Contact Form

 

Harga Minyak Dunia Minus, Bagaimana Bisa? Halaman all


JAKARTA, KOMPAS.com - Harga minyak dunia anjlok tajam. Bahkan, harga minyak yang diperdagangkan di kontrak berjangka West Texas Intermediate (WTI) saat ini sudah minus alias di bawah nol.

Dilansir dari CNN, Selasa (21/4/2020), harga minyak di Amerika Serikat (AS) anjlok di titik terendahnya menjadi -37,63 dollar AS per barel. Itu level terendah sejak NYMEX membuka perdagangan berjangka minyak pada tahun 1983.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan, harga minyak pada level minus terjadi karena penjual tidak mendapatkan keuntungan dari minyak yang dijualnya. Sebaliknya, pedagang justru malah harus membayar minyak yang dijualnya.

" Harga minyak minus itu terjadi karena harga kontrak di mana penjualan atau pengiriman sudah ditentukan di tanggal tertentu," jelas Komaidi, Selasa (21/4/2020).

Baca juga: Sempat Minus, Harga Minyak Mentah Kembali Naik

Dia mengilustrasikan, di bursa perdagangan, pembeli dan penjual sudah sepakat untuk pengiriman minyak pada tanggal 30 Mei, namun saat pengiriman harga minyak justru nol atau tidak ada harganya lantaran tak ada pembeli.

"Jadi ketika saya penjual mau kirim minyak tanggal 30 Mei sesuai kontrak, harga minyak 0 dollar AS per barel karena tak ada yang mau membeli, karena minyak sedang nggak laku. Sementara saya penjual tetap harus kirim minyaknya, harus tetap eksekusi karena terikat kontrak. Biaya pengiriman kan ditanggung penjual. Jadi itu yang dinamakan minus," terang Komaidi.

Harga minyak hingga 0 dollar AS per barel di bursa perdagangan disebabkan karena sama sekali tak ada permintaan. Sementara dalam kontrak, harga yang berlaku bisa bersifat mengambang sesuai harga pasar saat pengiriman.

"Minus itu kan sebenarnya terjadi di regional AS, bukan dunia. Sifat perdagangan minyak memang seperti itu, jadi saat ini di AS tangker dan penyimpanan sudah penuh semua. Nah minyak ini kalau sudah penuh, pasti tidak ada yang beli, karena mau disimpan di mana. Ini yang membuat jadi minus," kata dia.

Baca juga: Imbas Harga Minyak Minus, Harga Emas Antam Naik Rp 7.000

Selain penuhnya penyimpanan minyak di AS, minyak juga tak bisa dikirim ke nagara lain karena sepinya permintaan imbas wabah virus corona.

"Di pasar minyak di luar AS juga permintaan minyak turun sekali. Lalu ada kelebihan produksi dari negara-negara OPEC dan Rusia," ungkap Komaidi.

Sebagai informasi, merosotnya harga minyak ini terjadi karena lesunya permintaan di AS maupun global. Harga kontrak pada pengiriman Mei sebenarnya akan segera berakhir, saat ini para pembeli fokus pada pembelian untuk kontrak pada bulan Juni 2020.

Dengan harga minyak yang minus pada kontrak, berarti pedagang atau pemilik minyak harus membayar pada setiap minyak yang terjual kepada pembelinya.

Pada kontrak berjangka Juli, harga minyak berada di level 22 dollar AS per barel. Sementara minyak mentah Brent juga menurun drastis, meski tak separah pada penurunan di WTI. Minyak mentah Brent masih bisa dijual di harga 25,57 dollar AS per barel atau turun 9 persen.

Baca juga: Perbandingan Harga Bensin RI Vs Malaysia, Mana Paling Murah Saat Ini?

"Tidak ada seorang pun di AS yang menginginkan minyak dalam jangka pendek," jelas Jeffeey Halley dari Oanda, perusahaan broker minyak dan forex dari San Fransisco.

Sebelumnya, Arab Saudi, Rusia, dan produsen minyak dunia lain sudah sepakat untuk memangkas volume produksi hingga 9,7 juta barel per hari sebagai upaya untuk menahan tren merosotnya harga.

Pandemi virus corona atau Covid-19 jadi penyebab dominan anjloknya permintaan minyak mentah dunia. Perlambatan ekonomi dan pembatasan aktivitas secara global membuat konsumsi minyak turun drastis.

Bahkan, negara seperti Jepang harus memangkas impor minyaknya dalam jumlah sangat besar. Kesepakatan untuk memangkas produksi oleh OPEC sepekan lalu ternyata sudah terlambat untuk menghadapi turunnya sepertiga permintaan global.

Baca juga: Ini Alasan Pertamina Belum Turunkan Harga BBM

Beberapa perbankan di Asia sudah enggan memberikan kredit kepada pedagang komoditas karena risiko gagal bayar yang tinggi.

Anjloknya harga minyak mentah ini memukul perusahaan-perusahaan yang berada di sektor hulu migas. Perusahaan seperti Schlumberger dan Halluburton kini berada di periode suram akibatnya rendahnya harga minyak.


tirto.id - Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB) setelah minyak mentah berjangka AS berubah negatif untuk pertama kalinya dalam sejarah. Para pedagang dipaksa membayar untuk membongkar minyak mentah ketika kontrak Mei berakhir selama kemerosotan ekonomi global yang diakibatkan pandemi virus corona COVID-19. Indeks Dow Jones Industrial Average merosot 592,05 poin atau 2,44 persen menjadi ditutup pada 23.650,44 poin. Indeks S&P 500 jatuh 51,40 poin atau 1,79 persen, menjadi berakhir di 2.823,16 poin. Indeks Komposit Nasdaq berkurang 89,41 poin atau 1,03 persen, menjadi ditutup di 8.560,73 poin. Semua 11 sektor utama S&P 500 berakhir lebih rendah, dengan utilitas dan real estate masing-masing jatuh 3,89 persen dan 3,74 persen, dua kelompok berkinerja terburuk. Sektor energi juga berada di bawah tekanan, ditutup turun 3,29 persen, setelah kontrak bulan depan minyak West Texas Intermediate (WTI) AS benar-benar berubah menjadi negatif, dengan penjual yang menawarkan 37,63 dolar AS per barel kepada setiap pedagang yang mau menerimanya. Dengan miliaran orang tinggal di rumah di seluruh dunia karena Virus Corona, permintaan fisik untuk minyak mentah telah mengering. "Apa yang dikatakan pasar energi kepada Anda adalah bahwa permintaan tidak akan kembali dalam waktu dekat dan ada kelebihan pasokan," kata Kepala Strategi Pendapatan Tetap WisdomTree Asset Management, Kevin Flanagan di New York. Dia mengatakan harga minyak yang lebih rendah dapat mendorong ekonomi jika mendorong orang untuk membeli lebih banyak bahan bakar, "tetapi itu mengharuskan orang keluar." Tahun ini, indeks energi telah kehilangan 45 persen, sejauh ini merupakan yang terburuk di antara 11 sektor. Melewati aksi jual pasar luas, Amazon naik 0,8 persen dan Netflix melonjak 3,4 persen. Perusahaan-perusahaan itu mendapat manfaat dari permintaan tambahan karena jutaan orang tinggal di rumah akibat karantina Virus Corona. Netflix melaporkan hasil kuartalannya pada Selasa setelah bel. Dibantu oleh paket pemerintah AS senilai dua triliun dolar AS untuk merangsang ekonomi, dan dengan taruhan bahwa virus itu mendekati puncaknya di Amerika Serikat, S&P 500 telah naik lebih dari 25 persen dari level terendahnya pada Maret. Namun, indeks acuan tetap hampir 17 persen di bawah rekor tertinggi Februari, dan analis telah memperingatkan kemerosotan ekonomi yang dalam dari penghentian aktivitas bisnis dan jutaan PHK. Klaim pengangguran AS menyentuh 22 juta dalam empat minggu hingga 11 April, dan analis memperkirakan sebanyak lima juta lebih dalam minggu terakhir. Angka survei manufaktur AS April, juga akan dirilis pada Kamis (23/4/2020), diperkirakan akan meluncur ke level era resesi. Selama sesi Senin (20/4/2020) volume transaksi di bursa AS mencapai 12,3 miliar saham, dibandingkan dengan rata-rata 13,4 miliar untuk sesi penuh selama 20 hari perdagangan terakhir.

Sumber: Antara Penulis: Dipna Videlia Putsanra Editor: Agung DH




Jakarta, CNN Indonesia --, mantan wakil menteriyang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama PT PGN (Persero) Tbk menyoroti jatuhnyamentah dunia.Menurut ia, momentum kejatuhan harga minyak akibat pandemi virus corona bisa dimanfaatkan untuk melakukan kontrak jangka panjang dengan produsen minyak."Bagaimana peluang Indonesia jika harga minyak dunia turun seperti sekarang? Di sejumlah negara konsumen minyak besar, dalam situasi ini mereka akan cenderung melakukan kontrak jangka panjang dengan produsen minyak. Harga dan jangka waktu delivery-nya (pengiriman) bisa diatur," ujar Arcandra dalam akun Instagram pribadinya, @arcandra.tahar, dikutip Selasa (21/4).Diketahui, harga minyak mentah anjlok karena permintaan turun drastis selama pandemi corona. Bahkan, harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) acuan West Texas Intermediate (WTI) anjlok hingga ke bawah US$0 atau menjadi minus US$37,63 per barel pada perdagangan Senin (20/4).Ini merupakan harga terendah sejak New York Mercantile Exchange (NYMEX) membuka perdagangan minyak berjangka pada 1983 silam.Arcandra melanjutkan jika sebuah negara memiliki fasilitas penyimpanan (storage) yang cukup untuk menampung minyak, maka minyak yang dibeli tentunya dapat langsung dikirim.Namun, jika kapasitas storage terbatas atau sudah penuh, maka pengiriman dapat ditentukan melalui kontrak jangka panjang tersebut."Tentunya kita bisa menentukan kapan delivery time (waktu pengiriman) dari crude oil (minyak mentah) tersebut. Harganya pun akan tetap menguntungkan," imbuh dia.Arcandra juga menyebut bahwa harga minyak rendah dapat dijadikan momentum untuk memperkuat sektor hilir minyak dan gas (migas).Contohnya, pengembangan proyek kilang minyak, pengembangan petrochemical, dan infrastruktur lain, seperti jaringan gas bumi.Harapannya, infrastruktur hilir tersebut sudah siap beroperasi ketika harga minyak kembali normal. Toh, pembangunan infrastruktur sektor hilir membutuhkan waktu kurang lebih tiga hingga lima tahun."Berbagai ikhtiar tersebut tentunya telah dan akan terus dilakukan pemerintah. Kita berdoa, semoga setiap langkah yang dilakukan akan memberikan manfaat dan kemajuan bagi negeri tercinta. Inshaa Allah," tandasnya.


Greafik: Rupiah (USD/IDR) Harian

Foto: Refinitiv Greafik: Rupiah (USD/IDR) HarianFoto: Refinitiv

Nilai tukar rupiah kembali menguat pada perdagangan Senin (20/4/2020) kemarin melanjutkan penguatan dua pekan berturut-turut.Rupiah mencatat penguatan 0,16% di Rp 15.375/US$ kemarin, meski di awal perdagangan berada di zona merah. Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) yang kembali memangkas suku bunga membuat rupiah berbalik menguat.PBoC kemarin memangkas suku bunga (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun menjadi 3,85% dari sebelumnya 4,05%, dan LPR tenor 5 tahun juga dipangkas menjadi 4,65% dari sebelumnya 4,75%.Ini merupakan kali kedua PBoC memangkas LPR di tahun ini, tujuannya tentu saja untuk menambah likuiditas dan memacu perekonomian yang merosot akibat penyebaran penyakit virus corona (COVID-19).Pemangkasan suku bunga PBoC terbukti mengangkat sentimen pelaku pasar hari ini. Roda perekonomian China diharapkan semakin berputar cepat, sehingga ekonominya bisa segera bangkit dari kerterpurukan di kuartal I-2020 (berkontraksi 6,8%) lalu akibat penyebaran penyakit virus corona (COVID-19).Ketika ekonomi China bangkit, maka akan menjadi awal yang bagus bagi perekonomian global saat pandemi COVID-19 berhasil dihentikan.Rupiah yang sebelumnya melemah pun berbalik menguat akibat pemangkasan suku bunga PBoC.Dengan penguatan Senin kemarin, rupiah melanjutkan penguatan dua pekan beruntun dengan total 6,26%.Meski demikian, tantangan bagi rupiah untuk terus menguat semakin berat. Selain karena penguatan tajam dalam waktu singkat yang rentan memicu koreksi, sentimen pelaku pasar juga sedang kurang bagus setelah dikejutkan dengan harga minyak mentah di bawah US$ 0 per barel, alias negatif.Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) sempat menyentuh -US$ 40,32 per barel sebelum akhirnya berakhir diperdagangkan pada -US$ 37,63 pada perdagangan Senin. Harga tersebut merupakan harga WTI untuk kontrak Mei yang akan expired pada hari ini, Selasa (21/4/2020).Sehingga untuk meminimalisir kerugian dari tingginya biaya penyimpanan, minyak diberikan secara gratis, bahkan diberi uang jika mau mengambilnya.Harga negatif tersebut memberikan efek kejut di pasar, apakah perekonomian global sedang berhenti total sehingga permintaan minyak turun begitu drastis atau nyaris tidak ada?Akibatnya sentimen pelaku pasar memburuk yang tercermin dari melemahnya bursa saham AS (Wall Street) Senin kemarin, dan berlanjut ke bursa Asia pagi ini, Selasa (21/4/2020)Memburuknya sentimen pelaku pasar tentunya dapat memberikan tekanan bagi rupiah. Mata Uang Garuda baru akan "mengerikan" bagi dolar AS saat sentimen pelaku pasar sedang bagus. Meski demikian, kabar baiknya, sentimen pelaku pasar mulai membaik setelah harga minyak mulai stabil, yang terlihat dari indeks berjangka Wall Street yang menguat tipis. Masih ada harapan sentimen akan semakin baik pada perdagangan hari ini.Secara teknikal, pergerakan rupiah (yang disimbolkan USD/IDR) masih sama dengan Senin kemarin. Melihat grafik mingguan, peluang rupiah menguat di pekan ini terbuka cukup besar melihat indikator stochastic yang baru turun dari wilayah jenuh beli (overbought).Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas level 80), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang turun, yang artinya dolar AS berpeluang melemah setelah stochastic mencapai overbought.Support (tahanan bawah) terdekat pada grafik mingguan berada di Rp 15.200/US$. Jika level tersebut mampu ditembus, rupiah berpeluang menguat ke Rp 15.000/US$.Resisten (tahanan atas) terdekat berada di Rp 15.700/US$, selama tertahan di bawah level tersebut, ke depannya peluang penguatan rupiah masih terjaga.Meski demikian, jika melihat grafik harian, stochastic justru sudah berada di wilayah jenuh jual (oversold). Dengan demikian ruang penguatan rupiah untuk hari ini cukup terbatas, bahkan berisiko terkoreksi alias melemah.Dengan kata lain, rupiah hari ini berisiko melemah, tetapi sepanjang pekan ini peluang penguatan masih terbuka cukup besar.Rupiah kini berada di bawah Rp 14.000/US$ yang menjadi resisten (tahanan atas) terdekat. Jika resisten tersebut dilewati, rupiah berisiko melemah menuju Rp 15.500 sampai 15.550/US$. Resisten selanjutnya berada di level Rp 15.620/US$.Sementara itu selama tertahan di bawah resisten rupiah berpeluang menguat ke Rp 15.340/US$ (level terkuat Jumat lalu). Penembusan di bawah level tersebut akan membuka peluang ke Rp 15.265/US$.


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah masih belum memutuskan untuk menurunkan harga BBM , meski harga minyak dunia terus mengalami penurunan beberapa waktu terakhir. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi mengatakan, meski belum diturunkan, harga BBM Indonesia masih murah. "Saat ini harga BBM Indonesia masih merupakan salah satu yang termurah di Asia Tenggara dan beberapa negara di dunia lainnya," kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa (21/4/2020).

Baca juga: Ini Alasan Pertamina Belum Turunkan Harga BBM Pemerintah masih mencermati perkembangan harga minyak dunia hingga kurs rupiah untuk melakukan penyesuaian dengan harga BBM. Menurut Agung, pergerakan harga minyak dunia masih belum bisa diprediksi ke depannya. Hal ini terbukti dengan kebijakan pemangkasan produksi minyak oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan mitra atau OPEC+, yang masih belum mampu mendongkrak harga di pasar global. "Pemerintah terus mencermati perkembangan global tersebut sekaligus mempertimbangkan kondisi energi di dalam negeri," kata Agung. Selain itu, pergerakan kurs rupiah terhadap dollar AS yang masih belum stabil disebut sebagai alasan lain pemerintah belum menurunkan harga BBM. "Dan konsumsi BBM jauh menurun, bahkan di beberapa kota seperti jakarta penurunan hingga 50 persen," ucap Agung. Baca juga: Terburuk Sepanjang Sejarah, Harga Minyak Mentah Anjlok di Bawah 0 Dollar AS




Jakarta, CNBC Indonesia - Pertama kali dalam sejarah harga minyak berjangka berada di bawah USD 0 atau di teritori negatif. Melimpahnya pasokan akibat pandemi telah mengakibatkan harga minyak mentah jatuh dalam 22 tahun terakhir.

Simak informasi selengkapnya dalam program Squawk Box di CNBC Indonesia (Selasa, 21/04/2020) berikut ini.




AKRA

BBRI

BMRI

PGAS

ERAA

UNVR

INTP

UNTR

TBLA

BBRI

EXCL

ACES

TOWR

SCMA

INDF

BBRI

- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan saham awal pekan ini ditutup dengan posisi melemah 1,27% ke level 4.575,90 poin. Pergerakan harian pada perdagangan kemarin Senin (20/4/2020) cukup berfluktuasi tajam.Nilai transaksi sepanjang perdagangan hari sebesar Rp 5,42 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih senilai Rp 572,96 miliar.Sementara itu, harga minyak untuk pertama kalinya dalam sejarah berada di bawah US$0 atau di teritori negatif. Kontrak West Texas Intermediate (WTI) untuk Mei turun dan sempat menyentuh -US$ 40,32 per barel sebelum akhirnya berakhir diperdagangkan pada -US$ 37,63.Sentimen ini membawa indeks utama seperti Dow Jones Industrial Average turun 2,4% dan berakhir di 23.650,44. Sedangkan S&P turun 1,8% ke 2.823,16 sementara Nasdaq turun 1,0% ke 8.560,73.Hal ini tentunya menjadi sentimen juga pada perdagangan hari ini. Untuk perdagangan hari ini berikut sentimen dan saham-saham yang direkomendasikan oleh beberapa sekuritas.Harga pada kontrak berjangka untuk minyak mentah West Texas yang akan berakhir Selasa jatuh ke wilayah negatif, minus US$ 37,63 per barel. Alasannya: dengan pandemi membuat ekonomi terhenti, ada begitu banyak minyak yang tidak terpakai tumpah di sekitar perusahaan-perusahaan energi Amerika telah kehabisan ruang untuk menyimpannya.Saham pilihan:Selama IHSG belum mampu menembus resistance di level 4.747 dan 4.975 secara agresif, maka penguatan pada IHSG akan cenderung terbatas dan rentan terkoreksi ke arah 4.150-4.300 terlebih dahulu. Waspadai level 3.911 sebagai level support krusial yang akan membawa IHSG menuju area 3.800.Saham pilihan:Ketika penurunan harga minyak menjadi menakutkan, maka harapannya hanyalah wabah virus corona diharapkan dapat cepat berlalu hingga mendorong peningkatan permintaan dan mengangkat harga minyak. IHSG memiliki peluang bergerak melemah.Saham pilihan:IHSG diprediksi melemah. Secara teknikal MACD menunjukkan sinyal distribusi mengindikasikan akan mengalami trend bearish jangka pendek. Secara global IHSG masih akan dibayangi kekhawatiran akibat fluktuasi harga minyak dunia dan terkait penyebaran covid-19 dari dalam negeri.Saham pilihan:

[Gambas:Video CNBC]


Jakarta, CNN Indonesia -- Anjloknyamentah Amerika Serikat (AS) diyakini membuat banyak perusahaan minyak. Pasalnya, banyak perusahaan minyak memiliki utang jauh sebelum krisis kesehatan akibatDikutip dari CNN.com , Selasa (21/4), kemungkinan perusahaan minyak AS sulit bertahan mengalami penurunan harga minyak sepanjang sejarah ini.Hitung-hitungan Analis Rystad Energy Artem Abramov, jika harga minyak jatuh ke posisi US$20 per barel, maka ada 533 perusahaan yang mengajukan pailit. Sementara, jika harga minyak AS menyentuh level US$10 per barel, jumlah perusahaan yang bangkrut berlipat menjadi 1.100."Dengan US$10 per barel, hampir setiap perusahaan E&P Amerika Serikat yang memiliki utang harus mengajukan bab 11 (pailit) atau mempertimbangkan peluang strategis," kata Abramov.Bab 11 adalah salah satu bab dalam Undang-undang Kepailitan AS tentang reorganisasi sesuai hukum. Bidang usaha berbentuk apapun bisa meminta perlindungan mengacu aturan tersebut.Emiten sektor energi dalam S&P 500 telah kehilangan lebih dari 40 persen nilai sahamnya sepanjang tahun ini. Walaupun, sempat terjadi rebound dalam sebulan terakhir.Noble Energy, Halliburton, Marathon Oil, dan Occidental, telah kehilangan lebih dari dua pertiga dari nilai perusahaan. Bahkan nilai saham anggota Dow, ExxonMobil turun 38 persen.Whiting Petroleum menjadi 'domino' pertama yang jatuh ketika mereka mengajukan perlindungan bab 11 pada 2 April lalu. Tetapi, jelas itu bukan perusahaan terakhir yang mengajukan pailit.Dengan skenario harga minyak mentah US$20 per barel, Rystad memperkirakan lebih dari US$70 miliar utang perusahaan minyak akan direstrukturisasi. Diikuti oleh US$177 miliar tumpukan utang pada 2021 mendatang.Jumlah utang merupakan perkiraan eksplorasi dan produksi, bukan industri jasa yang menyediakan alat dan tenaga bagi pembor."Kuncinya adalah berapa lama harga minyak tetap murah. Rebound harga yang cepat bisa membuat banyak perusahaan minyak terhindar dari kebangkrutan," tutur Rystad.Sementara itu, Ketua Praktik Energi Houston Haynes and Boone Buddy Clark mengatakan perusahaannya sangat sibuk menangani potensi kebangkrutan akibat harga minyak jatuh. Haynes dan Boone telah dipaksa untuk menarik pengacara dari perusahaan area lain untuk menangani masalah tersebut."Saya tidak berpikir saya pernah melihat hal seperti itu dalam hidup saya. Ini belum pernah terjadi sebelumnya," kata Clark, yang mulai bekerja di industri ini pada 1982 silam.Clark berpikir, meskipun harga minyak bisa kembali naik, masih akan ada 100 perusahaan minyak yang terancam bangkrut pada tahun ini."Sulit untuk percaya bahwa 100 perusahaan bangkrut adalah pandangan optimis. Itu hanya menunjukkan di mana kita berada," katanya.Clark melanjutkan prospek yang 'mengerikan' dalam industri minyak akan membuat sulit perusahaan-perusahaan yang berusaha melakukan reorganisasi dalam hukum kepailitan.Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate anjlok hingga minus US$37,63 per barel untuk kontrak pengiriman Mei.Penurunan terbesar ini terjadi pertama kali dalam sejarah karena kelebihan pasokan minyak di tengah pandemi virus corona yang melanda negara-negara di dunia.Dikutip dari Antara, Selasa (21/4), minyak mentah berjangka WTI untuk pengiriman Mei merosot US$55,9 atau lebih dari 305 persen ke level minus US$37,63 per barel di New York Mercantile Exchange.Sebelum penutupan, harga tersebut bahkan sempat menyentuh titik terendah sepanjang masa, yakni minus US$40,32 per barel.Berdasarkan Dow Jones Market Data, harga minyak negatif menyiratkan bahwa produsen akan membayar pembeli untuk mengambil minyak dari tangan mereka. Ini menandai pertama kalinya kontrak berjangka minyak diperdagangkan negatif dalam sejarah. Kontrak Mei sendiri akan habis dan berakhir hari ini.Sementara itu, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni turun U$2,51 atau sekitar sembilan persen menjadi US$25,57 dolar di London ICE Futures Exchange. Penurunan Brent tidak sederas WTI, karena lebih banyak tempat penyimpanan tersedia di seluruh dunia.Para analis melihat pedagang akan bergegas untuk membongkar posisi mereka menjelang berakhirnya kontrak yang berkontribusi pada penurunan bersejarah."Kami menghubungkan pelemahan harga WTI dengan berakhirnya kontrak Mei besok dan volume perdagangan rendah yang menyertainya," kata Giovanni Staunovo, Analis Komoditas di UBS Global Wealth Management.


Harga minyak dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei sempat anjlok parah ke minus US$ 37,63 per barel. Ini terjadi gara-gara pandemi virus Corona yang belum berakhir.




Semarang, Idola 92.6 FM – Banjir pasokan memunculkan skenario terburuk harga minyak mentah pada sejumlah tingkatan (grade) anjlok ke bawah US$0 per barel. Artinya, pembeli cuma perlu mengeluarkan ongkos angkut sementara komoditas minyak dapat diambil secara cuma-cuma alias gratis.

- Advertisement -

Harga minyak mentah jatuh ke posisi terendah dalam dalam beberapa waktu terakhir. Sebab, permintaan anjlok karena semua aktivitas manusia terhenti di tengah pandemi virus corona. Jalan raya kosong dan banyak maskapai memutuskan untuk tidak melayani penerbangan. Bahkan, mengutip Bloomberg News yang dilansir CNN, harga minyak mentah Wyoming baru-baru ini jatuh hingga negatif 19 sen per barel.

Pada beberapa kasus, kapasitas penyimpanan yang kurang membuat produsen minyak perlu membayar pihak lain untuk mengambil alih produksi minyaknya. Di sisi lain, pasokan minyak tetap mengalir di tengah perseteruan Arab Saudi dan Rusia terkait pengurangan produksi minyak. Rusia diketahui menolak memangkas produksi dalam pertemuan OPEC+ pada awal Maret lalu. Imbas perseteruan itu, kedua negara justru menyatakan akan meningkatkan produksi serta melakukan perang harga. Sementara itu, AS tak memberikan tidak memberikan sinyal penurunan produksi. Kondisi tersebut menandakan banjir pasokan minyak mentah.

Sementara, Komisioner Ombudsman RI Alvin Lie, melihat fenomena ini, dirinya mempertanyakan, kapan pemerintah menurunkan harga BBM? Sebab, harga minyak mentah dunia sudah berada di bawah 11 US Dollar per barrel?

Lantas, mengkalkulasi kemerosotan harga minya dunia akibat pandemi corona–akankah ini akan mencapai pada skenario terburuk alias minus? Lantas, Apa Implikasinya? Bagaimana pula mestinya pemerintah menyikapi hal ini? Mestikah turut menurunkan harga BBM di pasaran? Menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang mewawancara Direktur Eksekutif Institute for development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad. (Heri CS)

Berikut podcast wawancaranya:

Listen to 2020-04-21 Topik Idola – Tauhid Ahmad – Mengkalkulasi Kemerosotan Harga Minyak Dunia akibat Pandemi Corona byRadio Idola Semarang on hearthis.at

Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply