Liputan6.com, Jakarta - DKI Jakarta tengah merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-492 pada hari ini, Sabtu (22/6/2019). Selain ucapan selamat ulang tahun, juga mengalir harapan untuk Ibu Kota ini.
Pantauan tim Tekno Liputan6.com , Sabtu (22/1/2019), banyak warganet menyampaikan ucapan selamat dan harapan mereka untuk Jakarta . Kebanyakan dari mereka menggunakan tagar #JKT492 dan #HUTJakarta492 untuk menyampaikan ucapan dan harapannya tersebut.
Berikut ucapan dan harapan masyarakat Indonesia untuk Ibu Kota:
"Selamat ulang tahun ibu kota semoga engkau tetap kuat dijejali sekumpulan manusia #JKT492," tulis pemilik akun @cumik_.
Selamat ulang tahun ibu kota semoga engkau tetap kuat dijejali sekumpulan manusia #JKT492
"Semoga Kota ini semakin JAYA. #JKT492 #Jakarta #jakarta492tahun," kicau @afduul.
Semoga Kota ini semakin JAYA. #JKT492 #Jakarta #jakarta492tahun pic.twitter.com/pK63bqFHqZ
"Selamat ulang tahun Ibukota! Dirgahayu DKI Jakarta 492 Tahun. Semoga bisa menjadi sbuah kota yang senantiasa menjaga kewarasan dalam mengamalkan Pancasila dan menerapkan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Thanks Pak @basuki_btp bangga pernah punya gubernur seperti bapak," demikian twit dari @liaaa_mg.
🎉 Selamat Ulangtahun Ibukota! Dirgahayu DKI Jakarta 492 Thn🎂Semoga bisa mnjd sbuah kota yg senantiasa mnjaga kewarasan dlm mngamalkan Pancasila& mnerapkan Bhinneka Tunggal Ika dlm kehidupan sehari-hariThanks Pak @basuki_btp 🙏 bangga prnh punya gub sprt bpk😊 #HUTJakarta492 pic.twitter.com/LgwZltRmVV
"Dirgahayu Jakarta (Sunda Kelapa-Jayakarta-Batavia- Jakarta ). Semoga jadi Kota Maju, Modern, Aman dan Nyaman @aniesbaswedan @DKIJakarta #hutjakarta492," kicau @kata_rezaa.
Dirgahayu Jakarta (Sunda Kelapa-Jayakarta-Batavia-Jakarta). Semoga jadi Kota Maju, Modern, Aman & Nyaman @aniesbaswedan @DKIJakarta #hutjakarta492
JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta berbicara soal wajah baru Jakarta saat dimintai tanggapannya terkait Hari Ulang Tahun ke-492 DKI Jakarta yang diperingati pada hari ini, Sabtu (22/6/2019).
Anies mengatakan, wajah baru yang dimaksudnya tak sebatas penampilan fisik perkotaan Jakarta, melainkan juga perubahan pola pikir dalam merumuskan kebijakan bagi warga Jakarta.
"Kebaruan itu bukan hanya aspek fisik yang terlihat, tetapi juga di aspek mindset , cara berpikir, cara melihat, dan cara mengambil keputusan tentang kebijakan-kebijakan baru yang kita lakukan di sini," kata Anies di Monumen Nasional, Jakarta.
Baca juga: PNS, Pejabat Pemprov hingga Pasukan Warna-Warni Ikuti Upacara HUT DKI di Monas
Anies menyebutkan, saat ini memang sudah ada ikon-ikon yang menggambarkan wajah baru Jakarta.
Namun, Anies menegaskan, kesetaraan bagi warga Jakarta dalam hal kesejahteraan.
"Mereka yang posisinya masih di bawah diberikan fasilitas untuk bisa tumbuh berkembang lebih cepat agar setara dengan yang lainnya," ujar Anies.
Baca juga: Anggaran HUT DKI ke-492 Capai Rp 20 Miliar
Anies mengatakan, beberapa program yang dilaksanakan Pemprov DKI untuk mewujudkan hal itu antara lain penyediaan transportasi umum yang terintegrasi, kuota khusus bagi pemegang kartu KJP Plus, dan penyediaan kartu pekerja.
Adapun peringatan HUT ke-492 Jakarta hari ini dimeriahkan oleh sejumlah acara dan diskon-diskon yang diberikan oleh tempat-tempat wisata di DKI Jakarta.
Hari ini Jakarta berulang tahun ke-492 . Bagaimana sejarah asal-usul Jakarta? Hari Ulang Tahun (HUT) Jakarta diperingati setiap tanggal 22 Juni. Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia dan terletak di bagian barat laut Jawa. Jakarta memiliki beberapa nama seperti Sunda Kelapa selama periode Kerajaan Sunda. Selain itu Jayakarta dan Batavia.
Nama Jakarta berasal dari sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung. Nama tertua Jakarta adalah Sunda Kelapa. Kata Sunda muncul di Jawa Barat, yaitu pada Prasasti Kebon Kopi II dan Prasasti Cicatih di Cibadak, yang menyebutkan tentang seorang raja maupun Kerajaan Sunda. Sunda Kelapa adalah pelabuhan yang menjadi tempat singgahnya kapal-kapal dari berbagai negara seperti dari India, China, dan Jepang. Kemudian Fatahillah datang dari Banten dan merebut Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527. Kala itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Jayakarta memiliki arti membuat kemenangan. Kemudian pada 30 Mei 1619 Kota Jayakarta berhasil dikuasai oleh Belanda. Sejak saat itul, nama Jayakarta menjadi Batavia. Kemudian pada masa penjajahan Jepang pada 1942, nama Batavia diganti menjadi Jakarta. Nah, ada acara apa saja pada HUT ke-492 Jakarta ? Acara puncak perayaan ulang akan digelar di Bundaran HI, Jakarta Pusat. Perayaan akan ditayangkan secara live streaming mulai pukul 19.40 - 20.00 WIB di portal detik.com dan CNNIndonesia.com, on air pukul 20.00 - 21 .00 WIB di Trans TV dan CNN Indonesia Transvision serta live streaming di portal detik.com dan CNNIndonesia.com, dilanjutkan dengan live streaming pukul 21.00 - 21.45 WIB di portal detik.com dan CNNIndonesia.com. Beragam artis ibu kota akan hadir memeriahkan perayaan HUT Jakarta. Ada penampilan dari Pasha, Kotak, Siti Badriah, hingga Wali. Jalan MH Thamrin di sekitar Dukuh Atas hingga Sarinah akan ditutup saat perayaan tersebut. Selain perayaan, ada juga promo-promo menyambut hari ulang tahun Jakarta. Pada 21 Juni, tiket masuk Ancol gratis. Hari ini, promo gratisnya yakni naik Transjakarta. Selamat Ulang Tahun ke-492 Jakarta !
Liputan6.com, Jakarta - Jakarta , satu kata lusinan memori, satu kata jutaan deskripsi. Tepat hari ini, Sabtu (22/6/2019), Ibu Kota mantap menjejak usia 492 tahun. Belum bisa dikatakan tua jika dibandingkan kota-kota besar di dunia dengan peradaban ribuan tahun.
Tapi, dinamikanya boleh diadu. Tahun demi tahun, Jakarta berganti paras, bahkan sempat gonta-ganti nama. Mobilitas terbilang tinggi jadi satu pola pasti dari wilayah yang dulunya merupakan Kota Benteng tersebut.
Dampaknya tak hanya dirasakan orang asli Jakarta, para pendatang pun kurang-lebih terpapar isu serupa. Mereka berjuang melawan kerasnya pattern metropolitan di tengah rasa kerasan hidup di antara padat Hutan Beton.
" Enjoy saja nikmati segalanya. Karena bagimana ya, di sini tempat cari uang, di sini juga tempat tinggal bareng orang-orang yang disayang," kata Resty Pangesti, seorang perempuan yang lahir dan besar di Jakarta pada Liputan6.com lewat pesan singkat, Jumat, 21 Juni 2019.
Seorang perantau asal Malang, Jawa Timur, Danny Ardhana, juga mengaku lapang menerima Jakarta dan segala drama di dalamnya. "Sudah tahu dan tinggal adaptasi saja bagaimana," katanya lewat pesan singkat, Jumat, 21 Juni 2019. Di samping, Danny mengaku memang suka suasana metropolitan.
Kondisi serupa juga terjadi pada Abdul Dhio Ekaputra, lelaki asli Betawi yang menolak pergi dari Jakarta. " Gue sudah beberapa kali diajak keluarga pindah ke luar daerah karena (Jakarta) macet. Tapi, gue masih mau stay di sini, berkarier di sini," ujarnya ketika ditemui di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Juni 2019.
Kendati Resty mengaku, hidup di Jakarta bakal kian sulit saat tak punya banyak teman atau pengetahuan yang cukup. Danny yang datang ke Jakarta sejak April 2014 pun sempat mengalami kejadian kurang enak.
"Pengalaman pertama mau dicopet orang ke Jakarta Utara, aku naik metromini. Aku dihalang-halangi orang pas mau turun. Nah, pas metromini mau jalan lagi, aku lompat turun. Baru sadar tasku sudah kebuka," ceritanya.
Ia menambahkan, sempat kaget dengan biaya hidup Jakarta yang tak bisa dikatakan murah. "Waktu aku di Malang, beli makan Rp10 ribu saja sudah mahal. Pertama makan lalapan (di Jakarta), ngebatin , ini toh makanan Rp15 ribu di Jakarta," sambung lelaki yang bekerja sebagai desainer grafis sebuah perusahan di kawasan Jakarta Selatan tersebut.
Konon, Menteng memang sudah menjadi permukiman elite sejak zaman kolonial Belanda. Kawasan Menteng yang berada di selatan Kota Batavia, kadang juga disebut sebagai Untung Jawa. Hal itu lantaran letaknya yang berada di sebelah utara Kampung Melayu.
Sebelum menjadi permukiman elite seperti yang dikenal sekarang ini, Menteng merupakan daerah yang kurang dikenal, bahkan dihuni binatang buas.
Semula, daerah ini merupakan hutan yang ditumbuhi pohon Menteng atau beccaurea racemosa. Pohon buah tersebut akhirnya dikaitkan oleh masyarakat untuk menyebut nama lokasi ini.
Namun, sejak lokasi tersebut dibuka untuk umum dan pengembangan Kota Batavia pada 1810, tempat tersebut mulai ramai.
Kemudian sekitar 1912, Gubernur Jenderal Wilem Herman Daendels menjadikan Menteng sebagai perumahan untuk pegawai pemerintah Hindia Belanda.
Menteng merupakan perumahan villa pertama di Batavia yang dikembangkan antara 1910 dan 1918. Perancangnya adalah tim arsitek yang dipimpin PAJ Mooijen, arsitek asal Belanda yang merupakan anggota tim pengembang yang dibentuk Pemerintah Kota Batavia.
Dalam perkembangannya, Menteng terbagi menjadi beberapa nama lainnya. Sehingga terdapat kampung kecil di dalamnya seperti Menteng Atas, Menteng Dalam, dan Menteng Pulo.
Selain itu, daerah Guntur juga dikembangkan sebagai Niew-Menteng, dan pada akhirnya bersama kampung Menteng kecil lainnya masuk bagian Jakarta Selatan.
Kawasan Menteng tidak hanya bekas dari tanah partikelir atau tuan tanah dari Menteng, tetapi juga dari partikelir Gondangdia. Seperti kepemilikan tanah di Gondangdia pada 1969 dari Tuan A Hanking dan Nyonya A Meijer pada 1884.
Selanjutnya, oleh Pemerintah Belanda pembelian tanah pribadi tersebut digunakan untuk permukiman elite Weltevreden--sekarang kawasan Gambir hingga Lapangan Banteng. Namun, wilayah Menteng tersebut kini menjadi wilayah Jakarta Pusat.
Rancangan awal Menteng memiliki kemiripan dengan model kota taman dari Ebenezer Howard, seorang arsitektur pembaharu asal Inggris. Bedanya, Menteng tidak dimaksudkan berdiri sendiri, namun terintegrasi dengan kawasan lainnya.
Thomas Karsten, seorang pakar tata lingkungan pada masanya menilai, Menteng memenuhi semua kebutuhan perumahan untuk kehidupan yang layak.
Proyek Menteng dinamakan Nieuw Gondangdia dan menempati lahan seluas 73 hektare. Pada 1890 kawasan ini dimiliki 3.562 pemilik tanah. Batas selatan kawasan ini Banjir Kanal Barat yang selesai dibangun 1919.
Rancangan Mooijen kemudian dimodifikasi FJ Kubatz dengan mengubah tata jalan dan penambahan taman-taman, hingga mencapai bentuk yang tetap antara 1920 dan 1930.
Menteng dibangun mengikuti tata cara Eropa. Namun, arsitekturnya dibuat mengikuti cita rasa lokal agar sesuai dengan iklim tropis.
Rumah-rumah dibangun dengan tiang-tiang yang tinggi, jendela yang besar, taman yang luas, dan sistem ventilasi yang baik, sehingga nyaman ditempati walau tanpa penyejuk ruangan.
Saluran air dan jalan-jalan dibangun, begitu juga sekolah dan bioskop. Sekolah yang dibangun adalah Sekolah Dasar Theresia yang dibuka pada 1927.
Bioskop Menteng dibangun dalam gaya Indo-Eropa pada 1950, tapi kini telah berubah menjadi Plaza Menteng. Selain itu, dibangun pula sarana ibadah seperti Gereja Paulus.
Ali Sadikin dilantik secara langsung oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Kamis, 28 April 1966 pukul 10.00 di Istana Negara.
Ali Sadikin adalah gubernur yang sangat berjasa dalam mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota metropolitan yang modern.
Di bawah kepemimpinannya Jakarta mengalami banyak perubahan karena proyek-proyek pembangunan buah pikirannya, seperti Taman Ismail Marzuki, Kebun Binatang Ragunan, Proyek Senen, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Remaja, kota satelit Pluit di Jakarta Utara, pelestarian budaya Betawi di kawasan Condet.
Ali Sadikin juga mencetuskan pesta rakyat setiap tahun pada hari jadi kota Jakarta, 22 Juni. Bersamaan dengan itu berbagai aspek budaya Betawi dihidupkan kembali, seperti kerak telor, ondel-ondel, lenong dan topeng Betawi.
Ia juga sempat memberikan perhatian kepada kehidupan para artis lanjut usia di kota Jakarta yang saat itu banyak bermukim di daerah Tangki, sehingga daerah tersebut dinamai Tangkiwood.
Selain itu, Ali Sadikin juga menyelenggarakan Pekan Raya Jakarta yang saat ini lebih dikenal dengan nama Jakarta Fair, sebagai sarana hiburan dan promosi dagang industri barang dan jasa dari seluruh tanah air, bahkan juga dari luar negeri.
Ali Sadikin berhasil memperbaiki sarana transportasi di Jakarta dengan mendatangkan banyak bus kota dan menata trayeknya, serta membangun halte (tempat menunggu) bus yang nyaman.
Di bawah pimpinan Bang Ali, Jakarta berkali-kali menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) yang mengantarkan kontingen DKI Jakarta menjadi juara umum selama berkali-kali.
Sebelum menjabat gubernur Jakarta, selama satu tahun Tjokropranolo menjadi asisten Gubernur Ali Sadikin. Pada Juli 1977, ia dilantik sebagai Gubernur Jakarta.
Selama dia menjabat gubernur, ia sering mengunjungi berbagai pabrik untuk mengecek kesejahteraan buruh dan mendapatkan gagasan langsung tentang upah mereka.
Usaha kecil juga menjadi perhatiannya. Dia mengalokasikan sekitar ratusan tempat untuk puluhan ribu pedagang kecil agar dapat berdagang secara legal.
Walau begitu, kemacetan lalu lintas dan kesemrawutan transportasi kota menjadi masalah yang sulit dipecahkan. Perda yang mengatur pedagang jalanan tidak efektif, sehingga mereka masih berdagang di wilayah terlarang, menempati badan jalan, dan memacetkan lalu lintas.
Sebelum menjabat sebagai gubernur, Soeprapto adalah Sekretaris Jenderal Depdagri. Dengan pengalaman kepemimpinannya, Soeprapto mencoba menangani masalah Jakarta yang kompleks.
Ia memulai kepemimpinannya dengan mengajukan konsep yang pragmatis dan bersih tentang pembangunan Jakarta sebagai ibu kota dan juga wacananya mengenai sebuah kota besar.
Soeprapto menekankan konsepnya dalam wacana stabilitas, keamanan, dan ketertiban. Selain itu Soeprapto juga membuat Master Plan DKI Jakarta untuk periode 1985–2005, yang sekarang dikenal dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.
Pada masa kepemimpinannya, Wiyogo Atmodarminto secara rutin berkunjung ke berbagai tempat di Jakarta. Ia dikenal sebagai pemimpin yang terbuka dan bersikap disiplin.
Di awal kepemimpinannya, Wiyogo Atmodarminto memutuskan untuk menerapkan konsep BMW: Bersih, Manusiawi, Berwibawa di Jakarta.
Ia menerapkan kerja sama pengelolaan sampah antara pemerintah dan swasta. Ia juga menertibkan penyimpangan bangunan.
Wiyogo pernah memerintahkan membongkar bangunan baru di kompleks pertokoan Tanah Abang karena dianggap tak memiliki izin mendirikan bangunan.
Di zamannya, berhasil direalisasikan sejumlah program, diantaranya, pembebasan kawasan becak, swastanisasi kebersihan, pembangunan jalan lingkar luar (outer ring road), perbaikan jalur kereta api, pembangunan dan perluasan jalan arteri, jalan layang dan underpass.
Selain itu, Wiyogo juga yang memindahkan Pekan Raya Jakarta yang semula diselenggarakan di Monas ke Kemayoran. Lalu, memindahkan Terminal Cililitan ke Kampung Rambutan juga pengembalian kelestarian Ciliwung.
Surjadi Soedirja menjadi Gubemur DKI Jakarta masa bakti 1992-1997. Dari hasil temu kerja dan silaturahmi dengan ulama dan umara (Desember 1992), Gubernur Surjadi Soedirdja mencetuskan dasar pemikiran (filosofi) Jakarta Teguh Beriman sebagai motto DKI Jakarta.
Teguh Beriman mengandung dua pengertian, harfiah dan operasional yang keduanya memiliki hubungan dealektis. Kemudian di dalam upaya meningkatkan citra Jakarta sebagai ibukota propinsi sekaligus ibukota negara, Gubernur mencanangkan Rencana Strategis (Renstra 1992-1997) Pembangunan DKI Jakarta, dengan sembilan sasaran prioritas, yaitu pengendalian kependudukan, penangan pemukiman kumuh, pembinaan sektor informal, peningkatan pelayanan kepada masyarakat, dan pembinaan aparatur.
Kemudian, peningkatan penerimaan daerah, kebrsihan, kesehatan lingkungan dan penghijauan, lalu lintas dan angkutan umum, serta keterpaduan pembangunan sosial kemasyarakatan.
Melalui kebijakan dan kebijaksanaan ini sasaran yang di maksud adalah sebuah kota yang aman, tertib, nyaman, serasi, sesuai tuntutan dan tantangan yang harus dicapai Kota Jakarta.
Baik sebagai ibukota propinsi maupun ibukota negara, yaitu kesinambungan pembangunan hingga dapat disejajarkan dengan kota-kota besar lainnya di dunia, yang dihuni oleh masyarakat yang sejahtera.
Melalui Keputusan Presiden RI No. 0511TK/ 1994, tanggal 10 Agustus 1994, DKI Jakarta menerima anugerah tanda kehormatan Parasamya Purnakarya Nugraha, dengan amanat, 'Samya Krida Tata Tenteram Karta Raharja", sebagai penghargaan atas hasil karya tertinggi dalam melaksanakan Pembangunan Lima Tahun Kelima, sehingga memberikan kemanfaatan luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan DKI Jakarta khususnya, serta negara dan bangsa Indonesia umumnya.
Liputan6.com, Jakarta - Selain menikmati hingar-bingar musik di beberapa lokasi yang disediakan oleh Pemerintah Daerah, tak lengkap rasanya jika meramaikan hari jadi kota Jakarta ke-492 kali tanpa pergi ke pusat perbelanjaan atau mal-mal.
Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) DPD DKI Jakarta, Ellen Hidayat mengatakan, Festival Jakarta Great Sale (FJGS) 2019 masih akan digelar hingga esok, yakni 23 Juni 2019.
Meski tidak memberlakukan midnight sale khusus, salah satu tujuan diadakanya FJGS setiap tahunnya menurut dia ialah untuk meramaikan hari jadi Kota Jakarta.
Tak perlu khawatir, bagi Anda yang lebih suka datang ke mal-mal, Ellen menjelaskan Festival Jakarta Great Sale 2019 tetap memberikan potongan harga (diskon) hingga 75 persen.
"Tenang saja, semua mal masih memberikan diskon bahkan sampai 75 persen," tuturnya saat berbincang dengan Liputan6.com , Sabtu (22/6/2019).
Ellen melanjutkan, sebanyak 82 pusat mal yang tersebar di berbagai wilayah di Jakarta berpartisipasi dalam program FJGS 2019.
"Selain 82 mal, FJGS diikuti 34 Gerai Pasar Jaya Jakmart, 4 hotel, Ribuan toko yang ada di Pusat Belanja, serta puluhan usaha kecil menengah (UKM) Binaan Dekranasda DKI Jakarta," paparnya.
Dia pun menegaskan, pada tahun ini Festival Jakarta Great Sale 2019 ditargetkan menyasar kaum milenial, yakni dengan semangat berbelanja namun tidak konsumtif.
"Karena mereka tetap memiliki kemampuan untuk memilik produk-produk unggul dan berkualitas," terangnya.
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengucapkan selamat ulang tahun (Ultah) ke-492 untuk Kota Jakarta yang jatuh pada Sabtu (22/6/2019) ini. Tjahjo meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meningkatkan layanannya bagi seluruh warga yang beraktivitas di Jakarta dan tak terbatas pada warga ber-KTP DKI Jakarta. "Karena warga DKI tidak hanya orang yang ber-KTP DKI saja tapi seluruh masyarakat Indonesia juga dari mancanegara, juga punya hak untuk bisa beraktivitas di Jakarta," kata Tjahjo usai menghadiri sidang paripurna DPRD DKI. Tjahjo menilai, kinerja Pemprov DKI Jakarta selama ini sudah cukup baik apabila melihat turunnya angka kemiskinan dan angka pertumbuhan ekonominya yang di atas enam persen. "Saya kira ada proses peningkatan, yang penting pelayanan masyarakat baik terhadap penduduk yang ber-KTP DKI maupun warga Indonesia maupun mancanegara yang dia beraktivitas dan tinggal di DKI harus diberikan yang terbaik," ujar Tjahjo. Tjahjo juga mengapresiasi Polda Metro Jaya, Kodam Jaya, dan Pemprov DKI Jakarta yang dapat menjaga stabilitas keamanan Ibu Kota usai Pemilu 2019. "Kami juga mengapresiasi pada Kepolisian, pada Kodam, Satpol PP mampu menjaga ketertiban keamanan dari tidak hanya kerusuhan kemarin tapi juga menjaga stabilitas yang ada di DKI," kata Tjahjo.
Jakarta - Tepat hari ini, Sabtu (22/6/2019), Kota Jakarta bertambah umur. Jakarta hari ini merayakan hari ulang tahunnya ke-492. Sejalan dengan bertambahnya umur, telah banyak terjadi banyak pembangunan infrastruktur di Jakarta. Salah satu yang khas adalah Jalan Simpang Susun Semanggi. Simpang Susun Semanggi merupakan jalan ikonik Jakarta. Sebab, bentuknya yang melengkung dan tampak menjadi lingkaran penuh jika dilihat dari atas. Selain itu, jalan ini tampak meriah karena dihiasi lampu warna-warni yang menyala di malam hari. Bukan hanya itu, Simpang Susun Semanggi juga jadi kebanggaan Jakarta karena dibangun tanpa anggaran daerah ataupun utang. Kok bisa? Dalam catatan detikFinance , jalan sepanjang 1,6 kilometer (km) ini mulai dibangun pada 8 April 2016. Pembangunan jalan ini menelan biaya Rp 345,067 miliar. Berdasarkan keterangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, proyek ini dibiayai dari dana kompensasi atas kelebihan koefisien luas bangunan (KLB) dari PT Mitra Panca Persada, anak perusahaan asal Jepang, Mori Building Company. KLB merupakan instrumen penataan ruang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Menurut UU ini pengembang hanya bisa membangun dengan luas dan tinggi bangunan sesuai ketentuan yang tertuang dalam izin yang diberikan. Apabila ada kelebihan luas bangunan, maka pengembang yang bersangkutan wajib membayar kompensasi atau semacam denda. Dengan cara ini, Pemprov DKI, dapat mendorong para pengembang lebih tertib membangun sesuai izin yang diberikan. Di sisi lain, Pemprov jadi memiliki tambahan anggaran untuk melakukan pembangunan infrastruktur di wilayah kerjanya. Simpang Susun Semanggi diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 17 Agustus 2017. Jokowi didampingi Gubernur DKI saat itu Djarot Saiful Hidayat. "Dengan mengucap Bismillahirahmanirrahim, Simpang Susun Semanggi saya resmikan," kata Jokowi di Kolong Simpang Susun Semanggi, Jakarta, Kamis (17/9/2017). Jokowi menekan sirene peresmian bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, hingga Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi. Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri juga tampak di lokasi kala itu. (fdl/fdl)
Wakil Presiden Jusuf Kalla punya pandangan menarik tentang Jakarta, usai meninjau kondisi Ibu Kota dari udara, Senin 28 Januari 2018. Dengan menumpang helikopter, JK terbang di atas kawasan Jalan MH Thamrin, Cawang, Kampung Melayu, hingga Tanjung Priok di pinggiran Teluk Jakarta.
Dari atas JK menyaksikan hal berbeda, Jakarta yang metropolis dan gemerlap dan jalanan Ibu Kota yang belum sepenuhnya tertata rapi. JK bahkan memberi perbandingan antara Jalan Thamrin yang seperti di Singapura dengan Tanjung Priok yang mirip Bangladesh.
"Ada ketimpangan yang luar biasa, yang mewah dibanding daerah kumuh seperti Tanjung Priok dan Kampung Melayu yang sering terkena musibah dan terbakar," kata JK saat ditemui di Kantor Wakil Presiden sehari kemudian, Selasa 29 Januari 2018.
Pandangan JK diamini pengamat tata kota Nirwono Joga. Menurut dia, pembangunan infrastruktur di Jakarta terlihat cukup pesat menjelang usianya yang ke-492. Hanya saja, ada hal yang sepertinya dilupakan oleh Pemprov DKI Jakarta dalam menentukan atau menetapkan prioritas pembangunan.
"Wajah Jakarta banyak berubah, namun pembangunan belum merata karena masih terfokus di kawasan Sudirman-Thamrin. Belum ada penyelesaian mendasar dari masalah utama Kota Jakarta, yaitu penanganan banjir dan penguraian kemacetan lalin, serta penataan permukiman kumuh," ujar Nirwono kepada Liputan6.com , Jumat petang (21/6/2019).
Yang menarik, dia mengatakan pembangunan yang begitu gencar digenjot Pemprov DKI Jakarta sebenarnya tidak sejalan dengan apa yang sudah direncanakan.
"Pembangunan Jakarta dalam 1-2 tahun terakhir justru semakin menjauh dari apa yang sudah direncanakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Jakarta 2030," jelas Nirwono.
Tak hanya menjauh dari perencanaan, pembangunan di Jakarta juga dinilainya cenderung menyalahi aturan yang berlaku. "Seperti pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di trotoar, tidak disertai penataan PKL yang benar," ujar Nirwono.
Masalah lainnya, lanjut dia, pembangunan yang dilakukan juga melenyapkan ciri khas kota atau kawasan tertentu di Ibu Kota. Akibatnya, keterkaitan kawasan tersebut dengan masa lalu menjadi hilang yang sekaligus membuat sejarah kota atau wilayah tersebut menjadi sulit dikenali.
"Kawasan bersejarah seperti Kota Tua, kampung tradisional, dan kawasan lama seperti Menteng dan Kebayoran Baru sudah mulai banyak berubah. Secara perlahan tapi pasti identitas dan ciri khas Betawi sudah mulai memudar," jelas Nirwono.
Pembangunan dan perubahan yang terjadi memang tak lepas dari RDTR DKI Jakarta. Setelah disahkan DPRD DKI Jakarta pada 18 Desember 2013, akhirnya Perda RDTR DKI Jakarta menjadi dokumen hukum dengan nama Perda No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (PZ).
RDTR dan PZ merupakan dokumen acuan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah DKI Jakarta. Dokumen RDTR yang dilengkapi dengan Peta Zonasi ini merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2011-2030 dengan peta skala 1:5.000.
Sayangnya, Perda RDTR-PZ sedang dalam tahap revisi di tahun ini. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno dalam sebuah kesempatan mengatakan, salah satu hal yang bakal direvisi terkait dengan larangan melaksanakan bisnis di lingkungan perumahan.
"Perda ini akan ditinjau ulang karena kami ingin memberikan kemudahan bagi pelaku bisnis, khususnya pengusaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Ibu Kota," kata Sandiaga di Balai Kota Jakarta, Senin 12 Februari 2018.
Padahal, menurut Nirwono, membangun Jakarta menuju arah yang benar itu tidak sulit dan tak harus dengan merevisi Perda RDTR-PZ.
"Menata Jakarta itu mudah, tinggal mengikuti apa yang sudah direncanakan dalam RTRW dan RDTR Jakarta 2030 dan mematuhi aturan hukun yang berlaku, maka kota akan tertib, manusiawi dan berkelanjutan," tegas Nirwono.
Ketika ditanyakan apa pekerjaan rumah Pemprov DKI Jakarta di masa depan, dia menyebut bahwa masalah Ibu Kota dari tahun ke tahun masih tak beranjak dari persoalan klasik.
"Fokus saja pada 'BMKG', yaitu menangani Banjir, mengurai keMacetan lalin, mengurangi Kemiskinan, dan membangun tanpa mengGusur," pungkas Nirwono.
Hal senada diungkapkan sejarawan JJ Rizal. Dia mengatakan, Jakarta terus dibangun dan berkembang, tetapi, Jakarta jalan di tempat sebab, tidak berkembang sebagai kota, melainkan sebagaimana Batavia dulu, hanya lebih terasakan sebagai markas dagang.
"Misalnya, paling gampang dilihat adalah Rencana Tata Ruang tinggal menjadi Rencana Tata Uang. Rencana masa depannya perkembangan jakarta dengan kota di sekitarnya ada di kantor properti. Sutradara perubahannya bukan gubernur tetapi konglomerat properti," tegas Rizal kepada Liputan6.com , Jumat malam.
Karena itu, dia melihat Jakarta belum berada di jalur perubahan yang benar menuju masa depan sebagaimana kota-kota lainnya di dunia.
"Gubernur belum sepenuhnya menjadi sutradara perubahan Kota Jakarta. Sekaligus lalu menjadi medium partisipasi publik dalam arti menjadikan publik bukan hanya tempat mendulang suara tetapi juga mendulang ide pemikiran menuju kota masa depan," ungkap Rizal.
Lebih miris lagi, lanjut dia, lokasi atau kawasan yang menjadi ciri khas serta memiliki nilai sejarah mayoritas tak terurus. Bahkan, situs sejarah yang diragukan kebenaran historisnya mendapat gelontoran dana miliaran dan di tempat lain diresmikan menjadi cagar budaya dalam waktu dua hari.
"Meskipun sudah ada UU Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010, tampaknya apa isinya diabaikan. Museum tidak punya materi presentasi yang baik. Masih ditargetkan pada jumlah pengunjung, bukan apa yang bisa didapat setelah ke museum. Saya pikir kekacauan ini bermula dari digabungnya kebudayaan dengan pariwisata dalam satu dinas. Maka hasilnya, kebudayaan dihadapi dengan konsep kerja apa untungnya, bukan apa benarnya," tandas Rizal.