KOMPAS.com - Angka kasus infeksi virus corona di dunia masih terus bertambah.
Perkembangan kasus baru, angka pasien sembuh, dan angka kematian masih terus mengalami perubahan.
Secara umum, sebagian besar negara di dunia telah melaporkan adanya kasus virus corona di wilayahnya.
Berdasarkan data hingga Senin (20/04/2020) pagi, jumlah kasus Covid-19 di dunia adalah sebanyak 2.394.291 orang terinfeksi (2,39 juta).
Dari jumlah tersebut, 164.938 orang dilaporkan meninggal dunia, dan 611.880 pasien telah dinyatakan sembuh.
Adapun kasus terbanyak masih dicatatkan oleh Amerika Serikat dengan jumlah kasus lebih dari 700.000, disusul Spanyol, Italia, dan Perancis yang mengalami penurunan jumlah kasus baru dalam beberapa hari terakhir.
Baca juga: Update Virus Corona di ASEAN: Singapura dan Indonesia Catatkan Kasus Tertinggi
Berikut adalah perkembangan terbaru dari kasus-kasus virus corona di beberapa negara di dunia:
ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Seorang petugas Pos Pemantauan virus Covid-19 memeriksa suhu seorang jurnalis di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Rabu (4/3/2020). Pos pemantauan tersebut dibuka untuk masyarakat yang ingin berkonsultasi apabila mengalami gejala terjangkit virus Covid-19. Pada Minggu (19/4/2020), Pemerintah Indonesia mengumumkan tambahan 327 kasus baru dan 47 kasus kematian di Indonesia.
Jadi, total kasus Covid-19 yang telah dikonfirmasi di Indonesia menjadi sebanyak 6.575 kasus. Sementara, angka kematian yang terjadi adalah sebanyak 582 kasus.
Jumlah pasien sembuh juga mengalami penambahan sebanyak 55 kasus baru pada Minggu (19/4/2020) sehingga angka total pasien sembuh menjadi 686 orang.
KOMPAS.com - Perkembangan kondisi terkait pandemi virus corona masih terjadi. Dinamika penambahan jumlah kasus, kematian, maupun jumlah pasien sembuh terus berubah.
Hingga Minggu (19/4/2020) sore, jumlah kasus infeksi Covid-19 di dunia telah mencapai 2.341.066 (2,3 juta) kasus.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 161.000 pasien meninggal dunia. Sementara itu, 599.979 pasien telah dinyatakan sembuh.
Virus ini hampir menjangkit seluruh negara di dunia, termasuk negara-negara anggota ASEAN.
Melansir ASEAN Briefing, Minggu (19/4/2020), berikut adalah perkembangan terbaru soal kondisi wabah virus corona di negara-negara ASEAN:
Baca juga: Pemerintah Tambah Reagen untuk Optimalkan Pemeriksaan Spesimen Covid-19
Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah kasus infeksi Covid-19 di Brunei Darussalam adalah 137 kasus.
Hingga kini, kasus kematian yang dicatatkan adalah satu kasus.
Sementara, jumlah pasien sembuh sebanyak 113 orang.
Kamboja telah melaporkan 122 kasus infeksi Covid-19 yang terjadi di wilayahnya.
Dari jumlah tersebut, 105 pasien telah dinyatakan sembuh. Kamboja belum mencatatkan adanya kasus kematian yang terjadi akibat virus corona di negaranya.
Baca juga: Dampak Pandemi Corona, Harga Pasar Mbappe Merosot Rp 671 Miliar
Hingga Minggu (19/4/2020), ada 327 kasus baru Covid-19 yang diumumkan pemerintah Indonesia. Dengan adanya kasus baru ini, jumlah total infeksi Covid-19 di negara ini telah mencapai 6.575 kasus.
Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara kedua di ASEAN yang memiliki kasus terbanyak virus corona setelah Singapura .
Hingga kini, ada 582 pasien yang telah meninggal. Sedangkan jumlah pasien sembuh adalah sebanyak 686.
Sejauh ini, Laos baru melaporkan 19 kasus virus corona yang terjadi di negaranya.
Dari kasus-kasus yang dilaporkan, 2 pasien telah dinyatakan sembuh. Sementara, Laos belum mengumumkan adanya pasien yang meninggal akibat infeksi Covid-19 ini.
Baca juga: 839 PNS Terdeteksi Covid-19, Ini Imbauan BKN
Malaysia melaporkan 5.389 kasus infeksi Covid-19 yang telah terjadi di negaranya. Angka tersebut merupakan akumulasi dari kasus yang telah dilaporkan sebelumnya dan 84 kasus baru yang diumumkan pada hari ini (19/4/2020).
Selain itu, ada satu kematian baru yang dilaporkan terjadi. Oleh karena itu, jumlah total pasien meninggal dunia adalah 89 orang.
Sedangkan jumlah pasien yang telah dinyatakan sembuh adalah sebanyak 3.197 orang.
Myanmar telah mencatatkan 107 kasus virus corona yang terjadi di wilayahnya.
Jumlah tersebut diperoleh setelah ada 9 kasus baru yang dikonfirmasi pada hari ini, Minggu (19/4/2020).
Sebanyak 5 orang telah dilaporkan meninggal dunia akibat infeksi Covid-19 ini. Sementara itu, jumlah pasien sembuh berjumlah 5 orang.
Baca juga: Ini Imbauan PBNU soal Ibadah Ramadhan di Tengah Pandemi Corona
Filipina menjadi salah satu negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di antara negara-negara ASEAN lain setelah Singapura dan Indonesia.
Hari ini (19/4/2020), Filipina melaporkan adanya 172 kasus infeksi baru dan 12 kasus kematian baru yang terjadi di wilayahnya.
Jumlah total kasus virus corona di negara ini pun menjadi 6.259 kasus. Sedangkan jumlah kematian yang telah terjadi adalah 409 kasus.
Sementara itu, jumlah pasien yang telah dinyatakan sembuh adalah sebanyak 572 orang.
Hari ini, terdapat 596 kasus infeksi Covid-19 baru yang dilaporkan di Singapura. Di hari sebelumnya, Sabtu (18/4/2020), 942 kasus baru juga telah dilaporkan.
Jumlah kasus baru yang menunjukkan peningkatan tajam membuat Singapura menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak di antara negara-negara ASEAN lain.
Hingga Minggu (19/4/2020), jumlah total kasus virus corona di Singapura mencapai 6.588 kasus.
Dari jumlah tersebut, 11 orang meninggal dunia dan 740 pasien telah dinyatakan sembuh.
Baca juga: Mendadak Populer Disebut Sebagai Obat Corona, Apa Itu Daun Laban?
Thailand mencatatkan 32 kasus baru Covid-19 pada Minggu (19/4/2020). Oleh karena itu, jumlah total kasus virus corona di negara ini menjadi 2.765 kasus.
Sementara itu, terdapat 47 kasus kematian yang terjadi. Sedangkan 1.928 pasien telah dinyatakan sembuh.
Hingga kini, jumlah kasus virus corona yang telah dikonfirmasi di Thailand sebanyak 268 kasus.
Dari jumlah tersebut, 203 pasien telah dinyatakan sembuh. Hingga kini Vietnam belum melaporkan adanya pasien yang meninggal akibat Covid-19 ini.
Baca juga: Per 19 April, Jumlah PDP Covid-19 di Indonesia Capai 15.646 Orang
Suara.com - Seorang ahli biologi untuk Survei Antartika Inggris (BAS) telah mengungkapkan tentang kehidupan di satu-satunya benua bebas Covid-19 di Bumi.
Ahli biologi kelautan Nadescha Zwerschke telah menghabiskan 16 bulan di Stasiun Penelitian Rothera untuk BAS, mempelajari dampak perubahan iklim pada sistem makanan laut.
Antartika saat ini merupakan satu-satunya benua yang lolos dari penyebaran virus corona yang mematikan dan skrining telah dilakukan sejak kedatangannya pada Februari lalu.
Beberapa negara memiliki stasiun penelitian di daratan luas yang terikat es yang akan memasuki bulan-bulan musim dingin yang ekstrem.
Rothera terletak di Semenanjung Antartika lebih dari 800 mil dari ujung Amerika Selatan dan kira-kira jaraknya sama dengan London seperti Perth, Australia.
Ilustrasi virus corona. [Pixabay]/emmagrau] Nadescha (34), mengatakan dia dan rekan-rekannya di pangkalan itu berkomunikasi tentang apa yang terjadi di tengah pandemi Covid-19, dari tempat mereka terisolasi.
"Peristiwa dunia tampak sangat nyata ketika Anda begitu jauh. Sebagian besar dari kami telah melakukan kontak sehari-hari dengan teman dan keluarga, dan BAS memberi kami informasi tentang apa yang terjadi. Kami juga memiliki akses ke internet dan media sosial, dan ada surat kabar harian dengan berita utama. Saat ini, tidak ada virus corona di Antartika, dan BAS memiliki sejumlah langkah pencegahan untuk menjaga Antartika dan stasiun-stasiunnya bebas dari virus," ujarnya dilansir laman Mirror , Senin (20/4/2020).
Skrining dimulai pada awal Februari, dia menambahkan bahwa dengan orang-orang yang datang ke Antartika diskrining dari gejala virus corona.
"Jika mereka menunjukkan gejala, mereka akan diminta untuk karantina selama 14 hari," terang Nadescha.
Dia mengatakan, penurunan global dalam CO2 yang disebabkan oleh respons kuncian terhadap virus dapat terlihat oleh para ilmuwan di masa depan yang mengukur inti es dari Antartika.
“Pengurangan CO2 dan gas rumah kaca lainnya terlalu baru dan terlalu singkat untuk menunjukkan dampak abadi pada kondisi iklim di Antartika. Tapi mungkin dalam 100 tahun para ilmuwan akan mengambil inti es di Antartika dan menemukan tingkat CO2 yang sangat rendah dalam es yang terbentuk selama tahun ini," jelasnya.
Pemandangan di Antartika. [Shutterstock] Nadescha mengatakan, bekerja di Antartika berarti dia dan rekan-rekannya harus beradaptasi jauh sebelum isolasi Covid-19.
“Isolasi di Antartika sedikit berbeda dengan isolasi saat ini di rumah. Meskipun kami terisolasi dari seluruh dunia, masih ada 23 orang di stasiun selama musim dingin dan saya cukup beruntung untuk menjadi bagian dari tim yang brilian, di mana semua orang bekerja dengan sangat baik dan menghabiskan banyak waktu bersama," ceritanya.
“Jadi jelas, ketika kami tidak bekerja, kami menemukan beberapa cara berbeda untuk menghabiskan waktu bersama, termasuk turnamen tenis meja untuk merayakan Wimbledon, dan kompetisi panah atas Skype dengan stasiun penelitian lainnya. Kami juga menyelenggarakan malam kasino dengan uang Monopoli yang menjadi cukup kompetitif," beber Nadescha.
Beijing - Direktur laboratorium berkeamanan maksimum di kota Wuhan, China menanggapi rumor yang beredar bahwa virus Corona mungkin berasal dari lab tersebut. Dia membantah keras rumor tersebut. Selama ini para ilmuwan China menyatakan bahwa virus Corona kemungkinan berasal dari kelelawar di pasar hewan liar di Wuhan. Namun keberadaan Institut Virologi Wuhan dengan laboratorium keselamatan biologi berkeamanan maksimum di Wuhan, memicu teori konspirasi bahwa virus Corona mungkin telah disintesis secara buatan di lab tersebut atau bocor dari salah satu labnya, khususnya laboratoum P4-nya yang dilengkapi untuk menangani virus-virus berbahaya.
Dalam wawancara dengan media pemerintah China, CGTN, Yuan Zhiming , direktur lab tersebut mengatakan seperti dilansir kantor berita AFP , Senin (20/4/2020), bahwa "tak mungkin virus ini berasal dari kami." Dikatakannya, tak ada stafnya yang terinfeksi virus tersebut. Sebelumnya pada Februari lalu, institut ini telah membantah rumor bahwa virus Corona yang mewabah saat ini berasal dari lab di Wuhan, kota di China yang menjadi tempat dimulainya pandemi COVID-19. Namun pekan ini, rumor tersebut kembali mencuat setelah Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa pemerintahannya tengah melakukan penyelidikan apakah benar virus Corona berasal dari lab di Wuhan tersebut. Update Kasus Corona di Indonesia: 6.575 Pasien Positif, 686 Sembuh:
KOMPAS.com - Irlandia diklaim telah berhasil meratakan kurva virus corona .
Kurva digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan kasus corona dari masing-masing negara. Kondisi kurva yang rata artinya penyebaran corona berhasil ditekan.
Cara meratakan kurva adalah membuat seminimal mungkin orang terinfeksi agar rumah sakit dapat menampung mereka yang sakit.
Jadi orang yang terinfeksi tidak melebihi kapasitas rumah sakit.
Dilansir SCMP Sabtu (18/4/2020), Kepala Petugas Medis Irlandia Tony Holohan menyampaikan pemerintah mengklaim telah berhasil meratakan kurva.
"Kami pikir kami dapat menjaga dan menguranginya lebih jauh," katanya dalam program acara Late Late RTE pada Jumat (17/4/2020).
Irlandia merupakan negara di Eropa. Letaknya di barat laut Eropa. Menurut Ensiklopedia Britannica pada 2019 populasinya sebesar 4.939.000 jiwa.
Baca juga: Irlandia Laporkan Kasus Pertama, Daftar 25 Negara Eropa Terinfeksi Virus Corona
Hingga Jumat (17/4/2020), telah ada 530 kematian terkait virus corona atau Covid-19 di Irlandia. Sementara itu total kasus yang dikonfirmasi menurut departemen kesehatan setempat sebanyak 13.980 kasus.
Irlandia seperti negara lainnya telah bersiap menghadapi lonjakan kasus, dimana penularan akan memuncak dan rumah sakit kebanjiran pasien.
Tapi dari analisis Holohan, tingkat reproduksi virus sekarang di bawah 1. Artinya rata-rata seseorang yang terinfeksi menularkan virusnya ke kurang dari satu orang.
Selain itu, jumlah pasien di ruang perawatan ICU juga terus menurun.
Data menunjukkan Irlandia telah melewati gelombang pertama virus corona. Sehingga dapat meningkatkan harapan perekonomiannya dapat kembali dibuka.
Tapi Holohan tidak sependapat dengan itu. Dia tidak ingin terlalu terburu-buru dalam menyimpulkan dan salah mengambil langkah.
"Jika kita pindah ke situasi di mana kita mencabut pembatasan karena kita puas dengan rendahnya tingkat penyebaran di masyarakat saat ini, maka kita akan berada di posisi harus bertindak cepat saat ada peningkatan lagi," ujarnya dalam konferensi pers.
Baca juga: Conor McGregor Minta Militer Irlandia Bantu Atasi Virus Corona
Holohan mengatakan negaranya justru berencana untuk memperluas kapasitas pengujian atau tes virus corona menjadi 100.000 tes per minggu selama 10 hari ke depan.
Sehingga harapan pemerintah adalah mengambil sampel, melakukan pengujian, dan memberikan hasilnya kepada pasien secara real time.
Pihaknya menyebut, penghuni panti jompo menyumbang lebih dari setengah dari semua kematian di Irlandia. Hololan mengatakan ada cadangan untuk pengujian semacam itu.
Negara juga mempertimbangkan pemeriksaan yang lebih ketat di bandara untuk memastikan virus corona tidak menyebar di negara itu.
Menurut Holohan dilansir Irish Post (18/4/2020), kunci keberhasilannya adalah pada lockdown dan mematuhi jarak-jarak sosial.
Holohan juga mengatakan Irlandia menerapkan lockdown dan diberlakukan hingga 5 Mei 2020 mendatang.
Meski begitu, dia tidak bisa menjanjikan pada masyarakat kapan kehidupan normal akan kembali ke Irlandia, sampai virus corona benar-benar dapat dikendalikan.
Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam penelitian terbarunya, para ilmuwan khawatir bahwa virus corona penyebabbisa membunuh sel-sel kekebalan tubuh yang seharusnya untuk membunuh virus.Penemuan dari peneliti Shanghai dan New York ini bersamaan dengan penemuan dokter bahwa covid-19 bisa menyerang sistem kekebalan manusia dan menyebabkan kerusakan yang serupa dengan yang ditemukan pasien HIV.Mengutip South China Morning Post , Lu Lu dari Universitas Fudan di Shanghai dan Jang Shibo dari New York Blood Centre mengungkapkan bahwa Sars-CoV-2 bergabung dengan jalur sel limfosit T yang ditumbuhkan di laboratorium.Limfosit T atau sel T memainkan peran sentral untuk mengidentifikasi dan menghilangkan benda asing dalam tubuh. Sel T akan menangkap sel yang terinfeksi virus, membuat lubang di membrannya dan menyuntikkan bahan kimia beracun dalam sel. Bahan kimia ini kemudian membunuh virus dan sel terinfeksi dan mengancurkannya berkeping-keping.Namun dalam kasus virus corona, sel T justru menjadi mangsa virus corona dalam percobaan mereka. Peneliti menemukan struktur unik dalam protein lonjakan virus corona tampaknya memicu perpaduan selubung virus dan membran sel ketika keduanya bersentuhan.Gen virus kemudian memasuki sel T dan 'menyanderanya', menonaktifkan fungsinya melindungi manusia.Para peneliti melakukan percobaan yang sama dengan sindrom pernafasan akut yang parah, atau Sars, coronavirus lain, dan menemukan bahwa virus Sars tidak memiliki kemampuan untuk menginfeksi sel T. Hal ini diduga karena kurangnya fungsi fusi membran. Sars, yang mewabah pada 2003, hanya dapat menginfeksi sel yang membawa protein reseptor spesifik yang dikenal sebagai ACE2, dan protein ini memiliki kehadiran yang sangat rendah dalam sel T.Penyelidikan lebih lanjut terhadap infeksi virus corona pada sel T primer akan membangkitkan "ide-ide baru tentang mekanisme patogenik dan intervensi terapeutik", kata para peneliti dalam sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal peer-review Cellular & Molecular Immunology minggu ini.Seorang dokter yang bekerja di rumah sakit umum yang merawat pasien Covid-19 di Beijing mengatakan, penemuan itu menambahkan bukti lain pada kekhawatiran yang berkembang di kalangan medis bahwa coronavirus kadang-kadang bisa berperilaku seperti beberapa virus paling terkenal yang secara langsung menyerang sistem kekebalan manusia."Semakin banyak orang membandingkannya dengan HIV," kata dokter yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini.Pada bulan Februari, Chen Yongwen dan rekan-rekannya di Institute of Immunology PLA merilis laporan klinis yang memperingatkan bahwa jumlah sel T dapat turun secara signifikan pada pasien Covid-19, terutama ketika mereka berusia lanjut atau memerlukan perawatan di unit perawatan intensif. Semakin rendah jumlah sel T, semakin tinggi risiko kematian.Meski demikian, ada satu perbedaan utama antara virus corona penyebab Covid-19 dan HIV.HIV dapat bereplikasi dalam sel T dan mengubahnya menjadi pabrik untuk menghasilkan lebih banyak salinan untuk menginfeksi sel lain. Tetapi Lu dan Jiang tidak mengamati adanya pertumbuhan coronavirus setelah memasuki sel-T, menunjukkan bahwa virus dan sel-T mungkin akan mati bersama. Namun studi ini masih memunculkan beberapa pertanyaan baru lainnya.
Suara.com - Saat ini, dunia tengah digemparkan oleh pandemi corona karena penyebarannya yang begitu cepat. Tapi ternyata, Covid-19 bukanlah virus baru dalam kamus ilmu pengetahuan.
Lebih dari setengah abad lalu, virus corona sudah ditemukan oleh satu sosok bernama June Almeida . Tepatnya, sang penemu virus corona itu berhasil mengidentifikasi jenis virus flu ini pada 1964.
Namun di balik pencapaiannya itu, dilansir laman Heraldscotland, Senin (20/4/2020), terdapat beberapa fakta menarik June Almeida, sang penemu virus corona, yang sayang untuk dilewatkan.
Siapa sangka, dibalik kejeniusan wanita kelahiran Glasgow, Skotlandia, pada 5 Oktober 1930 ini, June tidak sempat menyelesaikan pendidikan formalnya.
Dengan latar orang tua yang hanya seorang sopir bus, June terpaksa putus sekolah saat dirinya berusia 16 tahun, atau belum sampai tingkat SMA.
Meski putus sekolah, June berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai teknisi laboratorium di bidang histopatologi di Glasgow Royal Infirmary. Inilah titik awal June mengenal ilmu virologi.
Novel Coronavirus (nCoV) alias virus corona yang sedang mewabah di China. (Shutterstock) Setelah menikah dengan artis Venezuela Enriques Almeida pada tahun 1954, pasangan ini bermigrasi ke Kanada. Di negara ini, ilmu virologi June kian terasah dan dipercaya menjadi teknisi mikroskop elektron di Toronto Cancer Institute Toronto.
Namun karena dirinya merasa masih bisa berkembang, ia kembali bermigrasi dengan tujuan Negeri Ratu Elizabeth, Inggris. Beruntung, nasib mengantarkan perempuan ini ke departemen histopatologi di Rumah Sakit St Bartholomew.
Di rumah sakit inilah, June berkolaborasi dengan dr. David Tyrrell yang telah mempelajari pencucian hidung dari sukarelawan sebagai bagian dari penelitiannya tentang flu biasa. Timnya menemukan bahwa mereka dapat menumbuhkan beberapa virus yang berhubungan dengan flu biasa, tetapi tidak semua.
Bersama dr Tyrrell, June meneliti satu sampel khusus yang dikenal dengan B814 yang diambil pada 1960 dari pencucian hidung murid sekolah asrama dari kawasan Surrey.
Dilansir laman BBC , Tim medis Rumah Sakit Bartholomew menemukan gejala flu biasa dapat ditularkan ke sukarelawan mereka. Namun, itu tidak bisa tumbuh dalam kultur sel rutin. Dari hipotesa dr. Tyrrell, sampel virus ini harus diperiksa di bawah mikroskop elektron.
Setelah dikirimi sampel, June dapat melihat partikel virus di dalam spesimen, yang ia gambarkan mirip dengan virus influenza, namun dengan beberapa perbedaan.
Novel Coronavirus (nCoV) alias virus corona yang sedang mewabah di China. (Shutterstock) Pada titik inilah June mengidentifikasi apa yang saat ini dikenal sebagai virus corona. Virus ini dinamai corona karena bentuk virus yang memiliki mahkota, yang dalam bahasa Latin disebut 'corona'.
Setelah melakukan serangkaian penelitian bersama dr. Tyrrell, June menyadari bahwa dia dapat menggunakan antibodi yang diambil dari orang yang sebelumnya terinfeksi untuk menentukan positif atau tidaknya seseorang terinfeksi virus corona.
Pasalnya, antibodi tertarik pada antigen. Jadi, ketika June menyuntikkan partikel-partikel kecil yang dilapisi antibodi, partikel-partikel tersebut akan berkumpul di sekitar virus untuk mengikat mereka.
Menariknya, June dilaporkan telah melihat partikel-partikel seperti itu sebelumnya dalam pekerjaannya mencari hepatitis tikus dan bronkitis ayam yang menular.
Namun ketika diimplementasikan kepada manusia, teknik ini juga memungkinkan dokter untuk menggunakan mikroskop elektron sebagai cara untuk mendiagnosis infeksi virus pada pasien.
George Winter, seorang ahli virologi mengisahkan sebagian kisah hidup June Almeida. Setelah berhasil menemukan virus B814 alias corona, June berniat mematenkan temuannya dalam sebuah makalah.
Sayangnya, makalah yang ia buat sempat ditolak oleh jurnal peer-review dengan alasan pemberi keputusan menilai bahwa bentuk virus yang digambar June dianggap sebagai gambar buruk dari partikel virus influenza. Padahal, ujung virus yang menyerupai mahkota adalah pembeda utama dibandingkan dengan flu biasa.
Beruntung, penemuan baru yang penting ini akhirnya diakui oleh British Medical Journal pada 1965. Dua tahun berselang, temuan ini juga dipublikasikan oleh Journal of General Virology.
Selepas mundur dari dunia virologi pada 1985, ia tetap haus akan ilmu baru. Di usia senjanya, ia sempat menjadi instruktur yoga, hingga mengoleksi barang-barang porselen dan barang antik lainnya.
Hobinya ini ia tekuni bersama suami keduanya Phillip Gardner. Namun dibalik ketangguhannya, ia tidak bisa menolak takdir Tuhan. Pada 2007, June Almeida meninggal dunia di usia 77 tahun.
Suara.com - Google kembali menunjukkan komitmennya berpartisipasi dalam memerangi Covid-19.
Hal ini bisa dilihat dalam Google Doodle hari ini, Senin (20/4/2020). Di laman utama mesin pencari ini, pengguna akan melihat logo Google yang sudah dihiasi aneka gambar animasi.
Seluruh huruf dalam logo Google berada di dalam gambar rumah. Selain itu, terlihat pula beberapa aktivitas yang dilakukan di dalam rumah, mulai dari membaca buku, bermain gitar, hingga berolahraga, semua dilakukan dari rumah.
Secara tersirat, Google Doodle hari ini menitipkan pesan agar masyarakat tetap berada di rumah dalam menjalankan aktivitas hariannya selama pandemi Covid-19 berlangsung.
Sedangkan ketika logo Google tersebut di klik, laman akan langsung berpindah dan terhubung dengan semua informasi yang terkait dengan virus corona.
Di laman teratas, pengguna akan melihat peringatan untuk berhati-hati terhadap virus corona. Tepat di bawahnya, ada berita teraktual seputar pendemi Covid-19 di berbagai belahan dunia yang diulas sejumlah kantor berita.
Google Doodle tampilkan berita-berita seputar virus corona. [Google] Selain itu, Google juga menempatkan laman resmi Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Kementerian Kesehatan RI, dan organisasi kesehatan dunia WHO sebagai pusat bantuan dan informasi.
Selanjutnya, laman utama pencarian juga diisi oleh peta yang menggambarkan statistik penyebaran virus corona di seluruh dunia yang bisa diakses secara real-time.
Jika terus di scroll ke bawah, pengguna juga akan melihat informasi terbaru jumlah kasus virus corona di seluruh dunia, mulai dari jumlah yang dinyatakan positif, angka kematian, dan angka kesembuhan.
Subscribe & Newsletter
Subscribe to our Newsletter and receive updates via email.
Gambar ilustrasi diperoleh pada 27 Februari 2020 dengan izin dari Food and Drug Administration AS menunjukkan Virus Corona COVID-19. (US Food and Drug Administration/AFP)