Contact Form

 

Daftar 6 Tokoh yang Diberi Gelar Pahlawan di Hari Pahlawan 10 November 2019 oleh Presiden Jokowi


TEMPO.Co, Jakarta - Kementerian Sosial mengimbau agar seluruh rakyat Indonesia ikut mengheningkan cipta pada Hari Pahlawan 10 November 2019. Melalui akun media sosialnya, Kemensos mengajak masyarakat mengheningkan cipta mulai pukul 08.15, selama 60 detik. "Mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mengheningkan cipta besok pagi pukul 08.15 waktu setempat di Hari Pahlawan 10 November 2019 #HariPahlawan2019 #AkuPahlawanMasaKini," tulis akun Twitter @KemensosRI, Sabtu, 9 November 2019. Menteri Sosial Juliari P. Batubara juga mengajak masyarakat untuk ikut mengheningkan cipta. "Marilah segenap Bangsa Indonesia kita luangkan waktu besok pagi 10 November pukul 08.15 Mengheningkan cipta sejenak guna mengenang jasa para Pahlawan yang telah mendahului kita," tulis Juliari di akun Twitter @juliaribatubara. Kemensos telah menetapkan Rohana Kudus atau Ruhana Kuddus, jurnalis perempuan pertama asal Sumatera Barat, sebagai Pahlawan Nasional tahun 2019. Hal ini ditetapkan berdasarkan pertemuan Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dengan Presiden Joko Widodo pada 6 November 2019 lalu. Ada pula Surat Menteri Sosial Rl nomor :23/MS/A/09/2019 tanggal 9 September 2019 perihal usulan calon Pahlawan Nasional tahun 2019. "Usulan itu mendapatkan persetujuan untuk dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2019, atas nama Almarhumah Ruhana Kuddus," kata Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial, Pepen Nazaruddin melalui keterangan tertulis, Kamis 7 November 2019. Rencananya, penobatan gelar itu akan dilakukan dalam acara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional di Istana Negara pada tanggal 8 November 2019. Kemensos turut mengundang Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno, dan juga sejumlah ahli waris dari Ruhana Kuddus. Berdasarkan penelusuran Tempo, Ruhana Kuddus lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam 20 Desember 1884. Pada 1911, Ruhana mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang. Sembari aktif di bidang pendidikan yang disenanginya, Ruhana Kuddus juga menulis di surat kabar perempuan, Poetri Hindia. Ketika dibredel pemerintah Belanda, Ruhana berinisiatif mendirikan surat kabar, bernama Soenting Melajoe. Dia meninggal di Jakarta pada 17 Agustus 1972 pada usia 87 tahun. IMAM HAMDI | HALIDA BUNGA




Tanggal 10 November adalah hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia.

Pada tanggal itu merupakan peringatan Pertempuran Surabaya yang terjadi pada tahun 1945.

Bertepatan dengan 10 November sebagai Hari Pahlawan , TribunSyle.com berikan daftar nama tokoh yang baru saja diberikan gelar pahlawan oleh Presiden Jokowi .

TRIBUNNEWS.COM   - Setiap tanggal 10 November , rakyat Indonesia akan memperingati Hari Pahlawan .

Hari Pahlawan dijadikan sebagai cara untuk memperingati peristiwa Pertempuran Surabaya yang terjadi pada tahun 1945, di mana para tentara dan milisi Indonesia yang pro kemerdekaan berperang melawan tentara Britania Raya dan Belanda.

Hari Pahlawan ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.

Bertepatan dengan Hari Pahlawan pada 10 November, TribunStyle.com berikan daftar nama tokoh yang baru saja diberi gelar pahlawan oleh Presiden Jokowi.

•   5 Artis Ini Ternyata Mengalir Darah Pahlawan di Dirinya, Mulai Maia Estianty hingga Aktris AADC

Presiden Jokowi memberikan gelar pahlawan pada 6 tokoh nasional pada Jumat, 8 November 2019.

Upacara penganugerahan gelar pahlawan tersebut diselenggarakan di Istana Negara , Jakarta.

Penganugerahan gelar pahlawan itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 120 TK Tahun 2019 tanggal 7 November 2019 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.




Tepat di tanggal 10 November, masyarakat Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Peringatan hari pahlawan ini dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur kita atas kemerdekaan Indonesia dan mengenang jasa para pahlawan yang telah mengorbankan nyawanya untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah.  Kita merasa beruntung karena hidup dimasa yang damai dan menikmati hasil jerih payah dari para pahlawan yang telah berhasil melepaskan Indonesia dari tangan penjajahan. Awal mula peringatan hari pahlawan yang jatuh ke tanggal 10 November adalah diambil dari peristiwa perlawanan masyarakat Surabaya (yang dikenal arek-arek Suroboyo) terhadap sekutu sebagai bentuk mempertahankan kemerdekaan yang menewaskan Jenderal AWS Mallaby.  Momentum tersebut menjadikan spirit para pejuang bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan di berbagai daerah, seperti di Bandung yang dikenal dengan Bandung Lautan Api, di Semarang dikenal dengan pertempuran 5 hari, di Yogyakarta dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret, di Ambarawa dikenal dengan peristiwa pertempuran Ambarawa, di Medan dikenal dengan peristiwa Medan Area. Selain kita mengenal berbagai pertempuran, kita pun mengenal pahlawan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan, baik sebelum merdeka maupun setelah merdeka. Pahlawan yang kita kenal saat Indonesia belum merdeka seperti: Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bondjol, Sultan Ageng Tirtayasa, R.A Kartini, Pattimura, Sultan Hasanuddin. Setelah merdeka kita mengenal seperti: Jenderal Sudirman, Bung Tomo, Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Tan Malaka dan masih banyak lagi.  Dengan ditetapkannya hari pahlawan pada tanggal 10 November melalui Keputusan Presiden (KEPPRES) No.316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959, maka masyarakat Indonesia dapat memperingati hari Pahlawan satu tahun sekali. Peringatan Hari Kepahlawanan Tidak Hanya Sebatas Seremonial

Dalam rangka peringatan hari pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November, pada umumnya masyarakat Indonesia memperingatinya dengan melakukan Upacara Bendera, melakukan ziarah ke makam para pahlawan dan juga ikut membersihkan makam. Terdapat juga terdapat perlombaan tentang seputar tokoh-tokoh pahlawan. Walaupun peringatan hari pahlawan ini tidak semeriah memperingati hari kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus, tentunya masyarakat Indonesia masih mempunyai kepedulian terhadap aksi heroik, rela berkorban, dan semangat para pahlawan yang berjuang sampai titik darah penghabisan melawan penjajah. Namun yang dapat digarisbawahi adalah dalam memperingati hari pahlawan ini tidak hanya sebatas sebagai seremonial. Yaitu hanya sebatas ikut memperingati, namun tidak sampai memaknai. Terkadang kita merasa terpaksa dalam mengikuti kegiatan upacara kemerdekaan. Bahkan terdapat punishment jika kita tidak ikut serta dalam kegiatan upacara memperingati hari pahlawan. Selain itu, yang menjadi masalah ketika generasi muda yang lebih interest mengenal tokoh-tokoh fiksi seperti Avenger, Iron Man, Spider Man, Hulk, daripada mengenal tokoh pahlawan asli Indonesia.  Maka dalam memperingati hari pahlawan ini, perlunya pemaknaan nilai moral yang dapat diambil dari aksi heroik para pahlawan kita dalam mempertahankan kemerdekaan kepada masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda yang dapat mencontoh nilai dan moral dari para pahlawan seperti Keberanian, Tanggung Jawab, Rela Berkorban, dan Jiwa Kepemimpinan dalam menghadap tantangan ke depan. Mohamad Ully Purwasatria, M.Pd

Tulisan adalah kiriman netizen, isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.




KOMPAS.com - Momentum perobekan bagian biru bendera Belanda menjadi bendera Indonesia di hotel Yamato, Surabaya menjadi salah satu momen ikonik pada Hari Pahlawan , 10 November 1945 .

Baca juga: Selain Hotel Indonesia, Ini 4 Hotel Bersejarah yang Masih Beroperasi

Kemarahan arek-arek Suroboyo memuncak saat bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) dikibarkan tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya. Bendera ini dikibarkan di tiang pada tingkat teratas sisi sebelah utara Hotel Yamato.

Hotel Yamato kini dikenal dengan Hotel Majapahit yang berada di Jalan Tunjungan Nomor 65, Surabaya, Jawa Timur.

Sudut tempat perobekan bendera masih bisa dilihat hingga saat ini. Pada tahun lalu, dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November, diadakan teaterikal perobekan bendera Belanda menjadi Sang Saka Merah Putih.

Hotel ini menyimpan nilai sejarah yang hendak dipertahankan oleh Pemerintah Daerah Surabaya. Gedung hotel dibangun tahun 1910.

Awalnya, hotel ini menjadi salah satu hotel bagi kaum elit Belanda yang tinggal di Surabaya atau yang sedang berkunjung di Kota Pahlawan.

Pada zaman kolonial, Hotel Majapahit bernama Hotel Oranje yang didirikan oleh Sarkies Bersaudara berdarah Armenia.

Jepang kemudian datang ke Indonesia dan hotel Oranje yang berubah nama menjadi hotel Yamato saat Surabaya diduduki oleh Jepang.

Kini hotel Yamato yang berubah nama menjadi hotel Majapahit Surabaya managed by AccorHotels masih mempertahankan bentuk bangunan awal khas zaman kolonial yaitu bergaya art-deco .

Sesampainya di hotel dan masuk ke lobby, pengunjung langsung disuguhkan penampilan mobil tua yang dipajang dengan rapi di sudut depan lobby .

Ornamen yang dominan dari kayu menghiasi pilar-pilar penyangga lobby . Lukisan yang mengambarkan suasana Surabaya tempo dulu ditata rapi di dinding lobby .

Jika berjalan ke sebelah kiri maka pengunjung akan menemukan toko suvenir yang menyuguhkan pernak-pernik, oleh-oleh khas Surabaya. Jika berjalan ke arah kanan hotel pengunjung akan mendapati Indigo Restorant.

Dalam restoran, pengunjung disuguhkan interior berkonsep gatsby yang bergaya tahun 1920-an. Kursi-kursi kayu yang tinggi mengelilingi bar yang ada di sudut ruangan.

Di atap restoran ini terdapat lampu yang dilapisi oleh kaca biru sehingga cahaya berwarna biru, terlihat seakan-akan langit yang cerah menyinari bagian tengah ruang restoran.

Pengunjung bisa melihat hall atau aula yang menjadi tempat pertemuan atau pesta para kaum elit Belanda pada zaman kolonial.

Dari lobi langsung saja masuk lewat pintu kaca samping kiri resepsionis dan menuju lorong yang berujung pada aula.

Artis Hollywood kelas atas seperti Charlie Chaplin pernah mengunjungi hotel ini dan berpesta di dalam aula. Foto tersebut diabadikan dan dipajang di depan pintu aula.

Di bagian bawah aula dulunya dibuat tempat berdansa dan pertunjukan dan di bagian atas diperuntukan bagi para pengunjung yang ingin menyaksikan pesta.

Lampu-lampu yang bergelantungan di atap aula terkesan mewah dan glamor. Di bagian atas juga diberi pembatas atau pagar yang masih asli dari awal dibangun.

Aula ini dikelilingi dengan jendela kaca lengkap dihiasi gorden berwarna merah maroon yang menambah nilai glamor dari aula.

Hotel Majapahit Surabaya managed by Accor Hotels memberikan ruang terbuka bagi para pengunjung yang ingin menikmati teh dan snack pada sore hari di tengah taman.

Taman dihiasi dengan kolam dan air mancur. Kehadiran stained glass makin mempercantik berbagai sudut hotel.

Hotel Majapahit menyediakan 143 kamar yang mengusung tema interior ala Eropa. Kamar-kamar tersebut menyimpan sejarah, termasuk kamar yang dijadikan perundingan antara Sudirman dan W.V.Ch Ploegman saat situasi Indonesia sedang memanas di awal Proklamasi.

Ada juga kamar dari Jendral Mallaby menjelang pertempuran akhir bulan Oktober 1945 dan sebelum ia tewas dengan ledakan bom dari pahlawan Surabaya.

Salah satu kamar di Hotel Majapahit Surabaya juga pernah ditiduri oleh aktor ternama Charlie Caplin.

Kamar-kamar yang berjejeran berada dalam lorong yang nuansanya sangat kental dengan zaman Belanda. Bentuk arsitektur yang menonjol dari bagian lorong kamar adalah bentuk jendelannya yang besar-besar. Detail ornamen geometris sangat menonjol di sini.

Keunikan lain dari hotel ini adalah bagian toiletnya. Pengunjung yang masuk ke dalam toilet jangan kaget jika tuas untuk flush toilet masih mengunakan tuas zaman Belanda, yang berada di atas dudukan wc toilet dengan cara ditarik.

Tak heran jika hotel ini menjadi salah satu cagar budaya di Surabaya. Hotel Majapahit menyediakan paket tur yang bernama Heritage Hotel Tour.

Hotel ini meyimpan segudang nilai sejarah yang dipertahankan dan dijaga agar tidak mati terkikis oleh waktu.




BANJARMASINPOST.CO.ID  - Hari ini tepat 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan : berikut isi lengkap Pidato Bung Tomo yang terkenal dengan pekik 'Merdeka atau Mati!'.

Ya,H Pahlawan selalu diperingati Bangsa Indonesia setiap tanggal 10 November.

Pada peringatan Hari Pahlawan 2019 kali ini, salah satu yang harus selalu diingat adalah tentang pidato Bung Tomo dengan pekik heroiknya, 'Merdeka atau Mati!'

Pidato Bung Tomo itu sukses membakar semangat pejuang Indonesia, khususnya di Kota Surabaya saat itu dalam pertempuran yang kini dikenal sebagai Hari Pahlawan, 10 November.

• 25 Contoh Ucapan Selamat Hari Pahlawan 2019 Pada 10 November Besok, Bisa untuk Update Status Sosmed

• 10 Kutipan (Quotes) Presiden Soekarno untuk Ucapan Hari Pahlawan 2019, Kirim ke IG, WA, FB & Twitter

' Merdeka atau Mati !' adalah pekikan heroik Bung Tomo sudah tak asing lagi bagi masyarakat khususnya masyarakat Surabaya.

Nah, apa isi pidato Bung Tomo yang berhasil membakar semangat pejuang untuk melawan penjajah pada 10 November?

Pekikan heroik Bung Tomo berupa Merdeka atau Mati menjadi ikonik pertempuran di Surabaya.

Pertempuran Surabaya menjadi perang terbesar dan terberat dalam sejarah revolusi nasional Indonesia, pasca Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Hari Pahlawan Nasional yang jatuh pada 10 November diperingati untuk mengenang jasa mereka yang telah berjuang memperebutkan kemerdekaan Indonesia.

Pertempuran 10 November di Surabaya pun tak lepas dari sosok Bung Tomo.




TEMPO.CO , Surabaya  - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengimbau kepada warga Kota Pahlawan untuk menjaga persatuan di acara Parade Surabaya Juang 2019 yang digelar untuk memperingati Hari Pahlawan dimulai dari Tugu Pahlawan hingga Taman Bungkul, Surabaya, Sabtu, 9 November 2019. "Kepada seluruh warga Surabaya pada saat Indonesia merdeka pada 1945, kita berjuang dengan seluruh lapisan masyarakat, ada seluruh suku bangsa yang ada Indonesia. Itu disebutkan di dalam pidato Bung Tomo saat itu," kata Risma yang mengenakan pakaian ala pejuang saat berpidato di Tugu Pahlawan. Risma berpesan agar semangat persatuan terus dipegang oleh semua kalangan dengan tidak pernah membedakan golongan, etnis, agama, suku dalam satu kesatuan NKRI. Saat berjuang, para pejuang tidak membedakan mereka dari latar belakang suku dan agama. Untuk itu, ia meminta agar masyarakat tidak mudah terprovokasi untuk terpecah belah karena berbeda suku bangsa, agama, atau etnis. "Untuk menjadi kita maju, untuk kita tetap menjaga kemerdekaan, maka kita harus bersatu padu melawan kemiskinan dan kebodohan."  Ia meminta warga Surabaya tidak mudah dihasut dan mudah menerima hoaks karena sesungguhnya mereka yang ingin memecahkan persatuan dan kesatuan negara tercinta. "Jadi karena itu, saya ingin menyampaikan kita jangan pernah melupakan apa yang pernah diperjuangkan oleh para pahlawan untuk negara kita tercinta seperi ini saat ini." Sebanyak 3.000 peserta ikut meramaikan Parade Surabaya Juang 2019 dengan mengambil tema Wira Bangsa yang berarti pahlawan bangsa.

Acara itu dibuka dengan atraksi pemberangkatan Parade Surabaya Juang 2019 dan dilanjutkan dengan pembacaan puisi dan teatrikal pidato tokoh Bung Tomo di depan Gedung Siola. Perayaan berikutnya adalah pengibaran Bendera Merah Putih dan pembacaan puisi di depan Hotel Majapahit. Atraksi perang digelar di depan Gedung Grahadi dengan pertunjukan penampilan band dan teatrikal pidato Gubenur Suryo oleh komunitas pecinta sejarah Indonesia. Setelah itu, pertunjukkan teatrikal kolosal digelar di Monumen Bambu Runcing dan Monumen Polisi Istimewa. Menyambut Hari Pahlawan itu, ada pula atraksi di Santa Maria dan prosesi di perempatan Jalan Bengawan dan berakhir di Taman Bungkul. Ribuan warga antusias menonton Parade Surabaya Juang di sejumlah jalan protokol yang dilalaui para peserta. "Saya senang bisa melihat acara tahunan ini. Saya berharap acara ini digelar setiap tahun dengan konsep yang berbeda-beda," kata penduduk Surabaya, Andi.




Suara.com - Menjelang Hari Pahlawan yang jatuh setiap 10 November, warganet kenang deretan kisah perjuangan pahlawan dalam potret jadul ini.

Memperjuangkan kemerdekaan sampai kesejahteraan masyarakat, deretan para pahlawan ini mempertaruhkan nyawa demi Indonesia.

Jarang diketahui, jasa perjuangan para pahlawan ini begitu heroik dan mampu menyentuh hati siapa saja yang membacanya.

Diunggah akun @ringkasansejarah, kembali ke masa perjuangan pahlawan ini, berikut potret beberapa pahlawan dan kisah-kisah perjuangannya masing-masing.

Jenderal Sudirman merupakan salah satu tangan kanan Soekarno yang membantu menyelamatkan Indonesia dari jajahan Belanda dan para sekutu.

Panglima besar TNI ini begitu identik dengan perang gerilya yang sangat hebat. Menempuh jarak ratusan kilometer, Jenderal Sudirman menyusun strategi perang terbaiknya untuk melawan Belanda dan sekutu.

Hasilnya, taktik Jenderal Sudirman berhasil membuat Belanda kalah.

Jendral Sudirman. [Instagram] Jenderal Sudirman mengalami sakit yang cukup parah, dirinya mengidap TBC dan membuat paru-parunya rusak. Usai Belanda menyerah dan Indonesia benar-benar merdeka, penyakit Jenderal Sudirman merenggut nyawa pahlawan ini di umur 34 tahun.

Warganet mengenang Jenderal Sudirman ini sebagai sosok jenderal sepanjang masa yang mendapat respect besar dari seluruh rakyat.

"Sang jenderal Alfateha," tulis singkat @helmybatara.

Bung Tomo atau Sutomo merupakan pahlawan yang dikenang perannya dalam melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA. Sosok ini dikenal dengan pidato-pidatonya yang mampu menggugah semangat perjuangan rakyat.

Bung Tomo. [Instagram] Potret yang diunggah @ringkasansejarah ini memperlihatkan sosok Bung Tomo yang sedang diwawancarai para wartawan mengenai larangan pidato yang ia terima. Perjuangan Bung Tomo berakhir saat dirinya meninggal pada 7 Oktober 1981 di Padang Arafah saat menunaikan ibadah haji.

Warganet mengenang Bung Tomo sebagai sosok yang tidak tergiur dengan jabatan dan terus mempejuangkan kemerdekaan secara seutuhnya.

"Tampak kuat, cerdas dan berkelas," kata @akmal.jf.nst.

Sosok Kapten Pierre Tendean dikenal sebagai seorang perwira militer yang menjadi salah satu korban peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965.

Potret jadul yang diunggah @ringkasansejarah, menampilkan Pierre Tendean berfoto bersama sang adik, ibu, dan ayahnya. Sebelum kembali ke Jakarta, Pierre Tendean sempat menitipkan adiknya pada suami si adik, "Mas, aku titip adikku, tolong jaga dia" ucap Pierre Tendean.

Tidak disangka, pertemuan tersebut adalah yang terakhir. Pierre Tendean ditembak mati di Lubang Buaya dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua bersama enam jasad perwira lainnya. Saat itu, jenderal ini masih berumur 26 tahun.

Pierre Tendean. [Instagram] Potret Pierre Tendean ini membuat netizen mengenang sosok ini sebagai salah satu putra terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.

"Beliau salah satu putra terbaik yang pernah Indonesia miliki," tulis @dedi__sbr.




TRIBUNMANADO.CO.ID - Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingatinya sebagai hari pahlawan.

Hari pahlawan diperingati tiap 10 November sebagai apresiasi dan penghargaan pejuang yang menjaga kemerdekaan Indonesia.

Tanggal 10 November diperingati sebagai hari pahlawan karena pada tanggal tersebut di tahun 1945, pasukan Indonesia pertama kalinya melakukan perang terhadap tentara asing.

Pertempuran 10 November itu disebut juga sebagai pertempuran terberat sepanjang sejarah di Revolusi Nasional Indonesia.

Awal mula pertempuran dimulai ketika ketika tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa pada 1 Maret 1942.

Kemudian, tujuh hari berikutnya 8 Maret 1942 tentara Belanda menyerah tanpa syarat berdasarkan Perjanjian Kalijati.

Truk tentara sekutu melintasi dinding-dinding bertuliskan semboyan perjuangan Indonesia, diduga di kawasan Senen, Jakarta Pusat. Bung Tomo yang berkunjung ke Jakarta setelah pertempuran Surabaya melihat deretan truk yang membawa beratus-ratus orang preman dan serdadu Serikat, bersorak-sorak seolah mereka itu telah bertempur mati-matian dan berhasil memasuki serta merebut Kota Jakarta. Sasaran serdadu NICA dan Batalyon X yang terkenal ganas itu bukan cuma Pemuda Pelopor, tetapi juga rakyat biasa dan para abang Betawi. Makanan dan uang yang dibawa rakyat dirampasnya, kenang wartawan Merdeka Rosihan Anwar. Fotografer Antara, Abdoel Kadir Said, pernah tertangkap mengenakan lencana Merah Putih. Ia dipaksa menelan benda dari seng itu. (IPPHOS)

Dilansir TribunJakarta.com dari Wikipedia, tiga tahun selanjutnya, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom oleh Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki, di bulan Agustus 1945.

Di Indonesia sendiri, Belanda dan Jepang telah pergi dan adanya kekosongan kekuasaan asing membuat Soekarno mengambil kesempatan itu memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Indonesia pun berhasil merdeka dari kekuasaan asing.

Pada tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 dari Divisi 23 Sekutu yang berkekuatan sekitar 5.000 tentara mendarat di Surabaya di bawah pimpinan Brigadir Aulbertin Walter Sothern Mallaby.

Pertempuran Surabaya yang mengakibatkan banyak pejuang gugur menjadi peristiwa penting dan bersejarah bagi bangsa Indonesia pada10 November. ((Wikipedia.org))




Ilusterasi - Cuaca Kota Jakarta. ANTARA/Laily Rahmawaty/pri

Jakarta (ANTARA) - Cuaca cerah berawan menyapa Kota Jakarta di Hari Pahlawan, 10 November 2019 ini.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam laman resminya memprediksi cuaca di lima wilayah kota DKI Jakarta termasuk Kabupaten Kepulauan Seribu pada Minggu pagi cerah berawan.

Kondisi tersebut berubah pada siang hari. Tiga wilayah, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu diprediksi cerah.

Sedangkan Jakarta Selatan dan Jakarta Timur diperkirakan masih cerah berawan dan wilayah Jakarta Barat diprediksi diguyur hujan lokal.

Pada malam harinya cuaca cerah berawan berlangsung merata di seluruh Jakarta yang akan berlangsung hingga cuaca berawan pada Senin (11/11) dini hari.

Suhu di Jakarta pada hari  ini akan berada pada kisaran angka 25-34 derajat Celcius dengan kelembaban udara di angka 60-95 persen.

Baca juga: BMKG prediksi cuaca Jakarta cerah berawan dan berawan pada Jumat ini

Baca juga: Jakarta Pusat pastikan pompa air berfungsi baik saat musim hujan Pewarta: Ricky Prayoga Editor: Sri Muryono COPYRIGHT © ANTARA 2019




TRIBUNNEWS.COM - Menjelang Hari Pahlawan tahun 2019, Presiden RI Joko Widodo kembali menganugerahkan gelar pahlawan nasional untuk enam tokoh yang berjasa bagi bangsa Indonesia.

Mengutip unggahan di akun Instagramnya yang terverifikasi, @jokowi, Presiden Joko Widodo menyerahkan gelar pahlawan nasional kepada para ahli waris penerima.

Penganugerahan gelar pahlawan nasional digelar di Istana Negara pada Jumat (11/9/2019) siang.

Enam tokoh ini memiliki latar belakang bidang yang berbeda.

Yakni tokoh jurnalisme dan pendidikan, serta tiga anggota BPUPKI/PPKI.

Enam tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional tahun ini telah berjasa dalam perjuangan di berbagai bidang untuk mencapai, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

2. Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi (Oputa Yii Ko) dari Sulawesi Tenggara

3, Prof. Dr. M. Sardjito M,D., M.P.H. dari Yogyakarta



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply