Contact Form

 

Benarkah Gugatan Prabowo Bisa Naik ke Mahkamah Internasional?


GenPI.co - Tim pembela Prabowo sekaligus juru bicara Persatuan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin pada Rabu (26/6) sempat mengatakan jika Prabowo Subianto mengalami kekalahan dalam sidang gugatan Pilpres di Mahkaman Konstitusi maka pihaknya bakal mengajukan perkara tersebut ke Mahkamah Internasional. Pernyataan Novel ini disambut dengan keheranan sejumlah orang. Apalagi melihatt profesi Novel pun adalah pengacara. Mereka sekaligus bertanya-tanya, apa benar perkara ini bisa diajukan hingga Internasional? Berikut jawabannya.

Baca juga :

Mau ke PBB Jika 02 Kalah Putusan Sidang MK, LIPI : Gak Rasional!

PA 212 Bakal Ngadu ke PBB Jika Prabowo Kalah Di Putusan Sidang MK

Cerita Miris Guru Pedalaman Papua: Anak-anak Tak Tahu 'Indonesia'

Berdasarkan Bab II Statuta Mahkamah Internasional yang dikutip dari situs Hukum Tata Negara, jelas tersebut, Mahkamah Internasional hanya menyelesaikan sengketa antar negara. Nah, ada pun perkara hasil sidang MK, bukanlah sengketa antar bangsa melainkan sesama bangsa sendiri. Sudah jelas ini bukan kewenangan Mahkamah Internasional walau disebut-sebut berhubungan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sekalipun.

Tonton lagi :




Suara.com - Mantan Penasehat KPK Abdullah Hehamahua mengatakan akan melaporkan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hasil Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden 2019 ke mahkamah internasional .

"Kita akan lakukan pelaporan ke peradilan internasional, karena mereka bisa audit forensik terhadap IT KPU bagaimana bentuk-bentuk kecurangan situng," kata Abdullah usai melakukan aksi halal bihalal Persaudaraan Alumni 212 di Jakarta, Kamis petang (27/6/2019).

Selain itu, Abdullah juga mengajak massa aksi untuk ikut menyambangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Jumat, 27 Juni 2019.

"Besok usai salat Jumat di Masjid Sunda Kelapa kita akan datang ke Komnas HAM untuk melaporkan kasus KPPS yang meninggal," ujar Koordinator Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR) itu.

Ia juga menyampaikan akan melaporkan terkait 10 korban meninggal saat peristiwa kerusuhan 21-22 Mei lalu yang empat di antaranya masih usia remaja.

"Kita juga akan melaporkan kasus petugas KPPS yang meninggal, kita juga meminta Komnas HAM untuk memproses korban meninggal pada peristiwa 21-22 Mei sebagai bentuk pelanggaran HAM, apa lagi korbannya remaja," katanya.

Selain ke Komnas HAM, Abdullah juga mengajak Massa untuk melakukan aksi ke gedung DPR.

"Kalau waktunya cukup, besok selain ke Komnas HAM kita juga akan ke DPR," seru Abdullah.




Eramuslim – Ribuan masyarakat turun ke jalan untuk mengikuti Aksi 266 di area Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (26/6/2019). Di awal aksi, massa menyanyikan Lagu Kebangsaan, dan lagu nasional seperti Maju Tak Gentar, dan Halo-Halo Bandung.

Sebelumnya, mobil komando sempat dihalau dari lokasi aksi oleh sejumlah aparat kepolisian, namun setelah melalui negoisasi yang alot antara koordinator lapangan dengan polisi, akhirnya mobil komando diperbolehkan masuk ke lokasi.

Tampak sejumlah ulama dan tokoh nasional seperti, mantan Komisioner KPK, Abdullah Hehamahua, Koordinator API Jabar, Ustadz Asep Syaripudin dan Edi Mulyadi.

Dalam orasinya, Ustadz Asep menegaskan bahwa Aksi 266 yang bertajuk Halal bihalal dan Tahlil Akbar ini adalah aksi damai.

Sementara, Abdullah Hehamahua menekankan pentingnya para Hakim MK untuk menjunjung tinggi keadilan.

Abdullah sempat menyinggung tentang Jokowi yang tidak cuti selama masa kampanye Pilpres 2019, namun di akhir persidangan MK, tim hukum Jokowi baru memperlihatkan surat izin cuti.

“Ini kecurangan dan hukumannya 5 tahun!”, ujar Abdullah Hehamahua.

Dia juga menyinggung tentang sudah dicoblos nya surat suara Pemilu di Malaysia, dan lain-lain. “Jadi kasus ini harus diproses hukum, kalau pun tidak bisa diproses sekarng, maka harus diproses di periode kepemimpinan berikutnya,” ujarnya.




Selamat Datang di

medcom.id

SIGN IN

Don't have an account yet? Sign up here


Headline

indopos.co.id - Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) meminta keadilan sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) jangan takut dengan berbagai ancaman dan intimidasi. Karena gugur dalam meneggakan kebenaran itu adalah syahid.

Koordinator KAMI Abdullah Hehamahua mengatakan, sembilan Hakim MK yang akan membacakan putusan hasil gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang diajukan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Sandiaga supaya untuk menjunjung tinggi keadilan.

“Jagi gak perlu takut. Apalagi IT KPU memang sangat perlu untuk diinvestigasi karena bermasalah. Di saat KPK dipimpin Antasari Azhar, sudah ada rencana untuk mau mengaudit IT KPU. Namun rencana belum terwujud Antasari dikriminalisasi dengan dijerat pasal pembunuhan berencana,” ujar Abdullah dirilis Media Tim Hukum Badan Pemenangan Pemilu (BPN) Prabowo Sandi, Kamis (27/6/2019).

Mantan Penasehat KPK Abdullah Hehamahua menegaskan, kalau memang institusi lokal tak juga berniat mengaudit secara forensik IT KPU, pihaknya meminta institusi internasional untuk turun tangan melakukan audit.

“Kami minta Mahkamah Internasional dan kami juga meminta PBB untuk melakukan audit IT KPU. Apapun bunyi putusan MK,” tegas Abdullah yang sesepuh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Ia juga menyinggung Presiden Joko Widodo yang tidak cuti selama masa kampanye Pilpres 2019, namun di akhir persidangan MK, tim hukum Jokowi baru memperlihatkan surat izin cuti. “Jelas itu kecurangan dan hukumannya 5 tahun,” kecamnya.

Dalam ilmu korupsi itu ada yang disebut berdasarkan motif ada yang disebut corruption by need, corruption by opportunity dan corruption by exploration. Abdullah menilai UU Pemilu dan UU Pilpres masuk dalam kategori korupsi politik.

“Apalagi nyaris semua media massa mainstream, mahasiswa, perguruan tinggi, dan LSM yang biasa selama ini aktif memerangi korupsi, namun kini cenderung pasif. Bukan hanya itu, indikasi kecurangan yang luar biasa juga,” ujar pria yang akrab disapa Dullah.

Daftar Pemilih Tetap (DPT) saat Pilpres 2019, nilai dia, melonjak secara drastis hingga mencapai 27 DPT siluman bahkan KPU menetapkan DPT 20 hari setelah hari pencoblosan Pemilu. “Investigasi menyeluruh perlu dilakukan,” tutup pria gaek yang brewokan ini. (ers)


Jakarta, Gatra.com - Prabowo Subianto telah menerima hasil putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Meski mengaku kecewa dengan hasil putusan MK, mantan Danjen Kopassus itu meminta pendukungnya untuk tetap menghormati hukum dan konstitusi.

Pasca kekalahan Prabowo-Sandi di Mahkamah Konstitusi, Badan Pemenangan Nasional (BPN) menyatakan belum menentukan langkah hukum lanjutan.

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade mengatakan keputusan membawa kasus sengketa pilpres ke mahkamah internasional akan dibicarakan lebih lanjut bersama tim kuasa hukum BPN.

"Kan belum ada keputusan apa-apa (dibawa ke Mahkamah Internasional), Pak Prabowo malam ini konsultasi sama tim hukum," ujarnya ketika ditemui GATRA.com di Jl. Kertanegara, Jakarta, Kamis (27/6).

Setelah berkonsultasi dengan tim hukum, Prabowo akan melakukan pertemuan bersama partai Koalisi Adil Makmur, Jumat (28/6. Pertemuan direncanakan akan berlangsung di kediaman Prabowo, di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan.

"Iya (di K4), besok akan konsultasi dengan pimpinan partai koalisi habis salat Jumat (28/6). Nanti akan ada statement selanjutnya," tuturnya.

Seperti diketahui, calon presiden nomor urut 02 itu telah menyampaikan keterangannya terkait hasil sidang sengketa Pemilu 2019. MK menyatakan amar putusannya untuk menolak permohonan pemohon sepenuhnya. Sehingga seluruh gugatan yang diajukan BPN Prabowo-Sandi digugurkan.

"Sesuai kesepakatan kami patuh menghormati keputusan kontitusi kita dan UUD 45 yang berlaku di Indonesia," ujar Prabowo.




MK melalui putusannya menyatakan menolak seluruh permohonan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden 2019. • • #alineadotid #alineasatumenit #sidangMK #MahkamahKonstitusi #KPU #TKN #BPN #jokowi #prabowo #sidang #putusan #pemilu #pemilu2019 #pilpres2019 #komisipemilihanumum #pemilihaumum #MK #sengketa #instanews #instavideo #infoterkini #berita #trending #menjagadamaiputusanMK #terimahasilMK #mahkamahkalkulator

A post shared by Alinea (@alineadotid) on Jun 27, 2019 at 9:39am PDT


Jakarta, CNN Indonesia -- Militer  Myanmar menolak permintaan jaksa penuntut Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang ingin melakukan penyelidikan penuh terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis minoritas Rohingya . "Militer dan pemerintah tidak mengabaikan masalah ini dan telah berusaha menindak mereka yang melakukan pelanggaran," kata juru bicara militer Myanmar, Brigadir Jenderal Zaw Min Htun, kepada AFP , Kamis (27/6). "Myanmar punya komite investigasi yang meninjau masalah (Rohingya) ini dan mereka (ICC) harus menghormati apa yang kami lakukan. Campur tangan ICC merusak martabat pemerintah dan militer Myanmar."

Zaw Min melontarkan pernyataan ini untuk merespons langkah jaksa penuntut ICC, Fatou Bensouda, yang berencana memperdalam investigasinya terkait dugaan tindak kejahatan terhadap Rohohingya ke tahap selanjutnya.  Sebelumnya, Bensouda telah membuka penyelidikan awal terkait dugaan pelanggaran HAM terhadap Rohingya pada September lalu. Dilansir AFP , ia telah mengajukan permintaan kepada hakim ICC untuk membuka penyelidikan ini secara penuh.

Sejauh ini, Myanmar mengaku tidak melihat kesalahan pada "operasi pembersihan" yang dilakukan militer pada Agustus 2017 lalu di negara bagian Rakhine.  Militer berdalih operasi tersebut dilakukan untuk menangkap kelompok militan yang sempat menyerang sejumlah pos polisi di negara bagian itu. Alih-alih menangkap para militan, militer disebut mengusir, menyiksa, hingga membunuh etnis Rohingya. [Gambas:Video CNN] Persekusi itu memicu gelombang pengungsi Rohingya ke Bangladesh. Hingga kini, lebih dari 700 ribu etnis Rohingya mengungsi di kamp-kamp penampungan di perbatasan Bangladesh. Sejauh ini, Myanmar sempat memenjarakan tujuh personel militer karena terlibat pembunuhan 10 orang Rohingya. Namun, kini tujuh personel itu telah dibebaskan. (rds/has)




Prabowo Subianto kalah dalam gugatan sengketa pilpres yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Keputusan MK membuat langkah Prabowo di Pilpres 2019 terhenti karena tak ada lagi upaya hukum yang bisa diambil. "Ya. Tak ada upaya hukum lagi," kata mantan ketua MK, Mahfud MD kepada wartawan, Jumat (27/6/2019). Mantan ketua MK lainnya Hamdan Zoelva juga mengatakan hal serupa. Dia menyebut keputusan MK mengakhiri semua proses di pilpres 2019.

"Sudah tidak ada upaya hukum lagi. Putusan MK final dan mengikat, mengakhiri seluruh proses pilpres, dan hari ini kemungkinan KPU akan melaksanakan pleno penetapan pasangan calon terpilih," kata Hamdan. Lebih rinci, Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Muchtar mengatakan, kegagalan di MK tak bisa dilanjutkan ke tingkat lebih tinggi meski ada Mahkamah Internasional (IJC) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Kedua lembaga itu, kata Zainal, punya kewenangan dan ranah yang berbeda. "Yang selama ini dibicarakan adalah konsep hukum internasional, padalah konsep hukum internasional itu agak spesifik ranah kewenangannya. Sebenarnya ICJ dan ICC yang ada, ICJ itu biasanya ranahnya itu pada negara, negara yang melakukan, apa yang disidangkan di sana. Subjeknya adalah negera," papar Zainal. Dia mencontohkan kasus yang bisa diselesaikan lewat IJC di antaranya sengketa Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dengan Indonesia. Sementara ICC menyelesaikan kasus kejahatan internasional. "(CCI) misalnya sengketa antara Sipadan-Ligitan, itu diselesaikan di sana. Berbeda dengan ICC yang lebih pada kejahatan internasional, lebih pada kejahatan HAM internasional yang sangat berat seperti genosida, crime against humanity kemudian ada beberapa hal," ucapnya. Menurutnya, putusan MK sudah seharusnya diterima untuk mengakhiri sengketa pemilu. Dia mengingatkan banyak agenda yang menunggu selain Pilpres 2019. "Memang seharusnya diterima, seharusnya drama ini diakhiri. Seharusnya tidak dilanjutkan. Karena banyak agenda publik lain, agenda negara selain soal pemilihan presiden saja. Presiden bukan berarti tidak penting, tapi itu satu di antara banyak agenda ketatanegaraan, ada soal pileg, ada soal pelantikan, ada soal tugas dan janji presiden. Hal-hal lain yang paling dekat juga soal pemilihan komisioner KPK. Ada banyak agenda lain dan energi ini jangan dihabiskan di satu tempat," kata dia. Zainal juga memberi catatan terhadap proses sidang di MK. Menurutnya sidang sengketa pilpres tahun ini berjalan fair dan terbuka. Salah satunya ditandai dengan sikap MK yang tak terlalu formalistik. "Prosesnya lumayan berjalan, fair terbuka bahkan di satu sisi saya menganggap MK sudah amat baik. Ada banyak, misalnya MK tidak formalistik amat bahkan untuk permohonan saja antara permohonan pertama dan permohonan kedua, tapi MK masih menerima permohonan kedua. Padahal kalau logika hukumya orang lebih banyak bicara permohonan pertama saja. MK masih menerima," tuturnya. Sebelumnya, Capres Prabowo Subianto menyatakan menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh gugatan dari pihaknya terkait sengketa hasil Pilpres 2019. Prabowo mengatakan dalam waktu dekat akan membahas bersama tim hukum untuk mencari langkah konstitusi lainnya. "Sesudah ini kami akan segera berkonsultasi dengan tim hukum kami untuk meminta saran dan pendapat apakah masih ada langkah hukum dan langkah-langkah konstitusi lainnya yang mungkin dapat kita tempuh," kata Prabowo di kediamannya, Jl Kertanegara, Jakarta Selatan, Kamis (27/6/2019). Simak Juga 'Prabowo Minta Pendukungnya Tak Berkecil Hati': [Gambas:Video 20detik]




tirto.id - Pakar hukum tata negara Fery Amsari menganggap wajar Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa Pilpres 2019. Direktur Eksekutif Pusat Kajian Konstitusi (Pusako) ini beralasan, gugatan kubu Prabowo-Sandiaga memang kurang kuat sehingga hakim menolak permohonan Prabowo-Sandiaga meski hakim juga menolak eksepsi KPU dan kubu Jokowi-Maruf selaku pihak terkait. "Itu merupakan konsekuensi dari lemahnya dalil-dalil permohonan dan alat bukti. Saya tidak terkejut jika hakim memutuskan demikian," kata Feri kepada reporter Tirto, Jumat (28/6/2019). Setelah hakim konstitusi membacakan putusan permohonan sengketa Pilpres, perselisihan Pilpres pun dianggap selesai. Sebab, putusan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu, tidak akan ada lagi upaya hukum untuk menggoyahkan hasil Pilpres 2019 karena langsung diikuti penetapan presiden dan wapres. Feri pun beranggapan sikap Prabowo yang berkonsultasi dengan tim kuasa hukum untuk mencari upaya hukum lain sebagai cara tidak jelas. Kemarin, Prabowo berencana untuk berkonsultasi hukum setelah putusan Pilpres 2019. Feri memahami kalau konsultasi tidak berarti akan mengarah kepada upaya hukum. Akan tetapi, dalam sistem konstitusi di Indonesia, sengketa Pilpres paling tinggi ditangani oleh Mahkamah Konstitusi sehingga tidak masuk akal bila ada upaya hukum setelah putusan MK. "Lebih banyak mengada-ada saja," kata Feri. Sebagai contoh, jika kubu Prabowo-Sandiaga berencana membawa sengketa Pilpres ke Mahkamah Internasional, hal tersebut berpotensi ditolak oleh Mahkamah Internasional. Sebab, hukum konstitusi Indonesia punya kedaulatan yang tidak bisa diintervensi. Oleh sebab itu, Feri berharap agar Prabowo realistis dan tidak terhasut dengan upaya non-konstitusional. Selain itu, ia berharap agar Prabowo tidak memperburuk citranya jika memang ingin membawa kasus ini ke dunia internasional. "Nasihat saya Pak Prabowo jangan mempertinggi tempat jatuh mempermalukan dirinya di dunia global," kata Feri.

Reporter: Andrian Pratama Taher Penulis: Andrian Pratama Taher Editor: Maya Saputri



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply