KOMPAS.com - Banyak orang yang terinfeksi Covid-19 melaporkan munculnya lesi dermatologis kecil di kaki mereka.
Tanda-tanda seperti campak itu kebanyakan dialami oleh anak-anak dan remaja.
Dilaporkan, lesi di kaki muncul sebelum gejala virus corona lain muncul. Hal ini mungkin bisa menjadi tanda awal timbulnya penyakit Covid-19.
Untuk diketahui, lesi kulit adalah jaringan kulit yang tumbuh abnormal, baik di permukaan maupun di bawah permukaan kulit.
Baca juga: Apakah Batuk Anda Gejala Covid-19? Simak Ciri-cirinya
"Temuan aneh ini telah dilaporkan dalam banyak kasus di beberapa negara, termasuk Italia, Perancis, dan Spanyol," menurut penyataan yang dikeluarkan oleh Dewan Umum Perguruan Tinggi Podiatris (dokter spesialis masalah kaki) di Spanyol.
Dilansir IFL Science, Jumat (17/4/2020), lesi berwarna keunguan mirip cacar air atau chilblains (peradangan di pembuluh darah kecil yang ada di sekitar jempol kaki) itu muncul di sekitar jari kaki dan sering sembuh tanpa meninggalkan bekas di kulit.
General Council of Official Colleges of Podiatrists in Spain/IFL Science
Banyak pasien Covid-19 mengaku memiliki lesi keunguan di sekitar jari kaki sebelum gejala virus corona pada umumnya muncul.
Yang harus diperhatikan, apa pun jenis batuknya bila terjadi secara berkepanjangan dan sangat parah, maka penyakit yang tadinya dianggap ringan tersebut dapat merusak saluran pernapasan Anda. Lebih jauh, batuk juga bisa menyebabkan tulang rusuk Anda patah, atau otot menjadi robek. Kesimpulannya, penting untuk mengetahui kapan bantuan medis diperlukan. Amati jenis batuk yang Anda alami dan jangan segan untuk menemui dokter jika tidak kunjung sembuh atau bahkan bertambah parah.
Ooops...
We don't find anything to match your keyword.
Please try another one.
KOMPAS.com – Kasus Covid-19 yang disebabkan oleh infeksi virus corona jenis baru masih terus bertambah.
Penyebaran dan penularan virus corona di dunia masih terus terjadi. Angka kasus masih bertambah setiap hari.
Hingga Kamis (16/4/2020), kasus Covid-19 di seluruh dunia telah lebih dari 2 juta kasus.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk patuh mengikuti anjuran langkah pencegahan dan mengenali gejala terinfeksi virus corona sehingga bisa mendeteksi sejak awal.
Gejala virus corona terus bertambah, dan ditemukan sejumlah gejala baru.
Saat awal wabah virus corona merebak, gejala yang dialami penderitanya di antaranya demam, batuk, dan sesak napas.
Kini, ditemukan sejumlah gejala baru yang penting untuk dikenali.
Gejala-gejala terinfeksi virus corona umumnya muncul pada periode masa inkubasi sekitar 2 hingga 14 hari setelah terpapar.
Melansir CNN , berikut 10 gejala kunci yang penting untuk Anda kenali sebagai gejala terinfeksi virus corona:
Sesak napas umumnya muncul sebagai tanda penyakit mencapai tahap serius. Bahkan, bisa muncul tanpa diiringi dengan batuk.
Para ahli mengatakan, saat dada Anda terasa seperti diikat atau mulai merasa kesulitan untuk bernapas, ini adalah tanda Anda harus bertindak cepat.
“Jika ada sesak napas, segera hubungi penyedia layanan kesehatan Anda, perawatan darurat setempat atau departemen darurat," kata Presiden Asosiasi Medis Amerika Serikat, Dr. Patrice Harris.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat telah menjabarkan tanda-tanda darurat lain saat terinfeksi Covid-19.
Bibir atau wajah menjadi kebiruan yang menjadi indikasi kurangnya oksigen yang masuk.
Baca juga: Ciri-ciri Demam, Batuk, Sesak Napas pada Infeksi Virus Corona
Demam merupakan salah satu tanda kunci dari Covid-19.
Para ahli tidak mematok berapa angka suhu demam yang dialami. Alasannya, setiap orang bisa memiliki suhu demam yang berbeda dari patokan suhu tubuh normal pada umumnya.
“Ada banyak kesalahpahaman tentang demam. Kita semua naik-turun sedikit pada siang hari sebanyak setengah atau satu derajat. Bagi kebanyakan orang 99,0 derajat Fahrenheit atau 99,5 derajat Fahrenheit bukanlah demam,” ujar Dr. John Williams, Kepala Divisi Penyakit Menular Anak-Anak di Rumah Sakit Anak Pittsburgh University Medical Center.
Sementara itu, Dr. William Schaffner, seorang Profesor Kedokteran Pencegahan Penyakit Menular di Vanderbilt University School of Medicine, menyarankan, pengecekan suhu sebaiknya dilakukan pada sore dan menjelang petang.
"Salah satu gejala demam yang paling umum adalah suhu tubuh Anda naik di sore dan menjelang petang. Itu adalah cara umum virus menghasilkan demam," jelas Schaffner.
Baca juga: Jalani Isolasi di Masa Wabah Corona, Waspada dan Kenali Gejala Demam Kabin
Shutterstock Ilustrasi masker melindungi saat batuk dan mencegar tertular virus corona
Batuk merupakan gejala umum dari infeksi virus corona. Akan tetapi, batuk yang muncul bukan batuk biasa.
"Batuk itu (pada gejala Covid-19 ) bukan rasa geli di tenggorokanmu. Kamu tidak hanya seperti berdehem," kata Schaffner.
Ia mengatakan, batuk karena gejala Covid-19 sangat menganggu. Batuk kering yang terasa seolah berasal dari sesuatu yang jauh di dalam dada.
"Itu berasal dari tulang dada Anda, dan Anda dapat mengatakan bahwa tabung bronkial Anda meradang atau teriritasi," lanjut dia.
Meski batuk kering menjadi tanda, akan tetapi sebuah laporan dari WHO pada Februari 2020, menyebutkan, 33 persen dari 55.924 orang dengan Covid-19 mengalami batuk berdahak atau lendir kental yang kadang disebut dahak.
Baca juga: INFOGRAFIK: Beda Batuk Gejala Covid-19 dan Batuk Biasa
Seorang koresonden CNN , Cuomo, yang menderita Covid-19, mengatakan, ia menggigil, tubuhnya terasa sakit, dan demam tinggi saat malam hari.
"Aku berhalusinasi, seolah ayahku berbicara denganku. Aku melihat teman-teman kuliahku, orang-orang yang tidak pernah kulihat selamanya, itu aneh," kata Cuomo.
Meski demikian, beberapa ahli menyebutkan, tidak semua orang selalu mengalami reaksi parah.
Beberapa mungkin tidak menggigil dan tidak merasakan sakit apa pun.
Penderita lainnya mungkin mengalami kedinginan seperti kondisi flu ringan, serta sendi dan otot pegal-pegal yang membuatnya sulit membedakan apakah itu flu atau Covid-19.
Yang perlu diperhatikan, tanda-tanda yang berpotensi sebagai gejala Covid-19 itu muncul dan tak juga hilang setelah seminggu atau lebih.
Jika terasa lebih memburuk, Anda patut curiga itu adalah gejala Covid-19, dan sebaiknya segera memeriksakan diri.
Baca juga: Gejala Baru Virus Corona, Apa yang Bisa Dilakukan untuk Langkah Pencegahan?
Pada beberapa pasien, saat kondisi memburuk, mengalami sejumlah kondisi darurat.
CDC mengingatkan, jika tubuh tidak mampu untuk bangun atau beranjak dari posisi berbaring, atau kehilangan respons, hal ini bisa jadi tanda serius bahwa Anda membutuhkan perawatan segera.
Jika seseorang menunjukkan gejala di atas disertai bibir biru, sulit bernapas, dan nyeri dada, maka harus segera mencari bantuan.
Awalnya, para peneliti tidak menganggap diare atau masalah lambung sebagai tanda Covid-19.
"Dalam sebuah penelitian di China, di mana mereka melihat beberapa pasien yang paling awal, sekitar 200 pasien, ditemukan gejala pencernaan (gastrointestinal," kata Kepala Koresponden Medis CNN Dr. Sanjay Gupta.
Studi tersebut menunjukkan, saat gejala awal terinfeksi, beberapa penderita mengalami masalah pencernaan seperti diare dan seringkali tak disertai demam.
Pasien yang mengalami masalah pencernaan ini kebanyakan terlambat menjalani uji Covid-19 dibandingkan pasien yang mengalami gejala sesak napas.
Penelitian itu juga menunjukkan mereka (yang mengalami gejala masalah pencernaan) membutuhkan waktu lebih lama untuk menyingkirkan virus dari tubuhnya.
Baca juga: Mengapa Diare Bisa Jadi Gejala Awal Infeksi Corona
Penelitian di China, Korea Selatan, dan beberapa negara lain menunjukkan, sekitar 1 hinga 3 persen penderita Covid-19 juga mengalami gejala konjungtivitis atau mata merah muda.
Ketika kondisi ini terjadi, maka sudah ada potensi untuk menularkan.
Konjungtivitis terjadi akibat peradangan karena adanya virus pada lapisan jaringan tipis dan transparan yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata yang disebut konjungtiva.
Kondisi mata merah muda patut dicurigai sebagai tanda Covid-19 saat diikuti beberapa tanda lain seperti demam, batuk, atau sesak napas.
Baca juga: Peneliti: Mata Merah Bisa Jadi Gejala Covid-19, Waspadai Penularannya Melalui Air Mata
Hilangnya kemampuan dalam mencium bau dan rasa bisa menjadi gejala yang tidak biasa pada penderita Covid-19 dengan tingkatan kasus ringan hingga sedang.
Sejumlah ahli menyebutkan, anosmia, yang berarti hilangnya penciuman, ditemukan menjadi salah satu gejala yang dialami sejumlah pasien.
Hal ini juga membuat berkurangnya napsu makan penderita.
Menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, anosmia ditemukan terjadi pada pasien positif Covid-19 yang tak mengalami gejala lainnya.
Analisis baru pada kasus ringan di Korea Selatan juga menunjukkan hal yang sama. Sekitar 30 persen pasien kehilangan kemampuan penciuman.
Di Jerman, pasien yang dikonfirmasi juga memperlihatkan anosmia.
Baca juga: Hilang Indra Penciuman Jadi Gejala Baru Infeksi Virus Corona, Bagaimana Mendeteksinya?
Orang yang mengalami kelelahan ekstrem bisa menjadi tanda awal virus corona.
WHO melaporkan, hampir 40 persen dari 6.000 orang positif Covid-19 mengaku seperti mengalami kelelahan.
Rasa lelah ini bahkan dapat berlanjut lama setelah virus hilang.
Laporan sejumlah penelitian menyebutkan, orang-orang yang telah pulih dari Covid-19 mengaku masih merasa kelelahan dan kekurangan energi setelah masa pemulihan beberapa minggu.
Baca juga: Fakta Bupati Karawang Turun Podium karena Sesak Napas, Mengaku Kelelahan, Jalani Tes Swab
10. Sakit kepala, sakit tenggorokan, dan hidung tersumbat
Laporan WHO juga menemukan, hampir 14 persen dari hampir 6.000 pasien Covid-19 di China mengalami gejala sakit kepala dan sakit tenggorokan.
Sementara, hampir 5 persen mengalami hidung tersumbat.
Meskipun bukan tanda umum dan lebih mirip ke flu, akan tetapi gejala Covid-19 pada dasarnya bisa tampak seperti flu termasuk sakit kepala dan masalah pencernaan.
Baca juga: Studi Terbaru: Pasien Muda yang Sembuh Berpotensi Kembali Positif Covid-19 dengan Gejala Ringan
Infografik: Beda Batuk Gejala Covid-19 dan Batuk Biasa
Jakarta, CNN Indonesia -- Tim dokter di Spanyol dan Italia melaporkan tanda baru yang diduga sebagai gejala virus corona (SARS-CoV-2). Yakni berupa warna lesi (seperti bekas luka) keunguan yang tampak seperti cacar air atau campak pada jari kaki dan kaki. Dugaan itu bermula dari pasien yang datang dengan luka hitam. Umumnya dialami oleh remaja dan anak-anak. Dan setelah diuji ternyata pasien tersebut positif terinfeksi virus corona (Covid-19). Kasus ini ditemukan bukan hanya si Spanyol melainkan juga di Italia dan Prancis. Kasus pertama yang dilaporkan terjadi pada bocah usia 13 tahun di Italia. Luka tersebut awalnya dianggap akibat gigitan laba-laba. Dia lantas ke rumah sakit setelah lukanya mengembang dan kulitnya meletus setelah sebelumnya mengeras.
Dikutip dari laporan Metro , dua hari setelahnya bocah laki-laki itu mengalami demam, nyeri otot, sakit kepala dan gatal-gatal hebat disertai rasa terbakar pada kaki. Ia tak langsung dites virus corona. Bocah itu baru dites dan mendapati hasil positif lima pekan setelah kasus pertama Covid-19 dilaporkan di Italia.
Hingga kini, satu dari lima pasien di rumah sakit Italia menunjukkan kondisi dermatologis yang aneh. Seorang ahli dermatologi anak di Bari, Mazzota Troccoli mengatakan tanda-tanda ini belakangan menjadi umum di Italia. "Jika pengamatan lanjutan dan data yang lebih banyak mengonfirmasi bahwa yang kita hadapi ini termasuk gejala klinis Covid-19, maka tanda dermatologis ini bisa berguna untuk mengidentifikasi anak-anak atau remaja yang biasanya memiliki gejala infeksi ringan," jelas dia. Umumnya gejala yang dialami pasien Covid-19 berupa batuk terus-menerus, masalah pernapasan juga demam tinggi. Tapi lambat lain ditemukan tanda baru seperti diare, nyeri pada testis, hingga hilangnya indra perasa dan pembau. Sementara Dewan Umum Resmi Sekolah Tinggi Podiatris Spanyol juga meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala baru berupa lesi pada kaki. Dewan beranggotakan 7.500 profesional ini telah membuka database kasus-kasus Covid-19 dan menelusuri adakah di antara pasien yang mengalami luka atau memar pada kaki.
"Banyak kasus sedang diamati di berbagai negara, Italia, Prancis dan Spanyol. Ini adalah temuan aneh yang mulai menyebar di bidang kesehatan di antaranya ahli penyakit kaki dan dokter kulit," tulis pernyataan dewan seperti dikutip dari The Fox . Gejala serupa terutama dialami oleh anak-anak dan remaja, meskipun dalam beberapa kasus juga terdeteksi pada orang dewasa. Sementara Asisten Profesor Klinis Dermatologi di University of California, dokter Randy Jacobs menuturkan, mengutip The Hospitalist, Covid-19 memang dapat memunculkan tanda-tanda penyumbatan pembuluh darah kecil atau pembekuan darah. "Banyak yang bertanya-tanya apakah Covid-19 menunjukkan gejala berupa perubahan tertentu pada kulit? Jawabannya, iya," kata dia lagi. [Gambas:Video CNN] (NMA)
KOMPAS.com - Sejumlah penelitian menemukan beberapa gejala baru virus corona . Masyarakat di dunia diminta untuk lebih waspada dengan adanya gejala baru ini.
Ahli Perancis mengungkapkan bahwa virus corona SARS-CoV-2 dapat menyebabkan gejala dermatologis berupa kulit kemerahan yang terkadang menyakitkan dan menyebabkan gatal-gatal.
Gejala dermatologis tersebut memengaruhi tubuh di luar sistem pernapasan, kemungkinan terkait infeksi virus corona penyebab Covid-19.
Banyaknya pasien yang melaporkan gejala serupa semakin menguatkan hal ini berhubungan dengan infeksi virus.
Bahkan, gejala baru ini dapat muncul tanpa disertai gejala pernapasan.
Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 16 April: Lebih dari 2 Juta Orang Terinfeksi, 509.557 Sembuh
Mengutip BBC , sakit tenggorokan, sakit kepala, dan diare juga telah dilaporkan menjadi gejala baru corona virus.
Selain itu, ada juga laporan bahwa gejala virus corona dapat bisa diikuti dengan hilangnya bau dan rasa pada indra pengecap.
Melansir Live Science , banyak kasus infeksi corona virus berada dalam kondisi ringan atau bahkan mungkin tak menunjukkan gejala sama sekali.
Namun, terdapat gejala-gejala yang harus diwaspadai, seperti demam, batuk, dan sesak napas.
Menurut sejumlah penelitian, rata-rata penderita menunjukkan gejala pada hari kelima terinfeksi. Periode inkubasi virus ini berlangsung hingga 14 hari.
Sebuah laporan dalam Journal of American Medical Association menyebutkan, sebanyak 98 persen pasien Covid-19 yang mendapatkan perawatan mengalami demam.
Sementara itu, 76-82 persen mengalami batuk kering dan 11-44 persen melaporkan mengalami kelelahan.
Baca juga: Sembuh dari Corona, Jadi Kebal atau Dapat Terinfeksi Kembali? Simak Penjelasannya...
Corona virus akan semakin berisiko terhadap seseorang yang berada pada rentang usia 20-79 tahun.
Meski demikian, penelitian terbaru terhadap 2.000 anak yang terkonfirmasi atau diduga menderita Covid-19, sebanyak 6 persen di antaranya berada dalam kondisi parah atau kritis.
Kasus Covid-19 yang lebih serius membuat pasiennya mengalami pneunomia, kegagalan organ, hingga kematian.
Hal ini akan menyebabkan pasien mengalami sesak napas yang intens dan batuk yang menyakitkan.
Sementara itu, merokok dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap komplikasi serius dari infeksi corona virus.
Dalam penelitian terbaru, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Eropa (ECDC) memasukkan bahwa perokok berpotensi paling rentan terhadap Covid-19.
Baca juga: Kisah Dokter Terinfeksi Virus Corona: Aku Mencintaimu, Ibu Akan Kembali...
Bagaimana cara melindungi diri dan mencegah terinfeksi dari virus ini?
Shutterstock Ilustrasi virus corona 1. Mencuci tangan
Langkah terbaik yang dapat dilakukan sejauh ini adalah mencuci tangan secara teratur menggunakan sabun dan air mengalir.
Virus corona menyebar saat orang yang terinfeksi batuk atau bersin ke udara.
Tetesan kecil akibat batuk dan bersin dapat dihirup dan menyebabkan infeksi jika menyentuh permukaan tempat di mana tetesan-tetesan tersebut mendarat.
Sehingga, disarankan untuk tidak menyentuh wajah dengan tangan yang tidak dicuci, karena corona virus dapat menginfeksi melalui mata, hidung, dan mulut.
Baca juga: 7 Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Cuci Tangan
Langkah penting lainnya yaitu menghindari kontak dekat dengan orang yang telah terinfeksi virus.
Orang yang telah terpapar corona mempunyai kesempatan sangat tinggi menyebarkan penyakit kepada orang lain.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meminta orang-orang menerapkan physical distancing meskipun dalam keadaan sehat.
Dengan menerapkan jarak aman, sekitar 1-2 meter, akan mengurangi risiko paparan virus.
WHO telah merekomendasikan semua orang menggunakan masker pelindung saat berada di ruang publik.
Setidaknya, masker akan lebih membantu penekanan penyebaran virus.
Tak harus masker bedah, tetapi masker dari kain juga diperbolehkan asal memenuhi syarat.
Baca juga: Masker Kain Hanya untuk 4 Jam, Begini Cara Benar Melepasnya
Periksakan diri jika merasakan gejala-gejala terinfeksi virus corona. Berbagai informasi soal gejala virus corona bisa Anda simak di sini:
Virus penyebab Covid-19 merupakan keluarga besar dari virus yang menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah, seperti SARS dan MERS.
Jumlah kematian akibat virus corona baru telah melampaui jumlah korban wabah SARS pada 2002-2003 silam.
SARS telah membunuh sekitar 9 persen dari mereka yang terinfeksi, sedangkan wabah MERS membunuh lebih banyak orang, yakni sekitar sepertiga dari jumlah orang yang terpapar.
WHO telah menyatakan bahwa penyakit ini sebagai pandemi global.
Sejauh ini, virus corona SARS-CoV-2 telah menjangkit sebanyak 2.075.528 orang dengan 509.577 orang dinyatakan pulih atau telah terbebas dari infeksi virus.
Kasus kematian secara global telah menembus angka 134.286 kasus, di mana kematian tertinggi dilaporkan terjadi di Amerika Serikat dengan 28.443 kasus (2.396 kasus baru).
Baca juga: Kasus-kasus Ibu Rumah Tangga Positif Corona di Indonesia, Tak Mudah Melacak Sumber Penularannya
Infografik: Istilah dalam Corona Virus Disease Covid-19 (1)
TEMPO.CO , Jakarta - Ketika kasus virus corona baru atau covid-19 terus meroket setiap hari, para peneliti dan ilmuwan terus mempelajari virus corona dan gejala apa yang ditimbulkannya begitu virus memasuki tubuh. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa virus corona menyebabkan gejala-gejala seperti batuk, kelelahan, nyeri otot, demam, dan sesak napas. Tetapi, ketika para peneliti sedang mempelajari lebih lanjut virus corona, laporan-laporan studi baru bermunculan yang mengungkapkan bahwa mungkin ada gejala-gejala baru seperti konjungtivitis, atau yang juga dikenal sebagai mata merah. Melansir laman Boldsky, konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva, jaringan tipis jernih yang menutupi bagian putih bola mata dan melapisi bagian dalam kelopak mata . Gejala konjungtivitis termasuk kemerahan, gatal dan sobekan pada mata. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh alergi atau infeksi bakteri atau virus. Ini dapat menular karena menyebar melalui kontak melalui sekresi mata dari seseorang yang terinfeksi. Mata bisa menjadi rute penularan untuk virus corona. Selaput lendir mata menularkan virus ke orang lain melalui air mata. Ini berarti bahwa virus dapat menyebar jika seseorang menggosok mata yang terinfeksi dan kemudian menyentuh orang lain. Sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam JAMA Ophthalmology menunjukkan bahwa dari 38 pasien dengan COVID-19, 12 pasien memiliki manifestasi okular seperti kongesti konjungtiva atau kemosis (pembengkakan konjungtiva) dan epifora (air mata yang berlebihan). Gejala-gejala ini terjadi pada pasien dengan penyakit corona yang lebih parah. Selain itu, 11 dari 12 pasien yang dites positif COVID-19 melalui swab hidung memiliki kelainan mata. Dan di antara ini, dua dinyatakan positif COVID-19 melalui swab mata dan hidung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sepertiga dari pasien dengan COVID-19 memiliki kelainan mata, yang sering terjadi pada pasien dengan COVID-19 yang parah. Mengingat temuan penelitian, profesional kesehatan yang merawat pasien dengan COVID-19 harus memakai alat pelindung diri atau APD untuk melindungi diri dari tertular virus. Cara Untuk Mencegah Konjungtivitis - Hindari menyentuh mata dan wajah dengan tangan. - Kenakan kacamata alih-alih lensa kontak selama wabah COVID-19 - Sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun dan air - Jangan berbagi kosmetik mata - Hindari berbagi handuk - Ganti sarung bantal, seprai, dan handuk Anda sesering mungkin. - Sering-seringlah membersihkan kacamata Anda - Jangan gunakan kolam renang
Jakarta - Sejumlah ahli kesehatan di Eropa menemukan cara efektif untuk mengidentifikasi infeksi virus Corona dengan cara melihat kaki seseorang. Hal ini lantaran dokter melaporkan beberapa pasien positif Covid-19 memiliki lesi (jaringan yang abnormal) kecil di kaki mereka. Dilansir dari laman Evewoman.co.ke yang dikutip Medical Daily , penelitian tersebut dimulai beberapa waktu lalu di Spanyol . Penelitian tersebut bertujuan untuk memastikan apakah masalah kesehatan tersebut merupakan gejala lain dari virus berbahaya tersebut. Lesi ungu (sangat mirip dengan cacar air, campak, atau chilblains) yang biasanya muncul di jari kaki. Federasi Podatris Internasional di Prancis melaporkan kasus lesi pada anak laki-laki berusia 13 tahun yang terpapar virus Corona. Pada awalnya, dokter mengira masalah tersebut disebabkan oleh laba-laba, namun pasien akhirnya mulai menunjukkan gejala Covid-19. Spanish General Council of Official Podiatrist Colleges mengungkapkan ahli dermatologi melaporkan kasus serupa pada banyak pasien Covid-19 di Prancis dan Italia . "Lesi ungu (sangat mirip dengan cacar air, campak, atau chilblains) yang biasanya muncul di jari kaki dan biasanya sembuh tanpa meninggalkan bekas," kata ahli kesehatan, seperti diberitakan Antara . Tak sedikit kasus lesi dialami remaja dan anak-anak yang terserang virus Corona. Sejumlah kecil pasien dewasa juga mengalami luka di kaki mereka. Tetapi, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menambahkan lesi kecil pada kaki ke dalam daftar gejala Covid-19 secara resmi. Hal ini tentu memerlukan banyak waktu guna mendapatkan bukti ilmiahnya. Sementara sejumlah ilmuwan menganalisis gejala potensial, para ahli kesehatan mengimbau masyarakat harus mengikuti rekomendasi pemerintah dan langkah-langkah pencegahan infeksi Covid-19, antara lain tetap tinggal di rumah dan secara teratur memantau kondisi mereka. Langkah tersebut bertujuan untuk menghindari penularan virus Corona. [] Baca juga:
TRIBUN-TIMUR.COM - Waspada! Kenali gejala lain Virus Corona atau Covid-19 yang tak hanya batuk, flu, demam.
Tercatat sudah sekitar 2,4 juta orang terinfeksi Virus Corona di 185 negara di dunia dengan angka kematian lebih dari 164 ribu jiwa dan angka kesembuhan lebih dari 624 ribu.
Demikian data dikutip dari worldometers.info/coronavirus yang menampilkan data penyebaran kasus Virus Corona secara global.
Di Indonesia, pemerintah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ) dan memperpanjang status tanggap darurat hingga akhir Mei 2020.
Pemerintah Indonesia juga menargetkan tes Covid-19 mencapai 300.000 per bulan.
Sampai pekan pertama April 2020, jumlah yang dites baru mencapai 14.000 orang.
BBC Indonesia merangkum penjelasan dokter di seputar wabah, termasuk penyebaran dan apakah yang terkena dapat disembuhkan.
Gejala Virus Corona dimulai dengan batuk kering dan diikuti dengan gangguan pernafasan.
Batuk ini adalah batuk yang terus menerus selama lebih dari satu jam, atau mengalami batuk rejan selama 3 kali dalam periode 24 jam.
POSBELITUNG.CO - Penularan virus corona atau Covid-19 menjadi hal yang mengkhawatirkan disaat ini. Sehingga berbagai proteksi atau perlindungan digunakan oleh banyak orang.
Seperti diketahui orang atau pasien yang terinfeksi virus corona baru atau Covid-19 kebanyakan memiliki gejala demam, batuk, nyeri, hingga gangguan pernapasan yang parah dan butuh bantuan ventilator.
Namun, ada juga orang yang terinfeksi tapi tak menunjukkan gejala apa pun.
Walau tidak ada gejala dan keluhan apa pun, tapi orang yang positif Covid-19 tetap bisa menularkan penyakitnya kepada orang lain.
Orang tanpa gejala (OTG) itu sering disebut juga sebagai super spreader.
"Dia tidak ada gejala, terus dia ke mana-mana dan menularkan banyak orang," kata dokter spesialis paru Jaka Pradipta pada sesi IG Live bersama Mother & Baby, Senin (20/04/2020).
Ketika bertemu OTG di lingkungan luar, kita mungkin masih mudah untuk menghindar dengan menerapkan pembatasan jarak fisik.
Tapi, bagaimana jika OTG itu adalah anggota keluarga kita sendiri yang ada di dalam satu rumah?
Jaka mengatakan, protokol untuk orang sakit tetap harus diberlakukan kepada OTG tersebut meskipun dia tidak menunjukkan gejala.
Beberapa hal penting yang perlu dilakukan untuk mencegah penularan virus, antara lain: