Contact Form

 

Muzakir Manaf : Aceh Minta Minta Referendum Saja


Pemerintah Kota Banda Aceh dan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) melarang warga membakar mercon dan petasan saat Lebaran. Pedagang yang kedapatan menjual petasan juga akan tindak. "Tahun ini petasan atau mercon tetap dilarang, baik dalam bulan puasa maupun pada saat Hari Raya Idul Fitri 1440 H," kata Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman dalam keterangannya, Selasa (28/5/2019). Untuk membahas masalah tersebut, Aminullah juga sudah menggelar rapat yang dihadiri Wakil Wali Kota Zainal Arifin, Dandim 0101/BS Kolonel Inf Hasandi Lubis, Kapolresta Banda Aceh Kombes Trisno Riyanto, Kajari Banda Aceh Erwin Desman, Ketua MPU Kota Tgk Damanhuri Basyir, serta unsur dari Pengadilan Negeri dan Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh.

Rapat digelar di pendapa Wali Kota di Blang Padang, Banda Aceh, sore tadi. Larangan penggunaan petasan atau mercon ini disepakati unsur Forkopimda Banda Aceh. Menurut Aminullah, larangan tersebut dibikin untuk menjaga ketertiban masyarakat dalam menjalankan ibadah puasa dan merayakan hari raya. "Pedagang yang ditemukan menjual petasan akan dilakukan penindakan," jelas Aminullah. Sementara itu, Kapolresta Banda Aceh Kombes Trisno Riyanto mengatakan polisi akan mengambil tindakan bagi para pedagang yang nekat menjual petasan. Polisi tidak mentoleransi penjual petasan, baik selama Ramadhan maupun lebaran. "Akan kita ambil tindakan, baik represif maupun preventif. Intinya, tidak dibenarkan menjual petasan dan sejenisnya di Banda Aceh," ungkap Trisno. Untuk mengamankan Lebaran nanti, Polresta Banda Aceh menyiapkan 166 personel. Sejumlah pos keamanan dan pelayanan akan ditempatkan di beberapa titik untuk mendukung Operasi Ketupat Rencong 2019. "Pos pelayanan kita tempatkan di Terminal Bathoh, Ulee Lheu dan Terminal L-300 Lueng Bata. Selain itu, ada pos keamanan di Lambaro," beber Trisno.




Oleh: Eko Densa | Jogjainside.com, Aceh – Ketua Umum Partai Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem menilai kondisi Indonesia saat ini diambang kehancuran dari segala aspek. Dia melihat, keadilan hukum dan sistem demokrasi yang terjadi saat ini pasca Pemilu 2019 telah dipergunakan semena-mena oleh kaum elit politik di pusat. “ Negara kita Indonesia ini tak jelas lagi soal keadilan dan demokrasinya. Maaf Pak Pangdam, ke depan Aceh kita minta referendum saja,”  ujar Mualem pada acara peringatan wafatnya Hasan Tiro yang ke-9 di Gedung Amel, Banda Aceh, Senin (27/5) malam. Dalam acara itu, turut hadir Plt Gubernur Aceh, Pangdam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, Kajati Aceh, Rektor Unsyiah , Perwakilan Pengadilan Tinggi, para Bupati dan Wali Kota dari Partai Aceh, serta anggota DPRA Partai Aceh. Setelah memantau situasi belakangan ini, mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu mengatakan jika Aceh ke depan sudah selayaknya bisa berdiri di atas kakinya sendiri, seperti Timor Timur atau kini Timor Leste. Pernyataan tersebut dilontarkan Mualem setelah dirinya memantau dan mengkaji beberapa aspek masalah yang dialami Indonesia sekarang. “ Persoalan bangsa Indonesia, semakin hari semakin menumpuk. Indonesia terjerat pada berbagai persoalan seperti nasib beberapa negara di Afrika. Apalagi Indonesia ke depan akan dijajah oleh asing, ini yang kita khawatirkan. Karena itu, Aceh lebih baik mengikuti Timor Timur,” sebut Mualem. Mantan Wakil Gubernur Aceh periode 2012-2017, Mualem menyampaikan, berdasarkan hasil amatan sejumlah tokoh dan pengamat luar negeri seperti Australia, Jepang, Malaysia serta negara eropa lainnya, diprediksi usia Indonesia bakalan tak lama lagi. “ Dari pada kita dijajah orang lain, lebih baik kita (Aceh) berdiri sendiri. Ini adalah salah satu usaha dan pemikiran bangsa Aceh saat ini. Mudah-mudahan dengan niat kita semua, lebih baik kita mengikuti Timor-Timur, Insya Allah,”  ujar sahabat Prabowo itu. (Eko)




Oknum PNS kantor kecamatan di Aceh Barat Daya (Abdya) ditangkap karena menyebar hoax dan menghina Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tersangka berinisial Kas terancam hukuman 10 tahun penjara. "Tersangka Kas dijerat dengan Undang-Undang ITE dengan hukuman maksimalnya itu 10 tahun penjara," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Aceh Kombes T Saladin dalam konferensi pers, Selasa (28/5/2019). Menurut Saladin, tersangka Kas menyebar konten hoax dan ujaran kebencian melalui akun Facebook miliknya pada Kamis (23/5). Konten yang diunggah Kas berisi video Presiden Jokowi yang sudah diedit dan ditambah musik remix .

Kas juga membuat caption video "pesta setelah membantai muslim dalam masjid, persis tarian PKI di lubang buaya". Tiga hari berselang, polisi melakukan penyelidikan dan mengantongi identitas Kas. Tersangka ditangkap di rumahnya di Abdya pada Minggu (26/5). Penangkapan dilakukan personel Ditreskrimsus Polda Aceh dan Polres Abdya. Setelah diciduk, Kas dibawa ke Mapolda Aceh untuk menjalani pemeriksaan. "Kas membuat posting -an tersebut untuk mendapat perhatian dari masyarakat yang melihat posting -annya. Selain itu, juga untuk memberikan pemahaman yang negatif terhadap Presiden Jokowi setelah kejadian unjuk rasa 21-22 Mei lalu," sambungnya. Saladin mengingatkan masyarakat untuk bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Soalnya, polisi kini punya tim siber yang bertugas patroli di dunia maya. "Jadi apa pun yang terjadi di sana (dunia maya), kami tau. Ingatlah pepatah orang tua kita, mulutmu harimaumu yang akan menerkam dirinya. Kalau sekarang, jarimu kunci selmu yang akan memenjarakan dirimu," ujar Saladin. Simak Juga "Hoax Lebih Kejam dari Pembunuhan": [Gambas:Video 20detik]




Polisi menangkap seorang pria berinisial MUK (23) karena diduga telah melakukan penjambretan di sejumlah lokasi. Kaki pria itupun ditembak karena melawan saat akan ditangkap. "Tersangka MUK ini merupakan sindikat jambret sadis antar-kabupaten/kota," kata Direktur Reserse Krimimal Umum (Direskrimum) Polda Aceh, Kombes Agus Sarjito, kepada wartawan, Minggu (26/5/2019).

Pria itu ditangkap bersama seorang lain yang masih di bawah umur. Keduanya diciduk personel Satuan Reserse Kriminal Polres Lhokseumawe di Desa Keude Bayu Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara, pada Sabtu (25/5) malam sekitar pukul 23.30 WIB. Kedua orang ini diduga telah melakukan penjambretan di 10 lokasi di Aceh Utara dan Lhokseumawe. Penangkapan keduanya dilakukan berdasarkan lima laporan yang diterima polisi. Menurut Agus, beberapa aksi yang dilakukan MUK di antaranya terjadi pada Minggu (21/4). Saat itu, MUK diduga menjambret seorang Polwan di Terminal Baru L300 Keude Aceh. "Modusnya pelaku menarik tas korban yang bertugas di Polres Lhokseumawe," jelas Agus. Selain itu, MUK juga diduga menjambret seorang perempuan di Desa Meuria Paloh. Pria itu disebut merampas paksa cincin, ponsel serta emas milik korban. Berdasarkan pengakuannya, MUK pernah menjambret di beberapa lokasi dalam semalam. Rata-rata korban ditarik tasnya. MUK beraksi dengan menggunakan motor. Agus mengatakan MUK bersama seorang anak ditangkap saat hendak menjambret. Keberadannya diketahui polisi dan akhirnya ditangkap. Keduanya kini diamankan di Polres Lhokseumawe. "Setelah kita mengendus keberadaan tersangka dan selanjutnya dilakukan pengejaran hingga Simpang Rangkaya, Aceh Utara. Keduanya disergap dan diberikan tindakan tegas terukur karena tersangka MUK melakukan penyerangan kepada petugas," tutur Agus.




BANDA ACEH - Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menyatakan kondisi keamanan provinsi ujung barat Indonesia tersebut kondusif pascapenetapan hasil Pemilu 2019 pada 22 Mei lalu.

"Kondisi keamanan Aceh pascapenetapan hasil pemilu serta unjuk rasa yang berakhir rusuh di Jakarta 22 Mei silam sangat kondusif," kata Kepala Bidang Humas Polda Aceh Kombes Pol Eri Apriyono melansir antaranews, Banda Aceh.

Baca juga: Santri Merah Putih: Sudahi Akrobat Politik, saatnya Tatap Masa Depan!

Perwira menengah Polri itu menyebutkan, kepolisian berterima kasih kepada masyarakat Aceh yang tidak terpengaruh aksi 22 Mei yang berakhir rusuh di Jakarta.

Selain itu, kepolisian juga mengucapkan terima kasih kepada TNI yang mendukung terwujudnya situasi kondusif di Aceh. Serta terima kasih kepada tokoh masyarakat, ulama, dan para pihak lainnya yang memberikan penyataan menyejukkan kepada masyarakat.

Baca juga: Bukti Link Berita BPN ke MK Dinilai Lemah

Kendati Aceh dalam keadaan kondusif, lanjut Kombes Pol Eri Apriyono, status pengamanan masih tetap siaga satu. Hal ini karena operasi pengaman pemilu Mantap Brata masih berlangsung hingga Oktober 2019.

"Untuk status, masih siaga satu. Dan ini merupakan bagian dari Operasi Mantap Brata," ungkap mantan Wakil Direktur Lalu Lintas Polda Aceh tersebut.

Baca juga: BPN Sindir MK "Mahkamah Kalkulator", PDIP: Namanya Juga Usaha

Menurut Kombes Pol Eri Apriyono, Operasi Mantap Brata merupakan kegiatan rutin kepolisian yang ditingkatkan serta personel yang ditambah guna mendukung pelaksanaan operasi.

"Tidak ada tim khusus pengamanan yang dibentuk dalam Operasi Mantap Brata. Yang ada hanya peningkatan kegiatan pengamanan rutin kepolisian," kata Kombes Pol Eri Apriyono. (rzy)




OLEH TEUKU CUT MAHMUD AZIZ, S.Fil., M.A. , Dosen Prodi Hubungan Internasional FISIP Universitas Almuslim, melaporkan dari Banda Aceh

SEBAGAI peneliti yang pernah bergelut dalam kajian Sejarah Yahudi di Indonesia, saya ingin mengisahkan cerita melalui satu catatan harian seorang anak Yahudi bernama Clara Bolchover Nisse yang lahir di Koetaradja (sekarang Banda Aceh). Ia bersama orang tuanya menetap di Desa Blower (sekarang Gampong Sukaramai), Banda Aceh. Pamannya, Adolf/Adolphe Bolchover adalah orang yang menghibahkan tanahnya untuk lokasi perkuburan Yahudi di Kerkoff . Catatan harian ini diberikan kepada saya oleh keluarga besar Bolchover di Inggris yang khusus datang ke Banda Aceh. Arsip ini saya simpan sebagai bagian dari draf buku yang sedang saya tulis tentang Sejarah Yahudi di Aceh.

Catatan harian ini ditulis dalam bahasa Inggris. Dari catatan ini setidaknya memberikan gambaran tentang situasi Kota Banda Aceh di masa Hindia Belanda sebelum 1912. Catatan ini saya terjemahkan yang petikannya sebagai berikut:

Pertama, izinkan saya (Clara Bolchover Nisse) memberi Anda gambaran di mana saya dilahirkan. Koetaradja berada di timur laut dari Pulau Sumatra dan diperintah oleh Belanda yang memiliki garnisun di kota dengan sejumlah fasilitas medis dan bisnis. Gubernur pulau itu tinggal di sana dan sejumlah pemilik kebun karet dan kelapa mempekerjakan orang Cina. Orang Melayu sebagian besar merawat tanah mereka yang kecil untuk menanam sereal atau tanaman biji-bijian dan sayuran dan suka memancing di sungai dan laut. Semua rumah dan bangunan berada di atas panggung sehingga air tak membanjiri mereka ketika musim hujan.

Karena berada sedikit di arah utara khatulistiwa maka keadaan lingkungan terasa sangat panas dan lembab. Di Krueng Aceh banyak buaya, termasuk yang berukuran besar. Para wanita yang mencuci pakaian di pinggir sungai haruslah ekstrahati-hati. Banyak juga ular berukuran besar seperti boa pembelit (boa-constrictor), laba-laba, dan kalajengking yang menakutkan. Harimau berukuran besar berkembang biak di sana, tapi singa tak ada. Ayah saya datang ke Sumatra untuk bergabung dengan dua saudara lelakinya terkait dengan apa yang dikenal sebagai Skema Kolonisasi Belanda (mengikuti program naturalisasi). Ia datang dari Rumania dan tak mengikutsertakan ibu saya untuk bergabung dengannya sampai dia berhasil mencari nafkah dari hasil perkebunan kelapa, tidak termasuk usaha pengolahan limbah kelapa.

Ibuku tak terlalu senang ketika datang ke Koetaradja. Dia merasa menderita karena sering terkena biang keringat dan tak pernah dalam kondisi sehat. Saya memiliki saudara kembar dan dua saudara laki-laki. Kami dilahirkan berselang tiga tahun. Ada “Ayah” (sebutan untuk orang yang menjaga kami) dan dia adalah orang-orang yang berhati lembut.

Orang yang saya ingat sebagian besar adalah: 1) Juru masak kami, orang Cina yang biasa mengamuk setiap enam bulan sekali sambil berlarian, mengayun-ayunkan pisau dapur ukuran besar; 2) Sebuah keluarga Spanyol yang memelihara kuda yang mereka datangkan dari pulau terluar. Saya anak yang nakal dan memberanikan diri naik ke atas kuda tanpa seizin pemiliknya. Setelah naik di atasnya, kuda itu mengempaskan saya ke tumpukan sampah. Lengan dan lutut saya terluka; 3) Seorang pria besar bernama Kugelman, suaranya sangat keras yang membuat kami sedikit takut, tapi berhasil menghibur kami dengan memberi kami banyak permen dan hadiah.

Tentu saja ada banyak kejadian yang masih kami ingat. Misalnya, ketika kami menemukan buaya dan ular air di beranda rumah setelah hujan deras dan angin kencang. Di musim hujan, kami pun berkeliling menggunakan perahu untuk mengunjungi teman dan tetangga kami.

Ketika saya berusia lima tahun, ibu saya meninggal dan diputuskan bahwa kami harus pindah ke biara (Sekolah Jesuit) di Kota Penang, Malaya. Jaraknya sekitar 300 mil dari Koetaradja, melintasi laut, dan butuh waktu tiga hari dengan kapal untuk tiba di sana. Semuanya dalam kondisi bingung dan ketika kami turun dari kapal, kami dijemput dengan becak dan dibawa ke biara yang berada di ujung Quay St. Itu adalah bangunan ukuran besar dan ada 400 anak yang tinggal di sana. Kami dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah anak-anak orang Eropa dan Cina yang memiliki orang tua yang mampu membayar. Ada sekitar 50 orang jumlah kami, sedangkan siswa laki-laki tinggal bersama para biarawan di biara terdekat.

Kelompok kedua adalah golongan peranakan (berdarah campuran), sedangkan kelompok terbesar adalah anak-anak pribumi yang ditempatkan di gedung terpisah. Kami memiliki sedikit komunikasi dengan mereka. Mereka tidak dibenarkan berbicara dengan kami dan kalau ketahuan akan dihukum.




Di sini permintaan baju muslim untuk semua kalangan meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan awal Ramadhan, ya karena mau Lebaran Idul Fitri

Kapolri: potensi kerawanan di Lebaran tahun ini beda

Banda Aceh (ANTARA) - Sejumlah pedagang pakaian di Pasar Aceh, Kota Banda Aceh, mengaku permintaan baju muslim menjelang Idul Fitri 1440 Hijriah meningkat hingga tiga kali lipat dari hari biasanya."Di sini permintaan baju muslim untuk semua kalangan meningkat hingga tiga kali lipat dibandingkan awal Ramadhan, ya karena mau Lebaran Idul Fitri," kata Fitri (27) pedagang pakaian di Pasar Aceh, Kota Banda Aceh, Selasa.Model pakaian muslim yang paling dicari di kalangan perempuan dominan gamis jenis kaftan, dan laki-laki baju koko, ucap pedagang pakaian tadi sembari menyapa pengunjung yang melintasi teras toko ia berjualan.Menurut dia, normalnya omzet penjualan pakaian berkisar Rp800.000 hingga Rp1 juta per hari, dan menjelang Idul Fitri 1440 hijriah penjualannya meningkat hingga Rp4 juta per hari."Pakaian yang saya jual bermacam model, harganya juga bervariasi, mulai Rp150.000 hingga Rp600.000 per potong," kata dia sambil menunjukkan jenis pakaian.Ia menjelaskan, busana muslimah model kaftan paling banyak diminati dari kalangan perempuan dengan usia di bawah 35 tahun.Sedangkan pakaian perempuan usia 40 tahun ke atas paling banyak mencari model gamis Arab, Turki, dan Mesir atau disebut gamis hikmat.Pakaian tersebut dibandrol dengan harga berkisar Rp700.000 sampai dengan Rp1,2 jutaan, sesuai dengan kualitas kain dan variannya."Hari puncak (belanja Lebaran) biasanya mulai 20 hari puasa sampai 29 hari puasa. Itu siang malam banyak orang (belanja). Pembelinya ada dari Lhoksemawe, Aceh Selatan, dari berbagai daerah di Aceh lah," kata dia.Pedagang pakaian lainnya, Arul juga mengaku ada peningkatan penjualan selama minggu ke dua bulan suci Ramadhan."Hari biasa itu sekitar Rp3 juta/ hari dan selama bulan Ramadhan tepatnya menjelang Lebaran lakunya hingga Rp10 juta/ hari," ungkap Arol.Arol sendiri menjual pakaian muslim seperti baju koko, celana untuk orang dewasa dan anak-anak dengan berbagai model, serta kain sarung.Harga pakaian tersebut mulai dari Rp140.000 sampai dengan Rp180.000 untuk anak-anak, sedangkan untuk orang dewasa dari Rp150.000-Rp300.000 per satuan."Yang paling banyak (laku) itu baju koko model pakistan, panjangnya sampai lutut itu. Pakaian koko itu khusus semua kalangan meminati. Selain itu, celana, baju koko biasa, dan kain sarung," kata Arul.

Pewarta: Irman Yusuf

Editor: Ahmad Buchori

COPYRIGHT © ANTARA 2019


ACEH UTARA, KOMPAS.com – Salahuddin, berkumpul bersama dengan belasan pekerja di rumahnya Desa Releut, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, Selasa (28/5/2019).

Mengenakan kaos biru, bercelana pendek, tangannya teliti memasukan minyak ke botol ukuran kecil. Lima pekerja turut membantu. Itulah bisnis rumahan yang digeluti Salahuddin sejak tahun 1999. Minyak gosok, SA Nurhayati, adalah nama merek minyak urut yang dipegang oleh Salahuddin.

Masih teringat jelas di ingatan pria berbadan kekar itu bagaimana dia merintis usaha dengan modal Rp 3 juta.

Nama merek dagang itu diambil dari nama sang nenek yang awalnya mengembangkan minyak urut itu.

Baca juga: Meracik Hobi Jadi Rezeki, Kisah Sukses Yussy Berbisnis Pie Pisang Khas Lampung Menurut Salahuddin, belajar meramu minyak dari aneka tumbuhan tradisional untuk dipasarkan bukan perkara mudah.

Beruntung keluarganya mendukung, dan dia juga banyak bertanya pada generasi tua masa lalu.

Pertama kali saat minyak urutnya dipasarkan, respon masyarakat stagnan. Sehingga pasaran penjualan minyaknya masih seputar Kabupaten Bireuen, yang dulu masih tergabung dalam Kabupaten Aceh Utara.

“Tidak laku waktu itu. Bahkan, saya sempat kehabisan modal,” kenangnya. Lalu, tahun 2012, Salahuddin meminjam sejumlah uang pada keluarga. Ia kemudian meramu kembali minyak tradisional yang diyakini bisa menurunkan demam panas anak-anak dan manfaat lainnya seperti keseleo dan lain sebagainya. Perlahan tapi pasti, masyarakat mulai mengenal merk dagang SA Nurhayati itu. Pasaran pun meluas ke sejumlah kabupaten/kota di Aceh.

Belakangan dia mencoba menembus pasar Medan, Sumatera Utara. Pola pemasarannya dari mulut ke mulut. Minyak itu dititip di sejumlah warung hingga apotik.

Baca juga: Kisah Bella Jadi Pelopor Batik Khas Belitong dengan Omzet Rp 300 Juta Per Bulan “Alhamdulillah, dengan ada usaha ini saya dapat memperkerjakan 15 orang, selain itu kita juga sudah mengantogi izin surat dari BPOM,” katanya.




BANDA ACEH - Seorang istri di Aceh Selatan mendonasikan mahar nikahnya berupa kalung emas 13 gram 300 mili beserta suratnya.

Berdasarkan surat emas, diketahui emas itu dibeli pada 23 Mei 2016 yang distempel atas nama Toko Mas Subur Baru Jalan Merdeka No. 46 Tapaktuan, Aceh Selatan.

Emas tersebut dimasukan dalam selembar amplop yang juga berisi surat.

"Emas yang saya donasikan ini mahar dari suami tercinta, saat kami menikah" tulis pendonator dalam suratnya.

Ia bahkan membolehkan emas yang disumbangkannya tersebut untuk dijual atau di uangkan, sehingga uang tersebut nantinya dapat digunakan untuk membantu masyarakat Palestina.

Emas ini didonasikan saat aktivis Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam kegiatan safari bersama Syekh Ibrahim As-Sumairi asal Palestina ke wilayah Barat Selatan Aceh pada beberapa hari yang lalu.

"Roadshow tersebut mengajak masyarakat berpartisipasi membantu Palestina yang menderita akibat zionis Israel," tulis Humas ACT dalam keterangan tertulis.

Kisah Haji Usman, pengusaha batik di Yogyakarta menginspirasi saya.

Saat seseorang bertanya padanya bagaimana ia begitu mudah menginfakkan hartanya, begitu ringan dalam bersedekah, tidak cinta pada harta?

Ia menjawab “sangking cintanya dan sayangnya saya sama harta, sampai-sampai saya tidak rela meninggalkan harta saya di dunia ini, saya tak mau berpisah dengannya meskipun saya mati.

Makanya, saya titip pada mesjid, pada anak yatim, ada madrasah, pada pesantren, pada pejuang dakwah, dan pada mereka yang membutuhkan.

Karena itu, saya ingin menitipkan emas ini (mahar dari suami tercinta) untuk keperluan saudara-saudaraku di Palestina sana. Silahkan jika ingin ditukarkan dalam bentuk uang.

Sampaikan salam saya kepada saudara-saudara di Palestina.




Diduga Ngantuk, Mahasiswi Asal Aceh Barat, Terhempas di Lintasan Leupung

SERAMBINEWS.COM, KOTA JANTHO - Siti Farina Wandaliza (20) mahasiswi asal Gampong Kuta Padang, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, terjatuh di jalan lintasan Banda Aceh-Meulaboh, Km 27, Gampong Pulot, Kecamatan Leupung, Aceh Besar, Senin (27/5/2019) pagi.

Kapolres Aceh Besar, melalui Kasat Lantas AKP Vifa Fibriana Sari SIK MH kepada Serambinews.com, mengatakan korban terjatuh sendiri dengan sepeda motor (sepmor) Honda Beat BL 4693 EAD yang dikendarainya seorang diri sekitar pukul 10.00 WIB.

"Korban alami luka-luka pada kecelakaan tunggal tersebut dan langsung dilarikan ke Puskesmas Leupung oleh pengguna jalan yang melintas di kawasan itu. Selanjutnya korban dirujuk ke Rumah Sakit Meuraxa, Banda Aceh," kata AKP Vifa.

Menurutnya, dugaan korban mengantuk pada saat mengendarai sepmornya itu, sehingga hilang kendali dan jatuh bersama sepmornya tersebut.

Baca: Unsyiah-General Aromatics Jalin Kerja Sama Pengembangan Nilam Aceh

Baca: Truk Tronton Tabrak Beca Barang di Bireuen, Dua Orang Meninggal Dunia

"Sepeda motor Beat yang dikendarai korban melaju ke jalur kanan, sehingga mahasiswa ini jatuh terhempas ke jalan. Setelah korban dibawa ke Rumah Sakit Meuraxa, kita langsung menghubungi pihak keluarganya untuk menjemput," sebut AKP Vifa.

Korban saat itu, lanjut mantan Kasat Lantas Polres Kota Langsa ini, sedang meluncur dari arah Banda Aceh mengarah pulang ke Meulaboh.

"Kami minta kepada setiap pengguna jalan yang kelelahan dan mengantuk agar berhenti dan beristirahat sejenak. Jangan lanjutkan perjalanan kalau ngantuk sudah mendera untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi," pungkas AKP Vifa Fibriana Sari. (*)



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply