Contact Form

 

Novel Baswedan, Penyidik KPK Korban Penyiraman Air Keras


- Kapolri Jenderal Idham Azis menegaskan komitmen Polri mengungkap kasus teror yang dialami penyidik KPK Novel Baswedan. Namun Kapolri harus lebih dulu memilih Kabareskrim yang baru untuk mempercepat penanganan kasus termasuk teror terhadap Novel."Saya tetap berkomitmen seperti juga (disampaikan) di fit and proper test, di paripurna. Secepatnya nanti saya akan memilih kabareskrim, namun di dalam Polri ada Wanjakti yang dipimpin Wakapolri, tentu kita akan cari perwira terbaik. Komitmennya secepatnya kasus itu diungkap baik kasus Novel dan kasus-kasus lain," kata Idham Azis usai bertemu pimpinan KPK di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jaksel, Senin (4/11/2019).Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal menegaskan lagi soal temuan signifikan Tim Teknis kasus Novel. Namun temuan ini kembali tak diungkap karena dikhawatirkan malah mempersulit upaya lanjutan pengungkapan kasus teror."Saya juga sampaikan ada temuan-temuan yang sangat signifikan yang sudah didapat tim teknis pencari fakta. Tim teknis bekerja sangat tertutup berbeda dengan tim pencari fakta terbuka. (Tim teknis) kita melakukan teknis kepolisian, karena kalau kita buka (temuan) ke publik, kita bisa saja kembali ke nol .Insyaallah tidak akan berapa lama lagi kita mengungkap kasus ini, tim teknis bekerja sangat maksimal, detik demi detik, ini masalah waktu saja doakan segera terang benderang," papar Iqbal.Terkait kasus ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya meminta Kapolri segera menuntaskan pengungkapan kasus teror terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Jokowi memberi tenggat pengungkapan kasus teror terhadap Novel pada awal Desember."Tadi sudah saya sampaikan ke Kapolri yang baru, saya beri waktu sampai awal Desember. Saya sampaikan awal Desember," ujar Jokowi di kompleks Istana, Jumat (1/11).Tim teknis yang dulu dibentuk Idham Azis saat menjabat Kabareskrim punya waktu kerja mulai 3 Agustus sampai 31 Oktober 2019. Soal kerja tim teknis ini, Novel Baswedan mendesak agar pelaku teror ke dirinya terungkap.

[Gambas:Video 20detik]


TEMPO.CO , Jakarta - Kepolisian tak akan memberikan tenggat waktu dalam menyelesaian penyelidikan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan . "Kami tidak ada tenggat waktu, sesegera mungkin itu adalah tekad Polri dan tim teknis," ujar Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Mohammad Iqbal di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Senin, 4 November 2019. Namun, Iqbal lagi-lagi tak memberikan kepastian waktu secara detail perihal penuntasan kasus. Ia hanya mengulang jawaban yang sama. "Sesegera mungkin," kata Iqbal. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memberi tenggat waktu sebulan kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis untuk menuntaskan kasus Novel Baswedan. "Saya sudah sampaikan ke Kapolri baru, saya beri waktu sampai awal Desember," kata Jokowi dalam dialog bersama wartawan Istana Kepresidenan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 1 November 2019.

Tim teknis kasus Novel dibentuk pada awal Agustus lalu dengan melibatkan 120 personel kepolisian. Tim diberi waktu tiga bulan hingga akhir Oktober untuk mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel. Namun hingga hari ini, Polri belum mengungkap hasil temuan tim tersebut. ANDITA RAHMA | FRISKI RIANA




TRIBUNNEWS.COM -  Novel Baswedan adalah seorang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Novel Baswedan diketahui merupakan cucu dari anggota BPUPKI Abdurrahman Baswedan dan sepupu dari Anies Baswedan.

Perjalanan karier suami Rina Emilda di Kepolisian RI diawali dari Akademi Kepolisian, lulus pada tahun 1998.

Setahun kemudian Novel Baswedan bertugas di Bengkulu hingga 2005.




TRIBUNNEWS.COM – Kapolri Dirjen Idham Azis bertemu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo untuk membahas kasus Novel Baswedan .

Dikutip dari kanal Youtube metrotvnews , Senin (4/11/2019), Idham mengatakan bahwa ia bersama KPK berkomitmen bekerjasama menuntaskan kasus Novel Baswedan .

Kasus tersebut soal penyiraman air keras terhadap Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan .

Tak hanya kasus Novel, Kapolri dan KPK juga turut bersinergi dalam mengusut kasus teror yang menjadi atensi yang terjadi di KPK.

Dalam konfersensi persnya, Idham menyebut akan segera memilih Kepala Bareskrim (Kabareskrim) baru.

"Saya tetap berkomitmen, secepatnya nanti saya akan memilih kabareskrim,” ungkapnya.

Idham berjanji akan mencari Perwira yang terbaik demi tuntasnya kasus ini sesuai dengan batas waktu yang sudah ditentukan oleh Presiden.

Kapolri Jendral Pol Idham Azis di ruang konferensi pers kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019). Idham mengunjungi kantor KPK untuk bersilaturahmi sekaligus membangun sinergi Polri dengan lembaga-lembaga atau kementrian di Indonesia. TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS (TRIBUN/IQBAL FIRDAUS)

“Tentu kita nanti akan cari perwira yang terbaik. Tapi komitmennya adalah secepatnya akan mengungkap, baik kasus novel kasus yang menjadi atensi yang terjadi di KPK,” ujarnya.

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen. Pol. Muhammad Iqbal menegaskan sekali lagi, Polri telah mendapatkan temuan yang sinifikan.

“Seperti yang saya sampaikan beberapa hari yang lalu, ada temuan2 yang sangat signifikan yang sudah didapat oleh Tim Teknis Pencari Fakta,” ujarnya.




TEMPO.CO , Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan menilai Presiden Joko Widodo tidak serius mengungkap kasus teror penyiraman air keras yang menimpanya. Sejak awal ia tak yakin kasusnya akan diungkap oleh Polri. “Presiden kemudian memberikan waktu pada Polri sampai terus begini, itu berarti menunjukan Presiden tidak serius," kata Novel saat dihubungi, Sabtu, 2 November 2019. Novel mengatakan sulit baginya untuk percaya bahwa polri mampu mengungkap kasus yang sudah tidak terungkap selama dua tahun lebih ini. Menurut dia, Jokowi sudah memberikan tiga kali perintah kepada kepolisian untuk mengungkap kasus ini. Terakhir kali, Jokowi memberikan waktu tiga bulan kepada tim teknis untuk menangkap pelaku penyerangan. Waktu tiga bulan itu berakhir pada Oktober 2019. Kepolisian mengklaim mendapatkan temuan yang signifikan. Namun, mereka gagal menangkap pelaku penyerangan. Seharusnya, kata Novel, Jokowi merasa tidak nyaman ketika perintahnya diabaikan oleh kepolisian. Namun, ia beranggapan Jokowi justru bersikap sebaliknya. "Ketika perintahnya diabaikan, beliau seolah nyaman," kata dia.

Jokowi memberi waktu tambahan kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis untuk menuntaskan kasus Novel Baswedan hingga Desember 2019. Idham adalah mantan Kabareskrim yang mengepalai tim teknis kasus Novel Baswedan. Idham Kapolda Metro Jaya, ketika Novel diserang pada April 2017. "Saya sudah sampaikan ke Kapolri baru, saya beri waktu sampai awal Desember," kata Jokowi dalam dialog bersama wartawan Istana Kepresidenan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat, 1 November 2019. M ROSSENO AJI | FRISKI RIANA




- Keputusan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) menunda tenggat waktu pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan dipertanyakan. Jokowi dinilai tidak serius untuk mengungkap kasus yang menimpa penyidik KPK tersebut."Dari awal presiden memang tidak serius dalam mengungkap teror yang menimpa pegiat antikorupsi, salah satunya Novel Baswedan. Selain Novel, masih ada upaya pengeboman rumah pimpinan KPK, itu juga tidak jelas kasusnya. Memang sekarang bukan persoalan bisa tidak bisa, tapi mau tidak mau mengungkap teror ini," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Sabtu (2/11/2019).ICW mengaku tidak paham alasan Jokowi menunda deadline kasus Novel. Mestinya, Jokowi dianggap perlu mengevaluasi kinerja Polri selama tenggat waktu awal yang ia tentukan, yakni 3 bulan."Kita juga tidak paham apa yang menjadi landasan presiden untuk kembali menunda teror ini. Harusnya ada evaluasi pada saat tenggat waktu habis 31 Oktober, apa respons presiden. Harusnya presiden menanyakan kepada Polri apa kendalanya dan apa temuannya. Kalau poin kami, Polri harus bisa mengungkap 3 setidaknya: Pertama, siapa 2 orang yang menyiram mata Novel Baswedan pada 11 April 2017? Kedua, apa motifnya? Ketiga, siapa aktor intelektualnya?" kata Kurnia."Kalau ketiga itu tidak diungkap Polri dalam waktu dekat, harusnya presiden memberikan punishment kepada aktor yang tergabung pada tim teknis Polri dalam mengungkap kasus Novel Bawedan. Kalau tidak jelas evaluasinya, maka presiden membiarkan teror ini menguap begitu saja dan itu tidak baik bagi komitmen negara memberantas korupsi," lanjutnya.


TEMPO.CO , Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan berencana keluar dari lembaga antirasuah tempatnya bekerja. Ia akan keluar dari KPK bila bisa memastikan pemerintah sudah tidak ingin ada pemberantasan korupsi. "Saya hampir bisa memastikan pemerintah tidak berkeinginan memberantas korupsi. Kalau itu bisa saya pastikan, saya keluar dari KPK," kata Novel saat dihubungi, Sabtu, 2 November 2019. Novel beranggapan pemerintah sudah tidak ingin ada pemberantasan korupsi. Karena itu, menurut dia, akan aneh bila KPK getol memberantas korupsi, namun pemerintah enggan melakukannya. "Kan lucu kalau pemerintah tidak ingin memberantas korupsi, terus kita berjuang memberantas korupsi untuk apa?" Sikap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang paling membuat kecewa mantan perwira Polri ini ialah revisi UU KPK. Dia mengatakan perubahan dalam UU itu telah melemahkan komisi antikorupsi. "UU itu mematikan KPK."

Novel mengatakan sikap Jokowi yang tidak kunjung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU KPK atau Perpu KPK membuatnya semakin yakin bahwa pemerintah tidak berpihak pada pemberantasan korupsi. Menurut mantan perwira Polri ini upaya pelemahan KPK saat ini terjadi dengan sistematis. Tidak hanya melalui revisi UU KPK, namun media sosial juga diramaikan oleh ulah buzzer yang menyerang pegawai KPK secara personal dan membuat persepsi seolah revisi UU KPK dilakukan dengan tujuan baik. "Itu saya pikir bukan terjadi secara natural," kata dia. Novel adalah lulusan akademi Polri tahun 1998. Pada 2007, mabes Polri menugaskan pria kelahiran Semarang, 42 tahun silam ini ke KPK. Novel memilih meninggalkan Korps Bhayangkara dan menjadi penyidik tetap KPK sejak 2014. Sejumlah kasus besar yang pernah ia tangani di antaranya, kasus korupsi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin dan kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Pada 2017, dua orang tak dikenal menyiram wajah Novel dengan air keras. Kejadian ini menyebabkan mata Novel Baswedan nyaris buta. Dua tahun berlalu, polisi gagal mengungkap pelaku penyerangan.  




- Polri menyebut tim teknis yang menangani teror penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan , masih bekerja. Tim disebut menemukan sejumlah hal yang signifikan dalam pengungkapan kasus."Ada beberapa hal yang sangat signifikan sudah didapat ditemukan oleh tim teknis. Tidak bisa kami bongkar di sini karena itu sangat tertutup dalam proses pengungkapan kasus ini," kata Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2019).Iqbal tak menjawab gamblang saat ditanya ada -idaknya waktu tambahan untuk tim teknis mengungkap kasus teror terhadap Novel. Dia berharap tim teknis segera menuntaskan kasus itu."Sesegera mungkin. Mohon doa saja tim teknis segera menuntaskan kasus ini," ujarnya.Novel Baswedan mendapat teror dengan cara disiram air keras pada 11 April 2017 setelah menunaikan salat subuh di Masjid Al-Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara.Tim teknis bentukan Komjen Idham Azis, yang baru saja ditetapkan sebagai Kapolri di rapat paripurna DPR, punya waktu kerja mulai 3 Agustus sampai 31 Oktober 2019. Idham menyatakan akan segera menunjuk Kabareskrim baru untuk mempercepat pengungkapan kasus Novel Baswedan."Kalau tidak ada aral melintang, besok saya kemungkinan besar akan dilantik oleh Bapak Presiden dan sesaat nanti setelah itu saya akan menunjuk Kabareskrim yang baru untuk segera mempercepat pengungkapan Kasus Novel Baswedan," ujar Idham seusai rapat paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10).

[Gambas:Video 20detik]


DPR baru saja mengesahkan Komjen Idham Azis sebagai Kapolri baru menggantikan Tito Karnavian dalam rapat paripurna di gedung DPR. Penyidik KPK, Novel Baswedan, mengaku pesimistis kasus penyiraman air keras yang menimpanya bisa selesai di zaman Idham. "Harapan harus punya, harapan cuma kan sekarang kan Pak (Kapolri) Idham kan (sebelumnya) sudah berapa lama jadi Kabareskrim, beliau diam saja, beliau bukannya nggak tahu harusnya," kata Novel kepada wartawan di kampus UNJ, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Kamis (31/10/2019). Novel mengaku pesimistis kasus teror air keras dapat diselesaikan Komjen Idham. Meski demikian, Novel Baswedan tetap mendesak agar Kapolri bisa mengungkap kasusnya.

"Saya mengatakan bahwa sedikit agak pesimis, sedikit kecewa tapi tetap mendesak kepada Pak Idham tetap punya tanggung jawab sebagai Kapolri untuk mengungkap," ujar Novel. Novel kembali menegaskan serangan yang dialaminya sama saja serangan kepada KPK. Selain itu, menurut Novel, serangan demi serangan terhadap orang-orang KPK tidak ada yang terungkap. "Ini bukan saja seorang diri saya, bayangkan semua serangan kepada orang KPK nggak ada yang terungkap. Sampai yang ada CCTV-nya yang buktinya jelas nggak terungkap terus mau yang mana lagi. Kenapa saya katakan itu karena serangan kepada diri saya itu terkait dengan tugas-tugas saya di KPK, maka itu bagian dari serangan kepada KPK," tegas Novel. Sebelumnya diberitakan Idham Azis telah ditetapkan sebagai Kapolri dalam rapat paripurna DPR. Idham pun berjanji akan segera menunjuk Kabareskrim baru menggantikannya untuk mempercepat pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap Novel. "Kalau tidak ada aral melintang, besok saya kemungkinan besar akan dilantik oleh Bapak Presiden. Dan sesaat nanti setelah itu saya akan menunjuk Kabareskrim yang baru untuk segera mempercepat pengungkapan Kasus Novel Baswedan," ujar Idham seusai rapat paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10). Simak juga video "Jadi Kapolri, Komjen Idham Azis Bisa Tuntaskan Kasus Novel?" : [Gambas:Video 20detik]




Kabar24.com , JAKARTA — Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis berkomitmen untuk menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Pengungkapan kasus ini disebut Polri hanya masalah waktu. Idham dan jajarannya mengunjungi Gedung Merah Putih KPK dan diterima secara langsung oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo pada Senin (4/11/2019). Menurut Idham, komitmen itu secara langsung telah disampaikan setelah dirinya menjalani fit and proper test sebagai calon Kapolri di DPR beberapa waktu lalu.  "Saya pernah mengatakan secepatnya [akan dituntaskan], nanti saya akan memilih Kabareskrim [untuk mengungkap kasus Novel]," kata Idham dihadapan Ketua KPK Agus Rahardjo. Idham mengaku untuk mengungkap kasus itu maka pihaknya akan mencari perwira kepolisian yang terbaik untuk mengemban jabatan Kabareskrim Polri yang baru. "Tapi komitmennya adalah secepatnya [dituntaskan], kalau sudah itu, kita akan mengungkap baik kasus Novel maupun kasus-kasus yang menjadi atensi yang terjadi di KPK," paparnya.  Kadiv Humas Polri Irjen Pol M. Iqbal mengakui bahwa setiap kasus mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Dia juga memastikan bahwa tim teknis bentukan Polri telah menemukan hal yang signifikan.  Hanya saja, dia tak menyebutkan temuan signfikan itu. Namun, Iqbal berani mengatakan bahwa hal itu dapat dipertanggungjawabkan. Iqbal juga mengatakan bahwa tim teknis bekerja sangat tertutup dalam pengusutan kasus ini. Hal ini karena tim teknis bekerja dengan teknik kepolisian yang spesifik. Iqbal memastikan bahwa kasus ini tak lama lagi akan terungkap. "Ini masalah waktu saja mohon bersabar doakan tim teknis akan membuat terang benderang kasus ini," ujar dia. Iqbal juga memastikan bahwa pengungkapan kasus Novel Baswedan memang menjadi komitmen Kapolri. Adapun masa tugas tim teknis kasus Novel Baswedan sebetulnya telah berakhir pada 31 Oktober 2019 kemarin, sejak bekerja pada 3 Agustus 2019 lalu.  Namun, Presiden Joko Widodo kemudian memberi tenggat waktu lagi bagi masa kerja tim teknis hingga Desember 2019 mendatang. "Ini masalah waktu, mohon bersabar kami akan terus memaksimalkan upaya-upaya dalam pengungkapan kasus ini. Tentunya ada prosedur, ada SOP yang secara teknis mohon maaf tidak bisa dibuka ke depan publik," ujar Iqbal. Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : KPK, polri, suap



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply