawai KPK terjebak.

Mendengar keberatan yang diajukan   Haris Azhar, Politisi Partai Nasdem   Irma Suryani Chaniago   pun memberikan tanggapan tegasnya.

Dilansir TribunnewsBogor.com dari tayangan talk show TV One edisi Kamis (19/12/2019), Aktivis Antikorupsi sekaligus praktisi hukum   Saor Siagian   mengkritik keras tugas dari   Dewan Pengawas KPK.

Dalam tayangan tersebut,   Saor Siagian   keberatan dengan wewenang   Dewan Pengawas KPK   memberikan izin penyadapan kepada KPK.

Sebab menurut Saor, kejahatan itu terjadi tidak mengenal waktu.

• Presiden Jokowi Lantik Dewan Pengawas KPK Siang Ini, Ini Bocorannya

• Ada 5 Anggota Dewan Pengawas KPK, Jokowi: Ada Ekonom, Akademisi, hingga Mantan Petinggi KPK

• Namanya Disebut Masuk dalam Daftar Dewan Pengawas KPK, Yusril Ihza: Maaf Saya Tidak Berminat

Jika KPK harus terlebih dahulu meminta izin kepada   Dewan Pengawas KPK   jika ingin melakukan penyadapan, hal itu akan merepotkan.

Karenanya,   Saor Siagian   pun bertanya soal mekanisme KPK dalam meminta izin penyadapan kepada   Dewan Pengawas KPK.

"Salah satu wewenangnya kan memberikan atau tidak memberikan izin tertulis. Karakter korupsi itu extra ordinary crime. Cara kerja mereka itu adalah luar biasa. Coba berimajinasi, kalau dia (Dewas) memberikan izin tidak izin. Bagaimana mekanisme kerja mereka padahal kejahatan bukan jam kerja ?" tanya Saor Siagian.

Saor Siagian lantas bertanya soal mekanisme kerja   Dewan Pengawas KPK   nantinya.

"Apakah Dewas ini tidak pernah tidur 24 jam untuk memberikan izin tertulis ?" tanya   Saor Siagian.




TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Orang-orang yang nantinya duduk di Dewan Pengawas KPK adalah orang "setengah malaikat" yang sudah selesai dengan urusan dunianya. Dewan Pengawas KPK juga diharapkan menjawab ketidakadilan dalam pemberantasan korupsi.

Demikian hal itu disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin dan Associate Director Kopi Politik Syndicate Todotua Pasaribu.

“Lima orang yang nantinya akan ditempatkan di Dewan Pengawas dengan komposisi 1 ketua dan 4 anggota ini adalah manusia-manusia yang separuh dewa sifatnya. Karena urusan dunianya sudah selesai,” ujar Ngabalin.

Ngabalin berharap dengan begitu akan memberikan jawaban terhadap seberapa jauh harapan dan tanggungjawab masyarakat terhadap dewan pengawas. Ngabalin yakin, nama-nama yang sudah ada di kantong presiden sudah sesuai dengan kriteria yang diharapkan publik.

Terkait siapa saja sosok yang layak menjadi Dewas KPK, dipastikan berasal dari berbagai unsur. Salah satunya dari kalangan ahli dan pakar hukum yang memungkinan akan menjadi kelima Dewas KPK tersebut.

“Tentu saja mereka yang mempunyai umur, bukan enggak mustahil ahli hukum bisa saja," kata Ngabalin.

Sementara itu, Todotua Pasaribu mengatakan dalam sebuah negara demokrasi tidak boleh ada satu lembaga yang tidak dilakukan pengawasan, ini memang negara harus benar-benar hadir untuk memberikan suatu kepastian hukum bagi publik masyarakat dalam kerangka untuk berbicara penegakan hukum.

“KPK ini kan sebenarnya adalah lembaga hukum yang sangat fenomoneal selama ini mereka memiliki banyak fungsi yang superbody dimana secara populeritasnya dibanding lembaga hukum lain, kpk ini memang sangat fenomenal,” ujarnya.

Aktivis asal Universitas Trisakti ini menilai keputusan untuk melakukan revisi adalah satu lengkah dimana negara disitu hadir untuk memberika kepastian seperti terbentuknya Dewan Pengawas dengan beberapa tupoksinya dan beberapa figur yang akan mengisinya ini adalah pilot project ini menunjukan bahwa negera hadir disitu.

“Selama ini ketidakpastian orang dindikasikan bersalah harus diberi rasa keadilan, banyak kasus di KPK yang masih siftanya ngambang, saya pikir fungsi pengawasan harus lihat kasih kesempatan kepada lembaga ini, untuk lebih menyempurnakan daripada kegiatan tindakan penanganan korupsi di KPK,”tegasnya.

Hadir dalam diskusi tersebut Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago, Associate Director Kopi Politik Syndicate Todotua Pasaribu dan pengamat hukum dari UIN Alaudin Makassar Syamsuddin Radjab.

Mereka hadir sebagai narasumber di Indonesia Podcast Show 02 yang diadakan oleh Radio Online www.pemudafm.com di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (18/12).




JAKARTA, KOMPAS.com  - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menepis kabar yang menyebut dirinya akan menjadi anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi.

Yusril memastikan dirinya tidak akan mengisi posisi Dewan Pengawas KPK karena tidak berminat dengan posisi tersebut.

"Saya sendiri dengan segala permohonan maaf sama sekali tidak berminat dan tidak bersedia menduduki jabatan sebagai Dewas KPK tersebut," kata Yusril dalam keterangan tertulis, Senin (16/12/2019).

Baca juga: Cek Rekam Jejak Calon Dewan Pengawas KPK, Jokowi Harap Tak Ada Bully

Yusril menuturkan, ia memilih tetap menjadi advokat profesional yang oleh Undang-Undang Advokat dikategorikan sebagai penegak hukum daripada menjadi anggota Dewan Pengawas KPK.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu menambahkan, hingga kini dirinya sama sekali belum mendapat kabar terkait penunjukannya sebagai anggota Dewan Pengawas KPK.

"Karena itu, saya menganggap bahwa disebut-sebutnya nama saya sebagai salah satu calon Dewas KPK hanyalah kabar burung belaka," ujar Yusril.

Baca juga: Jokowi Sudah Rampungkan Susunan Dewan Pengawas KPK

Diberitakan, Presiden Joko Widodo sudah mengantongi nama-nama yang akan menjadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, nama-nama itu masih dalam proses finalisasi.

Jokowi menyebutkan, saat ini timnya sedang mengecek rekam jejak calon anggota Dewan Pengawas KPK itu.

"Proses finalisasi. Juga melihat satu per satu track record -nya seperti apa, integritas, semua," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Dewan pengawas yang terdiri dari lima orang itu merupakan struktur baru di KPK. Keberadaan Dewan Pengawas KPK diatur dalam UU KPK hasil revisi, yakni UU 19 Tahun 2019.

Baca juga: Soal Dewan Pengawas KPK, Saut: Yang Utama Itu Hati Nuraninya

Ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh presiden melalui panitia seleksi. Namun, untuk pembentukan dewan pengawas yang pertama kali ini, UU mengatur bahwa presiden menunjuk langsung.

Pelantikan Dewan Pengawas KPK akan berbarengan dengan pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang sudah terpilih.

Tugas dewan pengawas antara lain untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberi izin penyadapan dan penyitaan, serta menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK.




JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo sudah mengantongi nama-nama yang akan menjadi Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, nama-nama itu masih dalam proses finalisasi.

Jokowi menyebutkan, saat ini timnya sedang mengecek rekam jejak calon anggota Dewan Pengawas KPK itu.

"Proses finalisasi. Juga melihat satu per satu track record -nya seperti apa, integritas, semua," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Jokowi menegaskan bahwa seluruh anggota Dewan Pengawas KPK harus memiliki rekam jejak baik.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Kemungkinan Kejutan di Susunan Dewan Pengawas KPK

Ia tidak mau salah dalam memilih orang yang akan menduduki jabatan itu. Apalagi masyarakat juga menaruh perhatian mengenai isu ini.

"Jangan sampai kita nanti keliru, kemudian masyarakat ada yang tidak puas, kemudian malah di- bully . Kasihan," kata Jokowi.

Dewan pengawas yang terdiri dari lima orang merupakan struktur baru di KPK. Keberadaan Dewan Pengawas KPK diatur dalam UU KPK hasil revisi, yakni UU 19 Tahun 2019.

Ketua dan anggota dewan pengawas dipilih oleh Presiden melalui panitia seleksi. Namun, untuk pembentukan dewan pengawas yang pertama kali ini, UU mengatur bahwa Presiden menunjuk langsung.

Baca juga: Arteria Dahlan Berharap Dewan Pengawas Terpilih Bisa Bantu Kinerja KPK

Pelantikan Dewan Pengawas KPK akan berbarengan dengan pelantikan pimpinan KPK periode 2019-2023 yang sudah terpilih, yakni pada 21 Desember mendatang.

Tugas dewan pengawas antara lain untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberi izin penyadapan dan penyitaan, serta menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK.




JAKARTA, AYOBANDUNG.COM -- Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, lembaga antirasuah tersebut masih melakukan penyadapan terhadap 300 nomor telepon, meski dalam UU KPK yang baru harus atas seizin dewan pengawas. Alex mengatakan, hal tersebut membuktikan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK membuat lembaga tersebut kehilangan fungsi penyadapan. AYO BACA : Jokowi Sebut Ada 5 Anggota Dewas KPK "Ini, masih ada 200 sampai 300 nomor disadap. Kalau kenapa sejak ada UU KPK yang baru belum ada operasi tangkap tangan, ya memang belum dapat. Penyadapan jalan terus, ada 300-an nomor kami sadap," kata Alex di Gedung ACLC, KPK Lama, jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2019). Ia mengatakan, penyadapan terhadap ratusan nomor telepon itu sudah dilakukan KPK sejak delapan bulan silam. Artinya, penyadapan dilakukan sebelum UU KPK hasil revisi disahkan tanggal 17 Oktober 2019. AYO BACA : KPK Sebut Ada Tersangka dalam Rekening Kasino Luar Negeri Karena itu, Alex mengklaim UU KPK yang baru tidak menjadi halangan bagi penyidik untuk melakukan penyadapan. Meski begitu, Alex tak memungkiri kegiatan penyadapan perlu izin Dewan Pengawas, setelah lembaga tersebut nantinya resmi ada. "Sekarang belum ada (Dewan Pengawas). Ya sudah pimpinan tanda tangan lanjutkan, enggak ada urusannya," kata Alex. Untuk diketahui, mengacu pada UU KPK yang baru, penyidik KPK baru bisa menyadap nomor telepon seseorang setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas. Bila tidak disetujui, maka penyadapan tak bisa dilanjutkan. AYO BACA : KPK Jerat 608 Tersangka Korupsi dalam 4 Tahun

Berita ini merupakan hasil kerja sama antara Ayo Media Network dan Suara.

Isi tulisan di luar tanggung jawab Ayo Media Network.




TRIBUNNEWS.COM - Mantan hakim agung, Artidjo Alkostar menjadi nama yang diusulkan dalam pemilihan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain Artidjo, Jokowi menyebut beberapa nama yang diusulkan untuk masuk sebagai anggota Dewan Pengawas KPK , antara lain mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dan hakim Albertina Ho.

Namun, Jokowi memastikan bahwa nama-nama tersebut belum pasti akan mengisi jabatan sebagai Dewan Pengawas KPK .

Masuknya nama Artidjo Alkostar dalam usulan Dewan Pengawas KPK itu mendapat tanggapan dari mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif .

Buya Syafii menilai rencana penunjukan mantan hakim Artidjo sebagai Dewan Pengawas KPK adalah pilihan yang tepat.

"Ya, sangat tepat lah ya, tapi harus juga yang luwes yang dicari," ujar Buya Syafii Maarif, dikutip dari YouTube Kompas TV , Rabu (18/12/2019).

Buya Syafii Maarif saat memberikan sambutannya pada peringatan Milad Satu Abad Madrasah Mu'allimin-Mu'allimaat Muhammadiyah di Gedung Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah, Wirobrajan, Kota Yogyakarta, pada Kamis (6/12/2018) (Biro Pers Setpres/Kris)

Buya berpesan agar Dewan Pengawas KPK tidak hanya dari ahli hukum tetapi juga dari latar belakang yang bervariasi.

"Jangan hanya yang tahu hukum saja, tapi juga yang luwes, yang melihat sesuatu itu dari macam perspektif," jelasnya.

Senada dengan Buya Syafii Maarif , Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo juga setuju dengan masuknya nama Artidjo yang diusulkan jadi Dewan Pengawas KPK .

Sebagai Ketua MPR, Bamsoet mengaku memberi dukungan terhadap keputusan Presiden Jokowi itu.




Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Nama Tumpak Hatorangan Panggabean kembali didorong menjadi anggota dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia dan dua rekannya mantan pimpinan KPK , yakni Indriyanto Seno Adji dan Achmad Santosa dinilai layak untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) pertimbangkan untuk menjadi anggota Dewan Pengawas KPK .

Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani , di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2019).

Siapakah sebenarnya sosok mantan pimpinan KPK itu?

Tumpak Hatorangan Panggabean bukan nama baru di lingkungan KPK .

Pria kelahiran Sanggau, Kalimantan Barat, 29 Juli 1943 lalu itu pernah menjabat sebagai Wakil Ketua KPK pada periode pertama bersama Taufiequrachman Ruki, Sjahruddin Rasul, dan Erry Riyana Hardjapemekas serta Amin Sunaryadi.

Tumpak menamatkan pendidikannya di bidang hukum pada Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Usai menamatkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak, ia menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan kejaksaan.

Dalam karirnya, Tumpak pernah bertugas di Kajari Pangkalan Bun (1991-1993), Asintel Kejati Sulteng (1993-1994), Kajari Dili (1994-1995) dan Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik Pada JAM Intelijen (1996-1997).




Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan lima nama calon Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). Di antara lima calon itu terdapat mantan Ketua KPK periode pertama Taufiequrachman Ruki. Pensiunan polisi itu menjabat sebagai pemimpin komisi antirasuah pada 16 Desember 2003 hingga 2007. Posisinya digantikan oleh Antasari Azhar. Ruki kemudian memimpin kembali KPK pada 2015 sebagai pelaksana tugas menggantikan Abraham Samad. Melansir dari Viva.co.id, Ruki lahir di Rangkasbitung, Lebak, Banten, pada 18 Mei 1946. Ia menikah dengan Atti Risaltri Surigunawan dan dikaruniai dua orang anak. Perjalanan kariernya dimulai ketika ia berhasil menjadi lulusan terbaik di Akademi Kepolisian pada 1971. Ruki mengawali karier sebagai Komandan Peleton Taruma Akpol, lalu sebagai perwira staf bagian operasi Polwil Purwakarta. Kariernya berlanjut menjadi perwira seksi reskrim Polres Karawang, kemudian Kapolres Karawang, Kepala Subseksi Kejahatan Poltabes Bandung, Kepala Bagian Operasi Polres Baturaja, dan Kepala Bagian Operasi Poltabes Palembang. (Baca: Artidjo Alkostar, Mantan Hakim Agung di Bursa Dewan Pengawas KPK ) Di saat menjalani karier sebagai polisi, Ruki melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta. Ia mendapatkan gelar sarjana hukum pada 1987. Pada 1989-1991, ia mendapat mandat sebagai Kapolres Cianjur. Lalu, ia menjadi Kapolres Tasikmalaya pada 1991-1992 dan Sekretaris Direktorat Lalu Lintas Polda Jabar. Posisi terakhirnya adalah Kepala Kepolisian Wilayah Malang. Ruki juga terjun ke dunia politik. Ia ditunjuk menjadi anggota DPR RI dari Fraksi TNI-Polri. Posisi ini ia jabat selama tiga periode, dari 1992 sampai 2001. Pada masa itu, ia beberapa kali menjadi ketua Komisi VII dan I. Di masa awal reformasi, dia juga terlibat sebagai anggota panitia ad hoc Badan Pekerja MPR. Setelah itu, Ruki masuk ke dunia legislatif. Pucuk pimpinan KPK ia jabat selama empat tahun. Ia kemudian terpilih menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan pada 2009, sampai pension pada 2013. Pada 18 Februari 2015, Jokowi mengumumkan penunjukan Ruki sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK menggantikan Abraham Samad. Bersama Johan Budi dan Indriyanto Seno Adji, ia dilantik Presiden Jokowi sebagai Plt Ketua KPK pada Jumat 20 Februari 2015. (Baca: Albertina Ho, Hakim Kasus Gayus yang Jadi Calon Dewan Pengawas KPK ) Tak lagi di KPK, Ruki memutuskan kembali terjun ke dunia politik. Ia diangkat menjadi ketua Mahkamah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar VIII Islah di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta Timur, 8-10 April 2016 lalu. Ruki dikabarkan pernah pernah menyetujui revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) pada 2015. Namun ia membantahnya. Hal ini diungkapkannya sehubungan dengan pernyataan eks Ketua KPK Abraham Samad menyebut usulan adanya revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002, muncul di era kepemimpinan Ruki. Ia menjelaskan, surat yang ditandatangani lima pimpinan termasuk dirinya ketika itu, bukanlah usulan kepada pemerintah untuk merevisi UU KPK. Surat itu merupakan jawaban pimpinan KPK atas surat Presiden Jokowi melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang meminta pendapat dan pandangan KPK mengenai revisi UU KPK yang terus bergulir di DPR. Dalam surat jawaban itupun, kata Ruki, pimpinan KPK sepakat menolak adanya revisi. “(Surat itu) kami tandatangani berlima. Tidak cuma Taufieq sendiri, tapi lima pimpinan,” ujar Ruki yang dimuat Tempo .co pada 8 September lalu. Penulis: Destya Galuh Ramadhani (Magang) Email sudah ada dalam sistem kami, silakan coba dengan email yang lainnya. Maaf Telah terjadi kesalahan pada sistem kami. Silahkan coba beberapa saat lagi



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply