Situs PPDB Disdik Jabar belum juga menampilkan hasil seleksi penerimaan siswa baru SMA/SMK yang rencananya diumumkan siang ini pukul 13.00 WIB, Sabtu (29/6/2019). Hingga pukul 13.50 WIB, saat diklik https://ppdb.disdik.jabarprov.go.id/, masih terpampang pengumuman bertuliskan "Perhatian! Pengumuman hasil seleksi PPDB Jabar 2019 akan disampaikan pada hari Sabtu, 29 Juni 2019 pukul 13.00 WIB melalui website PPDB Jabar 2019 dan sekolah tempat mendaftar." Selain melalui website, pengumuman hasil PPDB juga dilakukan di sekolah saat mendaftar. Berdasarkan pantauan di beberapa sekolah seperti SMA 3 dan 5 Bandung, puluhan orangtua sudah berkumpul di sekolah sebelum pukul 13.00 WIB. Para orangtua murid ini memang harus ke sekolah tempat mendaftar untuk mengambil surat keterangan (SK) diterima atau tidak diterima, untuk keperluan daftar ulang.
"Jadi itu adalah surat keterangan diterima atau tidak diterima harus ke sekolah ketika dia daftar. Walaupun dia diterima di pilihan kedua, tetap dia harus datang ke pilihan pertamanya," ujar Kepala Dinas Pendidikan Jabar Dewi Sartika. Daftar jadwal ulang dilakukan selama dua hari mulai Senin dan Selasa (1-2/7/2019). Simak Juga "Pendaftar PPDB di Makassar Membeludak, 10 SMPN Baru Didirikan": [Gambas:Video 20detik]
Wali Kota Bogor Jawa Barat, Bima Arya Sugiarto menemukan dua peserta Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 beralamat fiktif saat melakukan inspeksi mendadak (sidak). tirto.id - Saat proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019, Wali Kota Bogor Jawa Barat Bima Arya Sugiarto menemukan dua peserta beralamat fiktif saat melakukan inspeksi mendadak (sidak). Peserta dengan alamat fiktif ini ditemukan di Kelurahan Paledang yang letaknya tak jauh dari SMA Negeri 1 Kota Bogor, Jumat (28/6/2019) malam. "Kita menerima aduan dari warga sejak seminggu lebih soal ini. Mereka tahu sebagai orang tua siswa bahwa anak-anak itu tidak tinggal di situ," ujarnya, di Bogor, usai melakukan sidak. Hasil sidak, dua peserta yang menggunakan surat domisili Kelurahan Paledang itu, rupanya beralamat di Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara dan satu lagi beralamat di Kelurahan Tegallega, Bogor Tengah. Bima sempat berang ketika ketua RT setempat beralasan bahwa peserta PPDB yang beralamat di Tegallega itu indekos di Kelurahan Paledang. Pasalnya, Kelurahan Paledang dan Kelurahan Tegallega masih satu kecamatan, yakni Kecamatan Bogor Tengah. "Menurut saya ini modus. Modusnya harus didalami, saya ragu anak itu anak indekosan. Anak itu tidak tinggal di situ, kedua tidak ada di kartu KK yang asli hanya ada di surat keterangan domisili," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu. Bima merekomendasikan agar para peserta PPDB yang memanfaatkan sistem zonasi dengan menyertakan alamat fiktif ini digugurkan oleh panitia PPDB 2019. "Saya minta ini harus digugurkan. Nanti kita lihat secara administratif harus didiskualifikasi, juga harus diproses pidana kalau ada pemalsuan data kependudukan," ujarnya lagi.
Sumber: Antara Penulis: Maya Saputri Editor: Yulaika Ramadhani Subscribe Now
Ombudsman Republik Indonesia perwakilan Jawa Barat menemukan 86 laporan terkait pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 di Jawa Barat. Berbagai laporan tersebut sudah diserahkan ke tingkatan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat. "Dari proses pemantauan sampai hari ini laporan yang masuk ada 86 laporan secara keseluruhan," ucap Kepala Ombudsman Jabar Haneda Sri Lastoto di kantor Ombudsman Jabar, Jalan Jakarta, Kota Bandung, Jumat (28/6/2019). Seluruh laporan yang masuk ini mulai dari tingkat SD, SMP hingga SMA/SMK di Jabar. Kebanyakan laporan yang masuk terkait pelaksanaan PPDB di Kota Bandung.
"Laporannya terkait macam-macam. Ada yang soal zonasi hingga terkait operator PPDB yang merangkap sebagai PPID (pejabat pengelola informasi dan dokumentasi). Tapi laporan paling tinggi terkait zonasi," kata Haneda. Ia menambahkan dari laporan yang masuk sebagian sudah disalurkan ke dinas pendidikan terkait. Pihaknya tak serta merta menyalurkan seluruh laporan ke dinas karena masih ada laporan yang kurang lengkap. "Laporan di kita itu tidak dengan serta merta disalurkan ke Disdik. Karena ada yang laporan identitas anaknya nggak jelas, sehingga bisa merepotkan Disdik. Kita melaporkan yang sudah memenuhi syarat laporan," ujar Haneda. Gara-gara Sistem Zonasi, Sekolah Ini Tak Ada Pendaftar: [Gambas:Video 20detik]
Langkah Gubernur Jabar Ridwan Kamil mendaftarkan putrinya Camillia Laetitia Azzahra (Zahra) ke SMAN 3 Bandung lewat jalur perpindahan orang tua menuai kritik. Beredar surat kaleng yang menganggap keberadaan Zahra di sekolah itu bertolak belakang dengan upaya pemerataan kualitas pendidikan lewat sistem zonasi yang digaungkan pemerintah. Emil sapaan Ridwan Kamil menegaskan tidak melanggar aturan dengan mendaftarkan putrinya ke SMAN 3 Bandung. "Saya adalah orang yang taat aturan. Orang seperti saya banyak yang gibah, fitnah biasa. Pertanyaannya apa aturan yang dilanggar? Kalau tidak ada, jangan menzalimi anaknya. Karena anaknya itu datang sesuai aturan," kata Emil kepada wartawan di Trans Luxury Hotel, Kota Bandung, Selasa (25/6). Ia menegaskan mengikuti prosedur ketika mendaftarkan putrinya. Salah satunya dengan menggunakan jalur mutasi orang tua karena beberapa bulan lalu pindah ke rumah dinas gubernur di Gedung Pakuan, Kota Bandung.
"Sekarang anak saya enggak masalah sekolah swasta, tapi daftar sekarang sudah sesuai aturan, menggunakan mutasi orang tua. Dari desember pindah ke pakuan, dan rumah itu zona tengah kota, itu pilihannya SMA di sana," ujar Emil. Emil menyatakan anak bungsunya itu sudah pernah terlempar dari SMP negeri pilihannya saat ia menjabat sebagai wali kota. Akhirnya Zahra sekolah swasta di Darul Hikam. "Saya tidak memaksa menggunakan kekuasaan masukan anak saya ke negeri (saat menjabat sebagai wali kota) maka anak saya sekolah di Darul Hikam. Itu contoh yang saya lakukan," ungkap dia. Pembelaan Emil diperkuat Kepala Dinas Pendidikan Jabar Dewi Sartika. Ia menegaskan prosedur pendaftaran yang dilalui anak bungsu gubernur itu sama sekali tidak menyalahi aturan karena diatur dalam Pergub PPDB. Ia menuturkan dalam pelaksanaan PPDB tahun 2019, Pemprov Jabar merujuk Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 yang mengatur tiga jalur pendaftaran yakni zonasi 90 persen, prestasi 5 persen dan perpindahan orang tua 5 persen. Namun, ada penyesuaian lagi dalam Pergub. "(Pergub) pasal 16 di dalam zonasi mereka boleh memilih salah satu jalur, boleh perpindahan atau lainnya. Pak gubernur memilih pakai jalur perpindahan, tidak ada yang dilanggar peraturannya," jelas dia. Menurutnya Pergub ini hasil masukan dari berbagai pihak seperti MKKS di kabupaten dan kota termasuk pemerhati pendidikan. Mengingat, penerbitan Pergub ini sudah melalui uji publik. "Pada saat membuat pergub uji publik, itu masukan dari publik. Karena tidak membahas batasa wilayah perpindahan orang tua, karena memang disebutnya dalam kota provinsi pada sekolah yang sama, itu dipergub dan juknisnya seperti itu. Bukan soal mengakali (aturan), ada kebijakan lokalnya seperti itu," tandasnya Dewi. Sementara Pemerhati pendidikan dari Lembaga Nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan khususnya Kota Bandung Kalyamandira, Ben Satriana menilai jalur perpindahan orang tua yang digunakan Emil untuk mendaftarkan putrinya tidak tepat. Karena hal itu bertentangan dengan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, meski diatur dalam Pergub Nomor 16 Tahun 2019. Menurutnya ada perbedaan penafsiran antara Permendikbud dengan Pergub di Jabar. Dalam Permendikbud jelas diatur bahwa jalur perpindahan orang tua hanya diperbolehkan bagi pendaftar dari luar zona sekolah. Namun dalam pelaksanaan di Jabar ada penyesuaian. Artinya, memperbolehkan jalur perpindahan orang tua bagi pendaftar lintas kecamatan di Kota Bandung, seperti halnya yang dimanfaatkan putri Ridwan Kamil. "Jadi membolehkan zonasi dengan kecamatan, antar kecamatan artinya tidak konsisten. Seperti Emil, mencoba menggunakan jalur itu," kata Ben saat dihubungi, Selasa (26/6). Ben lalu menyarankan orang nomor satu di Jabar itu menyekolahkan putrinya menggunakan jalur zonasi. Ada beberapa sekolah negeri yang bisa dipilih putrinya seperti SMAN 6 dan 4 Bandung. "Harusnya ikut zonasi biasa aja. Kalau mau konsisten, pilih sekolah terdekat ada SMA 4 dan 6," tutur Ben. Berdasarkan website PPDB Disdik Jabar, Zahra kemungkinan besar lolos di SMA 3 lewat jalur perpindahan orangtua. Dia di posisi ke-15 dari kuota 17 orang. Zahra memiliki nilai UN tinggi rata-rata lebih dari 9, yaitu 38,5. Proses pendaftaran sudah ditutup 22 Juni lalu. Pengumuman resmi PPDB SMA/SMK Jabar akan dilakukan pada 29 Juni. Tonton video Ortu & Calon Siswa Serbu Sekolah Gegara Isu 'Siapa Cepat Dia Dapat': [Gambas:Video 20detik]
Article
Add an article with images and embed videos.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat Dewi Sartika angkat bicara soal temuan pendaftar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019 yang menumpang Kartu Keluarga (KK) ke alamat bukan domisilinya. Pemerintah menyiapkan solusi untuk orang tua yang melakukan kecurangan tersebut. Dewi mengakui tim investigasi domisili PPDB Jabar menemukan 10 KK asal Kota Bandung yang mencurigakan, antara lain beralamat di Jalan Bali, Jalan Kalimantan, dan Jalan Sumatera. Sebab, menurut dia, tidak ditemukan siswa di domisili tersebut. "KK-nya memang ada (di alamat tersebut), tapi orangnya (siswa) tidak di sana, itu yang menjadi persoalan. Yang Jalan Bali, Kalimantan, dan Sumatera begitu," kata Dewi melalui keterangan tertulis yang diterima detikcom , Rabu (26/6/2019).
Ia akan menawarkan solusi kepada orang tua siswa yang menumpang KK untuk pindah jalur zonasi ke prestasi. Konsekuensinya, Dewi menjelaskan, orang tua siswa tersebut harus lapang dada sekolah di swasta kalau terlempar dari jalur prestasi. "Pada intinya kita berharap agar siswa tidak menjadi korban dan tetap harus sekolah," katanya. Menurutnya, tim investigasi terus bekerja menelusuri kecurangan-kecurangan dalam pelaksanaan PPDB tahun ini. Tim melaksanakan monitoring secara online maupun terjun langsung ke lapangan. "Kita baca medsos, bahas pengaduan, alamat hasil pengaduan, atau yang mencurigakan kita cek di sistem. Kemudian terjun ke lapangan dipimpin Disdukcapil," ujar Dewi.
YOGYAKARTA , KOMPAS.com - Sistem pendaftaran online Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMP di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta , ditemukan error . Akibatnya, calon siswa tidak bisa melakukan pendaftaran secara online .
Kepala Ombudsman Perwakilan DIY, Budhi Masthuri mengatakan, hingga hari ini, sistem PPDB online SMP di Kabupaten Sleman belum bisa digunakan.
"Sampai pagi ini, sistem online PPDB Sleman masih belum normal," ujar Kepala Ombudsman Perwakilan DIY, Budhi Masthuri, Sabtu (29/6/2019).
Baca juga: Begini Cara Mengakses Pengumuman PPDB Jabar 2019
Budhi menuturkan, sistem PPDB SMP di Kabupaten Sleman diketahui error sejak Jumat (28/6/2019) pukul 08.00 WIB.
Pada petunjuk teknis, setiap siswa bisa memilih tiga sekolah zona 1, tetapi dalam sistem tidak ada pilihan tersebut sehingga siswa hanya bisa memilih satu sekolah saja.
"Sebagian calon siswa yang keluhannya mengalami sistem error tidak bisa mendaftar online . Tapi ada keluhan lainnya yang mengalami masalah di menu sistemnya," ungkapnya.
Setelah menemukan permasalahan tersebut, Ombudsman RI perwakilan DIY langsung menghubungi Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman untuk meminta penjelasan.
"Sistem sedang diperbaiki dan diperkirakan selesai sore (Jumat sore). Tetapi sampai pagi ini (Sabtu) ternyata masih belum ada perubahan di sistem online -nya," tegasnya.
Baca juga: Pengumuman PPDB Jabar 2019, Siswa yang Tak Lulus Jangan Kecil Hati...
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman Sri Wantini menyampaikan, setelah dihubungi oleh Ombudsman RI Perwakilan DIY, pihaknya langsung melakukan pengecekan sistem.
"Kemarin dicek dan langsung diatasi oleh operator. Sebelum jam 12.00 wib, sudah bisa teratasi," ucapnya.
Menurut dia, permasalahan muncul karena profil data calon siswa tidak dimasukkan secara lengkap sehingga tidak terdeteksi oleh sistem.
Kalaupun ada perbedaan data yang dimasukan terkait profil calon siswa, maka operator harus memasukkan ulang data.
"Datanya profil siswa enggak lengkap. Kemarin banyak yang datang ke dinas dan dibantu operator dan sudah selesai. Insya Allah tidak ada masalah, kalau data profil calon siswa itu sesui dengan data yang di sistem," pungkasnya.
Bisnis.com, BANDUNG - Panitia Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) Jawa Barat 2019 menyebut pendaftaran dengan sistem online memperkecil tingkat kecurangan dalam PPDB. Bahkan, peserta sulit untuk memanipulasi domisili karena transparansi pendaftaran. Panitia PPDB Jawa Barat 2019 Edy Purwanto, mengatakan sistem yang dikelola Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar sudah dijalankan secara transparan, sehingga, masyarakat dapat ikut mengawasi pelaksanaan PPDB secara real time. "Bukti dari transparan itu dilihat dari data yang bisa dilihat oleh masyarakat," jelasnya di Bandung, Kamis (27/6/2019). Salah satunya mengenai zonasi. Menurut dia, para pendaftar bisa mendaftar mengecek dan menghitung sendiri jarak dalam zonasi yang masuk dalam persyaratan pada laman PPDB Jabar dengan alamat https://ppdb.disdik.jabarprov.go.id. Kendati sudah sangat terbuka, Edy tidak memungkiri panitia PPDB masih menerima banyak aduan dari masyarakat. Termasuk yang melaporkan temuan alamat yang diindikasikan memiliki kesamaan domisili. “Ini adalah bukti bawa kami sangat transparan dan adanya aduan-aduan ini akibat dari mereka baca sistem," kata dia. Edy menilai, dengan sistem yang transparan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya kecurangan seperti dalam manipulasi data domisili. Praktik kecurangan domisili itu sendiri, kata dia, muncul karena tingginya animo untuk mendaftarkan diri ke sekolah yang dinilai favorit di Kota Bandung. "Tidak hanya panitia, orangtua dan peserta didik pun bisa tahu mana saja yang diduga memanipulasi data. Tugas kami melaporkan dugaan tersebut kepada Tim Investigasi Domisili PPDB untuk dicek lebih lanjut,” urainya. Dia berpendapat, sistem PPDB yang diterapkan Disdik Jabar adalah gambaran bahwa penerapan, mekanisme, dan kontrolnya sudah berfungsi. Sehingga jika ada temuan masyarakat dapat mengadukan langsung ke Panitia PPDB. Ditanya kabupaten/kota mana saja yang terdapat banyak aduan, Edy menyebut sejauh ini masih Kota Bandung. Sebab Kota Bandung menjadi tujuan favorit untuk sekolah. “Dugaan di daerah lain belum muncul. Saya harap tidak ada ya. Aduan kecurangan banyak terjadi di Kota Bandung karena tujuan favorit untuk sekolah,” ucapnya. Edy menambahkan, mengenai teknis teknologi informasi dalam proses pengelolaan data sejauh ini berjalan baik dan tidak ada kendala apapun. Sebab, pada pelaksanaannya sudah ditangani oleh orang-orang yang memiliki kompetensi di bidangnya.
DPRD Jabar menerima 36 laporan dari masyarakat mengenai kartu keluarga (KK) mencurigakan dalam pelaksaan PPDB tahun ini. Dewan meminta tim investigasi untuk menelusuri dugaan pemalsuan domisili tersebut. Sekretaris komisi IV Abdul Hadi menuturkan 36 laporan tersebut berkaitan dengan dugaan pemalsuan domisili. Artinya, ada sejumlah pendaftar SMA Negeri yang numpang KK di domisili tertentu untuk mengakali sistem zonasi. "Jadi laporannya itu ada beberapa domisili yang banyak KK nya, tapi tidak tinggal di sana. Mereka semua mendaftar ke SMA Negeri," kata Hadi kepada wartawan di kantor DPRD Jabar, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (27/6/2019). Ia mengaku udah menyerahkan laporan tersebut kepada Dinas Kependudukan Catatan Sipil (Disdukcapil) dan Satpol PP untuk ditelusuri. Pasalnya, dewan tidak punya kewenangan untuk menelusuri laporan tersebut.
"Silakan diolah eksekutif karena dewan enggak punya kewenangan menyelidiki. 36 itu laporan yang dobel-dobel (KK). Kami tak mempublikasikan karena kasihan anak-anak ini," ungkap dia. Ia tidak mempersoalkan apabila nantinya para pendaftar yang diduga melakukan kecurangan pindah jalur zonasi ke prestasi. Tapi, hal itu bisa dilakukan setelah pengumuman PPDB tahun ini. "Masalahnya di SK Menteri enggak boleh mengubah, enggak boleh ubah jalur di tengah-tengah. Tapi setelah pengumuman diketahui jalur A sekolah ini kapasitasnya masih kurang dimasukan ke Jalur B," ujar Hadi. Sebelumnya, tim investigasi domisili PPDB Jabar juga menemukan 10 KK mencurigakan yang diduga memalsukan domisili. Mereka mengakali syarat administratif untuk lolos sistem zonasi. Disdik Jabar menawarkan kepada para pendaftar yang melakukan kecurangan untuk pindah jalur ke prestasi. Hal itu untuk menjamin semua siswa bisa bersekolah meski pada akhirnya di swasta.
Calon siswa didampingi orang tua mengikuti hari pertama Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA Negeri 8 Bandung, Jalan Selontongan, Kota Bandung, Senin (17/6/2019). (Kavin Faza/ayobandung.com)
BANDUNG WETAN, AYOBANDUNG.COM -- Protes terkait keabsahan kartu keluarga (KK) menjadi jenis aduan paling dominan dalam proses seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat SMA-SMK sederajat di Jawa Barat. Proses ini telah selesai digelar pada 17-22 Juni 2019. Ketua Harian PPDB SMA-SMK Jabar, Yesa Sarwedi menjelaskan banyak warga yang mengadukan dugaan kecurangan penggunaan KK hanya karena telah mendengar dugaan kecurangan dari pihak lain tanpa memiliki bukti tudingan. AYO BACA : Timbulkan Pro Kontra, Mendikbud Jelaskan Zonasi PPDB ke Komisi X DPR "Jadi mereka kan suka mengadukan yang lain. Maksudnya hanya denger dari orang terus mengadukan lagi. Ya udah kalau memang ada bukti, bawa sini," kata Yesa di Gedung DPRD Jabar, Senin (24/6/2019). Terkait jumlah komplain yang diterima, pihaknya menerima sekitar 427 aduan hingga hari terakhir pelaksanaan PPDB. Pengaduan tersebut diterima secara online via sejumlah platform daring seperti Instagram, Facebook dan situs Disdik Jabar. AYO BACA : Banyak Salah Paham, Sosialisasi PPDB Dinilai Belum Efektif Pengaduan tersebut, katanaya, didominasi oleh warga di kota-kota besar dari 27 kota dan kabupaten di Jabar. "Itu SMA di Bandung, Depok, Bogor, Bekasi," jelasnya. Yesa juga mengomentari pandangan KPAI yang menilai pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi untuk para siswa dianggap membingungkan sebagian orang tua. Menurutnya, pemerintah telah melakukan sosialisasi kepada para orang tua calon siswa SMA di berbagai daerah. "Sebenarnya dari data laporan dari semua cabang dinas itu hampir semua SMP sudah mengundang orang tua untuk sosialisasi dan saya berani menjami itu 95% sudah tersosialisasi semua. Numpuknya memang di hari hari terakhir sebelum pendaftaran itu sosialisasi," ujarnya. Terkait adanya penumpukan pendaftaran di hari pertama, Yesa menilai hal tersebut bisa terjadi sebagai akibat dari PPDB SMP yang juga membludak di hari pertama. Komdisi itu juga ditengarai terjadi karena ketakpahaman orang tua siswa terkait sistem PPDB. "Itu (waktu pendaftaran) jadi dasar pemeriksaan juga sih. Dasar evaluasi, seleksi, cuma itu tahap kedua. Kalau tahap satu enggak. Cuma tahap satu kemungkinannya kecil karena kan jaraknya harus betul betul sama baru jarak dilihat dan itu pun harus dibatas kuota," urainya. AYO BACA : Jelang Penutupan, Sekda Jabar Terima 497 Aduan PPDB SMA-SMK