Contact Form

 

Soal Tak Lolos DPR RI, Ferdinand Tertawa, Faldo Maldini Mohon Doa, Fadli Zon?


Penyanyi sekaligus dokter bedah plastik, Teuku Adifitrian atau Tompi, sempat membalas cuitan Fadli Zon di Twitter yang menyebut Ratna Sarumpaet mengalami penganiayaan. Balasan Tompi, yang yakin bahwa Ratna tak dianiaya, melainkan bedah plastik, lalu ditanggapi Fahri Hamzah. "Kalau nggak saya salah inget Fadli Zon secara terang benderang menulis saat terjadinya pemukulan Ratna dipukul oleh tiga pria di daerah bandara Bandung, kemudian dilempar di pinggir jalan. Kira-kira itu yang saya tangkap," ujar Tompi bersaksi dalam sidang lanjutan Ratna Sarumpaet di PN Jaksel, Jl Ampera Raya, Selasa (23/4/2019). Cuitan Fadli Zon, yang menyertakan foto Fadli bersama Ratna Sarumpaet , menurut Tompi , dikomentari banyak pengguna Twitter.

"Saya sempat me- reply beliau dan Fahri Hamzah waktu itu yang sempat intens yang meng- counter tweet saya yang (menyebutkan) bagian dari proses penyembuhan bedah plastik dan bukan bagian dari pemukulan," sambung Tompi menjawab pertanyaan jaksa. "Waktu itu saya inget jawaban saya ke Fahri Hamzah, yang saya katakan kan kebetulan tahu istri Anda dokter bedah kalau gitu ajak yang Anda kenal, istrinya nggak mungkin bohong sama suaminya. Jadi sampai sebatas itu beliau masih bersikeras bahwasanya pernyataan saya yang keliru," tutur Tompi. Tompi dan Fahri Hamzah-Fadli Zon memang pernah berdebat di Twitter. Tompi awalnya mengungkapkan kekagetannya soal kabar operasi plastik yang disebut sebagai dikeroyok. Di tweet itu, Tompi memang tidak langsung menyebut nama Ratna. "Gilaaaaa menjadikan bengkak operasian sebagai akibat di keroyok massa!!! Mrk sedang membodohi diri sendiri. Dan kita rakyat tertipu dan terbawa amarah. Ini contoh bagus bagaimana oknum politisi memainkan jurus2," tulis Tompi, Rabu (3/10/2018). Dia juga merespons tweet Fahri Hamzah. Fahri awalnya me- retweet posting- an Dahnil Anzar yang berisi foto Ratna saat bertemu dengan Prabowo Subianto. "Mau menasihati agar ibu Ratna tegar apalah kita ini...umur beliau 70 tahun...kita belum tentu setegar beliau...tapi diam dengan keadaan ini adalah durhaka kepada Ibu pertiwi... #SaveDemokrasi," tulis Fahri. Tompi lalu membalasnya. "Bang fahri, kl boleh saran Cek info yg masuk pak. Jgn telen aja. Ingat Tuhan. Jgn ingat pilpres ajaa." Simak Juga 'Akrabnya Tompi-Rocky Selfie Bareng di Sidang Ratna Sarumpaet': [Gambas:Video 20detik]




TRIBUNNEWS.COM - Isu beredar tentang tak lolosnya sejumlah tokoh politik menjadi anggota DPR RI mendapat tanggapan.

Di antaranya adalah caleg Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean , caleg PAN Faldo Maldini , dan caleg Gerindra Fadli Zon .

Ferdinand pun tertawa, Faldo Maldini memohon doa, sementara Direktur Eksekutif Charta Politika , Yunarto Wijaya, mengungkap bahwa Fadli Zon mendapat suara tinggi.

Untuk diketahui, Charta Politika merupakan satu dari 40 lembaga survei yang terdaftar di KPU RI dan berhak merilis hasil hitung cepat Pemilu 2019.

Baca: Debat dengan Adian Napitupulu soal People Amien Rais, Faldo Maldini Malah Soroti Kursi

Adapun isu ketiga politikus tak lolos menjadi anggota DPR RI tersebut sebelumnya dicuitkan dalam Twitter oleh warga dengan akun bernama @_______B1G__k4y.

Lantas Yunarto Wijaya memberikan tanggapan dengan membalas cuitan tersebut.

Menurut Yunarto Wijaya , justru Faldi Zon mendapat suara tinggi.

Ia pun turut mengajak warga agar adil dan objektif.

Tak hanya menyinggung nama Fadli Zon , Yunarto Wijaya juga menyinggung nama Ferdinand Hutahaean dan Faldo Maldini .




Write CSS OR LESS and hit save. CTRL + SPACE for auto-complete.


Ada Indikasi Pemilu Curang di Surabaya , Fadli Zon : Harus Pemungutan Suara Ulang Seluruh Indonesia

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menanggapi rekomendari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) soal penghitungan suara ulang di Tempat Pemungutan Suara (TPS) seluruh Surabaya .

Menurut Fadli Zon , pemungutan suara ulang di seluruh TPS Surabaya itu tak akan efektif.

Ia bahkan menyarankan untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh Indonesia.

Hal itu disampaikan Fadli Zon di akun Twitter miliknya, sambil mengomentari artikel berita.

Artikel berita itu berjudul "Bawaslu Rekomendasikan Penghitungan Ulang di TPS Seluruh Surabaya ".

Dilansir TribunnewsBogor.com dari berbagai sumber, Bawaslu merekomendasikan penghitungan ulang suara Pemilu 2019 di 8.146 TPS di Kota Surabaya , Jawa Timur.

Hal itu dilakukan karena adanya indikasi kecurangan di TPS tersebut, yakni berupa penggelembungan suara.

Rekomendasi tersebut dilakukan karena adanya laporan lima partai politik di Kota Surabaya dan seorang caleg DPR RI atas dugaan terjadi kecurangan.

Kecurangan tersebut berupa penggelembungan suara, dan terjadi di ratusan TPS di Kota Surabaya .




Suara.com - Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga, Fadli Zon mengomentari soal pemblokiran situs jurdil2019.org oleh Kominfo. Menurutnya hal tersebut menjadi bukti adanya keberpihakan dan kecurangan pemerintah di Pemilu 2019.

Fadli Zon mengatakan bahwa pemblokiran tersebut mewujudkan sistem keberpihakan di mana ada pihak yang tidak sejalan dengan pemerintah lantas langsung diblokir. Seperti yang diketahui, situs jurdil2019.org diblokir lantaran telah menyalahgunakan izin.

"Ya itu lah kecurangannya. Keberpihakannya. Kalau misalnya tidak sesuai dengan mereka kemudian dihapus, tapi kalau sesuai itu diteruskan malah diproteksi, jadi ini pemilu abal-abal menurut saya?" kata Fadli di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senin (22/4/2019).

Fadli Zon kemudian menyinggung soal kredibilitas dari pelaku penghitung suara cepat atau quick count. Apabila sebuah lembaga yang tidak memiliki kredibilitas dalam melakukan quick count, maka bisa disebut sebagai pengaturan skor. Dirinya mencontogkan soal pengaturan skor menggunakan algoritma.

"Quickcount itu kalau pelaku tak mempunyai kredibilitas, itu bisa dikatakan sebagai pengaturan skor. Ya bisa jadi quickhoax juga itu," ujarnya.

"Dengan begitu pengaturan skor memakai algoritma, kemudian penghitung-hitungannya disesuai dengan algoritma, jadi ada, kalau orang statistik pasti ngerti itu algoritma," pungkasnya.

Untuk diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir situs jurdil2019.org. Pemblokiran yang diakukan sejak Sabtu (20/4/2019) malam itu atas permintaan dari Bawaslu RI.

Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu mengatakan, situs jurdil2019.org diduga telah menyalahgunakan izin. Bawaslu kata dia, telah mencabut akreditasi jurdil2019.org sebagai lembaga pengawas Pemilu 2019.

Sementara itu, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Mochammad Afifuddin mengatakan pemblokiran lembaga pemantau Pemilu Jurdil 2019 lantaran menyalahi prinsip sebagai lembaga pemantau. Afif menyebut situs lembaga pemantau jurdil2019.org telah menyalahi prinsip lembaga pemantau yakni prinsip imparsialitas dan netralitas.

Afif menegaskan pencabutan akreditasi dan pemblokiran terhadap situs jurdil2019.org bukan karena situs tersebut menayangkan hasil hitung cepat atau real count. Sebab, persolan terkait quick count dan real count menjadi domain Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Afif menegaskan, bahwasanya pencabutan akreditasi Bawaslu terhadap Jurdil 2019 sebagai lembaga pemantau Pemilu lantaran lembaga pemantau tersebut telah menyalahi prinsip sebagaimana prinsip lembaga pemantau yakni harus imparsial dan netral. Di mana, Afif menyebutkan pada aplikasi lembaga pemantau Jurdil 2019 diketahui terdapat salah satu gambar pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.

Berkenaan dengan itu, Afif mengatakan bahwasanya hak lembaga pemantau jurdil2019.org untuk mempublikasikan informasi menjadi hak mereka sebagai suatu lembaga. Hanya saya, kekinian Jurdil 2019 dinyatakan bukan lagi sebagai lembaga pemantau yang terakreditasi oleh Bawaslu sebagai lembaga pemantau Pemilu.

Adapun, Afif mengatakan hingga kekinian terkait pencabutan akreditasi dan pemblokiran tersebut pihak tidak melakukan komunikasi dengan jurdil2019.org. Afif mengatakan Bawaslu memiliki wewenang untuk mencabut akreditasinya lembaga pemantau jika dinilai telah menyalahi aturan tanpa perlu berkomunikasi.




JAKARTA, KOMPAS.com  — Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon , menilai belum saatnya mereka membuka data penghitungan suara internal.

Fadli mengatakan pada saatnya nanti BPN akan membuka data itu. Ketika ditanya kapan, Fadli tidak memberi jawaban jelas.

"Nanti dong, kan masih penghitungan. Pada waktunya ada yang bertugas untuk itu," ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/4/2019).

Baca juga: TKN: Real Count BPN Sebagian Besar Ambil Data TPS yang Prabowo-Sandi Menang

Ini untuk menjawab tantangan dari Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) dan Tim Kemenangan Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang meminta BPN terbuka soal penghitungan internal yang dilakukan.

Fadli mengatakan, pusat penghitungan data ada di beberapa tempat. Namun, Fadil tidak menjelaskan lebih lanjut soal penghitungan internal ini. Dia malah lanjut membahas soal peretasan yang dialami oleh BPN sejak quick count .

Fadli mengatakan ponselnya diganggu " robot call " dan tidak bisa digunakan selama hampir 6 jam. Dia menilai ini adalah bentuk operasi politik dalam pemilu. Fadli menyimpulkan pengalamannya dan beberapa anggota BPN merupakan bukti pemilu yang tidak adil.

"Memang ini ada operasi politik dan operasi intelijen. Ini bukan pemilu yang fair ," kata dia.

Berdasarkan hitungan  real count  BPN, pasangan Prabowo-Sandiaga unggul dibandingkan Jokowi-Ma'ruf. Hasil ini berbeda dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga yang menunjukkan sebaliknya.

Baca juga: BPN Jelaskan Hasil Real Count Internal dari Saksi di Seluruh Indonesia

BPN menuding hasil hitung cepat lembaga survei tak bisa dijadikan pegangan dan tidak independen.

Terkait itu, pakar statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Asep Saefuddin menyatakan yakin pengelola lembaga survei yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki integritas tinggi dan bekerja secara profesional.

Asep mengatakan, sebanyak delapan lembaga survei yang melakukan hitung cepat atau quick count  pada Pemilu 2019 melakukan kerja berdasarkan metodologi ilmiah, tetapi dituding melakukan rekayasa.

Baca juga: KPI Minta TV dan Radio Siarkan Real Count KPU dan Beri Edukasi soal Quick Count

Menurut Asep, hitung cepat dilakukan berbasis ilmu pengetahuan dengan metodologi ilmiah.

Hal inilah yang membuat lembaga-lembaga survei tersebut berani untuk "buka-bukaan" dan siap dibedah seputar pemetaan sampel, pemilihan sampel, metodologi, serta mekanisme penghitungannya.




Fadli Zon Bagikan Tutorial Temukan Kecurangan di Real Count KPU ,

TRIBUNNEWSBOGOR.COM -- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon membagikan tutorial menemukan kecurangan penghitungan suara Pilpres 2019 di situs KPU

Fadli Zon membagikan sebuah bagan yang berisikan tentang tutorial cara menemukan kecurangan di Real Count KPU

Sampai saat ini banyak yang menuding soal penghitungan suara Real Count di situs resmi KPU

Sebelumnya memang ada sejumlah kesalahan dalam entry data di Situng KPU

Meski begitu, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menegaskan bahwa kesalahan entry form C1 ke Situng disebabknya karena human error

Kesalahan itu tak ada sangkut pautnya dengan serangan siber.

"Kami pastikan itu sama sekali bukan karena serangan hack atau serangan cyber, itu betul-betul semata-mata kesalahan entry yang kami sangat terbuka untuk melakukan koreksi," kata Pramono di Kantor KPU , Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (19/4/2019).

Melansir Kompas.com, Pramono menyebutkan, kesalahan terjadi pada entry lima buah C1 di lima TPS yang tersebar di lima provinsi yaitu Maluku, NTB, Jawa Tengah, Riau, dan Jakarta Timur.

Pramono mengatakan, data yang salah itu segera diperbaiki.




TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menepis isu yang menyebut calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno akan kembali dicalonkan sebagai wakil gubernur DKI Jakarta setelah kalah dalam Pemilihan Presiden 2019.

Fadli mengatakan Sandiaga tidak akan menjadi wakil gubernur melainkan wakil presiden.

"Dia itu wakil presiden, kok jadi wagub?" ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/4/2019).

Fadli yakin pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno akan memenangkan Pilpres 2019.

Baca: Hasil Real Count KPU di DKI Jakarta, Jokowi Sementara Unggul Atas Prabowo, Ini Rinciannya

Oleh karena itu, tidak ada opsi untuk mengembalikan posisi Sandiaga sebagai wakil gubernur.

"Kita merasa menang, Prabowo-Sandi menang, enggak ada negosiasi urusan (wagub) itu," kata dia.

Adapun berdasarkan hitungan real count BPN, pasangan Prabowo-Sandiaga unggul dibandingkan Jokowi-Ma'ruf.

Hasil ini berbeda dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga yang menunjukkan sebaliknya.

BPN menuding hasil hitung cepat lembaga survei tak bisa dijadikan pegangan dan tidak independen.

Saat ini, proses untuk mengganti posisi Sandiaga sebagai Wagub DKI masih berlangsung, yakni sudah ada dua Cawagub DKI dari partai pengusung, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Para Cawagub DKI Jakarta dari PKS yakni Abdurrahman Suhaimi, Agung Yulianto serta Ahmad Syaikhu.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul " Fadli Zon: Pak Sandiaga Wakil Presiden, Kok Jadi Wagub? "  (Kompas.com/Jessi Carina)




Jakarta, Beritasatu.com - Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Fadli Zon mengkritik lembaga-lembaga survei. Menurutnya, sebagian besar lembaga tersebut erafiliasi dengan paslon tertentu.

"Mereka adalah klien karena mereka berimpit sebagai lembaga survei sekaligus juga konsultan politik. Jadi mereka melacur sebenarnya," ujar Fadli Zon di kompleks parlemen, senayan Jakarta, Senin (22/4/2019).

"Karena mereka tidak declare . Harusnya declare sejak awal bahwa mereka terafiliasi dengan paslon A atau B. Dibayar sekian. Jadi harus jelas. Sekarang ya enggak ada gunanya," tambah Fadli.

Kalau untuk metode survei atau quick count, Fadli mengatakan, masih bisa diperdebatkan. Namun kalau penyelenggaranya sudah tidak punya kredibilitas dan integritas, semua tentu tidak ada gunanya.

"Mereka (sebagian besar lembaga survei) sejak awal konsultan politik," katanya.

Terkat dengan klaim kemenangan, Fadli mengatakan, pada waktunya datanya akan dibuka BPN.

"Nanti dong, kan masih penghitungan. Pada waktunya ada yang bertugas untuk itu. Pusatnya ada di beberapa tempat," katanya.

Fadli menilai pertarungan Pilpres 2019 tidak adil. Sebagai contoh, baru saja ada quick count, langsung semua ponsel BPN berusaha diretas dan diganggu dengan robotcall  dari seluruh dunia.

" Handphone saya tidak bisa digunakan selama mungkin 5-6 jam, karena ada upaya peretasan dari nomor-nomor yang bisa saya tunjukkan bukti-buktinya. Ada dari Taiwan, China, Malaysia, dan beberapa negara lain. Memang ini ada operasi politik dan operasi intelijen. Ini bukan pemilu yang fair ," tandasnya.




Ditambahkan Fadli, tercoblosnya surat suara di Malaysia ini merupakan skandal yang luar biasa yang telah menyita perhatian publik. Empat orang pelaku saat ini sudah diamankan oleh Polisi Diraja Malaysia (PDRM) terkait tercoblosnya 250 karung surat suara di Bangi, Selangor, yang masing-masing karung berisikan 216 surat suara.

"Katanya itu sudah dilakukan yang keempat kalinya. Sebelumnya, ada tiga truk yang sudah diambil. Jadi kalau kurang lebih tiga truk itu jumlahnya sama, berarti sekitar 150 ribu surat suara yang sudah tercoblos, kalau kita memakai logika seperti itu," ungkap politisi Partai Gerindra itu.

Sementara itu, Sekjen Sekber PADI Brem yang saat itu ikut melakukan penggerebekan di Bangi, Selangor meminta agar Anggota DPR RI untuk terus mengawal pengusutan kejadian ini hingga tuntas, karena sudah merugikan hak konstitusi Warga Negara Indonesia (WNI) yang ada di Malaysia.

"Hak mereka diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan menurut saya, ini adalah kejahatan yang luar biasa. Kami sudah menangkap pelaku dengan begitu banyak suara, seterusnya kami minta kepada pihak KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (badan Pengawasan Pemilihan Umum) untuk segera menindaklanjuti kasus ini," pungkas Brem.



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply