Contact Form

 

Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf Hadirkan Dua Saksi dan Ahli, Ada Prof Eddy dari UGM


Listen to this

End of content

No more pages to load


jpnn.com , JAKARTA - Ketua tim kuasa hukum paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto atau akrab disapa BW mencecar ahli yang dihadirkan tim hukum paslon 01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin, Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, biasa juga disapa Prof Eddy.

BW mencecar guru besar ilmu hukum pidana di Universitas Gadjah Mada itu dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (21/6).

Sebelum mencecar, BW bercerita pengalaman di persidangan sengketa hasil Pilpres 2019. Terutama, ketika tim kuasa hukum paslon 02 menghadirkan ahli di persidangan.

Saat itu, ucap BW, tim hukum paslon 01 mencecar dengan pertanyaan yang terkesan meragukan kompetensi ahlinya. Di saat ahlinya dicecar, BW pun melayangkan pembelaan.

"Ahli kami itu punya 22 buku yang dihasilkan, ratusan jurnal yang dikemukakan. Dia itu ahli untuk finger print, (tetapi) dipertanyakan keahliannya," kata BW di dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019.

BACA JUGA:  Prof Eddy Hiariej Sebut Logika Dalil Gugatan Prabowo – Sandi tak Menyambung

BW lantas mulai mencecar Prof Eddy. Mantan pimpinan KPK itu menagih tulisan ahli yang berkaitan dengan pemilu dan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

"Tunjukkan pada kami bahwa Anda benar-benar ahli. Bukan ahli pembuktian, tapi khusus pembuktian yang kaitannya dengan pemilu," ujar dia.




JAKARTA, iNews.id - Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf memastikan menghadirkan dua saksi dan ahli pada sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019. Sidang keempat kali ini digelar di Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, dua saksi dan ahli sudap siap memberikan keterangan di muka sidang. Saksi terlebih dahulu yang akan memberikan keterangan, setelah itu baru ahli. "Jadi tidak banyak, mudah-mudahan sidang berlangsung cepat dan lancar," katanya di MK, Jakarta, Jumat (21/6/2019). Yusril menjelaskan, dua ahli yang dihadirkan nantinya akan menjelaskan mengenai tudingan keurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Ali pertama akan mengkaji aspek-aspek pidana dari TSM dan kewenangan pidana yang dimiliki oleh lembaga-lembaga seperti Bawaslu, polisi, jaksa dan pengadilan pidana. "Serta proses penyelesaiannya apakah itu kewenangan MK untuk memeriksa masalah TSM terkait pidana," ujar ketua umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini. Kedua, Yusril menjelaskan, ahli kedua akan menguraikan masalah TSM dari sejarah. Ahli yang dihadirkan adalah Prof Edward Omar Sharif Hiariej atau yang akrab disapa Prof Eddy dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Doktor Heru Widodo. Editor : Djibril Muhammad




Ahli yang dihadirkan kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Edward Omar Sharif Hiariej , sempat ditelepon oleh mantan Ketua MK Mahfud Md sebelum sidang gugatan Pilpres. Apa yang dibahas? Hal itu disampaikan profesor yang akrab disapa Eddy Hiariej ini saat sesi tanya-jawab di sidang MK, Jumat (21/6/2019). Awalnya, kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi mengajukan pertanyaan, lalu Eddy menjawabnya sekaligus. Salah satu pertanyaan yang muncul dari kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf adalah terkait sifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam hukum pidana. Untuk menjawab itu, awalnya Eddy bercerita saat dia ditelepon Mahfud Md pada Kamis (20/6) malam.

"Tadi malam ketika mantan Ketua MK Prof Mahfud mendengar saya akan menjadi ahli, beliau menelepon. Beliau tanya, 'Apa yang akan you terangkan, apa yang akan Mas terangkan?' Saya bilang saya soal TSM," kata Eddy. Menurut Mahfud Md, Eddy cocok untuk menerangkan soal TSM. Apa alasannya? "Oh cocok. Karena ketika saya sebagai Ketua MK mengambil keputusan beberapa Pilkada terkait TSM, saya mengadopsi dalam hukum pidana," ucap Eddy mengulang pernyataan Mahfud. Eddy mengatakan disertasinya juga terkait dengan TSM. Saat itu, Mahfud-lah yang menjadi penguji. Simak Juga 'Ahli 01 Sebut Gugatan Prabowo Harusnya Dialamatkan ke Bawaslu': [Gambas:Video 20detik]




Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) diwarnai 'perbincangan' di antara sesama alumni Universitas Gadjah Mada (UGM). Bahkan Ketua MK Anwar Usman sempat 'memprotes' karena tak disebut sebagai alumni UGM. Awalnya, ahli yang dihadirkan oleh kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, yaitu Edward (Eddy) OS Hiariej, sempat menyebutkan kuasa hukum dari pemohon dan pihak terkait hingga hakim MK yang merupakan alumni UGM. Eddy sendiri profesor hukum jebolan UGM. Keberadaan sesama alumni juga disinggung oleh hakim konstitusi Saldi Isra. Selain dua saksi Jokowi-Ma'ruf yaitu Eddy Hiariej dan Heru Widodo, ada kuasa hukum Prabowo-Sandi, yaitu Iwan Satriawan dan Lutfi Yazid. Dia juga menyebut nama hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, yang merupakan jebolan UGM. Saldi sendiri mendapatkan gelar doktor dari UGM.

Setelah sesi tanya-jawab dengan ahli dari tim Jokowi, mendadak Ketua MK Anwar Usman mengajukan protes. Ada apa gerangan? "Sebentar, Yang Mulia, saya mau protes dulu ke Prof Eddy," ucap Anwar Usman. Ternyata Anwar Usman memprotes karena tidak disebut sebagai alumni UGM. Padahal dia memperoleh gelar doktor dari universitas tersebut. Ada pula Wakil Ketua MK Aswanto, yang juga lulusan S-2 UGM. "Saya dan Wakil merasa sedih. Saya sama Yang Mulia Pak Wakil nggak diakui. Gimana ceritanya," katanya dengan nada canda. "Kami kan juga alumni. Waduh, sedih saya. Prof Saldi juga alumni, tapi sudah dihitung tadi. Belum termasuk saya sama Pak Wakil. Prof Eddy lupa tadi," sambung Anwar Usman. Sontak, tawa pecah di sidang MK. Prof Eddy pun tampak tertawa sambil mengatupkan kedua tangannya menyimbolkan minta maaf.




You must login first to give reaction.


Kualifikasi DIpertanyakan, Ahli 01: Kalau Saya Sebutkan Sidang Selesai

Kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto atau BW, mempertanyakan kepantasan Edward Omar Sharif Hiariej atau Prof Eddy sebagai ahli dari tim Jokowi-Ma'ruf. Edward atau Prof Eddy menjawab BW.




Ahli 01 Jelaskan Teori Pembuktian Universal ke Hakim MK

Ahli dari tim 01, Prof Eddy menjawab pertanyaan majelis hakim MK soal mencari barang bukti di persidangan. Dia menjelaskan teori pembuktian yang biasa digunakan atau universal dengan 7 barang bukti.




Ahli 01 yang dihadirkan di kusa hukum Jokowi di sidang gugatan Pilpres 2019 di MK dituding sebagai ‘kuasa hukum tim terselubung' oleh Teuku Nasrullah. Prof Edward O. S. Hiariej atau yang akrab dipanggil Eddy itu memberikan respons terhadap tudingan juru bicara tim hukum Prabowo-Sandiaga.




Solopos.com, JAKARTA -- Tiga kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno berupaya meragukan kepakaran guru besar hukum pidana Universitas Gadjah Mada Prof Edward Omar Syarief Hiariej saat menjadi ahli dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Bambang Widjojanto , Denny Indrayana, dan Teuku Nasrullah, secara bergantian mempertanyakan basis keilmuan Eddy--sapaan Edward. Eddy merupakan pakar hukum pidana, tetapi dalam sidang ini menjadi ahli dalam sengketa pemilu. Ketiga advokat tersebut mengaku mengenal Eddy secara pribadi sehingga mengerti pula keahliannya yang sebenarnya. “Saya kagum dengan sobat ahli [Eddy]. Tapi, Anda tulis berapa buku terkait pemilu dan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif?” tanya Bambang Widjojanto kepada Eddy dalam sidang di Jakarta, Jumat (21/6/2019) malam. Kolega Bambang, Denny Indrayana, mengakui penguasaan asas dan teori hukum Eddy sangat kuat. Meski demikian, Denny menyoroti pendekatan tekstual yang dipakai Eddy kala menilai permohonan Prabowo-Sandi. Padahal, menurut Denny, dalam hukum tata negara dikenal pendekatan kontekstual untuk menggapai keadilan substantif. “Mana fokus riset saudara terkait pidana pemilu?” kata Denny. Serangan terhadap Eddy juga dilayangkan oleh Teuku Nasrullah. Dia bahkan menilai keterangan ahli dalam sidang tak lebih sebagai pledoi kuasa hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan bukan makalah ilmiah. “Saya sayangkan sehingga saya beranggapan seharusnya Prof Eddy duduk di deretan kuasa hukum 01 [Jokowi-Ma’ruf],” ujarnya. Menanggapi ucapan tiga advokat tersebut, Eddy mengakui bahwa dirinya tidak pernah membuat buku dan jurnal terkait pemilu. Meski demikian, dia meyakini bahwa seorang profesor hukum dapat menilai bidang ilmu di luar keahlian dengan menggunakan asas dan teori hukum. Dalam sidang, Eddy membahas konsep kejahatan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) hukum pidana internasional yang kemudian diadopsi dalam hukum pemilu. Pria berdarah Maluku ini mengaku pernah menulis buku tentang pelanggaran hak asasi manusia berat dan pengantar buku pidana internasional. “Saya belum pernah tulis soal pemilu,” ucapnya. Meski tiga pengacara tersebut meragukan kompetensinya, Eddy memastikan tetap membina persahabatan dengan mereka. Bahkan, dia selalu "cium pipi kiri dan cium pipi kanan" kala bersua dengan Bambang Widjojanto. “Saya mengikuti pesan Gus Dur. Kalau beda pendapat cukup di kerongkongan, jangan sampai di hati,” tuturnya. Eddy juga enggan menjawab pertanyaan Bambang soal literatur apa saja yang pernah dibuatnya tentang kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) karena menilai sidang MK ini bukan forum untuk mempertanyakan itu. Dalam sidang, Eddy memberikan keterangan sebagai ahli yang didatangkan pihak terkait pasangan Jokowi-Ma’ruf . Dia memberikan keterangan setelah dua saksi yakni Chandra Irawan dan Anas Asikin. Seusai Eddy, giliran ahli pakar hukum tata negara Heru Widodo yang memberikan keterangan. Sidang pemeriksaan Perkara No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019 hari ini adalah kali ketiga untuk memeriksa saksi dan ahli pihak-pihak yang berperkara. Pemohon Prabowo-Sandi mendapatkan kesempatan perdana pada Rabu (19/6/2019) dengan mengajukan 14 saksi dan dua ahli, dilanjutkan termohon KPU pada Kamis (20/6/2019) yang hanya mengajukan satu ahli.



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply