Contact Form

 

Start dari Urutan Keempat di F1 GP Kanada 2019, Ricciardo Puas : Okezone Sports


BOLASPORT.COM - Pembalap Mercedes, Lewis Hamilton, menjuarai balapan Formula 1 GP Kanada di Sirkuit Gilles Villeneuve, Montreal, Senin (10/6/2019) dini hari WIB.

Lewis Hamilton tetap dipastikan sebagai pemenang balapan GP Kanada karena Sebastian Vettel (Ferrari) mendapat penalti lima detik setelah mengalami insiden melebar pada lap ke-48.

Saat itu, jarak antara Vettel dan Hamilton sangat dekat sehingga insiden yang dialami Vettel dianggap membahayakan pembalap di belakangnya.

BREAKING: Lewis Hamilton wins in Montreal!

Sebastian Vettel crosses the line first but an earlier 5-second penalty sees him drop to second with his Ferrari team mate Charles Leclerc taking the final podium place #CanadianGP ???????? #F1 pic.twitter.com/VY018Tfzya


Kevin Magnussen's qualifying came to a dramatic end in Q2#CanadianGP 🇨🇦 #F1 (sound on) pic.twitter.com/k2mAwcIMoR


MONTREAL – Hasil positif berhasil didapatkan oleh pembalap Tim Renault, Daniel Ricciardo , ketika menjalani sesi kualifikasi Formula One (F1) musim 2019 Grand Prix (GP) Kanada. Ya, Ricciardo berhasil meraih jadi pembalap dengan catatan waktu terbaik keempat dalam sesi itu.

Pada sesi kualifikasi yang dilangsungkan di Sirkuit Gilles Villeneuve tersebut, Ricciardo sejatinya kurang begitu menjanjikan saat awal-awal berada di atas lintasan. Namun seiring berjalannya waktu, Ricciardo mampu menunjukkan performa cukup impresif.

Ricciardo pun berhasil mencatatkan waktu 1 menit 11,071 detik dan berhak berada di posisi keempat kala start dalam balapan F1 GP Kanada 2019. Ricciardo berada di belakang Sebastian Vettel, Lewis Hamilton, serta Charles Leclerc.

Baca Juga: Ricciardo Yakin Red Bull Bakal Segera Raih Hasil Manis di F1 2019

Berhasil memulai balapan dari baris depan membuat Ricciardo pun merasa sangat bahagia. Terlebih, Ricciardo sendiri menyadari para rivalnya macam Max Verstappen (Red Bull) dan Pierre Gasly (Red Bull) tampil luar biasa cepat pada sesi kualifikasi F1 GP Kanada 2019. “Saya harus bertemu Helmut Marko (konsultan motorsport Red Bull). Jelas posisis keempat, dan start dari baris kedua terasa manis. Jujur saja, ketika Max tersingkir, saya tahu kami punya kesempatan nyata di Q3,” ucap Ricciardo, seperti disadur dari Motorsport , Minggu (9/6/2019).

“Gasly juga hanya berjarak 0,4 detik di depan saya saat Q2, tetapi waktu itu saya masih belum puas. Saya tahu Q3 bakal berjalan menarik, tetapi dia punya ban baru, jadi saya sadar harus melakukan lap yang sempurna,” sambungnya.

“Ternyata saya juga unggul atas Valtteri (Bottas), yang saya lihat dia melintir. Saya tidak tahu apa yang terjadi di percobaan kedua dia, tetapi saya senang dengan hasil ini. Semoga kami bisa meraih hasil lebih baik pada balapan nanti,” tuntas pembalap asal Australia tersebut.




Lando Norris, McLaren MCL34, Charles Leclerc, Ferrari SF90 1 / 10 Foto oleh: Simon Galloway / Sutton Images Sebastian Vettel, Ferrari SF90 2 / 10 Foto oleh: Andy Hone / LAT Images Nico Hulkenberg, Renault R.S.19 3 / 10 Foto oleh: Simon Galloway / Sutton Images Max Verstappen, Red Bull Racing RB15 4 / 10 Foto oleh: Andy Hone / LAT Images Lance Stroll, Racing Point RP19, Lewis Hamilton, Mercedes AMG F1 W10 5 / 10 Foto oleh: Joe Portlock / LAT Images Kimi Raikkonen, Alfa Romeo Racing C38 6 / 10 Foto oleh: Zak Mauger / LAT Images Charles Leclerc, Ferrari 7 / 10 Foto oleh: Mark Sutton / Sutton Images Romain Grosjean, Haas VF-19 8 / 10 Foto oleh: Francois Tremblay Carlos Sainz Jr., McLaren MCL34 9 / 10 Foto oleh: Steven Tee / LAT Images Max Verstappen, Red Bull Racing 10 / 10 Foto oleh: Joe Portlock / LAT Images




Mobil Lance Stroll mengeluarkan api besar di FP3 F1 Kanada 2019

GridOto.com -  Mobil Lance Stroll (tim Racing Point) mengeluarkan api yang besar di FP3 F1 Kanada, Sabtu (8/6). Hal itu membuat Mercedes, selaku pemasok mesin tim Racing Point panik. Bos Mercedes F1 , Toto Wolff , mengungkapkan kekhawatiran pihaknya soal mesin spek-2 yang dipakai oleh tim Racing Point. Itu karena 2 pembalap tim Mercedes, Lewis Hamilton dan Valtteri Bottas, juga memakai upgrade mesin spek-2 yang sama mulai balapan di Kanada akhir pekan ini. ( Baca Juga: WorldSBK Spanyol: Menang Superpole Race, Alvaro Bautista Raih Kemenangan 12+1 ) Toto Wolff takut jika mobil yang memakai mesin Mercedes akan mengalami masalah serupa. "Kami sangat khawatir soal masalah mesinnya," kata Wolff dilansir GridOto.com dari Planet F1 . "Kami masih belum benar-benar tahu dari apa api itu, padahal mesin baru ini mengeluarkan api saat mau keluar trek di mana pembalap tidak menginjak gas terlalu kuat," sambungnya.

Wolff mengaku pihaknya langsung melakukan investigasi soal hal ini agar tidak terjadi ke tim lain yang memakai mesin spek-2 Mercedes.




MONTREAL – Pembalap McLaren, Carlos Sainz Jr , merasa Formula One (F1) tidaklah sekompetitif MotoGP. Sainz pun menilai F1 seharusnya meniru beberapa peraturan di MotoGP agar balapan menjadi lebih menarik.

Sainz melihat jarak antara pembalap tim besar dengan yang lain terlalu jauh saat ini. Performa dari pembalap tiga tim pabrikan besar seperti Mercedes AMG Petronas, Scuderia Ferrari dan Red Bull Racing, amat sulit disaingi.

Jurang pemisah dengan tiga tim pabrikan besar amatlah jauh sehingga tidak ada pembalap lain yang memenangi balapan sejak awal musim 2013. Bahkan, pembalap dari ketiga tim pabrikan besar itu secara bergantian mendapatkan pole position sejak Grand Prix (GP) Inggris 2015.

BACA JUGA: Bahagianya McLaren Dapat Hasil Positif di F1 GP Monako 2019

F1 sejatinya akan mengubah beberapa peraturan pada musim 2021 demi meningkatkan level kompetisi. Sainz pun berharap F1 berani untuk melakukan perubahan seperti yang dilakukan MotoGP pada 2016.

Penyeragaman perangkat elektronik diperkenalkan ke MotoGP pada 2016 untuk mencegah tim pabrikan menemukan keuntungan besar atas saingan mereka. Sementara itu, sistem konsesi membatasi jumlah pengembangan untuk tim yang paling sukses sehingga mendorong tim-tim lainnya untuk bersaing dalam kejuaraan.

“Anda melihat sesama pembalap seperti Marcus (Ericsson, yang beralih ke IndyCar untuk musim 2019) pergi ke seri yang berbeda dan segera berada di jalur (kemenangan) serta berpotensi memenangkan balapan atau berada di podium. Anda kemudian melihat diri Anda di Formula 1 dan Anda terjebak di posisi tujuh,” kata Sainz, seperti yang dikutip dari Crash , Senin (10/6/2019).

“Itu (balapan F1) adalah sesuatu yang tidak pernah buat saya bosan karena ini baru musim kelima saya. Akan tetapi, saat Anda berpikir tentang (Sergio) Perez, (Nico) Hulkenberg, mereka telah berada di sini untuk banyak balapan dan saya tidak ingin merasakan (kegagalan) terus-menerus,” sambung pembalap berpaspor Spanyol itu.

“Perlu perubahan segera dan Formula 1 perlu segera disempurnakan untuk mengubah tren itu. Pembalap lain tidak akan menunggu di sini selamanya hanya untuk finis di posisi tujuh pada setiap balapan. Saya pikir itu pasti sesuatu yang perlu ditangani dan mudah-mudahan pada 2021 mereka akan mewujudkannya,” pungkasnya.




MONTREAL, KOMPAS.com - Pemandangan unik terjadi pada saat latihan bebas balapan Formula 1 ( F1) GP Kanada, Jumat (7/6/2019).

Pada latihan bebas 1 (FP1) GP Kanada di Sirkuit Gilles Villeneuve, ada marmot tanah (groundhog) yang melintas ketika pebalap Nicholas Latifi melintas.

Beruntung bagi sang marmot, Latifi berhasil menghindarinya sehingga tak terjadi "kecelakaan" fatal.

"Saya hampir saja bertabrakan dengan marmot," kata Latifi seperti dikutip dari situs web TSN.

Baca juga: Klasemen F1, 2 Pebalap Mercedes Unggul Jauh atas Para Pesaing

"Untung saja, saya berhasil menghindarinya dan kami berdua lolos tanpa cedera," tutur pebalap Kanada itu berseloroh.

In case you missed it ????@NicholasLatifi missed it ????#F1 #CanadianGP ???????? pic.twitter.com/tJmmkQVZSW


Prince Birabongse Bhanudej Bhanubandh atau Prince Bira, pembalap F1 satu-satunya dari Thailand.

INDOSPORT.COM  - Presiden Joko Widodo meminta Sirkuit Mandalika di Lombok juga dikembangkan untuk menyelenggarakan balapan Formula 1, selain MotoGP.

Namun jika menyelenggarakan Formula 1 masih berupa wacana, tidak dengan kiprah pembalap Indonesia di ajang jet darat ini. Tim Merah Putih sempat mengirimkan Rio Haryanto, yang membawa harum nama bangsa ke ajang F1.

Namun selain Rio Haryanto, tahukah Anda Asia Tenggara pernah punya pembalap F1 sebelumnya? Berikut  INDOSPORT  merangkum empat pembalap F1 yang berasal dari Asia Tenggara, dikutip dari Seasia .

Thailand menjadi negara Asia Tenggara pertama yang punya pembalap mobil. Adalah Prince Birabongse Bhanudej Bhanubandh atau yang akrab disebut Prince Bira, yang melakoni balapan mobil pada era 1950-an.

Memiliki keturunan garis biru Siam (kini Thailand), Prince Bira dikirim ke Inggris untuk bersekolah. Di sinilah ketertarikan di dunia otomotif muncul. Pertama kali ia balapan bersama tim sepupunya, Prince Chula yang bernama White Mouse Racing pada 1935.

Lalu ia mulai balapan di Formula 1 dan Grand Prix untuk tim Maserati, Gordini, dan Connaught. Pada Olimpiade 1960, Prince Bira bahkan berkompetisi melawan pembalap F1 lainnya, Roberto Mieres.




Mesin turbohibrida V6 diperkenalkan pada 2014, dan power unit Mercedes menjelma sebagai mesin balap paling efisien sepanjang sejarah lantaran diyakini telah menembus 50 persen efisiensi termal. Sebagai perbandingan, mesin Normally-Aspirated, yang merupakan pendahulu generasi hibrida, dilaporkan hanya memiliki 29 persen efisiensi. Baca Juga: Namun, Green, yang mana timnya memakai mesin buatan Mercedes, merasa teknologi mesin saat ini terlalu rumit. "Menurut saya, apa yang kita miliki di bagian belakang mobil saat ini adalah sebuah teknologi yang luar biasa," ucapnya. "Tetapi bisa dibilang itu terlalu luar biasa. "Saya pikir, apa yang kita miliki saat ini berpotensi mengubah standar teknologi menjadi terlalu tinggi, dan saya lebih ingin melihat sesuatu yang sedikit lebih sederhana. Itu pandangan saya. "Saya tidak akan menolak tambahan tenaga. Menurut saya F1 tidak pernah cukup dengan tenaga mesin. Kita butuh mobil yang lebih sulit untuk dikendarai. Tenaga yang lebih banyak dalam Power Unit yang lebih sederhana, itu yang saya harapkan." Romantisme mesin Normally-Aspirated Team principal Red Bull, Christian Horner, mengatakan dirinya juga akan menyambut dengan gembira jika F1 kembali ke mesin dengan rpm (revolusi per menit) yang lebih tinggi seperti di masa lalu. Namun, ia juga menyadari bahwa pengembangan mesin saat ini lebih terfokus pada teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. "Mesin Normally-Aspirated V10 atau V12 dengan rpm tinggi akan menjadi sebuah hal yang indah di Formula 1. Tetapi sayangnya, menurut saya itu sudah menjadi teknologi yang usang," kata Horner. "Seperti yang dikatakan Andy, teknologi yang ada di mesin sekarang ini benar-benar luar biasa. Kita akan melewati periode stabilitas mesin sampai tahun 2023 atau 2024. Jadi Formula 1 harus mengambil keputusan yang tepat untuk masa depan. "Jelas, sektor otomotif saat ini bergerak begitu cepat, dan seperti apa teknologi yang akan menjadi relevan nantinya? "Karena mesin yang akan diperkenalkan di 2025 harus bisa bertahan selama lima hingga 10 tahun, sampai 2035. Itu periode yang sangat lama. "Sisi romantis saya berkata kembali ke mesin yang bising, rpm tinggi, dan Normally-Aspirated."




Regulasi Olahraga dan Regulasi Teknis FIA terbaru yang salah satunya menyusun Regulasi Finansial Formula 1 dan berlaku mulai 2021, menuntut pengeluaran tim terbatasi maksimum hanya USD 175 juta atau setara Rp 2,5 triliun per musim.

Sebelumnya, pengeluaran tim dibatasi maksimum lebih rendah dari angka USD 175 juta, namun akhirnya itu tersepakati karena mendapat tekanan dari tiga tim besar Mercedes, Ferrari dan Red Bull, lansir motorsport.

Batas maksimum tersebut akan diberlakukan selama lima musim mulai 2021 hingga 2025, namun ada kemungkinan penyesuaian inflasi.

Jumlah itu belum termasuk beberapa elemen kunci dalam pengeluaran tim seperti gaji pembalap, biaya pemasaran, dan biaya yang berkaitan dengan pengembangan mesin.

Saat ini, tim-tim besar diperkirakan mengucurkan anggaran sebesar USD 220-250 juta per musimnya. Jadi bisa dibilang pembatasan anggaran ini tidak terlalu signifikan. Namun, tim-tim papan tengah awalnya berharap batas maksimum berada di kisaran USD 150 juta.

F1 juga menyiapkan hukuman bagi tim yang melanggar regulasi, termasuk pengurangan poin. Team principal bahkan bisa kehilangan lisensi FIA mereka. (mg8/jpnn)



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply