Contact Form

 

Niat Puasa Tasua dan Puasa Asyura, Dilaksanakan pada 9 dan 10 Muharram, Ini Keutamannya


tirto.id - Puasa sunah Tasu‘a (9 Muharam) dan Asyura (10 Muharam) tahun ini jatuh pada Senin, 9 September dan 10 September 2019. Muharam termasuk bulan yang dimuliakan. Sebagaimana dilansir nu.or.id saking mulianya, bulan ini dijuluki dengan syahrullah (bulan Allah). Muharam dikatakan mulia karena di dalamnya terdapat amalan sunah yang sangat dianjurkan untuk melakukannya. Amalan sunah yang dimaksud ialah puasa. Kesunahan puasa di bulan Muharam didasarkan pada hadits riwayat Abu Hurairah: "Seseorang datang menemui Rasulullah SAW, ia bertanya, ‘Setelah Ramadan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal?' Nabi menjawab, ‘Puasa di Bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharam,” (HR Ibnu Majah). Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan sebagai berikut. “Puasa yang paling utama setelah Ramadan ialah puasa di bulan Allah, Muharam.” Puasa Asyura atau puasa sunnah yang dilakukan pada tanggal 10 Muharam jatuh pada Kamis (20/9/2018) minggu depan. Amalan ini menjadi lebih sempurna ketika dilakukan pada 8, 9, dan 10 Muharam. Tahun Baru Islam 1 Muharam jatuh pada hari Minggu, tanggal 1 September 2019. Sehingga, 9-10 Muharam jatuh pada 9-10 September 2019.

Berikut bacaan lengkap niat puasa Tasu'a dan asyura, sebagaimana dilansir Nu Online : Bacaan niat puasa Tasu'a 9 Muharam نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ التَا سُوعَاء لِلهِ تَعَالَى Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatit Tasû‘â lillâhi ta‘âlâ. Artinya, “Aku berniat puasa sunah Tasu‘a esok hari karena Allah SWT.” Bacaan niat puasa Asyura 10 Muharam نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ ِعَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ. Artinya, “Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah SWT.”













BANJARMASINPOST.CO.ID - Dahsyatnya keutamaan puasa Asyura dan Tasu'a yang dikerjakan pada bulan Muharram 1441 Hijriyah.

10 September 2019 mendatang a tanggal 10 Muharram dalam kalender Arab yang mana umat muslim bisa melaksanakan puasa Asyura.

Umat muslim yang akan melaksanakan berpuasa besok, wajib tahu niat puasa Asyura 10 Muharram.

Niat puasa tasu'a dan asyura 9 dan 10 muharram dapat dibaca dalam bacaan bahasa Arab dan terjemahannya di malam hari.

Baca: Kini Kian Dewasa & Cantik, Foto Terbaru Putri Ariel NOAH dan Sarah Amalia, Alleia Anata Irham

Sebelum Banjarmasinpost.co.id membagikan bacaan niat puasa asyura 10 Muharram, ada baiknya kamu tahu apa saja keutamaan ibadah puasa di bulan muharram ini.

Puasa asyura yang dilaksanakan pada bulan muharram ini merupakan puasa yang istimewa.

Dikarenakan pelaksanaannya pada bulan Muharram yang termasuk dalam Al-Asyhurul Hurum.

Al-Asyrul Hurum merupakan bulan yang dimuliakan Allah Swt dan apabila umat islam mengerjakan amalan-amalan kebaikan yang salah satunya adalah puasa pada bulan Muharram.

Imam Syafi'i menerangkan bahwa puasa di bulan Muharam disunahkan sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim.

Al-Qurthubi, seperti yang dikutip As-Suyuthi dalam Ad-Dibaj 'ala Shahih Muslim menjelaskan bahwa puasa Muharram lebih utama karena merupakan awal tahun dan merupakan amalan utama mengawali tahun baru dengan berpuasa.




TRIBUN-TIMUR.COM - Ini sejarah puasa Asyura, puasa yang dianjurkan tiap tanggal 10 Muharram.

Shaum atau puasa Asyura adalah shaum yang dilaksanakan tiap tanggal 10  di bulan Muharram dalam hitungan tahun Hijriyah.

Kenapa ada shaum yang dilaksanakan di tanggal tersebut? Begini sejarahnya seperti dikutip dakwah.id :

Pada masa jahiliyah, orang-orang Quraisy memiliki kebiasaan shaum di tanggal 10 tiap bulan Muharram .

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun juga melaksanakan shaum itu saat masih berada di Mekkah.

Baca: NIAT Puasa Muharram, Puasa Asyura dan Puasa Tasua Jelang Tahun Baru Islam 1441 H, Jadwal & Keutamaan

Baca: Tiga Amalan Dahsyat di Bulan Muharram, Salah Satunya Puasa Asyura, Puasa Sehari Hapus Dosa Setahun

Baca: Terungkap Rencana Awal Aulia Kesuma Habisi Nyawa Suami dan Anak Tiri, Bukan Diracun dan Dibakar

Hal ini pernah diceritakan oleh Istri beliau, Aisyah radhiyallahu ‘anha. Beliau berkata,

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ

“Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan shaum ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga melakukan shaum tersebut. Saat tiba di Madinah, beliau melakukan shaum tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan shaum ’Asyura. Lalu beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang mau, silakan shaum. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak shaum).’” (HR. Bukhari no. 2002 dan Muslim no. 1125)

Shaum Asyura yang diamalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat di Mekkah, hanya untuk beliau sendiri.

Beliau tidak pernah sekalipun memerintahkan kepada para sahabatnya untuk mengamalkan shaum tersebut.




Puasa Asyura dianjurkan Rasulullah SAW. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muharram adalah salah satu dari empat bulan (Zulqaidah, Zulhijjah, dan Rajab) yang disucikan Allah SWT. Bahkan dalam Alquran surah at-Taubah ayat 36-37 dijelaskan, bahwa pada Muharram ini dilarang mengadakan peperangan dan pada bulan ini perbuatan maksiat yang dilakukan dosanya lebih besar dibandingkan di bulan-bulan lainnya.

Salah satu amalan yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW untuk dikerjakan pada Muharram adalah ibadah puasa (shaum).    Mantan rektor Istitut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, KH Dr  Ahsin Sakho Muhammad, mengatakan nama lain dari Muharram adalah 'Assyura', karena di antara harinya ada hari ke-10 yang dianjurkan puasa.   Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (syahrullah)  Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardhu" (HR Muslim).  Kiai Ahsin menjelaskan, sunah untuk berpuasa di hari Asyura' berawal saat Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dia mendapati kaum Yahudi berpuasa pada 10 Muharram. Nabi SAW pun bertanya tentang puasa mereka.    Mereka menjawab, "Hari ini Allah SWT memenangkan Musa dan Bani Israel terhadap Firaun dan kaumnya, maka kami berpuasa sebagai mengagungkan hari ini".    Maka Nabi SAW bersabda, "Kami lebih layak mengikuti jejak langkah Musa dari kamu." Nabi SAW mengatakan bahwa umat Islam lebih lebih layak untuk mengikuti langkah Nabi Musa daripada kaum Yahudi. Karena itu, Rasul memerintahkan para sahabat agar berpuasa pada Muharram sebagai tanda syukur kepada Allah.   "Berpuasa di hari Asyura sebagai syukur atas kenikmatan yang diberi Allah SWT. Karena kenikmatan Nabi Musa as juga kenikmatan kita sebagai Muslim," kata Kiai Ahsin, saat dihubungi Republika.co.id.    Berpuasa pada Muharram begitu istimewa karena ganjaran pahalanya. Nabi SAW menjanjikan mereka yang melaksanakan puasa pada 10 Muharram akan diampuni dosanya selama satu tahun di masa lalu. Sebagaimana diriwayatkan: "Puasa hari Asyura', sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang lalu" (HR  Muslim). Riwayat lain dari Abu Qatadah al-Anshari RA, menyebutkan Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Asyura', maka beliau mengatakan: "Puasa Asyura' dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun yang lalu" (HR  Muslim).   Namun demikian, Nabi SAW menganjurkan agar umat Islam juga melakukan puasa di hari kesembilan Muharram atau disebut  'Tasu'a' agar berbeda dari puasa kaum Yahudi. Nabi mengatakan sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, seandainya tahun depan dia masih hidup, niscaya dia akan berpuasa pada hari kesembilan Muharram. Namun, belum tiba tahun yang akan datang, Nabi SAW sudah wafat.    Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi SAW mengatakan, "Berbedalah dengan puasa orang Yahudi, lakukan di sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." Kiai Ahsin menjelaskan, berpuasa di hari kesembilan atau kesebelas agar membedakan antara puasa Asyura' dalam Islam dengan yang dilakukan oleh orang Yahudi. Karena kaum Yahudi hanya berpuasa pada hari kesepuluh Muharram.   Selain berpuasa, Kiai Ahsin mengatakan dianjurkan untuk memperbanyak amalan baik lain di bulan Muharram, seperti bersedekah dan membaca Alquran.  Kiai Ahsin menambahkan, ada baiknya umat Muslim merenungkan beberapa hal saat menjalankan ibadah puasa Tasu'a dan Assyura'.  Dia mengatakan, agama yang dibawa Nabi Muhammad dan Nabi Musa pada dasarnya sama, yakni ketauhidan dalam Islam. Hanya saja, Nabi SAW membawa ajaran yang menjadi penyempurna ajaran sebelumnya.   Selanjutnya, kata Kiai Ahsin, estafet ajaran Allah atau kenabian yang paling berhak mendapatkannya adalah Nabi Muhammad. Nabi Muhammad diutus Allah dengan membawa ajaran Islam.   Pelajaran selanjutnya, menurutnya, mensyukuri nikmat Allah dapat dilakukan dengan beribadah berupa puasa, membaca Alquran, dan bersedekah.




“Puasalah kalian pada hari Asyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Kerjakan puasa dari satu hari sebelumnya sampai satu hari sesudahnya,” kata Nabi Muhammad SAW kepada umat Islam dalam hadits riwayat Ahmad.

Puasa Asyura atau puasa pada tanggal 10 Muharram memiliki sejarah yang panjang. Puasa ini sudah dipraktikkan umat Yahudi, jauh sebelum datangnya Islam. Mereka berpuasa pada Hari Raya Yom Kippur tanggal 10 bulan Tishri atau 10 Muharram karena pada hari itu Allah menyelamatkan Bani Israel dari musuh-musuhnya.

Sebagai rasa syukur, Nabi Musa as. berpuasa pada hari itu, atau 10 Muharram. Setelah kejadian itu, jadilah puasa Asyura menjadi ‘syariat’ bagi umat Yahudi.

Dalam perkembangannya, puasa Asyura tidak hanya diamalkan umat Yahudi namun juga kaum Quraisy pada masa Jahiliyah, bahkan hingga setelah masa-masa awal kelahiran Islam. Menariknya, Nabi Muhammad dan umat Islam juga menjalankan puasa Asyura.

Lantas bagaimana awal mula Nabi Muhammad dan umat Islam juga ‘ikut’ berpuasa Asyura? Juga bagaimana ‘status’ puasa Asyura setelah pensyariatan puasa Ramadhan?

Merujuk buku Puasa pada Umat-umat Dulu dan Sekarang (Sismono, 2010), sebelum turunnya perintah puasa Ramadhan, Nabi Muhammad dan umat Islam menjalankan puasa Asyura dan puasa pada tiap-tiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan-bulan Qamariyah.

Sebagaimana riwayat Ahmad, Nabi Muhammad melaksanakan puasa Asyura mungkin untuk menyertai kaum Quraisy yang juga berpuasa pada hari itu karena mengikuti syariat umat terdahulu. Atau Nabi Muhammad berpuasa Asyura karena mendapatkan izin dari Allah. \

Mengingat puasa juga merupakan amal kebajikan, sama seperti ibadah haji.

Nabi Muhammad dan umat Islam terus menjalankan puasa Asyura. Hingga suatu ketika, beliau tiba di Madinah dan mendapati umat Yahudi merayakan hari ke-10 Tishri atau 10 Muharram; mereka berpuasa Asyura, mengenakan pakaian yang indah, serta berbelanja makanan dan minuman.

Mendapati hal seperti itu, Nabi Muhammad kemudian bertanya kepada umat Yahudi mengapa mereka berpuasa pada hari itu. “Ini adalah hari yang baik bagi kami. Ini adalah hari dimana Allah menyelamatkan Bani Israel dari gempuran musuh-musuh mereka. Karena itu, sebagai ungkapan rasa syukur, Musa as. berpuasa pada hari ini,” kata mereka.

“Kalau begitu, kita (umat Islam) sangat patut mengikuti jejak Musa as.,” kata Nabi merespons jawaban Yahudi tersebut.

Nabi Muhammad kemudian memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada hari itu; siapa yang sudah makan, maka bisa berpuasa pada sisa hari itu dan siapa yang belum hendaklah berpuasa –jangan makan.

Agar tidak menyamai syariat umat Yahudi tersebut, Nabi Muhammad juga memerintahkan untuk berpuasa pada tanggal 9 (hari Tasu’a) dan 11 Muharram sesuai hadits riwayat Ahmad di atas.

Perintah tersebut disampaikan Nabi Muhammad pada awal tahun kedua beliau tinggal di Madinah –Nabi tiba di Madinah pada bulan Rabiu’ul Awwal. Beberapa bulan setelahnya (tujuh bulan setelahnya, atau 18 bulan setelah tinggal di Madinah), Nabi Muhammad menerima wahyu tentang perintah puasa Ramadhan.

Dengan demikian, puasa Asyura dilaksanakan sebagai puasa wajib hanya satu kali saja. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Setelah turunnya ayat ini dan puasa Ramadhan telah diwajibkan, maka Nabi Muhammad tidak lagi mewajibkan puasa Asyura bagi umat Islam. Mereka boleh berpuasa Asyura dan tidak berpuasa juga boleh.

Namun demikian, Nabi Muhammad sangat mengajurkan berpuasa Asyura. Hal ini bisa dilihat dari hadits riwayat Ibnu Abbas. “Saya tidak mengetahui Rasulullah SAW bersungguh-sungguh untuk berpuasa kecuali pada hari ini, yakni hari Asyura,” kata Ibnu Abbas.   (nu.or.id)




Agustina Husain, warga Kelurahan Dembe I, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo, menuangkan adonan untuk membuat kue apangi di kediamannya. (Foto: Haris ) GenPI.co – Warga Kelurahan Dembe Satu, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo, mulai bersiap menghadapi pelaksanaan Festival Apangi. Acara ini digelar setiap Puasa Asyura, atau pada tanggal9-10 Muharram. Persiapan nampak dari rumah warga yang mulai membuat kue apangi, salah satu jenis kue tradisional Gorontalo yang akan disajikan kepada tamu yang berkunjung ke rumah-rumah warga. Baca juga: Gubernur ini Ajak istrinya Ngegass di Gelaran Offroad Bulan Suro, Kerbau Jadi-jadian Rogojampi Banyuwangi Diarak Lanjut Membaca






Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply