Contact Form

 

Memperingati Hari Bumi Sedunia, Inilah 10 Hal Sederhana yang Bisa Anda Lakukan


Hari Bumi Sedunia diperingati setiap tanggal 22 April

Apa saja yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan bumi ini ?

Dibawah ini kami berikan ide 10 hal kecil yang bisa dilakukan untuk ikut memperingati Hari Bumi Sedunia

Tercatat menurut sejarah Hari Bumi Sedunia ini pertama kali pada tahun 1970

Gagasan Hari Bumi Sedunia pertama kali muncul pada awal 1960, ketika sebagian elemen masyarakat di Amerika Serikat mulai menyadari pencemaran lingkungan yang semakin membahayakan bumi.

Melansir dari Wikipedia hari bumi dicangkan oleh  senator Amerika Serikat Gaylord Nelson yang juga sebagai seorang pengajar lingkungan hidup.

Tanggal 22 April  dipilih karena bertepatan pada musim semi di Northern Hemisphere (belahan Bumi utara) dan musim gugur di belahan Bumi selatan.

• Warganet Mengecam Ancaman Bom Sri Lanka Dideteksi 10 Hari Sebelum Meledak Hanya Tidak Diumumkan

Pencanangan hari bumi sendiri terinspirasi oleh banyaknya protes dan demonstrasi dari pelajar di Amerika Sertikat terkait kecamuk perang di Vietnam.

Ditambah lagi Gaylord Nelson menyaksikan kasus tumpahan minyak di pesisir Santa Barbara, California pada 1969.

Kasus tumpahan minyak ini seakan-akan menjadi katalis bagi Nelson untuk bertindak setelah sebelumnya  osoknya kerap kali menunjukkan kepeduliannya akan lingkungan.




Peringatan Hari Bumi di Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut), diwarnai aksi teatrikal. Para aktivis memainkan aksi tentang lingkungan hidup, kondisi bumi dan alam saat ini. Aspirasi dituangkan dalam aksi teatrikal di jalanan, kawasan Armadidi. Mereka menceritakan tentang bumi yang semakin hari semakin rusak akibat perbuatan tangan-tangan Manusia. "Ini aksi peringati Hari Bumi se-Dunia, kami mengharapkan pemerintah secara nasional bisa turut memperhatikan kondisi bumi dan alam dalam pembangunan demi kemajuan bersama", ungkap Aryanti Rahman, di lokasi, (22/4/2019).

Foto: Peringatan hari bumi di Manado (Michelle-detikcom) Aksi solidaritas ini diikuti dari berbagai elemen komunitas di antaranya Pecinta Alam, Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum, Tunas Hijau, Mahasiswa, warga Sipil dan Organisasi Masyarakat Adat. Dalam aksinya, mereka menilai, manusia tidak bertanggung jawab dengan buang sampah sembarang, merusak dan meraup hasil sumber daya alam tanpa pengkajian lingkungan hidup yang semestinya dengan dalih pembangunan. Humas aksi solidaritas peringati hari bumi mengungkapkan maksud dan tujuannya diadakan aksi ini khusus untuk mengajak setiap orang sekitar untuk sama-sama merawat bumi. Dalam aksi ini juga membagikan selebaran yang berisikan tentang lingkungan hidup dan kerusakan alam, dengan tujuan masyarakat bisa turut andil dalam merawat bumi.




Aktivis dari berbagai komunitas di Banda Aceh memperingati hari bumi dengan berkeliling sejumlah ruas jalan. Mereka menyerukan penyelamatan empat satwa kunci yang terancam punah. Aksi Global March for Elephants, Tigers, Rhinos and Orang utan dimulai dari Taman Sari, Banda Aceh, Aceh, Senin (22/4/2019). Para peserta aksi lintas komunitas ini mengecat wajah dan mengenakan topeng gajah, harimau, orang utan dan badak. Mereka juga membawa beberapa poster berisi seruan penyelamatan hutan, bumi dan satwa. Massa kemudian long march mengitari sejumlah ruas jalan protokol dan berakhir di depan Masjid Raya Baiturrahman, Aceh.

Aksi ini menarik perhatian pengguna jalan. Sejumlah polisi mengawal massa pejalan kaki ini hingga tiba di lokasi terakhir long march "Kita harus ambil bagian dari aksi masyarakat dunia untuk menyerukan penyelamatan spesies satwa dari ancaman kepunahan. Sebagai daerah yang masih memiliki satwa langka seperti harimau, badak, gajah dan orang utan, penting kita mengingatkan semua orang untuk ambil aksi untuk menyelamatkan satwa-satwa kita," kata Koordinator Parade Hari Bumi, Nuratul Faizah kepada wartawan. Aksi peringatan hari bumi ini bertepatan dengan aksi Global March untuk Gajah, Harimau, Badak dan Orang Utan yang juga dilakukan serentak di banyak negara. Di Banda Aceh aksi digelar karena dalam beberapa waktu terakhir banyak kasus pembunuhan satwa dilindungi. Faizah mencontohkan seperti pembunuhan gajah jinak Bunta di Aceh Timur dan penganiyaan Orang Utan Hope. Dua kasus tersebut menyita perhatian publik dan pelaku diminta ditindak tegas. "Kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi negara kita dalam membuktikan komitmennya untuk menyelamatkan satwa yang dilindungi. Untuk itu kita harus menunjukkan sikap kita bahwa kita ingin kasus-kasus pembunuhan satwa dihentikan dan ditindak secara hukum," jelas Faizah. Faizah mengajak semua pihak mulai peduli terhadap nasib satwa-satwa yang terus diburu di alam liar untuk diperdagangkan secara ilegal. Aceh merupakan salah satu pemasok satwa-satwa yang diperdagangkan di kota-kota besar dan hingga keluar negeri. "Jika satwa kita habis, yang rugi adalah kita, karena keseimbangan ekosistem akan terganggu, tak ada lagi penyebar bibit di hutan. Tinggal kita menunggu bencana datang," bebernya.




Bisnis.com, JAKARTA – Memperingati Hari Bumi yang jatuh pada hari ini (Senin, 22/4/2019) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengingatkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama untuk menjaga stabilitas bumi.

Hal itu disampaikan Menteri melalui media sosial instgram. "Selamat Hari Bumi, Sungguh masih banyak pekerjaan yang perlu kita selesaikan bersama untuk menjaga bumi tempat kita hidup," tulis Siti di akun instagram resminya @siti.nurbayabakar.

Tak lupa, Siti mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat Indonesia yang dinilainya telah memberikan perhatian dalam upaya-upaya penyelamatan bumi.

Dia juga mengingatkan agar masyarakat Indonesia mau untuk bergotong-royong dalam rangka memelihara bumi bersama. "Semoga niat baik, upaya dan kerja keras ini mendapatkan ridha Allah SWT. Let us do our best for our Country, for the earth," tandasnya.

Sebelumnya pada momentum Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan Gerakan Indonesia Bersih.

Gerakan Indonesia Bersih diharapkan dapat mendorong peningkatan kerjasama antar sektor dan peningkatan kinerja pemerintah daerah dalam upaya-upaya pengelolaan sampah, baik peningkatan sarana dan prasarana maupun mendorong partisipasi publik.


Skenario 1. Tuntutan di Pengadilan Tuhan

Saya tahu surat ini tak bakal bisa dibaca oleh kalian semua. Kalian sudah mati dalam kondisi yang jauh lebih baik dari kehidupan kami sekarang. Tapi dalam kegerahan luar biasa yang kami rasakan, saya merasa harus menuliskannya sekarang, di Hari Bumi 2050 ini, supaya ketika kita berjumpa di akhirat kelak, saya pastikan akan menuntut kalian di hadapan Pengadilan Tuhan dengan apa yang saya tuliskan ini.

Kalian punya semua kesempatan. Pengetahuan, teknologi, kekayaan ekonomi untuk menyelamatkan kehidupan. Tetapi kalian semua pemalas. Kalian memilih untuk hidup dengan mudah, tak mau bekerja keras mewujudkan masa depan yang baik bagi kami. Kalian kerap berpidato soal betapa kalian mencintai kami, anak-cucu kalian. Dari apa yang kami saksikan dan alami sekarang jelaslah itu semua omong kosong. Cuma segelintir saja di antara kalian yang berusaha, dan itu tak ada artinya.

Bukankah kalian tahu dampak perubahan iklim sejak dekade 1990-an? Bukankah kepastian sains sudah sejelas itu di dekade 2000-an? Bukankah semua yang kalian butuhkan untuk mengatasinya tersedia di dekade 2010-an? Tetapi kalian diam. Kalian terpaku, seakan kalian tidak tahu apa-apa. Kalian terus menikmati kehidupan yang nyaman dengan mencuri sumberdaya yang seharusnya menjadi jatah kami, dan terus menerus membuang segala polutan di satu-satunya tempat tinggal kita.

Alih-alih bertindak menurunkan emisi gas rumah kaca secara cepat, kalian malah terus-menerus menghamburkannya ke atmosfer. Kalian seperti orang yang lapar, dan satu-satunya makanan adalah batubara. Rasa dahaga kalian seperti hanya bisa dipuaskan dengan meminum minyak. Dan kalian seperti hanya bisa bernafas dengan gas. Bagaimana mungkin sumber-sumber energi kotor itu kalian tak gantikan sehingga naik terus sampai satu dekade lalu?

baca : Katowice, Janji Perubahan Iklim dan Nasib Generasi Mendatang

Kalian kotori Bumi ini dengan sampah plastik, yang kalian sadari telah mencekik seluruh makhluk. Ketika paus, lumba-lumba, dan penyu mati dengan plastik di dalam perut mereka, apa yang kalian pikirkan? Ketika mikroplastik sudah ditemukan di seluruh air yang kaliam minum sendiri, apa yang kalian lakukan? Kalian ejek teman-teman kalian yang mengkotbahkan penggunaan plastik yang bijak, kalian hinakan sahabat-sahabat kalian yang menyerukan ekonomi sirkular.

Tidakkah kalian merasakan panasnya kebakaran hutan dan sesaknya nafas lantaran asapnya? Mengapa kalian tetap saja membuka hutan dengan serampangan? Mengapa kalian tidak merestorasi kerusakan yang sudah kalian buat, padahal kalian sudah terus-menerus kekeringan dan kebanjiran? Kita tinggal di Indonesia, sebuah negeri tropis, yang mudah sekali mengembalikan kesuburan lahannya. Tetapi, apa yang kalian lakukan? Mana klaim keberhasilan penanaman yang kalian kerap nyatakan di berbagai seremoni itu? Hutan terus saja menghilang, dan kalian terus-menerus mengklaim keberhasilan?

Ke mana larinya rasionalitas kalian ketika racun-racun kimiawi kalian terus gelontorkan, menghancurkan kesuburan lahan, meracuni tanah dan air? Mengapa kalian tak bisa mengubah pertanian menjadi benar-benar berkelanjutan ketika seluruh teknologinya sudah tersedia sejak lama? Mengapa kalian membuat hasil-hasil pertanian organik begitu mahalnya padahal input yang dipergunakan jauh lebih sedikit? Ketika tanah menjadi kering, keras, dan hilang nutrisinya, mengapa kalian tinggalkan begitu saja ketika teknologi untuk menyuburkannya kembali sudah kalian tahu?

Kalian tahu berapa kandungan Gas Rumah Kaca di atas atmosfer sekarang? Kalian tahu berapa jumlah ppm-nya di atas 350, yang aman buat kita semua? Model yang kalian punya sudah meramalkannya kalau kalian melakukan business as usual, dan kalian malah memilih itu! Kalian tahu betapa sering banjir dan kekeringan yang kami alami? Kalian tahu berapa persen populasi yang menjadi pengungsi perubahan iklim? Kalian tahu berapa penurunan populasi ikan di laut? Kalian sadar berapa jumlah spesies yang hilang di darat dan di laut akibat pilihan kalian? Kalian semua sudah meramalkannya, dan malahan seperti memiliki determinasi untuk mewujudkannya!

Dua puluh tahun lampau, ketika SDGs berakhir, tak satupun Tujuan kalian penuhi. Itulah rapor kalian yang memalukan! Bisakah kalian menatap wajah anak-cucu kalian dengan bangga? Tentu kalian tak bisa melakukannya. Kalian, yang mewariskan kepada kami Bumi yang centang perenang ini, tentu cuma bisa tertunduk malu. Dan kami tahu, ada di antara kalian yang bahkan tahu malupun tidak. Demi Tuhan, saya dan generasi saya bakal menuntut kalian semua di akhirat kelak. Kesengsaraan kalian di akhirat adalah buah yang kalian akan petik lantaran kesengsaraan yang kalian timpakan kepada kami, padahal kalian memiliki kesempatan panjang untuk memperbaiki diri.

baca juga : Akankah Ekonomi Hijau Terwujud?

Skenario 2. Terima Kasih Tak Terhingga

Siapapun tak bisa tidak bersyukur di Hari Bumi 2050 ini. Kami menikmati udara yang sedemikian segarnya. Saya baru saja memeriksa data time series mutu udara, dan mendapati bahwa sejak tahun 2025, seperempat abad yang lalu, udara terus membaik. Tahun ini adalah udara dengan mutu yang terbaik, dan trajektorinya jelas menunjukkan bahwa tahun depan mutu udara akan menjadi lebih baik lagi.

Begitu juga yang terjadi dengan konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Tahun 2028 adalah tahun di mana konsentrasinya memuncak, lalu relatif mendatar selama empat tahun, dan setelahnya menurun. Yang paling membanggakan, penurunan setelah 2032 itu benar-benar curam. Tampaknya semua negara berlomba-loma menurunkan emisi dari energi, lahan dan sumber-sumber lainnya. Perlombaan kebajikan benar-benar mereka lakukan, dengan penuh kegembiraan.

Bukan saja kemajuan dalam mitigasi yang generasi orangtua dan kakek kami lakukan, melainkan juga dalam adaptasi. Adaptasi dalam, itu istilah yang mereka pergunakan untuk menggambarkan upaya sungguh-sungguh agar membuat kehidupan manusia tahan terhadap berbagai dampak perubahan iklim. Memang, bencana-bencana iklim terus terjadi sebagai dampak dari kenaikan konsentrasi Gas Rumah Kaca selama beberapa dekade sebelum mitigasi berhasil, tetapi dengan ketangguhan yang dibangun lewat upaya-upaya adaptasi itu, umat manusia akhirnya bisa meminimumkan dampak buruk yang tadinya sangat dikhawatirkan.

Pertanian, misalnya, kini tak lagi perlu menyebutkan kata ‘berkelanjutan’ di belakangnya, lantaran—sama dengan seluruh sektor industri—hanya itulah satu-satunya bentuk pertanian yang dilakukan umat manusia. Tak ada lagi pupuk dan pestisida yang menggerus kesuburan, yang ada adalah tambahan hara yang mengembalikan bahkan meningkatkan kesuburan lahan. Hasil-hasil penelitian pertanian itu benar-benar diaplikasikan di seluruh dunia bahkan sebelum tahun 2025. Kalau dahulu, saya baca, ada 800 juta hingga 1,2 miliar orang yang kelaparan dan bergizi buruk, angka itu sudah jauh menurun, dan benar-benar hilang di tahun 2037.

Soal kelaparan itu, selain produksi pertanian yang melesat dengan semua teknik yang (kalau di masa lalu dilabel sebagai) berkelanjutan itu, tak ada lagi yang namanya food loss dan food waste. Sekitar 30 tahun lampau, penduduk Bumi memang aneh, ada sebegitu banyak orang yang kelaparan dan bergizi buruk, tapi mereka malahan membuang sekitar 30% dari makanan yang diproduksi. Untungnya hal itu terhenti bersama-sama dengan pemanfaatan teknologi pertanian yang jauh lebih baik itu. Pada mulanya memang masih ada yang ‘terbuang’, tetapi logika ekonomi sirkular yang tetiba menjadi sangat popular membuat semuanya dimanfaatkan sebagai bahan penyubur tanah, energi, serta pemanfaatan lainnya.

baca juga : Ini yang Dilakukan Warga Pinggiran Hutan Maknai Hari Bumi

Sampah non-organik juga demikian. Plastik memang masih dimanfaatkan, tetapi seluruhnya tidak lagi berasal dari virgin material. Semuanya hasil daur ulang. Bahkan, sebagian di antaranya terus jadi material yang lebih tinggi pemanfaatannya, alias up-cycle, sejak 20 tahunan lampau. Industri pengolahan sampah elektronik mulai muncul secara massif lebih dari 30 tahun lampau, tapi benar-benar menjadi industri yang menyelamatkan dunia sepuluh tahun kemudian. Barang-barang kemudian menjadi sangat awet dan ketika masa hidupnya habis, semua diambil oleh produsennya, dan konsumen bisa mendapatkan barang yang baru.

Apa yang membuat itu semua terjadi? Banyak yang menjawab lantaran Revolusi Industri 4.0 yang jadi tonggak penting di tahun 2025. Tetapi, berbeda dengan yang kebanyakan orang pikir sebelum tahun 2020, penekanannya bukan semata pada teknologi-teknologi yang muncul, melainkan pada bagaimana teknologi yang muncul itu bisa dimanfaatkan untuk kebaikan seluruh dunia, bukan cuma buat para pemilik modal dan pencipta teknologi itu. Masyarakat 4.0, begitu yang mereka sebut, adalah masyarakat yang bertindak untuk maslahat kolektif. Bukan cuma buat segelintir orang, bukan hanya untuk warga negara masing-masing, melainkan benar-benar untuk seluruh dunia.

Lantaran cara berpikir yang demikian, irasionalitas gila pertumbuhan tak lagi jadi panduan pembangunan. Pertanyaan persentase pertumbuhan ekonomi tak lagi pernah terdengar. Yang ada adalah dialog nasional dan global soal keberhasilan penurunan ketimpangan, persen peningkatan kesejahteraan kelompok rentan, persen penurunan ignoransi, penurunan ppm konsentrasi gas rumah kaca, peningkatan mutu udara, persen pertumbuhan kawasan hutan, dan lain-lain. Mereka, orang dewasa yang hidup di dekade 2020-an, mulai sadar penuh bahwa kualitas kehidupan itu sebetulnya jauh lebih ditentukan oleh indikator-indikator yang tadinya ditaruh di bawah pertumbuhan ekonomi. Dan karena itulah, saya pikir, kehidupan benar-benar menjadi lebih baik mulai dekade itu.

Ya Tuhan, dalam basuhan air wudhu luar biasa segar yang saya rasakan barusan, pada Hari Bumi ini saya bersaksi bahwa generasi orangtua dan kakek kami adalah generasi yang baik. Mereka menyingkirkan ego mereka semua, bersikeras hanya menghadirkan bentuk-bentuk ekonomi yang regeneratif, untuk menghadirkan masa depan terbaik bagi kami semua. Lindungilah mereka semua dari siksa-Mu di akhirat, berikanlah surga-Mu yang tertinggi kepada mereka yang telah memberikan warisan tak ternilai kepada kami.

***

Dalam buku Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed, Jared Diamond menegaskan bahwa perilaku manusia terhadap alam (juga masyarakat dan ekonomi) mencerminkan pilihan yang mereka ambil. Pilihan tersebut akan menentukan gagal atau suksesnya manusia untuk melanjutkan kehidupannya. Kalau Diamond mendasarkan pemikirannya itu lewat contoh masyarakat dalam skala kecil, peraih penghargaan Nobel, Paul Crutzen, menciptakan istilah Antroposene untuk menggambarkan bahwa Bumi sudah tiba pada masa di mana manusialah yang menentukan nasib segala hal, termasuk nasib manusia sendiri.

Gagal atau suksesnya manusia tidak lagi terjadi dalam skala terbatas, sebagaimana yang digambarkan Diamond, melainkan dalam skala global. Kini, kita ada dalam posisi bisa memilih masa depan kita sendiri, yang merentang dari versi distopia hingga utopia. Selamat Hari Bumi 2019. Selamat memilih masa depan.

*Jalal, Reader on Corporate Governance and Political Ecology Thamrin School of Climate Change and Sustainability. Artikel ini merupakan opini penulis.

(Visited 1 times, 485 visits today)


Liputan6.com, Jakarta - Tak semata sebagai peringatan, Hari Bumi yang setiap tahun jatuh di tanggal 22 April lebih bertitik berat pada aksi nyata. Pasalnya, gagasan yang dicanangkan dalam kampanye peduli Bumi ini membutuhkan lebih dari sekadar wacana.

Anda tentunya juga bisa ambil andil dalam gerakan peduli 'kesehatan' rumah kita, lantaran tidak ada Bumi kedua. Dilansir dari  stuff.co.nz,  Senin (22/4/2019), berikut beberapa tindakan yang bisa dikerjakan individu sesuai tema kampanye tahun ini.

Jaringan Hari Bumi tengah mengedepankan daftar tindakan apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah perubahan iklim, terutama secara ekstrem, dan melindungi lingkungan guna menyelamatkan ragam spesies di seantero dunia.

Beberapa tindakan yang direkomendasikan adalah mengganti pemakaian  sunscreen  dengan produk serupa yang ramah untuk koral, ikut dalam gerakan membersihkan pantai atau sesederhana melakukan kegiatan tersebut secara mandiri.

Isu yang paling masif adalah mengurangi pemakaian plastik sekali pakai. Karenanya, pemakaian sedotan bukan plastik, membawa  reusable bag  ketika berbelanja untuk mengganti pemakaian kantong plastik, serta membawa tempat minum dan makan sendiri, sangat dianjurkan.

Beberapa kegiatan lain yang juga disarankan dalam partisipasi Hari Bumi adalah menanam pohon, minimal satu rumah satu pohon rindang, menggunakan kendaraan umum untuk mengurangi polusi, dan menghemat listrik, serta menggunakan sumber daya ramah lingkungan.




TRIBUNPAREPARE.COM, UJUNG -Dalam rangka Peringatan Hari Bumi , penggiat lingkungan di Kota Parepare menggelar aksi penanaman mangrove disekitaran pantai Parepare .

"Kita ambil tema Hari Uumi yakni 'Bumi Butuh Solusi Bukan Polusi'. Kami melakukan aksi nyata dengan melakukan penanaman pohon mangrove ,"ungkap Penggiat Lingkungan Parepare , Amri Kalbu, Senin siang (22/4/2019).

Salah satu tujuan aksi nyata dalam rangka Hari Bumi ini, kata Amri yakni untuk memberi kesadaran bahwa laut bukan tempat membuang sampah.

Baca:   Lepas 10 Peserta STQH XXXI, Bupati Toraja Utara Minta Tampil Baik dan Jaga Kesehatan

Baca:   Pasca Pemilu 10 PPS di Jeneponto Jatuh Sakit Karena Kelelahan

Baca:   Bupati Luwu Utara Keliling Pantau Perhitungan Suara Pemilu di Kecamatan

"Masyarakat harus bersama-sama ikut melindungi laut khususnya dari sampah plastik,"terang Ketua Badan Lingkungan Hidup (BLH) MPC Pemuda Pancasila Parepare ini.

Ia mengungkapkan, sampah di laut sebagian besar berasal dari daratan. "Laut adalah masa depan anak cucu kita, mari kita melindingi spesies kita, lindungi Bumi,"ujarnya.

"Hari ini Hari Bumi Sedunia, marilah kita semua ambil bagian dari solusi bukan bagian dari polusi,"kata dia.

Penggiat lingkungan Parepare selama ini khususnya dibawah koordinir Amri Kalbu aktif bergerak dalam sejumlah kegiatan lingkungan.

Sebelumnya, pada Hari Air Sedunia, Amri bersama puluhan anak muda Parepare juga turun melakukan penyelamatan mata air.

Penyelamatan mata air ini dipusatkan di Bukit Mareso, Kelurahan Lemoe, Kecamatan Bacukiki.

Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:




Jakarta - Hari ini, Senin (22/4/2019) bertepatan dengan Hari Bumi . Hari Bumi diperingati secara internasional untuk meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan planet ini. Industri otomotif pun berusaha menjaga lingkungan. Diketahui, kendaraan bermotor konvensional saat ini masih mengeluarkan emisi sisa pembakaran. Demi melindungi Bumi, pabrikan otomotif berpikir menghadirkan kendaraan ramah lingkungan . Beberapa di antaranya adalah mobil hybrid yang menggabungkan mesin bakar dan motor listrik, serta mobil listrik sepenuhnya.

Bertepatan dengan peringatan Hari Bumi 22 April 2019, dua mobil ramah lingkungan meluncur di Indonesia hari ini. Pertama adalah Toyota C-HR Hybrid. Mengusung sebagai mobil ramah lingkungan, Toyota C-HR Hybrid diluncurkan di Indonesia bertepatan dengan Hari Bumi. Toyota C-HR Hybrid diluncurkan siang ini. Siang ini juga akan kehadiran mobil ramah lingkungan lain. PT Blue Bird Tbk bakal menggunakan armada taksi listrik. Siang ini Bluebird meluncurkan taksi pertama di Indonesia. Melalui undangan yang diterima detikcom, rencananya Bluebird bakal meluncurkan taksi listrik siang hari ini di Jakarta Selatan. "Adapun penggunaan armada taksi listrik ini menjadi salah satu langkah awal dan wujud nyata akan kontribusi Bluebird terhadap pelestarian lingkungan, khususnya di Indonesia," tulis PT Blue Bird Tbk dalam undangannya. (rgr/ddn)




Peringati Hari Bumi, Dermawan Sumbang Rp14,2 Triliun, Kamu pun Bisa Lakukan 10 Hal Sederhana Ini

TRIBUNKALTIM - Seorang dermawan asal Swiss memberikan sumbangan sebesar 1 miliar dolar AS saat merayakan peringatan Hari Bumi (Earth Day).

Uang setara Rp 14.242triliun disumbangkan untuk menyelamatakan Bumi. Tetapi, kamu pun bisa turut menyelamatkan Bumi dengan melakukan 10 hal sederhana ini.

Diketahui, setiap tahun, pada tanggal 22 April, kita memperingati sebuah hari yang juga diperingati oleh seluruh umat manusia di dunia, yakni Hari Bumi atau Earth Day.

Sampai saat ini semakin banyak pihak dan gerakan yang bersuara secara lantang menuntut kita semua untuk semakin peduli terhadap "rumah" tempat kita berlindung.

Dirilis dari Ladbible, seorang miliarder dari Swiss telah berjanji untuk menyumbangkan $ 1 miliar sepanjang 10 tahun ke depan untuk membantu upaya konservasi Bumi.

Filantropis Hansjörg Wyss, CEO dari Wyss Foundation, mengumumkan rencana berani pada Oktober tahun lalu.

Yayasan ini berharap dapat membantu melindungi tanah dan lautan dengan mendukung pekerjaan konservasi yang dilakukan di seluruh dunia, serta meningkatkan kesadaran akan masalah lingkungan dan mendanai beberapa proyek ilmiah.

Wyss mengatakan dia percaya hal ini dapat dicapai untuk melestarikan 30 persen Bumi pada tahun 2030.

Dan juga menambahkan bahwa tanah dan laut dapat terlindungi dengan baik ketika mereka diubah menjadi 'taman nasional', atau 'tempat perlindungan satwa dan laut'.




TEMPO.CO , Jakarta - Hari ini, Senin 22 April diperingati sebagai Hari Bumi . Hingga hari ini planet Bumi yang kita tempati diperkirakan berusia 4,543 miliar tahun. Waktu yang amat lama dan tentunya harus dijaga sebagai tempat bernaung umat manusia. Baca: Hari Bumi, Yuk Liburan yang Ramah Lingkungan Bumi memberikan segalanya untuk kita. Udara, air, api, dan tanah, semua bermanfaat. Bumi juga begitu indah dengan alam yang mempesona. Saat berwisata alam misalnya, kita bisa menikmati pemandangan pegunungan, laut, lembah, danau, sungai, dan segala makhluk hidup yang ada di dalamnya. Kamu yang suka wisata alam mesti tahu bagaimana cara travelling yang ramah lingkungan. Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik meberitahu prinsip bagi para petualang, terutama yang suka menjelajah hutan, menjaga kelestarian alam. "Harus tahu kalau ada yang boleh diambil, yakni foto saja, dan boleh meninggalkan sesuatu, tapi hanya jejak," kata Kiki Taufik di sela acara 'Hutan Bercerita' di Mall Gandaria City, Jakarta, Sabtu 20 April 2019.

Menurut dia, prinsip itu mesti ditanamkan saat bertualang. Musbabnya, ketika seseorang melakukan wisata alam dan terpesona dengan keindahannya, ada kalanya muncul sisi egois yang ingin mengambil dan membawa pulang sesuatu dari alam itu. Padahal dengan membiarkan semua seperti sedia kala saat kita datang, maka kita sudah melestarikan alam. Satu lagi yang juga penting adalah jangan buang sampah sembarangan sehingga mengotori lingkungan. "Yang perlu disiapkan ketika ingin mengenal hutan adalah pengetahuan. Mengenal itu bukan hanya mendaki gunung lalu masuk hutan," tuturnya. Baca juga: Hari Bumi, Konsumsi Sedotan Plastik di RI Capai 93,2 Juta Batang Edukasi pelestarian alam yang menyeluruh penting ditanamkan sejak kanak-kanak. Dengan begitu, ketika tumbuh dewasa kemudian memiliki hobi bertualang, maka sudah memahami pengetahuan tentang wisata sambil merawat lingkungan. "Perlu juga hutan yang khusus untuk edukasi," katanya. Dari data yang dihimpun Greenpeace Indonesia, luas hutan di Indonesia terus berkurang. "Sekarang luas hutan di Indonesia, kurang lebih 85 juta hektare. Pada 1990 sampai 2015 hutan kita hilang, luasnya 24 juta hektare," ujarnya. Pengurangan luas lahan hutan mempengaruhi terhadap iklim menjadi tidak stabil. "Kalau hutan hilang, maka bumi semakin panas. Maka kalau kita tidak menjaganya, nanti generasi selanjutnya tidak bisa melihat hutan," katanya.



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply