Contact Form

 

OTT di Jakarta, Total Ada 7 Orang Ditangkap KPK


KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pihak di Jakarta. OTT tersebut dilakukan karena ada dugaan transaksi haram terkait distribusi pupuk via kapal. Tujuh orang diamankan KPK dalam OTT yang dilakukan pada Rabu (27/8/2019). Mereka yang diamankan terdiri dari unsur direksi BUMN PT Pupuk Indonesia, pihak swasta dan sopir. "KPK melakukan kegiatan tangkap tangan dari sore sampai malam tadi. Ada 7 orang yang diamankan sejauh ini, dari unsur Direksi BUMN (Pupuk Indonesia), pihak swasta dan driver," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan kepada wartawan.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan (Foto: Ari Saputra) Meski demikian dia belum menjelaskan identitas detail dari para pihak yang diamankan itu. Saat ini, ketujuh orang tersebut sudah dibawa ke KPK untuk dilakukan pemeriksaan secara intensif. Mereka saat ini berstatus sebagai terperiksa. KPK punya waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum mereka. Berikut fakta-fakta OTT terkait distribusi pupuk tersebut: 1. Diduga terkait suap distribusi pupuk via kapal KPK menyatakan OTT tersebut berkaitan dugaan transaksi haram pada distribusi pupuk menggunakan kapal. Namun, KPK belum menjelaskan detail distribusi pupuk apa dan dengan tujuan ke mana yang menjadi pokok permasalahan. "Diduga transaksi terkait dengan distribusi pupuk menggunakan kapal," ujar Basaria. 2. Direksi BUMN Pupuk Indonesia Ikut Diamankan dalam OTT Ini Dalam OTT kali ini, KPK turut mengamankan direksi BUMN Pupuk Indonesia. Namun, KPK belum menyebut detail siapa nama dan apa peranannya dalam kasus ini. "Ada 7 orang yang diamankan sejauh ini, dari unsur Direksi BUMN (Pupuk Indonesia), pihak swasta dan driver," ucap Basaria. KPK juga belum menjelaskan siapa saja pihak swasta yang diamankan dan dari perusahaan mana mereka berasal.




Total ada 7 orang yang dijerat dalam operasi tangkap tangan ( OTT ) KPK. Mereka saat ini sedang menjalani pemeriksaan awal di KPK. "(Total) 7 orang diamankan dari sejak sore," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (27/3/2019).

Namun Febri belum merinci siapa saja yang ditangkap itu. Selain itu, KPK belum menyebutkan jumlah uang yang disita dari OTT itu. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk memeriksa mereka yang ditangkap sebelum menentukan status hukumnya. Saat ini mereka yang terjaring OTT itu masih sebagai terperiksa.




TEMPO.CO , Jakarta - KPK kembali menggelar operasi tangkap tangan atau OTT di Jakarta pada Rabu, 27 Maret 2019. Ada penyelenggara negara yang dikabarkan tertangkap dalam operasi senyap itu. "Benar ada giat KPK di Jakarta, masih belum aman, tunggu konpers besok saja," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat dikonfirmasi. Agus urung menjelaskan detail kasus dalam penindakan ini. Dia juga belum menjelaskan jumlah orang yang ditangkap dan uang yang disita. Hingga kini para pewarta masih menunggu keterangan lebih rinci mengenai operasi ini. catatan redaksi: berita ini telah dilakukan edit lanjutan pada Rabu, 27/3, pukul 23.25




Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait distribusi pupuk via kapal. Dalam OTT kali ini, ada tujuh orang yang diamankan termasuk direksi PT Pupuk Indonesia (Persero). Celah untuk melakukan penyimpangan dalam distribusi pupuk bisa saja terjadi. Akan tetapi, belum diketahui pasti bagaimana persisnya modus tersebut. "Persisnya saya belum ter-info tentang kasusnya. Kalau namanya penyimpangan pasti ada saja celah dan caranya," kata Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro kepada detikFinance , Kamis (28/3/2019).

Wahyu menambahkan bahwa distribusi pupuk menggunakan jalur darat dan laut atau menggunakan truk dan kapal. Distribusi pupuk menggunakan kapal dilakukan untuk mengirimkan pasokan ke pulau-pulau. "Kapal sama darat," ujar Wahyu. Head Corporate Communication Pupuk Indonesia Wijaya Laksana dikonfirmasi terpisah menambahkan distribusi menggunakan kapal dilakukan dari Bontang, Kalimantan Timur menuju kawasan Indonesia Timur. Selain itu, distribusi pupuk menggunakan kapal juga dilakukan dari Gresik, Jawa Timur ke beberapa wilayah Indonesia. "Terutama dari Bontang ke kawasan Indonesia timur, dari Palembang, dari Gresik juga dari Aceh," tutur Wijaya. (ara/eds)




Jakarta, CNN Indonesia -- Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto -Sandiaga Uno, Suhendra Ratu Prawiranegara melihat ada kemunduran dalam hal komitmen pemberantasan  korupsi pada era pemerintahan Joko Widodo . Hal ini, kata dia, terlihat dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Transparency Internasional (TI). Dalam IPK itu, TI memberikan peringkat 96 untuk Indonesia dari 180 negara yang terdata. Padahal lembaga yang sama memberikan peringkat 90 di tahun 2016 untuk Indonesia. "Bahkan Indonesia peringkatnya di bawah Timor Leste dalam peringkat pemberantasan korupsi. Timor Leste peringkat 91, dari 180 negara. Data ini dikeluarkan oleh pihak TI pada tahun 2018 lalu," kata Suhendra kepada wartawan di Jakarta, Rabu (27/3) malam. Tak hanya itu, banyaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pun justru banyak menyasar para penyelenggara negara. Hal ini tentu semakin memperkuat adanya ketidaksesuaian janji Jokowi yang berkomitmen memberantas pelaku korupsi.

"Dari level Bupati atau Wali Kota, Gubernur hingga melibatkan para ketua umum partai," katanya. Hal sama juga diungkapkan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional (Unas), Ismail Rumadan. Dia juga mengingatkan janji akuntabilitas dan transparansi serta pemberantasan korupsi yang digaungkan oleh pemerintahan era Jokowi. Ismail mencatat, saat ini masih terdapat sejumlah kasus korupsi yang belum tuntas sepenuhnya. Misalnya, kata dia, pengungkapan kasus korupsi proyek e-KTP. Meski Setya Novanto telah masuk bui, namun ada aktor lain yang menurut dia harus diungkap. "Dalam kasus ini perlu diungkap sosok penting selain Setya Novanto," kata dia.

Tak hanya kasus e-KTP, kasus lainnya juga disinggung oleh Ismail, yakni kasus korupsi dana divestasi Newmont Nusa Tenggara serta kasus privatisasi JICT. "Sudah jelas ada perbuatan melawan hukum dan adanya kerugian negara berdasarkan hasil audit investigasi BPK," kata dia. Atas dasar ini, menurut Ismail, sudah sepatutnya publik menagih komitmen pemerintah dalam memerangi kejahatan korupsi. Sebab tersebut dapat menjadi bekal pemilih untuk menentukan suara pada 17 April mendatang. "Jika Jokowi tidak transparan, maka Jokowi jangan berharap banyak untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, terlebih lagi menjelang beberapa hari pemilihan presiden," kata dia. [Gambas:Video CNN] (tst/osc)




TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -  Seorang anggota DPR dari Komisi VI terjaring OTT atau Operasi Tangkap Tangan KPK, Rabu (27/3/2019).

Sumber internal KPK menyebut OTT itu menyasar seorang legislatit.

Menurutnya, anggota yang dicokok itu ditengarai sebagai penerima suap.

Pihak pemberi dan penerima sudah digiring masuk ke dalam Gedung Merah Putih KPK sekira pukul 18.50 WIB.

"Mereka yang diamankan dan dibawa ke KPK saat ini, dikatakan sedang menjalani pemeriksaan penyelidik," ujarnya kepada wartawan, Rabu malam.

Wartawan juga berusaha mengonfirmasi ulang berita ini kepada Juru Bicara KPK serta Pimpinan KPK.

Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada balasan. (tribunnews/ilham rian pratama)

• Agus Rahardjo Belum Bersedia Ungkapkan Detail OTT KPK di Jakarta

• Ada Lima Orang yang Terjaring OTT KPK, Kasus Dugaan Suap Anggota DPR

• Viral Ketua Koppasandi Salatiga Mengundurkan Diri, Yulianto Hanya Memberi Tanggapan Singkat

• Setelah Dua Jam Menunggu, Buaya Sungai Blorong Kendal Berhasil Ditangkap Warga, Diberi Umpan Unggas

• Tergiur Tawaran Jadi Model, Gadis di Jepara Ini Malah Disetubuhi dan Direkam Pakai HP

• Ferry Guru Cabul di Semarang Dihukum 10 Tahun Penjara, Terbukti Lecehkan Lima Siswi SD




JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara ( KASN ) Sofian Effendi mengaku pihaknya sudah memperingatkan Kementerian Agama soal seleksi jabatan yang dilakukan di kementerian tersebut.

Peringatan itu diberikan sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama.

"Pada akhir Februari kami sudah memberikan peringatan pada kemenag , sekjen kemenag, agar beberapa calon yang sudah ditenggarai tidak jujur dan track record nya tidak bagus, agar tidak dimasukkan di dalam calon jabatan pimpinan tinggi yang sedang mereka seleksi," kata Sofian dalam diskusi di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Rabu (27/3/2019).

Baca juga: KPK Ambil Sampel Suara 2 Tersangka Pejabat Kemenag Jawa Timur

Menurut Sofian, saat itu sedang dilakukan seleksi untuk 18 posisi jabatan pimpinan di lingkungan Kemenag .

Dari calon-calon yang terjaring dalam seleksi itu, ada dua orang yang menurut KASN bermasalah. Namun, rupanya Kementerian Agama tidak meneruskan peringatan KASN itu kepada panitia seleksi.

"Nah salah satu yang dari calon (yang bermasalah) ini kemudian lolos gara-gara para pansel tidak diberikan informasi adanya peringatan dari KASN. Jadi ada permainan juga di dalam proses itu oleh orang orang di dalam," kata Sofian.

Baca juga: Romahurmuziy Merasa Tak Intervensi Seleksi Jabatan di Kemenag Jawa Timur

Sofian melanjutkan, pada tanggal 1 Maret 2019 pihaknya menerima jawaban dari Kemenag. Kemenag menyatakan tidak bisa menerima pandangan dari KASN terkait calon yang dipandang bermasalah. Tak lama setelah itu, KPK mengungkap kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama yang turut menangkap Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy.

Sofian mengaku tidak heran dengan terlibatnya ketum parpol dalam praktik jual beli jabatan ini. Menurut dia, menteri yang berasal dari parpol memang kerap mendapatkan intervensi dari pimpinan parpolnya terkait penentuan jabatan.

"Politik yang sangat mengganggu sekarang ini adalah intervensi dari partai partai politik di dalam penunjukan jabatan jabatan pimpinan tinggi," kata dia.

Seperti diketahui, KPK mengungkap kasus jual beli jabatan di Kemenag. KPK menetapkan, mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy, Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin, dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq Wirahadi,

Romahurmuziy diduga menerima total Rp 300 juta dari Haris dan Muafaq. Uang itu diduga sebagai komitmen kepada Romy untuk membantu keduanya agar lolos dalam seleksi jabatan di wilayah Kemenag Jawa Timur.




×

The ads will close in 10 Seconds





AMBON, KOMPAS.com  - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) berharap kepala daerah di Maluku dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh rasa tanggung jawab, serta tidak melakukan korupsi dalam bentuk apapun.

Hal itu disampaikan Koordinator Wilayah IX KPK untuk Wilayah Sulawei Utara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara, Budi Waluya, saat 'Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Pemerintah Daerah se-Provinsi Maluku' bersama KPK, di kantor Gubernur Maluku, Ambon, Rabu (27/3/2019).

“Kami berharap kepala daerah di Maluku tidak ada yang terkena operasi tangkap tangan oleh KPK, sebagaimana yang terjadi pada kepala daerah lainnya di Indonesia,” kata Budi.

Baca juga: Sejak 2017, KASN Sudah Cium Praktik Jual Beli Jabatan di Banyak Kementerian

Dia mengatakan, munculnya tren modus baru tindak pidana korupsi yakni jual beli jabatan di lingkup pemerintahan perlu dihindari. Untuk beberapa daerah di Maluku, kata dia, sempat ditemukan penyimpangan namun sudah dibenahi.

Ia berharap, inspektorat bisa bekerja secara profesional sehingga hasil temuan investigasi bisa dikomunikasikan ke kementerian terkait.

Dalam kesempatan itu, dia juga menyampaikan sejauh ini baru dua daerah di Maluku yang menyampaikan transaksi non-tunai yakni Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Tual, sisanya belum menyampaikan transaksi non-tunai. Transaksi non-tunai merupakan implementasi kebijakan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurut Waluya, penyampaian transaksi non-tunai dari pemerintah daerah merupakan bagian dari upaya pencegahan korupsi. "Dengan transaksi non-tunai, bendahara tidak banyak lagi menyimpan uang di kas dan ini juga mencegah orang untuk berbuat korupsi, mengelapkan uang dan sebagainya," sebut dia. Dia pun mengharapkan ada respons baik dari seluruh pemerintah daerah di Maluku untuk menyampaikan laporan transaksi non-tunai di daerahnya masing-masing.

Selain itu, dia juga mengajak pemda untuk bisa mengakses aplikasi Monitoring Center for Prevention (MCP) KPK, yang di dalamnya terdapat capaian rencana aksi dari masing-masing Pemda. Dia menyebut, sejauh ini capaian kinerja dari pemda di Maluku belum terlalu baik.

Baca juga: Nico Siahaan Jadi Saksi di Persidangan Kasus Jual Beli Jabatan Bupati Cirebon

Ini terbukti dari capaian kinerja Pemprov Maluku yang masih di bawah 24 persen, Pemkab Malra 35 persen, Pemkab Malteng 34 persen dan paling rendah Kabupaten Buru, dikarenakan ada beberapan sektor angkanya masing nol persen, salah satunya pengadaan barang dan jasa. "Hasil itu sesuai peta, dan pemda di Maluku masih masuk zona merah. Jadi, zona merah itu dari 0-25 persen, zona kuning 25-50 persen, zona hijau 50-75 persen, dan zona hijau tua 75 persen," ucap dia. Meski demikian, masalah itu bisa juga terjadi karena terkendala dalam menginput data.

"Bisa jadi karena sifatnya aplikasi, mau input kadang-kadang jaringan susah, sehingga berpengaruh dalam menginput data," kata dia.



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply