Contact Form

 

Sebut Klaim Menang Prabowo Hanya Berdasar Ahli IT, Yusril: Bisa Kami Rontokkan


JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli biometric software development, Jaswar Koto, yang dihadirkan oleh tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengungkapkan bahwa terdapat pola kesalahan input data pada sistem Situng milik KPU yang merugikan pasangan capres-cawapres nomor urut 02.

Jaswar mengatakan, pola kesalahan hitung dalam sistem Situng cenderung menggelembungkan jumlah perolehan suara pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan mengurangi suara pasangan Prabowo-Sandiaga.

"Pola kesalahan hitung pada Situng mengacu pada penggelembungan suara 01 dan pengurangan pada (suara) 02," ujar Jaswar dalam sidang lanjutan sengketa hasil pilpres di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2019).

Baca juga: Penjelasan BPN soal Langkah Mempersoalkan Situng ke MK

Jaswar memaparkan analisis yang ia lakukan sebagai contoh. Dari 63 TPS yang dipilih secara acak terjadi kesalahan input data, yakni terdapat perbedaan antara data angka di situng dengan rekapitulasi formulir C1 milik KPU.

Berdasarkan analisis, kesalahan input data terdapat penambahan jumlah perolehan suara pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebesar 1.300 suara, sedangkan pasangan Prabowo-Subianto dikurangi 3.000 suara.

Analisis itu juga, kata Jaswar, dilakukan selama dua kali untuk memvalidasi.

"Ini pola kesalahan, meski KPU bilang sudah diperbaiki," kata Jaswar.

"Dua kali kami menganalisa polanya 01 dimenangkan, 02 diturunkan," ucapnya.

Baca juga: Jadi Saksi Sidang MK, Penasihat IT Fadli Zon Ceritakan Delay di Situng KPU

Menurut Jaswar, kesalahan input kesalahan pada Situng juga berpengaruh pada rekapitulasi berjenjang.

Sebab, jumlah total suara pemilih pada situng dan rekapitulasi manual berjenjang menunjukkan angka yang sama.




Tim hukum Jokowi-Ma'ruf mengaku heran dengan semua pernyataan yang diucapkan ahli biometric software development, Jaswar Koto. Menurut tim hukum Jokowi, petitum gugatan yang disampaikan Prabowo sama persis dengan pernyataan Jaswar terkait penggelembungan suara hingga adanya DPT siluman mencapai 22 juta. Ketua tim hukum Jokowi, Yusril Ihza Mahendra memperkirakan apa yang ditulis tim hukum Prabowo dan klaim kemenangan Prabowo itu berdasarkan dari keterangan satu orang, yakni Jaswar Koto. Sebab, kata Yusril, paparan yang disampaikan Jaswar sama persis dengan petitum yang digugat tim hukum Prabowo. "Dari situ (Jaswara) ternyata Pak Prabowo-Sandi menentukan angka kemenangan mereka, jadi bukan yang diumumkan di Jalan Kertanegara, Hotel Sahid, tapi dari seorang yang mengaku ahli IT, yang sama sekali kita tidak kenal, katanya bekerja di luar negeri, belum pernah bekerja di Indonesia meskipun masih WNI," kata Yusril di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2019).

Menurut Yusril, tulisan Jaswar ini sangat kontroversial dengan analisis-analisisnya. Dia pun mengira permintaan kemenangan Prabowo atas Jokowi di sidang sengketa itu hanya berasal dari omongan Jaswar. "Bayangkan dari 1 orang ya, seperti itu, saya kira ini ahli yang luar biasa, tapi ya Alhamdulillah, kami yakin bisa merontokkan seluruh dalil-dalil dari ahli itu, walaupun di antara kami tak seorang pun ahli IT, bisa berdebatlah," ucap Yusril. Sementara itu, ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto mengapresiasi semua keterangan saksi yang dihadirkan pihaknya. Menurutnya semua keterangan saksi dan ahli bisa menguatkan dalil permohonannya. Pria yang akrab disapa BW itu juga mengaku optimis memenangkan gugatan ini. Dia pun mengatakan saat ini tinggal menyerahkan saja kepada Tuhan terkait hasil putusan persidangan nanti. "Saya dari awal sebenarnya tugas saya buka peluang sekecil apapun. Tapi yang saya senang, saya bisa berikan perspektif baru, saksi-saksi yang kami hadirkan terutama 3 saksi terakhir, yang diawali 13 saksi lainnya sebenarnya mampu menjelaskan, sebenarnya ada apa problem dalam pilpres. Hasilnya kita serahkan kepada zat yang maha dahsyat ini," pungkasnya. Tim Prabowo Rencana Ganti Saksi, Yusril Ingatkan Hukum Islam Kafarat: [Gambas:Video 20detik]




HAIRUL Anas Suaidi menutupi wajahnya dengan masker ketika mengantre di depan meja resepsionis Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta Pusat, Rabu (19/5/2019) sekira pukul 08.30 WIB.

Ia mengantre untuk menukarkan kartu identitasnya dengan tag identitas tamu Mahkamah Konsitusi.

Sesekali, Hairul Anas Suaidi terlihat menelepon seseorang menggunakan ponselnya.

• Yusril Ihza Mahendra: LPSK Tak Berwenang Lindungi Saksi dan Korban dalam Perkara Perdata

Di dekatnya terlihat kuasa hukum pasangan Prabowo-Sandi , Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana , tengah memastikan para saksinya.

Setelah membuak sidang, Hakim Ketua Mahkamah Konsitusi Anwar Usman kemudian memanggil nama para saksi dan ahli yang akan bersaksi dari pihak Prabowo-Sandi .

Mereka dipanggil ke depan meja majelis hakim, untuk diambil sumpahnya.

• Sudah Ada Mobil Menunggu, Menkumham Yasonna Laoly Bilang Setya Novanto Sudah Berencana Kabur

"Silakan ke depan Agus Maksum, Idham, Hermansyah, Listiani, Nur Latifah, Rahmadsyah, Fakhrida Arianti, Tri Susanti, Dimas Yehamura."

"Beti Kristiana, Tri Hartanto, Risda mardiana, Haris Azhar, Said Didu, dan Hairul Anas Suaidi ," kata Anwar Usman di ruang sidang.

Bambang Widjojanto kemudian mengatakan Haris Azhar dan Said Didu akan datang terlambat.

• Nilai Sangat Wajar Saksi Sidang MK Dilindungi, Fadli Zon: Kalau Enggak untuk Apa Ada LPSK?

"Silakan saksi ahli Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono," lanjut Anwar.




MerahPutih.com -Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menghadirkan 15 saksi dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (19/6). Dua dari 15 saksi tersebut adalah Hariz Azhar dan Said Didu.

Hariz Azhar merupakan Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru. Sementara Said Didu pernah menjabat sebagai Sekretaris Kementerian badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Kita mencoba memenuhi apa yang diminta mahkamah, ada beberapa cadangan yang kita siapkan, in case nanti saksinya tiba-tiba sakit, jadi sudah kita siapkan semua," kata Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto di Gedung MK

Ketua Tim Hukum BPN, Bambang Widjojanto. (Antaranews)

Baca Juga: Yusril Siapkan Sanggahan Keterangan Saksi-saksi Prabowo-Sandi

Pria yang karib disapa BW ini mengatakan saksi yang akan dihadirkan dalam sidang kali ini berasal dari pihak yang melihat, mendengar, dan mengetahui dugaan kecurangan yang menjadi dalil permohonan pihaknya.

"Apa yang disebut dengan saksi adalah orang yang melihat, mendengar, mengetahui, ini yang dijadikan dasar," ujar BW.

Selain saksi fakta, Tim Hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 ini juga menghadirkan dua saksi ahli, Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono.

Hari ini sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi dari pemohon yakni Prabowo-Sandi. MK sebelumnya telah membatasi jumlah saksi bagi pemohon sebanyak 15 orang dan dua ahli. Ketentuan ini juga berlaku bagi KPU, Jokowi-Ma'ruf, dan Bawaslu.

Saat sidang mulai berlangsung pagi ini, para saksi dan ahli yang dihadirkan kubu Prabowo pun dipanggil ke muka ruang sidang oleh Ketua MK Anwar Usman untuk dipastikan identitasnya serta diambil sumpah sesuai keyakinan masing-masing untuk memberikan kesaksian dengan jujur. (Pon)

Baca Juga: Yusril Cs Siap Hadapi Saksi-saksi Prabowo-Sandi di Sidang Lanjutan MK




JAKARTA - Sidang sengketa Pemilu 2019 kembali dilanjutkan di Mahkamah Konstitusi (MK) setelah sempat diskors. Saat ini, persidangan sudah mulai memasuki mendengarkan pemaparan dari ahli.

Adapun dua orang saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandi, yakni, Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono. Mahkamah tetap memutuskan sidang ini hingga pemeriksaan ahli selesai.

"Sidang tetap dilanjutkan, silahkan panggil ahli," kata Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman, Kamis (20/6/2019) dini hari.

Kubu Prabowo, Nasrullah sebelumnya sempat meminta menunda persidangan ini. Dalilnya adalah kesehatan.

Baca Juga: Yusril Minta Sidang Ditunda, Hakim: Kita Putuskan untuk Dilanjutkan

Namun, Mahkamah menanyakan bagaimana pihak termohon dan terkait apakah sidang ini ditunda atau dilanjutkan.

Untuk pihak termohon dan terkait pun sepakat sidang ini dilanjutkan hingga selesai.

Lantaran waktu sudah menunjukan dini hari dan mengingat sidang dilaksanakan sejak pagi kemarin, Hakim Konstitusi Suhartoyo pun memutuskan membatasi pemaparan para ahli masing-masing 10 menit.

"Pemaparan ahli masing-masing 10 menit," tutup Suhartoyo. (edi)




TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkap adanya dua saksi 'ilegal' dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi yang sempat masuk arena sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).

Hakim MK Suhartoyo mengungkap sebelum sidang, majelis hakim hanya menerima daftar saksi berupa tulisan tangan dalam secarik kertas dari BPN.

Saksi tersebut adalah Agus Maksum, Idham Amiruddin, Hermansyah, Listiani, Nur Latifah, Rahmadsyah, Fakhrida, Tri Susanti, Dimas Yemahura, Beti Kristiana, Tri Hartanto, Risda Mardiana, Haris Azhar, Said Didu, dan Hairul Anas, serta dua saksi ahli bernama Jaswar Koto, dan Soegianto Soelistiono.

Baca: Nur Latifah Mengaku Beberkan Bentuk Intimidasi yang Diterimanya Saat Bersaksi di MK

Baca: Majelis Hakim Putuskan Tidak Bacakan Surat Penolakan Haris Azhar Jadi Saksi dalam Sidang di MK

Sementara itu, sebelumnya anggota tim hukum BPN, Teuku Nasrullah mengatakan bahwa pihaknya mencoret dua nama saksi yaitu Beti Kristiana dan Risda Mardiana sehingga saksi yang dihadirkan tinggal berjumlah 15.

Berdasarkan catatan itu Hakim Ketua MK Anwar Usman kemudian memanggil semua saksi untuk diambil sumpahnya.

“Karena Pak Haris Azhar dan Said Didu belum hadir maka tadi pagi harusnya 13 saksi saja yang dimintai sumpah, tapi secara fisik ada 15 yang maju, karena pencoretan itu belum disampaikan maka hakim ketua tidak tahu. Ternyata ada dua saksi yang tidak dicatat tapi maju ikut disumpah bernama Suwarno dan Mulyono,” ungkap Suhartoyo.

Hakim MK lainnya, Saldi Isra kemudian menegaskan bahwa dua saksi “ilegal” itu tetap dilarang untuk masuk ruang sidang meskipun sudah diambil sumpahnya.

“Dua saksi yang dalam tanda petik ilegal tidak boleh hadir lagi di ruangan ini meskipun sudah diambil sumpahnya,” tegas Saldi Isra.

Namun pada akhirnya Beti Kristiana dan Risda Mardiana tetap hadir sebagai saksi dari BPN, sementara Haris Azhar menolak untuk menjadi saksi bagi BPN.




Suara.com - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menutup sidang sengketa Pilpres 2019 hari ketiga yang dimulai pada Rabu (19/6) pukul 09.00 WIB dan baru berakhir Kamis sekitar pukul 04.55 WIB saat azan Subuh berkumandang.

Ketua Majelis Hakim Anwar Usman mengatakan sidang akan dilanjutkan dengan agenda memeriksa saksi dan ahli yang dihadirkan pihak termohon yakni KPU pada Kamis siang nanti pukul 13.00 WIB.

"Dengan demikian sidang ditutup dan selamat beristirahat," kata Anwar Usman sambil mengetuk palu tiga kali tanda ditutupnya sidang di Gedung MK, Jakarta, seperti dilansir Antara.

Pada awalnya, Anwar akan kembali memulai sidang pada pukul 11.00 WIB, namun pihak termohon meminta diundur hingga pukul 13.00 WIB.

Mereka beralasan sidang yang berlarut hingga subuh dan perlu istirahat yang cukup, dan akhirnya Anwar mengabulkannya.

Sidang ini ditutup setelah memeriksa 14 saksi dan dua ahli yang diajukan tim hukum Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Saat sidang berganti hari, Ketua tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, melakukan interupsi saat sidang belum juga selesai hingga Rabu pukul 00.00 WIB.

"Interupsi sebentar yang mulia, sekarang jam 12 malam, ini kalau kita pakai tahun masehi berganti waktu. Sudah ada PMK mengatur jadwal-jadwal, mohon dipertimbangkan dulu persoalannya sebelum kita lanjutkan sidang ini atau kita hentikan," kata Yusril kepada majelis hakim.

Namun Ketua Majelis Hakim Anwar Usman memutuskan untuk melanjutkan sidang hingga pemeriksaan saksi dan ahli yang diajukan oleh tim hukum Prabowo-Sandiaga selesai semua.

"Jadi begini Pak Yusril mungkin masih ingat sidang-sidang yang dulu sampai subuh, jadi kita putuskan diteruskan. jadi itu tidak ada masalah," kata Anwar Usman.

Sekitar pukul 03.00 WIB, gantian pihak pemohon yang mengajukan sidang ditunda karena mereka sudah merasa kelelahan, namun juga tidak dikabulkan oleh Majelis Hakim MK.

"Yang mulia, saya memahami ini peradilan yang harus dipercepat, tetapi tidak berarti terlambat satu hari menyebabkan cepat itu menjadi terhalangi. Persoalannya adalah saya mulai urat-urat di kepala ini keluar," kata salah satu kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah.

Nasrullah mengungkapkan meninggalnya 700 KPPS dalam Pemilu serentak 2019 dapat terjadi, di mana berdasarkan keterangan Dinas Kesehatan karena faktor kelelehan.

"Ini contoh penjelasan ini saya khawatir akan menimbulkan persoalan di kemudian hari dari persidangan ini," kata Teungku Nasrullah.

Menanggapi hal ini, Ketua Majelis Hakim Anwar Usman meminta pendapat dari pihak KPU dan pihak terkait, yakni tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin.

Ketua KPU Arief Budiman menyerahkan kepada majelis hakim terkait permintaan pemohon tersebut.

"Sebetulnya kami sudah terbiasa sampai subuh juga nggak apa-apa, kami menyerahkan kepada yang mulia," kata Ketua KPU ini.

Sementara pihak terkait menolak permintaan yang diajukan oleh pihak Prabowo-Sandiaga ini.

"Ini kan soal keadilan, masing-masing kan diberi waktu satu hari. Ini pemohonnya sudah diberi waktu dua hari, ini yang harus dipahami," tegas Yusril.

Nasrullah kembali menyatakan bahwa hal ini bukan masalah keadilan, tetapi nyawa orang yang harus dipertimbangkan.

"Pagi nanti kita bisa akan sidang, dan ini kalau kita pulang sekarang sampai rumah sudah subuh," katanya.

Majelis hakim akhirnya melanjutkan untuk mendengarkan dua ahli yang dihadirkan dari pemohon, yakni Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono.




- Ada perselisihan mengenai jumlah saksi yang sudah disumpah dalam persidangan sengketa Pilpres 2019 di MK. Majelis hakim MK akhirnya memutuskan mencoret dua saksi yang diajukan tim hukum Prabowo meskipun keduanya sudah diambil sumpahnya.Cerita bermula pada awal persidangan pagi tadi. Saat itu, Ketua MK Anwar Usman memanggil satu per satu nama saksi berdasarkan kertas yang diberikan oleh tim Prabowo.Dari pagi hingga sore, tidak ada masalah dengan daftar saksi ini. Persoalan muncul ketika tim hukum Prabowo menanyakan soal saksi-saksi yang akan dihadirkan. Dari situ, ada selisih jumlah mengenai tafsiran berapa saksi yang disumpah.Karena perbedaan mengenai jumlah saksi yang disumpah, majelis hakim sampai menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada petang tadi. RPH digelar dengan membuka rekaman momen pengambilan sumpah pada pagi tadi.Apa hasilnya? RPH hakim MK menyatakan ada kejadian yang janggal. Ketua MK Anwar Usman memanggil 13 saksi dan 2 orang ahli. Namun ternyata ada dua orang di luar nama-nama yang dipanggil Anwar maju ke depan dan turut diambil sumpah."Kemudian, ketika dilakukan pemanggilan saksi satu per satu oleh ketua majelis... Pak Ketua secara otentik hanya memanggil, untuk saksi 13 orang. Ada rekaman yang sudah kita pelajari bersama. Memang secara physically memang 15 orang saksi yang disumpah. Dua di antaranya jelas tidak dipanggil oleh ketua," kata anggota majelis hakim Suhartoyo membacakan hasil persidangan di MK, Rabu (19/6/2019).Hakim MK kemudian memutuskan bahwa dua orang yang kemudian bernama Suwarno dan Mulyono itu tidak dicoret dari daftar saksi."Maka mahkamah ambil kesimpulan bahwa 13 itulah yang dianggap," tutur Suhartoyo.Hakim Saldi Isra kemudian menambahkan, saksi ilegal bernama Suwarno dan Mulyono itu dilarang berada di ruangan persidangan."Soal yang 15 tadi. Pak Mulyono dan Suwarno, yang secara tanda petik ilegal tadi, diambil sumpahnya. Tidak boleh lagi hadir di ruangan ini. Kalau mau masuk itu hanya Pak Said Didu saja," kata Saldi.Adapun 13 nama saksi yang dipanggil oleh Ketua MK Anwar Usman dan disumpah adalah:1. Agus Maksum2. Idham3. Hermansyah4. Listiani5. Nur Latifah6. Rahmadsyah7. Fakhrida8. Tri Susanti9. Dimas Yenamura10. Beti Kristiana11. Tri Hartanto12. Risda Mardiana13. Hairul AnasSelain 13 saksi tersebut, ada pula dua orang ahli yang turut diambil sumpahnya:1. Jaswar Koto2. Soegianto SoelistionoAda dua orang lain, yakni Said Didu dan Haris Azhar, yang diajukan oleh tim Prabowo untuk diajukan sebagai saksi pada pagi tadi, namun belum diambil sumpahnya lantaran keduanya belum hadir di ruang sidang. Namun belakangan Haris Azhar melayangkan surat ke MK, yang memberitahukan bahwa dia menolak datang sebagai saksi.

[Gambas:Video 20detik]


Saksi-saksi dari pihak pemohon kembali ke ruangan saksi setelah diambil sumpah saat sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli dan saksi fakta dari pihak pemohon. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A)

Jakarta  - Ketua tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra menyatakan memilih mendiamkan, tidak mengajukan pertanyaan kepada mantan Sekretaris BUMN Said Didu saat dihadirkan sebagai saksi dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 di ruang sidang Mahkamah Konstitusi. "Kalau saya bertanya jawabannya pendapat, sementara Mas Said Didu ini hadir sebagai saksi. Saya memutuskan tidak bertanya," kata Yusril saat diberi kesempatan bertanya oleh majelis hakim konstitusi dalam sidang PHPU Pilpres 2019 di MK Jakarta , Rabu malam 19 Juni 2019. Ketika pihak Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengajukan Said Didu sebagai saksi, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih mengingatkannya posisinya sebagai saksi, bukan ahli, sehingga hanya menerangkan pengalaman bukan pendapat. Dalam kesaksiannya, Said Didu menceritakan tentang pejabat anak perusahaan BUMN yang mundur ketika maju dalam jabatan publik, yakni Dirut PT Semen Padang yang merupakan anak perusahaan PT Semen Gresik ketika mencalonkan diri dalam pemilihan gubernur Sumatera Barat. Kalau saya bertanya jawabannya pendapat, sementara Mas Said Didu ini hadir sebagai saksi. Saya memutuskan tidak bertanya. "Ada pengalaman saya (waktu) Dirut Semen Padang dan saya sendiri menangani, mohon maaf saat itu dicalonkan partai yang berkuasa, tapi saya tegas (bicara) dilarang UU maka anda harus mundur," kata Said Didu seperti dilaporkan Antara . Dalam kesaksiannya, mantan Sekretaris Kementerian BUMN ini memaparkan tiga kelompok pejabat BUMN dengan merujuk kewajiban melapor LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negera) ke Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ). "Direksi, dewan pengawas dan komisaris serta direksi anak perusahaan BUMN dianggap juga dimasukkan dalam kelompok pejabat BUMN. Sehingga, mulai 2006 seluruh pejabat BUMN yang tiga kelompok tadi berkewajiban melaporkan LHKPN. Itu mulai pejabat BUMN terdiri dari tiga kelompok komisaris, dewan pengawas dan direksi BUMN; komisaris dewan pengawas anak perusahaan BUMN dan pejabat satu tingkat di bawah direksi BUMN. Itu praktik hukum LHKPN," tutur Said Didu. Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga menghadirkan Said Didu sebagai saksi untuk membantah jawaban Tim Kuasa Joko Widodo- Ma'ruf Amin yang menyatakan Ma'ruf Amin tidak berstatus sebagai karyawan atau pejabat BUMN karena posisinya sebagai Dewan Pengawas Syariah. Said Didu dan Haris Azhar Sebelumnya, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi selaku pemohon perkara sengketa hasil Pilpres 2019, menghadirkan dua orang ahli dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK). "Ada dua ahli yang dihadirkan oleh pemohon, atas nama Jaswar Koto dan Soegianto Sulistiono," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman, ketika membacakan nama-nama saksi fakta dan ahli dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu. Pemohon juga menghadirkan 15 orang saksi untuk memberikan keterangan dalam persidangan. Di antara 15 saksi fakta yang dihadirkan, dua di antaranya adalah Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu dan Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar. "Jumlah saksi sesuai dengan permintaan Mahkamah sudah disiapkan, tapi kami siapkan cadangan, mereka belum pernah ke Mahkamah just  in  case ada masalah jadi sudah kami substitusikan," ujar kuasa hukum tim Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto . Sesaat setelah sidang dibuka, Ketua Majelis Hakim memanggil seluruh saksi dan ahli untuk diambil sumpahnya sesuai keyakinan masing-masing. Mahkamah kemudian memastikan data pribadi saksi dan ahli sesuai kartu identitas masing-masing, sebelum memberikan keterangan. Sidang sengketa pilpres ini dimohonkan oleh pasangan Prabowo Subiyanto dan Sandiaga Salahuddin Uno yang diregister oleh MK dengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019. Permohonan ini menuding bahwa selama proses dan pelaksanaan Pilpres 2019 telah terjadi kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). [] Baca juga:




National Politics

Ryamizard said Kivlan once had contributed for the nation.

Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply