Contact Form

 

Tak Sengaja Bertemu di Satu Acara, Kivlan Zein Semprot Wiranto


indopos.co.id - Jenderal (purn) Wiranto dan Mayjend (purn) Kivlan Zen akhirnya bertemu, setelah sempat berseteru soal dalang di balik kerusuhan 1998.

Dua jenderal ‘musuh bebuyutan’ itu bertemu dalam satu ruangan. Diduga, keduanya baru saja menghadiri sebuah pertemuan.

Pertemuan dua jenderal purnawirawan itu terekam dalam video berdurasi 28 detik yang diunggah oleh mantan Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjend (purn) Johannes Suryo Prabowo di akun Twitter @marierteman, Jumat (5/4/2019).

Dalam video itu, Wiranto dan Kivlan tampak cekcok. Bahkan, Kivlan terlihat bersuara keras ke Wiranto yang notabene mantan atasannya di TNI.

Keduanya cekcok seputar kerusuhan 98. Diduga Wiranto mempertanyakan pernyataan Kivlan yang menuduhnya sebagai dalang kerusuhan 1998. Namun, hal itu dibantah oleh Kivlan.

“Abang yang bilang dalang. Bertanggung jawab, bukan dalang. Sebagai panglima, bukan mendalangi,” ucap Kivlan dengan suara keras.

Tak ingin cekcok dua jenderal purnawirawan itu berlanjut, seorang pria berkacamata langsung menarik Kivlan agar menjauh dari Wiranto.

Namun, Kivlan tiba-tiba langsung berbalik memeluk Wiranto sambil tertawa. Wiranto pun menyambut Kivlan dengan hangat.

Suasana panas di dalam ruangan itu pun langsung cair. Semua orang di dalam ruangan pun tertawa menyaksikan kehangatan dua jenderal purnawirawan berpelukan usai cekcok.

“Udah selesai kok 99, ah masing diungkit-ungkit terus,” cetus Kivlan sambil memeluk Wiranto.

JS Prabowo yang mengunggah video tersebut juga ikut memberikan komentar di akun Twitter pribadinya.

“Kebenaran itu tidak kenal pangkat dan jabatan, senior atau junior. Kalau yakin benar, harus disampaikan baik dengan cara ngotot mau pun tertawa,” cuit JS Prabowo.

Sebagaimana diketahui, Wiranto adalah mantan Panglima TNI, sedangkan Kivlan Zen merupakan mantan Kepala Staf Kostrad (Kas Kostrad).

Wiranto dan Kivlan sama-sama punya peran penting saat kerusuhan 98 meletus di Jakarta. Saat itu, Kivlan tercatat sebagai anak buah Wiranto.

Belum lama ini, Kivlan menuding Wiranto sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas kerusuhan 1998. Sebab, Wiranto merupakan pucuk pimpinan TNI saat kerusuhan 98 meletus.

Tudingan itu membuat Wiranto geram. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu pun sempat menantang Prabowo Subianto dan Kivlan Zen untuk sumpah pocong.

Wiranto ingin membuktikan siapa di antara mereka yang menjadi dalang kerusuhan 98, apakah dirinya, Prabowo atau Kivlan Zen.

“Saya berani, katakanlah berani untuk sumpah pocong saja, 98 itu yang menjadi bagian dari kerusuhan itu saya, Prabowo, Kivlan Zen. Sumpah pocong kita. Siapa sebenarnya dalang kerusuhan itu,” tegas Wiranto beberapa waktu lalu.

Menanggapi pernyataan Wiranto, Kivlan Zen menantang balik untuk melakukan debat terbuka melalui siaran televisi nasional.

“Saya ajak debat di TV untuk bahas peristiwa 98, supaya tahu duduk masalahnya. Jangan omong sumpah pocong. Apa itu? Masa saya mau sembah pocong. Sumpah saya demi Allah, sumpah prajurit itu,” tegas Kivlan. (nug)




TRIBUNNNEWS.COM --  Dua minggu menjelang Pemilu Raya, berbagai kejadian turut mewarnai.

Masifnya informasi di media sosial juga turut andil  dalam pemilu serentak yang akan menjadi sejarah dalam pesta demokrasi di Indonesia.

Namun informasi yang cepat tersebar, tak jarang berisi berita yang tak bisa dipertanggungjawabkan alias hoaks.

Kementerian Kominikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mencatat, dua bulan menjelang puncak pemilu pada 17 April mendatang, jumlah kabar bohong naik lebih dari dua kali lipat dari sebelumnya.

Maraknya kabar bohong yang beredar dan meresahkan di masyarakat, membuat Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Jenderal (Purn) Wiranto mengeluarkan wacana untuk menjerat pelaku penyebar kabar bohong  layaknya Teroris dengan Undang-Undang Terorisme. Pro dan kontra lantas menyeruak terkait wacana ini.

Baca: Kejati Jabar Geledah Kantor PUPR Tasikmalaya Terkait Korupsi Pada 2018, Nasib Penyidikannya Gimana?

Baca: Mulai Pagi Ini MRT Tak Lagi Gratis, Ini Tarif dan Jadwalnya

Jurnalis KompasTV Aiman Witjaksono mendatangi kantor Menkopolhukam di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Ia menemui Menkopolhukam dan mewawancarai Jenderal berbintang empat ini untuk bertanya terkait pro dan kontra wacana itu.

Tak hanya itu, Aiman juga menanyakan tudingan Mayjen (Purn) Kivlan Zein terhadap Wiranto yang menyatakan bahwa mantan Panglima ABRI ini menjadi dalang atas kerusuhan dan lengsernya pemerintahan Presiden Soeharto di tahun 1998. Apa jawaban Wiranto atas tudingan ini?

Saksikan Program AIMAN dalam episode "Politik, Hukum, Keamanan Jelang Pencoblosan" yang akan tayang pada Senin 1 April 2019 pukul 20.00 WIB di KompasTV. (Chandra Kriftaningtyas/ KompasTV).




JUDUL ini saya sarikan dari wawancara saya dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, seorang Jenderal TNI berbintang 4 yang menjabat di masa 4 Presiden: Soeharto, Habibie, Gus Dur, dan Jokowi.

Ia melewati masa-masa kritis negeri ini, mulai dari peralihan orde baru, awal pembentukan reformasi, hingga saat ini era post-truth .

Pertanyaan pertama yang saya ajukan padanya adalah, meski sempat melewati masa-masa sulit, apakah Pemilu kali ini adalah Pemilu yang paling berat?

Ini kali pertama dalam sejarah Indonesia pemilihan legislatif dan presiden dilakukan serentak. Pemilih memilih presiden dan wakil presiden, DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota, dan DPD, dalam satu waktu, satu bilik, dan satu orang.

Ini bukan hal mudah bagi pemilih dan hal yang baru pula bagi pelaksananya.

Selain baru pertama kali dilakukan, kegaduhan di dunia maya yang riuh-rendah juga menjadi tantangan bagi pelaksanaan Pemilu kali ini.

Terkait hal ini, saya bertanya soal pernyataannya yang mewacanakan hendak menjerat pelaku dan penyebar hoaks dengan Undang-undang Terorisme.

"Terorisme itu ada yang fisik ada yang non fisik. Tapi kan teror. Karena menimbulkan ketakutan. Terorisme itu kan menimbulkan ketakutan di masyarakat. Kalau masyarakat diancam dengan hoaks untuk tidak ke TPS, itu sudah terorisme," ujar Wiranto seperti dikutip Kompas.com .   Baca: Wiranto: Kalau Masyarakat Diancam dengan Hoaks untuk Tak ke TPS, Itu Terorisme

Saya bertanya, apa yang mendasari pernyataannya ini? Apakah kondisinya sudah sedemikian mengkhawatirkan sehingga ia menyamakan pelaku hoaks sebagai teroris dan dikategorikan setara dengan kejahatan luar biasa, terorisme, narkoba, dan korupsi?

Wiranto mencontohkan, "Saat ada hoaks di sebuah tempat umum, kemudian dikatakan ada bom di lokasi, yang membuat orang-orang lari tunggang-langgang karenanya. Dan ujungnya jatuh banyak korban karena panik, terinjak dan lain sebagainya.  Ini yang dikatakan bisa memunculkan korban dengan hal yang sama pada kejahatan terorisme!"

Sontak pro-kontra menyeruak. Bahkan Wiranto mengaku ada yang menyebutnya bodoh, meski tak sedikit pula yang mendukung.




INDUSTRY.co.id - Jakarta-Kejelasan kasus makar yang melanda Firza Husen memasuki babak baru. Pengacara handal Prof Yusril Ihza Mahendara  mulai saat ini akan bertindak sebagai kuasa hukum Firza Husein “Firza Husein telah mendandatangani surat kuasa untuk menangani kasus makar yang disangkakannya, “ujar Prof Yusril Ihza Mahendra via wa yang diterima awak media. Saat ini Prof Yusril Ihza Mahendra sedang ada keperluan di luar negeri. Bukan tanpa alasan mengapa akhirnya menerima permintaan sebagai kuasa hukum. “Firza dan ibundanya minta saya mengupayakan agar status tersangkanya di SP3 karena penyidikan atas kasus itu sudah lama sekali tidak ada kelanjutannya. Saya kira cukup alasan untuk meminta SP3.” Sementara itu menurut Firza Husen mengatakan kepada awak media,” Saya dan keluarga sudah sepakat menyerahkan dan mempercayakan untuk SP3 tersebut kepada pak Yusril Ihza Mahendra. Ibu saya itu, satu partai dengan pak Yusril, kami punya hubungan emosional.”  “Untuk itulah, Pak Yusril yang kini mengurus. Karena saya ingin memperjelas status hukum saya, yang telah cukup lama tidak ada perkembangan yang signifikan,” papar sosok yang tinggal  diJakarta Timur itu lewat telepon hape. Perempuan cantik ini kembali menjadi pembicaraan ketika status kejelasan hukum dipertanyakan di republik ini, dimana Firza telah resmi dinaikkan dari saksi menjadi tersangka, diduga menjadi motor rencana makar. Dari jumlah itu,  mereka adalah Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, Rachmawati Soekarnoputri, Eko Suryo Santjojo, Adityawarman Thahar, Kivlan Zein, Alvin Indra dan salah satunya Firza Husein. Kasus Firza Husein yang diduga berperan sebagai pengumpul dana makar. Sebelum aksi damai 212, Firza memang menginap di Hotel Sari Pan Pasifik, bersama sejumlah aktivis yang disebut akan melakukan makar. Saat itu, Firza tidak tahu kalau memang mau ada rencana makar. Polisi mengumumkan adanya dugaan pemufakatan jahat untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Joko Widodo pada Jumat, 2 Desember 2016. Kala itu aparat Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengamankan 11 orang. Termasuk Firza yang berkonotasi dengan keluarga Soeharto, yakni kata ‘cendana’. Ramai di media sosial, Firza Husein diam-diam menarik atau mencabut kuasa hukumnya dari Aziz Yanuar, yang juga pengacara FPI, untuk kasus makar dirinya pindah sebagai klien Profesor Yusril Ihza Mahendra.



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply