Suara.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghadirkan saksi ahli bernama Marsudi Wahyu Kisworo dalam lanjutan sidang sengketa hasil pemilihan presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi, Kamis (20/6/2019).
Dalam perkenalannya, KPU menyebut Marsudi Wahyu Kisworo merupakan ahli dalam bidang teknologi informasi (IT) dan merupakan profesor pertama IT Indonesia.
Bukan cuma itu, berdasarkan keterangan anggota tim hukum KPU Ali Nurdin, Marsudi Wahyu Kisworo ternyata juga merupakan arsitek dari IT KPU.
"Untuk ahli kami mengajukan satu orang ahli di dalam persidangan yaitu Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo, ahli dalam IT, profesor pertama IT Indonesia dan juga arsitek dari IT KPU," kata Ali Nurdin.
Siapa sebenarnya Marsudi Wahyu Kisworo?
Marsudi Wahyu Kisworo. [Wordpress]
Berdasarkan profil yang dituliskannya di laman blog marsudi.wordpress.com seperti dikutip SUARA.com, Marsudi Wahyu Kisworo berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Teknik Elektro dengan spesialisasi Teknik dan Sistem Komputer.
Tamat dari ITB tahun 1983, saya bekerja di Jakarta yaitu di PT Elnusa. Kemudian, tahun 1989, dia melanjutkan studi S2 saya di Curtin University of Technology, Perth, Australia dengan sponsor dari Australian International Development Assistance (AIDAB).
"Waktu itu AIDAB hanya memberikan beasiswa 2 orangs saja untuk swasta, karena biasanya beasiswa hanya untuk PNS. Program 2,5 tahun saya selesaikan 1 tahun. Makanya kemudian dengan nyali besar dan pede saya minta lanjut ke program S3 karena saya masih punya jatah 1.5 tahun. Tahun 1990 saya menyelesaikan S2," tulis Marsudi.
"Setelah menyelesaikan program S2 ini saya mendaftar kandidasi S3, dan alhamdulillah hanya dalam waktu 2.5 tahun saya selesaikan program S3 saya dalam bidang Teknologi Informasi pada bulan Oktober 1992," tulisnya.
Sepulang dari Australia, Marsudi kembali ke STMIK Bina Nusantara sebagai Direktur Penelitian dan Direktur Program Pasca Sarjana. Salah satu mahasiswa angkatan pertama yang dibimbingnya adalah Bibit Samad Rianto yang pernah menjabat Wakil Ketua KPK.
"Tahun 1995 saya dipilih menjadi Ketua dari STMIK Darma Bakti. Kemudian tahun 1998 Cak Nur (alm Nurcholish Madjid) mengajak saya bersama-sama beberapa teman alumni Islamic Network (ISNET), sebuah jaringan pengajian mahasiswa Indonesia antar negara, mendirikan Universitas Paramadina," tulis pria kelahiran Kediri pada 29 Oktober 1958 itu.
Antara 1998 sampai 2002, Marsudi menjabat sebagai Deputi Rektor bidang Sumberdaya dan sekaligus menjadi Direktur Utama PT. Amanah Paramadina, yaitu pemilik infrastruktur dan kampus Universitas Paramadina.
"Tahun 2002 sampai 2005 kemudian saya menjadi Deputi Rektor bidang Operasi Akademik dan merangkap sebagai Pelaksana Harian Rektor ketika Cak Nur maju jadi calon presiden dan ketika Cak Nur sakit yang berkepanjangan sampai akhirnya beliau meninggal," tulisnya.
Pada tahun 2002, Marsudi diangkat sebagai guru besar dalam bidang Teknologi Informasi oleh Pemerintah. Konon waktu itu dia adalah profesor pertama dalam bidang ini. Dan bersama-sama Prof. Dr. Didik J. Rachbini, masuk sebagai orang yang menjadi profesor dalam usia muda.
"Pada tahun 2005 saya kemudian bergabung dengan sebuah universitas internasional di Serpong, yaitu Swiss German University – Asia (SGU) (http://www.sgu.ac.id) sebagai Pro-Rector for Academic Affairs merangkap sebagai Dean di Faculty of Information and Communication Technology," tulisnya.
Sejak tahun 2008 selain sebagai Pro-Rector, Marsudi kemudian juga menjadi Acing Dean di Faculty of Business sampai tahun 2010. SGU, menurutnya, merupakan sebuah universitas internasional. Lingkungannya juga internasional, termasuk dosen dan mahasiswanya.
"Tetapi meskipun menyandang nama Jerman, semua proses di SGU menggunakan bahasa Inggris. Nah jadi lumayan kan, bisa praktek bahasa Inggris setiap hari, nggak bayar, malah dibayar pula," tulis Marsudi.
Pada 2010, Marsudi terpilih menjadi rektor dari Institut Perbanas. "Agak aneh juga biasanya rektor-rektor di Perbanas adalah ekonom, tapi meskipun saya orang teknik ternyata memenangkan kontestasi dalam pemilihan rektor," tulisnya.
Kritik robot pemantau situng Hairul Anas
Marsudi Wahyu Kisworo sempat mengkritik Robot Ikhlas ciptaan Hairul Anas Suaidi, pakar IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang juga menjadi saksi dari kubu Prabowo-Sandi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi. Dia mengatakan robot itu cenderung menyesatkkan publik.
Menurut Profesor Marsudi, Robot Ikhlas yang diklaim bisa memantau Situng KPU tersebut bukanlah karya fenomenal bagi masyarakat IT.
Profesor Marsudi mengakui, ia tidak terkesan dengan karya yang dibanggakan oleh alumni Fakultas Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung itu. Profesor Marsudi justru menilai hasil harya Hairul Anas dapat menyesatkan publik.
"Terus terang saja, hasil karya Hairul Anas Suaidi itu biasa saja dan cenderung menyesatkan publik," kata Profesor Marsudi seperti dikutip dari blog pribadi miliknya.
Profesor Marsudi menjelaskan, Situng KPU memang dibuat secara terbuka dan transparan, sehingga proses pengunduhan data per jam, menit, hingga real time sekali pun akan mudah dilakukan.
Menurutnya, robot yang diklaim dapat memantau kerja Situng KPU tersebut bukanlah sebuah karya yang menggemparkan.
Hairul Anas Suaidi, saksi Prabowo Subianto - Sandiaga Uno dalam sidang gugatan Pilpres 2019. (Antara)
Sebab, mahasiswa yang semester agak tinggi pun bisa melakukan salinan database Situng KPU secara mudah.
"Sehingga dapat saya katakan di sini bahwa Robot yang katanya dapat memantau Situng KPU bukanlah sebuah karya yang fenomenal bagi masyarakat IT. Tidak perlu menjadi seorang pakar untuk membuat aplikasi seperti itu," ungkap Profesor Marsudi.
Profesor Marsudi menjelaskan, meskipun robot ikhlas tersebut diklaim dapat menemukan ribuan kecurangan, walau Situng KPU diretas, diacak-acak hingga dihancurkan sekali pun, maka tidak akan berpengaruh terhadap penghitungan suara.
Pasalnya, Situng KPU hanya dijadikan sebagai media informasi bagi publik untuk memantau hasil penghitungan suara di tingkat TPS. Apabila terjadi manipulasi, maka form C1 yang diunggah di Situng bisa menjadi referensi.
Namun, Situng KPU bukanlah acuan akhir penghitungan suara. Penghitungan suara manual secara berjenjanglah yang menentunagn penghitungan suara akhir.
Banyak pihak yang meminta agar Situng KPU ditutup saja lantaran dinilai tak berguna atau disebut mubazir.
Anggapan tersebut ditolak oleh Profesor Marsudi. Sebab, menghentikan Situng sama dengan menutup akses partisipasi dan kontrol publik terhadap penghitungan suara manual berjenjang.
"Biarkan saja Situng berjalan seperti sekarang, tidak usah diributkan apalagi oleh pakar IT abal-abal, karena jika pakar yang benar-benar pakar, dengan penelitian dan karya-karya yang mendunia, pasti tahu bahwa Situng KPU tidak digunakan sebagai alat penghitungan suara yang sah, tetapi hanya alat kontrol saja, yang sah adalah sistem penghitungan suara manual berjenjang," tandasnya.
TRIBUNKALTIM.CO - Kamis (20/6/2019) salah satu Ahli yang diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sidang MK sengketa Pilpres 2019 adalah Marsudi Wahyu Kisworo.
Siapakah Marsudi Wahyu Kisworo dan bagaimana rekam jejaknya?
Marsudi Wahyu Kisworo adalah profesor bidang teknologi informasi pertama di Indonesia.
Berikut ini, profil sekaligus rekam jejaknya sesuai tulisan Marsudi sendiri di marsudi.wordpress.com.
Saya lahir di Kediri pada tanggal 29 Oktober tahun 1958.
Tapi jangan ditanya soal Kediri, karena kedua orang tua saya ketika saya berumur 3 tahun pindah ke Ponorogo karena ayah saya, Djoko Susilo, pindah tugas mengajar di SPG Negeri Ponorogo.
Ibu saya asal Nganjuk, yaitu dari dukuh Pesantren, Desa Kapas, kecamatan Sukomoro.
Sedangkan ayah saya dari desa Golan (kayak di Israel aja namanya), Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun . (Desa Golan ini sekarang masuk ke Kecamatan Sawahan karena adanya pemekaran Kecamatan Jiwan).
TRIBUN-TIMUR.COM - Profil Marsudi Wahyu Kisworo, ahli di Sidang MK yang bisa bobol Wi-Fi gedung MK, berikut kehebatannya.
Mahkamah Konstitusi ( MK) kembali menggelar sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (10/6/2019).
Agenda Sidang MK keempat adalah mendengar keterangan saksi atau ahli termohon serta pengesahan alat bukti (tambahan) termohon atau KPU.
Kuasa hukum KPU, Ali Nurdin mengatakan, pihak termohon tak menghadirkan saksi pada hari dan hanya ahli.
Dari pihak termohon setelah mencermati perkembangan persidangan dari saksi yang diajukan pemohon, maka kami berkesimpulan untuk tidak mengajukan saksi, Yang Mulia. Yang kedua ahli, kami mengajukan 1 ahli dalam persidangan, yaitu Bapak Prof Dr Ir Marsudi Wahyu Kisworo ahli dalam bidang IT. Profesor pertama IT di Indonesia dan juga arsitek dari IT di KPU," kata Ali Nurdin di awal Sidang MK.
Siapa Marsudi Wahyu Kisworo?
Mungkin anda belum mengenal, siapa sebenarnya Marsudi Wahyu Kisworo.
Marsudi Wahyu Kisworo merupakan profesor ilmu komputer dan teknologi informasi pertama di Indonesia.
Di sela menyampaikan kesaksiannya dalam Sidang MK, Marsudi Wahyu Kisworo sempat berseloroh jika dirinya bisa membobol Wi-Fi gedung MK.
Baca: Idham Amiruddin Saksi Asal Sulsel di Sidang MK, Sebut Ada NIK Rekayasa di Basis 02 hingga Izin Pipis
Dia menjabat Rektor Universitas Trilogi periode tahun 2018 sampai 2022.
Liputan6.com, Jakarta - Sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi berlanjut, Kamis (20/6/2019). Giliran pihak Termohon, dalam hal ini KPU, mengajukan saksi dan ahli dalam sidang lanjutan ini.
Namun, dalam persidangan ini, KPU tidak mengajukan saksi.
"Kami berkesimpulan tidak mengajukan saksi," kata pengacara KPU, Ali Nurdin.
KPU hanya mengajukan satu ahli dalam persidangan untuk memaparkan keahlian dalam bidang information technology atau IT.
"Untuk ahli kami ajukan satu orang ahli, Bapak Marsudi Wahyu Kisworo, profesor IT pertama di Indonesia dan arsitek IT KPU," kata Ali Nurdin.
Dalam sidang sebelumnya, pihak Pemohon mengajukan 15 saksi dalam persidangan. Namun, dua di antaranya tidak hadir.
Mantan Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay menyatakan, dari keterangan yang diberikan seluruh saksi, belum cukup membuktikan terjadi kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di Pemilu 2019.
"Kalau dikatakan ada satu kecurangan, belum bisa dibuktikan. Belum bisa kita simpulkan terjadi pelanggaran, apalagi disebut pelanggaran TSM," kata Hadar saat dikonfirmasi.
Menurut dia, dari keterangan saksi di sidang MK belum membuktikan adanya pelanggaran, apalagi pelanggaran TSM.
"Saya masih berpandangan, belum bisa disebut pelanggaran TSM, dengan apa yang kita dengar dari saksi," katanya.
Hadar menyebut, pembuktian adanya kecurangan masih sangat sedikit dan kecil.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) memajukan saksi ahli Marsudi Wahyu Kisworo dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi hari ini, Kamis (20/6/2019).
Rekam jejak karir dan kehidupan Marsudi ternyata amat baik dan hebat.
Bahkan dia merupakan professor bidang teknologi informasi pertama di Indonesia.
• VIDEO: Indra Bekti Sebut Agung Hercules Mulai Gejala Tumor Gliobastoma 1 Tahun Lalu
• LIVE STREAMING Lanjutan Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2019, Saksi dan Ahli dari KPU Beri Keterangan
• Jokowi Bagikan Ribuan Sertifikat Tanah di Gresik yang Meliputi 18 Desa
Mari kita simak profil sekaligus rekam jejaknya sesuai tulisan Marsudi sendiri di marsudi.wordpress.com.
Saya lahir di Kediri pada tanggal 29 Oktober tahun 1958. Tapi jangan ditanya soal Kediri, karena kedua orang tua saya ketika saya berumur 3 tahun pindah ke Ponorogo karena ayah saya, Djoko Susilo, pindah tugas mengajar di SPG Negeri Ponorogo.
Ibu saya asal Nganjuk, yaitu dari dukuh Pesantren, Desa Kapas, kecamatan Sukomoro. Sedangkan ayah saya dari desa Golan (kayak di Israel aja namanya), Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun. (Desa Golan ini sekarang masuk ke Kecamatan Sawahan karena adanya pemekaran Kecamatan Jiwan).
Saya tinggal di Pomorogo di Jl. Parikesit, desa Kepatihan sampai tamat SD, dari SD Negeri Diponegoro tahun 1972.
Sekolah SD saya ini dulu tempatnya di depan Kantor Kabupaten Ponorogo, tapi kayaknya sekarang sudah tidak ada lagi.
• Utamakan Mobil Pemadam Kebakaran atau Ambulans? Simak 7 Kelompok Pengguna Jalan yang Punya Hak Utama
• Tidak Mau Anak Dijajah Barat, Hanung Bramantyo Kenalkan Wayang Sejak Dini
• Bangunan SDN 03 Rawa Buntu yang Reyot Dinilai Masih Layak Digunakan Untuk Kegiatan Sekolah
1 / 5 Marsudi Wahyu Kisworo, ahli yang dibawa oleh tim hukum KPU saat disumpah sebelum memberikan keterangan dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (20/6/2019). Sidang mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pihak termohon, yaitu KPU RI. (Liputan6.com/Faizal Fanani)
Pakar IT Prof. Marsudi Wahyu Kisworo memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2019 di Gedung Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (20/6). Marsudi dihadirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai saksi ahli. Dalam persidangan tersebut, dia menjelaskan soal Situng KPU yang kerap dibahas oleh tim hukum Prabowo-Sandiaga selaku pemohon.
KPU tidak menghadirkan saksi-saksi dalam persidangan gugatan hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (20/6) siang. KPU hanya menghadirkan seorang ahli, Marsudi Wahyu Kisworo sebagai profesor IT pertama di Indonesia sekaligus arsitek IT di KPU.
Lokasi Akses Sistem Situng Cuma di KPU dan 2 Tempat Rahasia
Ahli yang dihadirkan KPU, Marsudi Wahyu Kisworo membedakan Situng sebagai sistem dan situs. Situng sebagai sistem cuma bisa diakses dari KPU dan 2 lokasi yang dirahasiakan.
Tim kuasa hukum KPU menghadirkan arsitek IT KPU, Marsudi Wahyu Kisworo dalam sidang gugatan Pilpres 2019 di MK. Profesor IT pertama di Indonesia ini menjelaskan bagaimana sistem pengamanan aplikasi Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU dirancang.