Contact Form

 

Referensi Materi X Sains Mahluk Hidup dan Lingkungannya SD Kelas 4, 5 dan 6


KOMPAS.com - Baru saja, program Belajar dari Rumah ditayangkan oleh TVRI Nasional. Pada episode Selasa 21 April 2020 pukul 09.00-09.30 WIB adalah tayangan bagi siswa kelas 4-6 SD.

Jika kamu ketinggalan tayangan tersebut, berikut ini isi tayangan bagi siswa kelas 4-6 SD yang dirangkum Kompas.com .

Untuk materi X Sains-nya ialah bertema Makhluk Hidup dan Lingkungannya yang dipandu oleh Kak Herman. Apa saja yang dibahas?

Baca juga: Siswa SMP, Ini Rangkuman Belajar dari Rumah di TVRI: 4 Tokoh Indonesia

Ini dia materi Belajar dari Rumah yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemdikbud ) yang bekerjasama TVRI Nasional tersebut.

Rantai makanan adalah peristiwa transfer energi dari satu makhluk hidup tertentu ke makhluk hidup lain.

Misalnya: Padi dimakan tikus, tikus dimakan ular, ular dimakan elang, elang mati dan terurai oleh organisme pengurai.

Pada kesempatan itu, siswa diajak untuk bernalar mengenai jumlah organisme dan jenis organisme.

Adapun penjelasannya ialah jumlah produsen harus paling banyak dan diikuti konsumen tingkat 1, konsumen tingkat 2 dan seterusnya.

Untuk materi ini, ada tayangan menjelaskan interaksi di dalam jaring-jaring makanan. Contohnya saat di kebun binatang ada:

Tapi, hewan rusa bisa dimakan harimau. Inilah hubungan interaksi yang terjadi di dalam jaring-jaring makanan.

a. Produsen adalah makhluk hidup yang dapat membuat makanannya sendiri dari matahari karena proses fotosintesis.

b. Konsumen tingkat 1 diisi binatang yang bergantung pada produsen, ini bisa dicontohkan dengan rusa.

c. Konsumen tingkat 2 adalah hewan pemakan daging yakni dicontohkan hewan harimau. Tapi, konsumen tingkat 3 dan seterusnya bukan akhir dari jaring-jaring makanan.

d. Pengurai adalah mikro organisme yang bertugas menguraikan di tanah. Fungsi komponen ini sangat berharga sebagai kesuburan tanah.

Baca juga: Ini Rangkuman Tayangan Perdana Jalan Sesama bagi Anak PAUD di TVRI

Sebab, apa yang diuraikan tersebut akan dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk membuat makan dan fotosintesis.

Contoh pengurai: jamur, bakteri, hewan kecil ulat atau belatung.

Pada kesempatan itu, Belajar dari Rumah juga memberikan pertanyaan pada siswa untuk dikerjakan bersama orangtua atau guru

Pertanyaan: Apa perbedaan antara rantai makanan dengan jaring-jaring makanan?

a. Ekosistem adalah hubungan saling ketergantungan antara makhluk hidup dan lingkungannya.

b. Mutualisme adalah hubungan antar makhluk hidup yang saling menguntungkan.

c. Parasitisme adalah bentuk hubungan yang merugikan yang dialami oleh salah satu organisme makhluk hidup, sedangkan yang lain diuntungkan.

Misalnya: benalu dan tumbuhan inangnya, benalu tumbuh dan berkembang dari zat-zat makanan pada tumbuhan inangnya. Lama-lama, tumbuhan inang akan mati.

d. Komensalisme adalah bentuk hubungan antara organisme, salah satu diuntungkan, namun yang lainnya tidak dirugikan dan tidak pula diuntungkan.

Contohnya: ikan ramora kecil akan mengikuti dan berlindung di bawah ikan hiu, ia akan mendapatkan kuntungan makan dari sisa-sisa makanan dari ikan hiu.

Baca juga: 7 Rangkuman Tayangan Jalan Sesama Anak PAUD di TVRI 14 April

Pertanyaan: Bagaimana hubungan interaksi antara makhluk hidup yang mendiami habitat dalam suatu ekosistem? Tuliskan contoh-contohnya!

KOMPAS.com/ALBERTUS ADIT Tangkapan layar Belajar dari Rumah di TVRI 21 April 2020, pertanyaan bagi siswa kelas 4-6 SD.




Berikut ini adalah materi referensi tambahan tentang X Sains mahluk hidup dan lingkungannya yang akan tayang di acara belajar dari rumah TVRI pada hari ini, Selasa, 21 April 2020 untuk tingkat SD kelas 4, 5 dan 6. Untuk materi reverensinya adalan tentang rantai makanan

Rantai Makanan Materi X Sains Mahluk Hidup dan Lingkungannya

Yang dimaksud dengan Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan. Rantai makanan merupakan bagian dari jaring-jaring makanan, di mana rantai makanan bergerak secara linear dari produsen ke konsumen teratas.

Panjang rantai makanan ditentukan dari seberapa banyak titik yang menghubungkan antar tingkatan trofik. Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial kimia hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan umumnya terbatas 4-5 langkah saja. Dengan kata lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia pada setiap suksesi level.

Baca Juga : Jadwal Acara TVRI Belajar Dari Rumah Minggu Kedua ( 20, 21, 22, 23, 24 April 2020)

Sedangkan Jaring-jaring makanan (atau siklus makanan) adalah hubungan alami dari rantai-rantai makanan dan representasi grafis (biasanya gambar) dari proses makan-dan-dimakan dalam komunitas ekologis. Nama lain untuk jaring-jaring makanan adalah sistem sumber daya-konsumen. Para ahli ekologi secara luas dapat menggolongkan semua bentuk kehidupan ke dalam salah satu dari dua kategori yang disebut tingkat trofik: 1) autotrof, dan 2) heterotrof. Untuk memelihara tubuhnya, tumbuh, berkembang, dan bereproduksi, autotrof menghasilkan bahan organik dari zat anorganik, termasuk mineral dan gas seperti karbon dioksida.

Rantai makanan pertama kali diteliti oleh ilmuwan Arab Al-Jahiz pada abad ke-9, yang lalu dipopulerkan kembali oleh Charles Sutherland Elton pada tahun 1927. Dalam rantai makanan terdapat tiga macam “rantai” pokok yang menghubungkan antar tingkatan trofik, yaitu

Rantai pemangsa, yaitu rantai makanan yang terjadi ketika hewan pemakan tumbuhan dimakan oleh hewan pemakan daging. contoh: kelinci-ular-elang.

Rantai saprofit, yaitu rantai makanan yang terjadi untuk mengurai organisme yang sudah mati. Rantai ini muncul karena adanya dekomposer. contoh: elang mati-bakteri.

Rantai parasit, yaitu rantai makanan yang terjadi karena terdapat organisme yang dirugikan. contoh: pohon besar-benalu, manusia-kutu.

Rantai makanan rerumputan (grazing food chain), yaitu rantai makanan yang diawali dari tumbuhan pada trofik awalnya. Contohnya: rumput – belalang – tikus – ular.

Rantai makanan sisa/detritus (detritus food chain), yaitu rantai makanan yang tidak dimulai dari tumbuhan, tetapi dimulai dari detritivor. Contohnya: serpihan daun – cacing tanah – ayam – manusia.

Pencarian Berdasarkan Kata Kunci apa perbedaan antara rantai makanan dengan jaring-jaring makanan apa perbedaan antara rantai makanan dengan jaring jaring makanan contoh gambar jaring jaring makanan




Jakarta - Tak lama setelah merebaknya penyebaran virus Corona di Wuhan, Cina akhir Desember 2019 mulai bermunculan teori konspirasi yang menyatakan, virus diciptakan di laboratorium di Cina. Tapi konsensus ilmiah mengatakan, virus SARS-VoV-2 adalah penyakit yang berasal dari hewan dan menular ke manusia. Kemungkinan penyakit berasal dari kelelawar, kemudian menyebar melalui hewan mamalia lainnya. Walaupun tidak dibuat di laboratorium, bukan berarti manusia tidak berandil apapun dalam pandemi yang sedang berlangsung. Studi terbaru oleh ilmuwan dari Australia dan AS menemukan, tindakan manusia terhadap habitat alamiah, hilangnya keanekaragaman hayati dan perusakan ekosistem ikut menyebabkan penyebaran virus.

Jumlah penyebaran penyakit menular meningkat lebih dari tiga kali lipat setiap dekade sejak tahun 1980-an. Lebih dari dua pertiga penyakit ini berasal dari hewan, dan sekitar 70% dari jumlah itu berasal dari hewan liar. Penyakit menular yang kita kenal misalnya: Ebola, HIV, flu babi dan flu burung, adalah penyakit yang bisa menular dari hewan ke manusia. COVID-19 juga menyebar luas dengan cepat akibat populasi dunia yang semakin terhubung erat. Situasi yang mengejutkan banyak orang ini, sebenarnya telah diperingatkan oleh ilmuwan sejak lama. Joachim Spangenberg, Wakil Presiden Institut Riset Keberlanjutan Eropa, mengemukakan, dengan merusak ekosistem, manusia menciptakan kondisi yang menyebabkan virus hewan menyebar ke manusia. "Kitalah yang menciptakan situasi ini, bukan hewan," tandas Spangenberg. Deforestasi dan perusakan habitat Karena manusia semakin membuka kawasan yang dihuni hewan liar untuk menggembalakan ternak dan mengambil kekayaan alam, maka manusia juga semakin mudah tertular patogen yang sebelumnya tidak pernah keluar dari kawasan itu, dan meninggalkan tubuh binatang yang mereka tempati. "Kita semakin dekat dengan hewan liar," kata Yan Xiang, pakar virologi di Pusat Ilmu Kesehatan, Universitas Texas. "Dan itu membuat kita berhubungan dengan virus-virus itu." Sementara David Hayman, profesor bidang ekologi penyakit menular di Universitas Massey, Selandia Baru mengungkap, risiko itu juga makin bertambah bukan hanya lewat manusia yang memasuki habitat alamiah, melainkan juga melalui hewan-hewan peliharaan manusia. Di samping itu, perusakan ekosistem juga berdampak pada jenis virus mana yang semakin berkembang di alam liar dan bagaimana virus-virus itu menyebar. Hayman menekankan, dalam beberapa abad terakhir, hutan tropis sudah berkurang 50%. Ini berakibat sangat buruk pada ekosistem. Di sejumlah kasus, ilmuwan sudah berhasil mengungkap, jika hewan di bagian atas rantai makanan punah, hewan di bagian bawah, seperti tikus yang membawa lebih banyak patogen, mengambil tempat di bagian atas rantai makanan. "Tiap spesies punya peran khusus dalam ekosistem. Jika sebuah spesies mengambil tempat spesies lain, ini bisa berdampak besar dalam hal risiko penyakit. Dan kerap kita tidak bisa memperkirakan risikonya," demikian dijelaskan Alica Latinne dari Wildlife Conservation Society. Bukti yang menunjukkan hubungan antara perusakan ekosistem dan bertambahnya risiko penyebaran infeksi terbaru menyebabkan para pakar menekankan pentingnya konsep "One Health" atau kesehatan bersama. Perdagangan hewan liar Pasar-pasar yang menjual hewan liar dan produk-produk dari hewan liar merupakan inkubator lain bagi timbulnya penyakit menular. Para ilmuwan menganggap sangat besar kemungkinan bahwa virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 timbul di sebuah pasar hewan liar di Wuhan, Cina. Spangenberg menjelaskan, menempatkan hewan sakit dan stres di dalam kandang secara berdesakan adalah "cara ideal" untuk menciptakan patogen baru, dan menyebarkan penyakit dari satu spesies ke spesies lainnya. Oleh sebab itu banyak ilmuwan sudah mendesak diadakannya regulasi lebih ketat bagi pasar hewan liar. Itu juga jadi seruan Elizabeth Maruma Mrema, Kepala Eksekutif Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Biologi PBB. Ia sudah mendesak dilarangnya pasar hewan liar di seluruh dunia. Tapi Mrema juga mengungkap bahwa bagi jutaan orang, terutama di kawasan miskin dunia, pasar-pasar ini jadi sumber pendapatan. (ml/yp)




Pandemi corona telah memukul industri penerbangan, pasar saham, sampai harga minyak akibat penurunan aktivitas ekonomi dunia. Kini mengancam ketahanan pangan global. Indonesia tak kalis darinya. Beras, daging kerbau atau sapi, dan gula berpotensi langka jika pemerintah tak melakukan langkah taktis.

Akhir bulan lalu, Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyatakan bahwa krisis pangan dunia berpotensi terjadi pada April dan Mei karena rantai pasokan terganggu kebijakan negara-negara dalam menekan penyebaran virus corona. Misalnya, pemberlakuan karantina wilayah atau lockdown, pembatasan sosial, dan larangan perjalanan.

Lockdown dan pembatasan sosial, menurut FAO, sangat memengaruhi sektor pertanian. Khususnya di komoditas bernilai tinggi, seperti sayuran dan buah-buahan yang membutuhkan banyak tenaga kerja dalam produksinya. Sementara komoditas bahan pokok yang padat modal relatif tak terpengaruh. Begitupun sektor peternakan terpengaruh dalam hal pemenuhan pakan hewan ternak, proses penjagalan, serta pengolahan daging.

Italia, seperti dilansir World Economic Forum, terancam tak bisa memaksimalkan masa panen Mei mendatang karena kehilangan 200 ribu pekerja akibat lockdown. Pekerja mesti digilir dengan jam kerja terbatas. Sementara masa panen membutuhkan tenaga berjumlah besar dengan jam kerja panjang.

Di Amerika Serikat, menurut analis Rabobank Christine McCracken seperti dilansir Bloomberg, perusahaan pengolahan daging telah mengalami penurunan produksi 20-30 %. Pekerja di sana terpaksa tinggal di rumah sesuai kebijakan pembatasan sosial yang berlaku.

Lalu, larangan perjalanan menurut FAO berdampak kepada distribusi pangan. Kebijakan ini membatasai operasional pelabuhan, truk pengangkut, sampai penerbangan yang berperan penting dalam mendistribusikan pangan lintas wilayah dan negara.

Hans Muylaert-Gelein, Direktur Manajerial Fruits Limited, sebuah perusahaan ekspor buah dan sayuran di Afrika Selatan dengan tujuan utama ke Inggris, menyatakan perusahaannya terkendala mengirim produk karena pesawat yang beroperasi sedikit. Sementara pesawat yang tetap beroperasi menetapkan tarif selangit.

(Baca: Jokowi Waspadai Krisis Pangan, Ini Peringatan FAO saat Pandemi Corona)

Kebijakan larangan perjalanan juga mengganggu ketersediaan pekerja migran musiman bagi negara dalam melaksanakan masa petik tanaman. Misalnya Spanyol yang bulan ini akan memasuki musim panen. Melansir World Economic Forum, semestinya 16 ribu buruh tani musiman dari Maroko telah tiba di Spanyol. Namun hal itu tak terjadi lantaran Maroko melarang penduduknya ke luar negeri.

Padahal, menurut data Eurostat pada 2017, Spanyol adalah produsen dan pemasok buah terbesar di Eropa dengan 40,1 % kapasitas produksi. Negara ini juga produsen sayuran terbesar kedua di Eropa dengan 17,3 % kapasitas produksi, di bawah Italia yang memiliki kapasitas produksi sebesar 17,8 %. Maka, kendala panen di Spanyol sangat mungkin berimbas kepada produksi buah dan sayur Eropa.

Belum lagi ditambah kebijakan negara-negara pengirim pangan menghentikan ekspor. Vietnam dan Kazakhstan adalah dua negara yang telah mensetop komoditasnya lari ke luar negeri. Melansir Reuters, Vietnam memutuskan untuk menunda perjanjian ekspor beras guna memenuhi cadangan dalam negerinya. Kementerian Keuangan Vietnam dalam keterangan resminya hendak mencadangkan 270.000 ton beras dan 80.000 ton gabah untuk memenuhi kebutuhan pangan warganya selama pandemi corona. “Ketahanan pangan dalam negeri harus menjadi prioritas utama,” kata Kementerian Keuangan Vietnam.

Sementara itu, Kazakhstan menunda sementara ekspor komoditi penting sejak 22 Maret lalu sampai waktu yang belum ditentukan. Salah satu komoditi yang dipangkas adalah daging dan gandum. Meskipun bukan pemain ekspor utama dunia, tapi pasokan Kazakhstan penting bagi negara di Kawasan Asia Tengah. Uzbekistan dan Tajikistan, misalnya, menggantungkan 95 % kebutuhan gandumnya kepada Kazakhstan.

(Baca: Pasokan Pangan Dunia Terguncang Covid-19, Bagaimana di Indonesia?)

Chief Economist FAO, Maximo Torero Cullen dalam laporannya berjudul Coronavirus Food Supply Chain Under Strain, What to Do? yang terbit di situs resmi FAO pada 24 Maret, melihat masalah lain dalam rantai pasokan makanan adalah nilai tukar mata uang. Menurutnya, bagi negara dengan nilai tukar mata uang rendah dan berstatus importir akan semakin sulit mengakses pangan.

Dalam laporan selanjutnya yang terbit pada 29 Maret, Cullen menyatakan krisis pangan saat ini akan sangat berdampak kepada negara dengan ketahanan pangan domestik paling lemah. Seperti negara-negara yang telah memiliki masalah kelaparan dan tak bisa memproduksi pangan di dalam negeri. Oleh karena itu, ia menyarankan kerja sama lintas negara dunia dalam mengamankan pasokan pangan. Bukan justru membatasi ekspor.

Panic Buying dan Daya Beli Menambah Masalah

Senior Economist FAO, Abdolreza Abbassian kepada Reuters pada 21 Maret menyatakan, panic buying adalah masalah lain yang memengaruhi kelangkaan pangan di lapangan sementara rantai pasokan terganggu. “Ini bukan masalah pasokan, tapi perubahan kebiasaan dalam memenuhi pangan. Bagaimana jika banyak pembeli berpikir tak bisa mendapatkan pangan pada Mei atau Juni? Itulah yang akan membuat krisis pangan,” kata dia.

Merujuk data Nielsen, penduduk Inggris mulai melakukan panic buying dan menimbun makanan sejak Februari. Beberapa jenis makanan pun hilang di tingkat retail seperti pasta, daging kaleng susu UHT dan sup kaleng. Data Nielsen mencatat penjualan pasta dan daging kaleng meningkat 60 %, susu UHT melonjak lebih dari 80 %, dan sup kaleng meningkat 65 % dibandingkan tahun sebelumnya di bulan yang sama.

Selain itu, Abdolreza menyatakan tingginya angka pengangguran menjadi masalah di hilir. Daya beli makanan akan menurun dan bisa semakin memperburuk gangguan rantai pasok. Ketika banyak makanan tak terbeli, penghasilan di tingkat hulu menurun. Sementara biaya produksi sudah semakin tinggi. Industri pangan akan terancam.

(Baca: Gelombang PHK Besar Imbas Corona Menerpa Indonesia)

Organisasi Buruh PBB (ILO) dalam laporan mutakhirnya menyatakan penurunan PDB global sebesar 2-8 % berpeluang menciptakan 5,3 - 24,7 juta pengangguran di seluruh dunia. Ini menyebabkan potensi kehilangan pendapatan di tingkat pekerja sebesar US$ 860 juta sampai US$ 3,44 miliar.

Di Indonesia, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 1,5 juta orang telah kehilangan pekerjaan akibat Corona. Sebanyak 10,6 % di antaranya atau sekitar 160 ribu orang kehilangan pekerjaan karena PHK, sedangkan 89,4 % lainnya dirumahkan.

Rinciannya, 160.067 pekerja terkena PHK dari 24.225 perusahaan. Sedangkan yang dirumahkan sebanyak 1.080.765 pekerja dari 27.340 perusahaan. Sementara di sektor informal yang dirumahkan sebanyak 265.881 pekerja dari 30.466 perusahaan.

Di dalam negeri, penurunan daya beli sudah mulai dirasakan pengusaha makanan dan minuman. Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Rachmat Hidayat menyatakan, hasil survei persepsi kepada 450 anggota GAPMMI menyatakan terjadi penurunan bisnis sebesar 30 - 40 %.

“Misalkan produk makanan kemasan menurun karena kurangnya konsumsi. Karena konsumen makanan dan minuman itu paling banyak kalangan bawah,” kata Rachmat kepada Katadata.co.id, kemarin (14/4).

Akibat penurunan daya beli ini, kata Rachmat, industri makanan dan minuman terancam kehilangan triliunan rupiah.

Halaman selanjutnya: Indonesia dalam Bahaya Ketahanan Pangan


Wabah virus COVID-19 yang melanda dunia, memungkinkan krisis pangan secara global. Sebab USA dan Tiongkok sebagai kekuatan besar pangan dunia juga turut diserang virus corona [COVID-19].

Ada enam pangan yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia dari kelangkaan yakni beras, jagung, kedelai, bawang putih, daging [berkaki empat], dan ayam.

Upaya jangka pendek yang harus dilakukan pemerintah. Hentikan pangan sebagai bisnis; BULOG siaga nasional menyangga pangan; penyiapan pangan untuk wilayah ditutup dengan maksimal; stabilitas harga pangan.

Saat ini Indonesia memiliki Rumah Tangga Pertanian [RTP] 26,126 juta. Agar produktif mereka dilindungi, baik asupan maupun perlindungan diri selama wabah virus COVID-19. Juga, menjamin makanan berkualitas, salah satunya dengan memotong mata rantai panjang dari petani ke konsumen.

Wabah virus corona [COVID-19] memasuki bulan ke empat. Jutaan masyarakat di dunia terserang virus tersebut, sebagian sembuh dan jumlah kematian juga cukup tinggi. Bagaimana kondisi pangan global, khususnya di Indonesia, selama maupun pasca-wabah virus COVID-19?

Percaturan pangan global dilihat dari neraca perdagangan dunia. Indeks harga pangan FAO sudah turun 1 persen mulai Februari 2020. Sepertinya, akan terus mengalami penurunan, sebab kekuatan besar pangan yang masih bertumpu pada USA dan Tiongkok terkendala wabah virus COVID-19 yang berat.

“Kalau mengikuti pernyataan beberapa petinggi negara di Eropa, Amerika dan Asia, beberapa bulan ke depan setiap negara masih memikirkan dirinya sendiri. Jadi, kalau stok pangan di dalam negeri kurang, siap-siap saja untuk gigit jari,” kata Azwar Hadi Nasution, peneliti INAgri [Institut Agroekologi Indonesia], kepada Mongabay Indonesia, Senin [13/04/2020].

Bagaimana dengan Indonesia?

Dikatakan alumni S2 Bioteknologi Tanah dan Lingkungan IPB, ada enam jenis pangan yang harus menjadi perhatian Indonesia selama pandemi COVID-19, yakni beras, jagung, kedelai, bawang putih, daging [berkaki empat], dan ayam.

“Jika tidak diantisipasi, kelangkaan pertama akan datang dari beras dan bawang putih. Dampaknya akan terasa mulai Maret-April 2020 dan puncaknya adalah Agustus-September 2020. Kita masih sedikit bernafas lega saat ini, karena panen raya padi sedang dimulai,” katanya.

Baca: Refleksi Pandemi Corona: Virus Menyerang Akibat Manusia Merusak Lingkungan

Upaya mencegah krisis pangan

Mengantisipasi atau mencegah kemungkinan krisis pangan selama maupun pasca-wabah COVID-19, ada beberapa langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam jangka pendek.

Pertama, hentikan pangan sebagai bisnis. Pangan adalah hak yang harus dijamin pemenuhannya. Kedua, gerakkan BULOG untuk siaga nasional penyangga pangan. Ketiga, penyiapan pangan untuk wilayah yang ditutup maksimal. Keempat, stabilitas harga pangan.

Upaya yang harus dilakukan masyarakat adalah terus pelihara solidaritas dan bangun lumbung pangan lokal. Kawal penggilingan beras di desa, segera jemur gabah untuk persiapan darurat beras, galakkan beli langsung dari petani dan komunitas petani untuk memperpendek rantai distribusi. Terus bertani secara ekologis [agroekologi] untuk menghasilkan pangan yang sehat.

Ada juga upaya jangka panjang yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, membuat visi baru pertanian Indonesia. Kedua, menghidupkan kembali lumbung pangan yang dikelola masyarakat dan desentralisasi penyediaan pangan nasional. Ketiga, bangun sistem pangan lokal yang terintegrasi dan segera siapkan skema pemotongan rantai pasok dan distribusi yang panjang.

Keempat, laksanakan amanat UU No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk mewujudkan kawasan pertanian pangan agro ekologis dengan pengusaan lahan per RTP minimal 2 hektar, dan integrasi dari on farm – off farm. Dengan begitu, petani menikmati nilai tambah dan pangan olahan segar berkualitas.

Baca: Pemusnahan Kelelawar dan Salah Arah Kebijakan Saat Pandemi Corona

Harusnya aman

Lahan pertanian pangan yang menghidupi 91,91 juta petani hanya bertambah 2,96 persen, berbading jauh dengan lahan perkebunan yang bertambah 144 persen yang dimiliki sedikit orang. “Terjadi penurunan Rumah Tangga Pertanian [RTP] dari 31,170 juta [2003] menjadi 26,126 juta [2013]. Atau, hilangnya 5 juta RTP,” katanya.

Berdasarkan data tahun 2013, kondisi luas lahan yang dimiliki petani juga belum beranjak dari luas 0,2 hektar per RTP. Luas lahan petani berkisar 1.000 – 2.000 meter persegi. Bahkan masih sering ditemui petani dengan luas lahan 500 meter persegi.

“Rantai pasokan makanan yang aman ini sebenarnya dijamin 26,125 juta RTP tersebut, yang produksinya selama ini memberi makan warga di banyak desa dan kota. Atau, memberi makan seluruh rakyat Indonesia,” kata Azwar.

Dengan kata lain, lanjutnya, Indonesia penuh dengan produsen makanan skala kecil yang menawarkan solusi siap pakai untuk masalah-masalah yang mengkhawatirkan. Atau, memiliki makanan lokal yang sehat dan tidak bergantung pada rantai pasokan panjang yang berisiko terkena dampak drastis pandemi corona ini.

Namun, lanjutnya, dalam kebijakan pertanian atau ekonomi, pertanian yang harus fokus memberi makan populasi kita sebenarnya tunduk pada kepentingan globalisasi dan pasar internasional. Akibatnya, suplai makanan dan kedaulatan pangan dipertanyakan dan berisiko.

“Kebijakan-kebijakan ini menghancurkan ribuan pertanian kecil, yang kemudian membahayakan ketahanan pangan bagi seluruh populasi. Tidak adanya kebijakan lokal untuk menjamin ketersediaan pangan membuat sengkarut penanganan pangan bila terjadi geger nasional. Rantai pangan yang panjang, 7-8 pemangku kepentingan untuk pangan ini, semua harus sentralisasi,” terangnya.

Endah Puspitojati, peneliti pangan dari DIY Yogyakarta, menekankan perlu menanamkan optimistis dan perlindungan terhadap petani di Indonesia.

“Pemerintah harus terus menggenjot tingkat produktivitas komoditas pangan. Petani dan penyuluh pertanian sebagai garda depan pertanian harus dipastikan dan dijamin kesehatannya sehingga selalu siap terjun ke lahan,” katanya.

Dari sisi pencegahan, bagaimana meningkatkan asupan gizi para petani, tetap memakai masker saat di lahan, dan selalu membudidayakan minum jamu selama wabah COVID-19 ini.

“Saya rasa pemerintah juga memberikan perhatian yang baik bagi para petani dan penyuluh, serta selalu diberikan suntikan IPTEK bagaimana meningkatkan produktivitas,” katanya.

Baca juga: Hadapi COVID-19, Masyarakat Adat Banua Lemo Karantina Wilayah hingga Jaga Stok Pangan

Makanan berkualitas

Endah tidak begitu yakin Indonesia akan mengalami krisis pangan selama wabah corona. Sebab, aktivitas pertanian terus berjalan, didorong besarnya permintaan pasar dan adanya jaminan pemerintah.

Pentingnya makanan berkualitas harus ada selama wabah ini. “Kualitas makanan yang rendah juga menjadi faktor kurangnya kekebalan tubuh pada seseorang, sehingga rentan terkena COVID-19,” katanya.

Endah mengatakan, tidak bisa dipungkiri, selama ini food style sebagian besar masyarkat kita masih sekadar terpenuhinya rasa “kenyang” tanpa memandang makanan tersebut aman, bernutrisi atau tidak. Namun food style beberapa masyarakat sudah mulai bergeser ke pangan bernutrisi, bahkan pangan fungsional sudah menjadi tren di beberapa kalangan masyarakat.

“Mudah-mudahan, dengan kejadian ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat kita pentingnya makanan bernutrisi.”

Menurut Endah, status nutrisi sangat berperan terhadap daya tahan tubuh. Kurang gizi menyebabkan pertahanan tubuh lemah, mudah infeksi. “Jika indeks massa tubuh tinggi [kelebihan berat badan atau kegemukan] menyebabkan peradangan berlebihan, rentan infeksi seperti influenza, dan lebih berisiko komplikasi sehingga penyakit yang ditimbulkan lebih parah,” terangnya.

Baca juga: Nasib Petani, Belum Menjadi Prioritas di Negara Agraris

Azwar Hadi Nasution meragukan kualitas pangan di Indonesia. Ada beberapa hal yang memengaruhi mutu pangan di Indonesia.

Pertama, penyeragaman pangan. Yakni beras. Padahal tidak semua tanah di Indonesia dapat dijadikan sawah. Ironinya dalam menangani pangan ini, banyak pohon sagu dan tanaman lainnya yang selama ini sebagai pangan lokal, dihabisi.

Kedua, jarak pangan dari petani ke konsumen begitu panjang. Dari petani-pengepul kecil desa-pengepul besar desa-pengepul kota-distributor kota. Lalu dari distributor kota-distributor desa-warung-konsumen. “Suhu, kelembaban, dan kerentanan busuk, terkontaminasi terjadi di sini,” katanya.

Ketiga, saat ini tidak lebih dari 10 persen produsen penghasil beras organik. “Belum lagi pangan dari laut dan sungai yang tercemar,” ujarnya.

Keempat, sistem pergudangan pangan Indonesia belum mampu menjamin mutu pangan. “BULOG saja menghasilkan beras busuk, berkutu di tahun 2019. Sekelas gudang BULOG terdapat 20.000 ton mengalami penurunan mutu.”

Kelima. Kandungan polutan. “Cara membacanya sederhana saja, bila hanya 10 persen dari total produksi organik maka 90 persen produksi pangan kita berpotensi mengandung polutan,” pungkasnya.


KOMPAS.com - Ketika populasi dunia terkurung dalam lockdown, unggahan di media sosial dipenuhi dengan cerita tentang kekurangan pasokan bahan pangan di supermarket lokal.

Tetapi dengan banyaknya restoran dan hotel tutup selama wabah virus corona, produsen makanan memperingatkan bahwa mereka sebenarnya memiliki kelebihan stok yang akan terbuang sia-sia.

Melansir BBC, Senin (13/4/2020), ini adalah beberapa cara pandemik virus corona berdampak pada rantai pasokan makanan di seluruh dunia:

Baca juga: Kiat Anti-Boros Jajan Makanan di Masa Pandemi Covid-19

1. Susu terbuang

KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Suasana kandang sapi perah Desa Susu (Dairy Village), Ciater, Jawa Barat, Selasa (11/12/2018). Peternakan sapi perah mandiri modern dan berkelanjutan pertama di Indonesia ini merupakan kerjasama Frisian Flag Indonesia dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara Lembang. Suasana kandang sapi perah Desa Susu (Dairy Village), Ciater, Jawa Barat, Selasa (11/12/2018). Peternakan sapi perah mandiri modern dan berkelanjutan pertama di Indonesia ini merupakan kerjasama Frisian Flag Indonesia dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara Lembang.

Sejumlah kedai kopi yang tutup selama wabah virus corona mengakibatkan adanya kelebihan pasokan susu sebagai efek samping nyata dari pandemik ini.

Peternak sapi perah Amerika, koperasi susu terbesar di negara itu, memperkirakan bahwa para petani harus membuang 3,7 juta galon (14 juta liter) susu setiap hari karena jalur distribusi yang terganggu.

Masalah ini tidak hanya terjadi di AS, peternak sapi perah di Inggris meminta bantuan pemerintah karena masalah surplus susu di negara tersebut.

Peter Alvis, Ketua Royal Association of British Dairy Farmers, mengatakan, sekitar lima juta liter susu per minggu berisiko terbuang.

Dia memperingatkan, para peternak yang harus mengurangi produksi atau membuang kelebihan susu mereka dihadapkan dengan dampak ekonomi yang parah di tengah margin yang sudah ketat.

Baca juga: Kendala Baru Saat PSBB, Ojol Mulai Kesulitan Ambil Order Makanan

2. Hasil pertanian tak terserap pasar

Dok. PTPN XII Suasana di Kebun Teh Wonosari, Lawang, Kabupaten Malang. Suasana di Kebun Teh Wonosari, Lawang, Kabupaten Malang.

Adanya pembatasan aktivitas di sejumlah wilayah berdampak pada semua bidang pertanian.

Beberapa produsen telah mencoba untuk memasok ke pelanggan mereka, tetapi perubahan permintaan di pasar dan kelebihan stok tetap menjadi masalah di seluruh sektor.

The New York Times, yang mewawancarai beberapa produsen AS, mengutip contoh satu peternak ayam harus menghancurkan 750.000 telur yang belum menetas setiap minggu.

Mereka juga berbicara dengan seorang petani bawang yang harus membiarkan sebagian besar panennya membusuk, tidak dapat mendistribusikan bawang merahnya dengan kualitas yang cukup tinggi dan tanpa fasilitas penyimpanan.

Di India, petani teh memperingatkan bahwa lockdown telah menyebabkan tanaman Darjeeling mereka yang berharga menjadi sia-sia atau terbuang.

Baca juga: Hobi Konsumsi Makanan Kaleng? Waspadai Bahayanya

3. Jumlah pekerja tidak cukup

KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN Seorang petani di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tengah melaksanakan panen padi. Seorang petani di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, tengah melaksanakan panen padi.

Selain kelebihan pasokan dan sulitnya distribusi ke konsumen ritel, petani di banyak tempat juga menghadapi masalah karena kekurangan pekerja.

Pedoman isolasi diri dan jarak sosial dilaporkan memperlambat panen di beberapa tempat, dan penguncian nasional mengganggu aliran tenaga kerja yang terjadi di seluruh industri.

Minggu lalu Jerman membuat pengecualian saat lockdown dengan memungkinkan ribuan pekerja Rumania dan Polandia masuk ke negaranya untuk membantu panen musim semi, terutama dengan memetik stroberi dan asparagus.

Juga ada kampanye 'Feed the Nation' yang diluncurkan di Inggris untuk mendorong pekerja rumah tangga untuk menutup kesenjangan tenaga kerja dan menghindari pemborosan makanan.

Baca juga: Godaan Terbesar Eden Hazard Saat Ini adalah Makanan di Dapur

4. Mengubah kebiasaan belanja kita

Pixabay/Steve Buissinne Ilustrasi belanjaan Ilustrasi belanjaan

Pandemik menyebabkan beberapa perubahan dalam pilihan belanja masyarakat. Sebagai contoh, Inggris melihat permintaan akan tepung melambung dalam beberapa pekan terakhir karena orang-orang yang terjebak di rumah beralih membuat roti.

Menurut data baru, yang dikutip oleh BFMTV, pembeli Perancis semakin banyak membeli makanan organik sejak ketakutan virus corona menguasai negara itu.

Hal tersebut terjadi, kata para ahli karena orang ingin makan-makanan yang lebih sehat produksi lokal selama wabah.

Baca juga: 19 Bahan Makanan dengan Energi dan Zat Gizi Setara Nasi

5. Masih ada industri makanan diuntungkan

Shutterstock Ilustrasi. Ilustrasi.

Tetapi, masih ada beberapa industri makanan mendapat manfaat dari kebiasaan konsumsi yang terus berubah.

Penjualan jus jeruk di AS yang mengalami penurunan bertahap, dikatakan naik 38 persen dari angka tahun lalu. Harga jus jeruk pun disebut telah melonjak dalam beberapa pekan terakhir.

Lonjakan tersebut adalah berita baik bagi petani jeruk, terutama di Florida dan Brasil yang memasok merek-merek besar seperti Tropicana.

Baca juga: Resep Nasi Goreng Mentega, Makanan ala Anak Kos yang Mudah Dibuat


Virus Corona COVID-19 ada kaitannya dengan perusakan alam dan ketidakseimbangan ekosistem dunia. Tak lama setelah merebaknya penyebaran virus Corona di Wuhan, China akhir Desember 2019 mulai bermunculan teori konspirasi yang menyatakan, virus diciptakan di laboratorium di kota itu.

Tapi konsensus ilmiah mengatakan, virus SARS-VoV-2 adalah penyakit yang berasal dari hewan dan menular ke manusia. Kemungkinan penyakit berasal dari kelelawar, kemudian menyebar melalui hewan mamalia lainnya. Walaupun tidak dibuat di laboratorium, bukan berarti manusia tidak berandil apapun dalam pandemi yang sedang berlangsung. Studi terbaru oleh ilmuwan dari Australia dan AS menemukan, tindakan manusia terhadap habitat alamiah, hilangnya keanekaragaman hayati dan perusakan ekosistem ikut menyebabkan penyebaran virus.

Jumlah penyebaran penyakit menular meningkat lebih dari tiga kali lipat setiap dekade sejak 1980-an. Lebih dari dua pertiga penyakit ini berasal dari hewan, dan sekitar 70?ri jumlah itu berasal dari hewan liar. Penyakit menular yang kita kenal misalnya: Ebola, HIV, flu babi dan flu burung, adalah penyakit yang bisa menular dari hewan ke manusia. COVID-19 juga menyebar luas dengan cepat akibat populasi dunia yang semakin terhubung erat. Situasi yang mengejutkan banyak orang ini, sebenarnya telah diperingatkan oleh ilmuwan sejak lama. Joachim Spangenberg, Wakil Presiden Institut Riset Keberlanjutan Eropa, mengemukakan, dengan merusak ekosistem, manusia menciptakan kondisi yang menyebabkan virus hewan menyebar ke manusia. “Kitalah yang menciptakan situasi ini, bukan hewan,” tandas Spangenberg.

Deforestasi dan perusakan habitat Karena manusia semakin membuka kawasan yang dihunihewan liar untuk menggembalakan ternak dan mengambil kekayaan alam, maka manusia juga semakin mudah tertular patogen yang sebelumnya tidak pernah keluar dari kawasan itu, dan meninggalkan tubuh binatang yang mereka tempati. “Kita semakin dekat dengan hewan liar,“ kata Yan Xiang, pakar virologi di Pusat Ilmu Kesehatan, Universitas Texas. “Dan itu membuat kita berhubungan dengan virus-virus itu.“ Sementara David Hayman, profesor bidang ekologi penyakit menular di Universitas Massey, Selandia Baru mengungkap, risiko itu juga makin bertambah bukan hanya lewat manusia yang memasuki habitat alamiah, melainkan juga melalui hewan-hewan peliharaan manusia.

Di samping itu, perusakan ekosistem juga berdampak pada jenis virus mana yang semakin berkembang di alam liar dan bagaimana virus-virus itu menyebar. Hayman menekankan, dalam beberapa abad terakhir, hutan tropis sudah berkurang 50%. Ini berakibat sangat buruk pada ekosistem. Di sejumlah kasus, ilmuwan sudah berhasil mengungkap, jika hewan di bagian atas rantai makanan punah, hewan di bagian bawah, seperti tikus yang membawa lebih banyak patogen, mengambil tempat di bagian atas rantai makanan. “Tiap spesies punya peran khusus dalam ekosistem. Jika sebuah spesies mengambil tempat spesies lain, ini bisa berdampak besar dalam hal risiko penyakit. Dan kerap kita tidak bisa memperkirakan risikonya,“ demikian dijelaskan Alica Latinne dari Wildlife Conservation Society. Bukti yang menunjukkan hubungan antara perusakan ekosistem dan bertambahnya risiko penyebaran infeksi terbaru menyebabkan para pakar menekankan pentingnya konsep “One Health“ atau kesehatan bersama.

Perdagangan hewan liar Pasar-pasar yang menjual hewan liar dan produk-produk dari hewan liar merupakan inkubator lain bagi timbulnya penyakit menular. Para ilmuwan menganggap sangat besar kemungkinan bahwa virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19 timbul di sebuah pasar hewan liar di Wuhan, Cina. Spangenberg menjelaskan, menempatkan hewan sakit dan stres di dalam kandang secara berdesakan adalah “cara ideal“ untuk menciptakan patogen baru, dan menyebarkan penyakit dari satu spesies ke spesies lainnya. Oleh sebab itu banyak ilmuwan sudah mendesak diadakannya regulasi lebih ketat bagi pasar hewan liar. Itu juga jadi seruan Elizabeth Maruma Mrema, Kepala Eksekutif Sekretariat Konvensi Keanekaragaman Biologi PBB. Ia sudah mendesak dilarangnya pasar hewan liar di seluruh dunia. Tapi Mrema juga mengungkap bahwa bagi jutaan orang, terutama di kawasan miskin dunia, pasar-pasar ini jadi sumber pendapatan. (ml/yp)




Jakarta, CNN Indonesia -- Sembelit  merupakan gangguan pada  sistem pencernaan yang mesti diatasi segera. Terdapat lima buah  terbaik yang ampuh mengatasi sembelit. Sembelit atau dikenal juga dengan konstipasi adalah gangguan pencernaan saat seseorang mengalami pengerasan tinja berlebihan sehingga sulit buang air besar (BAB). Gejala sembelit meliputi BAB yang kurang dari tiga kali seminggu, BAB yang keras, terhambat atau tidak mampu mengeluarkan tinja, dan sakit saat mengeluarkan tinja. Jenis dan tingkat keparahan gejala dapat bervariasi pada setiap orang mulai dari ringan hingga kronis.

Konstipasi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab paling umum sembelit adalah pergerakan makanan yang lambat saat melalui sistem pencernaan. Hal ini dipicu karena dehidrasi, pola makan yang buruk, konsumsi obat-obatan tertentu, penyakit yang mempengaruhi sistem saraf, atau gangguan kesehatan mental.

Namun tak perlu khawatir, karena sejumlah makanan tertentu terutama buah dapat meringankan gejala sembelit dengan melancarkan sistem pencernaan dan melunakkan tinja. Berikut lima buah terbaik untuk mengatasi sembelit. 1. Pir Pir merupakan buah yang kaya akan serat yang baik untuk pencernaan. Pir juga mengandung fruktosa dan sorbitol yang membantu melancarkan pencernaan. Fruktosa membantu menarik air osmosis, sehingga merangsang gerakan usus mempercepat pencernaan makanan. Sedangkan sorbitol berfungsi sebagai pencahar alami dengan membawa air ke usus. 2. Apel Apel juga kaya akan serat yang dapat melancarkan pencernaan. Kandungan serat pektin di dalam apel dapat membentuk asam lemak rantai pendek yang menarik air ke usus besar untuk melunakkan tinja. Dikutip dari Health Line , studi menunjukkan pektin dapat mempercepat pergerakan feses, memperbaiki gejala sembelit, dan meningkatkan bakteri baik di usus pada orang yang mengalami konstipasi.

3. Pepaya Pepaya mengandung vitamin C, A dan serat yang tinggi yang baik untuk pencernaan. Secara khusus pepaya memiliki enzim papain yang dapat membantu mencerna makanan terutama protein. Studi mendapati konsumsi buah pepaya setiap hari dapat mengurangi sembelit dan kembung secara signifikan. 4. Semangka Dibandingkan buah yang lain, semangka tidak memiliki banyak serat. Namun, semangka mengandung 92 persen air yang dapat mendorong BAB.

Dikutip dari Web MD, semangka juga memiliki nutrisi berupa antioksidan, vitamin A, B, C, dan likopen. 5. Kurma Buah kurma juga merupakan sumber serat yang baik untuk pencernaan. Studi menunjukkan orang yang mengonsumsi kurma setiap hari, memiliki BAB yang rutin dan lancar. (ptj/NMA)




Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat  Donald Trump mengumumkan bantuan sebesar US$19 miliar untuk industri pertanian . Bantuan itu bertujuan untuk menghadapi penurunan ekonomi yang disebabkan  virus corona. "Pemerintah akan mengimplementasikan program bantuan sebesar US$19 miliar untuk petani dan peternak agar bisa mengatasi dampak pandemi corona," kata Trump seperti dilansir AFP, Sabtu (18/4). Dalam program ini akan ada pemberian uang secara langsung pada petani, peternak dan produsen yang terdampak corona. Menteri Pertanian Sonny Predue mengatakan banyak petani yang terdampak pandemi covid-19 karena penurunan permintaan.

Salah satu penyebab penurunan permintaan adalah penutupan sekolah dan restoran. Belakangan ini, warga Amerika Serikat lebih banyak mengkonsumsi makanan di rumah untuk menjaga kesehatan dan memutus rantai penularan corona.

Biro Pertanian Amerika juga mengatakan sekolah, universitas, restoran, bar dan kafetaria tak lagi membeli susu, daging, buah dan sayuran. Itu mengakibatkan penurunan harga tanaman dan ternak. Hal itu jelas mengganggu pasokan rantai makanan yang selama ini dilakukan petani serta peternak. Bahkan petani dan peternak di banyak tempat terpaksa membuang susu dan membajak sayuran yang tidak laku. "Terpaksa membuang susu dan sayuran yang siap dijual. Bukan hanya menyusahkan secara finansial, tetapi juga memilukan bagi mereka yang memproduksi," kata Predue.

Lebih lanjut, Predue mengatakan sekitar US$3 miliar dari total bantuan akan digunakan untuk membeli produk dan susu dari petani. Kemudian produk tersebut akan didistribusikan ke masyarakat. "Petani kami telah menanam di ladang dan melakukan apa yang mereka lakukan setiap musim semi untuk memberi makan orang-orang Amerika, bahkan saat pandemi," kata Predue. [Gambas:Video CNN] (adp/age)




Jakarta, HanTer - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid meminta DPR RI memprioritaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang yang terkait dengan mengatasi dampak COVID-19, seperti RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial.

Dia menilai RUU tersebut untuk antisipasi berkepanjangannya pandemi COVID-19 di Indonesia, dan banyaknya korban secara sosial dan ekonomi akibat bencana nasional COVID-19.

"Seluruh elemen bangsa harus inovatif-kreatif dan fokus dalam menghadapi pandemi COVID-19 ini, termasuk DPR, salah satu yang bisa diusahakan adalah hadirnya payung hukum seperti RUU yang sangat bermanfaat untuk kondisi saat ini dan dampaknya ke depan seperti RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial," ujar HNW dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (19/4/2020)

Dia menjelaskan, kesejahteraan sosial merupakan salah satu imbas terberat dari pandemi COVID-19 karena banyak warga yang berkurang atau hilang penghasilannya dan daya belinya akibat pandemi tersebut padahal kebutuhan makanan sehari-hari tidak bisa ditunda-tunda.

Menurut dia, selain bantuan sosial yang merupakan kewajiban pemerintah, masyarakat bisa dibantu kebutuhan dasarnya dari Bank Makanan yang dikelola oleh masyarakat secara gotong royong.

HNW mengatakan, kehadiran RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial sangat diperlukan untuk memberikan dasar hukum bagi Bank Makanan yang sudah bermunculan dikelola masyarakat dan mulai bertumbuhan saat ini.

"Kita perlu mendukung inisiatif dari masyarakat yang telah mendirikan Bank Makanan di berbagai daerah, dengan payung/dasar hukum yang kuat dan kokoh. Ini penting bisa menjadi perhatian bersama," ujarnya.

Masuk Prolegnas 2019-2024

RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial telah ditetapkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019-2024 atas usulan Hidayat Nur Wahid melalui Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS). Namun, RUU ini belum ditetapkan ke dalam Prolegnas RUU Prioritas yang dibahas pada 2020.

Karena itu HNW mengusulkan perlu ada revisi terhadap Prolegnas Prioritas 2020, dan memasukkan RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial ke dalam prioritas 2020 karena dengan terjadinya bencana nasional COVID-19 yang tidak terduga sebelumnya.

"RUU ini menjadi sangat urgen, untuk menciptakan gerakan bagi masyarakat bergotong royong, juga membantu korban COVID-19, melalui Bank Makanan," katanya.

Politisi PKS itu mencontohkan beberapa negara seperti Amerika Serikat, yang parlemennya aktif menciptakan instrumen hukum untuk merespon wabah COVID-19, dengan produk perundangan yang membantu warga korban COVID-19, di antaranya dengan Families First CoronaVirus Response Act.

Di negara tersebut, menurut HNW, bank makanan sangat diandalkan masyarakat AS untuk memenuhi kebutuhan akibat pengangguran yang disebabkan oleh COVID-19.

"Ini terbukti dengan sejumlah pemberitaan, dimana masyarakat AS banyak yang membuat sampai antrian panjang di depan sejumlah bank makanan yang ada di sana," ujarnya.

Dia menilai Indonesia perlu mengantisipasi hal semacam itu dengan hadirkan Bank-Bank Makanan yang legal, melalui disahkannya RUU Bank Makanan untuk Kesejahteraan Sosial.

Menurut dia, apabila Bank Makanan segera bisa dihadirkan, maka bisa menjadi salah satu di antara solusi kreatif untuk menghadapi dampak sosial ekonomi berkepanjangan dari pandemi COVID-19.

HNW memberikan informasi, bank makanan adalah lembaga/tempat yang dikelola oleh suatu organisasi sosial yang kegiatannya menyediakan makanan kebutuhan dasar manusia, yg dapat diperoleh secara cuma-cuma oleh orang yang membutuhkan.

Sumber makanan yang ada di bank makanan tersebut biasanya berasal dari (a) makanan berlebih seperti dari rumah tangga, restauran, catering atau acara pernikahan (food waste) yang masih layak untuk dikonsumsi;

(b) Makanan berlebih yang yang hilang atau terbuang antara rantai pasok produsen dan pasar yang diakibatkan oleh proses pra-panen tidak sesuai dengan mutu yang diinginkan pasar disebabkan permasalahan dalam penyimpanan, penangangan, dan pengemasan sehingga produsen memutuskan untuk membuang makanan karena ditolak oleh pasar (food loss), padahal makanan itu masih sangat layak untuk dikonsumsi.

Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply