Contact Form

 

Hari Bumi, Begini Perubahan Planet Kita dalam 20 Tahun dari Antariksa Halaman all


Liputan6.com, Jakarta - Tepat hari ini, (22/04/2019), seluruh warga dunia memperingati Hari Bumi Sedunia. Banyak hal yang bisa kamu lakukan untuk merayakan Hari Bumi ini.

Biasanya masyarakat di berbagai negara membuat aksi peduli lingkungan, di antaranya dengan menanam pohon, menghemat pemakaian air bersih, mengirit energi listrik, dan lainnya.

Selain kegiatan tersebut, kamu bisa melakukan kegiatan lainnya untuk memperingati Hari Bumi bersama orang-orang tercintamu. Penasaran kegiatan apa saja? Berikut ulasannya.

1. Ikut Menjadi Relawan Cinta Bumi Beberapa hari sebelum Hari Bumi , biasanya beberapa organisasi relawan mengadakan ajakan secara cuma-cuma untuk bergabung merayakan Hari Bumi. Kegiatan yang ditawarkan pastinya seru-seru sekali. Kamu dan relawan-relawan lain bisa ikut membantu membersihkan lingkungan, memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu atau anak-anak mengenai cinta Bumi dan kegiatan seru lainnya.

Selain bisa melakukan hal-hal seru yang bermanfaat bagi Bumi, kamu juga bisa bertemu orang-orang baru yang peduli akan kebaikan Bumi ini. Namun, jika kamu belum mendaftar, kamu bisa melakukan kegiatan cinta Bumi sendiri atau dengan mengajak teman-temanmu membuat sebuah proyek.

Walau earth hour sudah berlalu pada 30 Maret kemarin, mengulang kebiasaan baik tidak ada salahnya, kan? Kamu bisa mematikan listrik di rumahmu hari ini selama beberapa waktu, jika tidak dibutuhkan. Dengan hal ini, kamu telah menyumbang kebaikan untuk Bumi.

Selain itu, kamu juga bisa menggunakan waktu tanpa listrik ini dengan merelaksasi diri, melakukan refleksi, ataupun berolahraga kecil di rumah. Atau tanpa adanya TV, kamu atau orang-orang tersayangmu bisa menghabiskan waktu bersama dengan mengobrol dan bermain.







KOMPAS.com - Di Hari Bumi ini, kita akan melihat bagaimana planet biru berubah dalam 20 tahun terakhir. Hal itu akan kita saksikan lewat video singkat yang dibuat Badan Antariksa AS ( NASA ) dengan menggunakan citra satelit Sensor Tampilan Lapangan Luas (SeaWiFS).

NASA meyakini, perubahan lanskap Bumi akan memberi pemahaman bagi manusia bahwa planet biru yang kita tinggali ini hidup.

"Bumi bernapas setiap hari, ia berubah setiap pergantian musim dan bisa menanggapi matahari, angin, arus laut, juga suhu," kata ahli kelautan NASA Gene Carl Feldman seperti dilansir situs resmi NASA (14/11/2017).

Melalui SeaWiFS, para ilmuwan tidak hanya mendapat gambaran menakjubkan Bumi dari luar angkasa , tapi juga membantu memantau kesehatan tanaman, hutan, dan laut di seluruh dunia.

Baca juga: Selamat Hari Bumi, Bermula dari Peristiwa 1969 Hingga Dirayakan Dunia

Tak hanya itu, studi ini juga menjawab pertanyaan penting tentang bagaimana ekosistem merespons perubahan iklim yang diakibatkan interaksi manusia dengan daratan secara global.

Berikut beberapa penjelasan tentang planet kita yang ditangkap SeaWiFS pada 1997 hingga 2017:

Salah satu cuplikan yang ditangkap NASA menunjukkan tingkat es di Kutub Utara menyusut.

Fenomena ini memang bukan hal baru, para ilmuwan pun telah lama memberi peringatan tentang berkurangnya volume es kutub karena perubahan iklim.

Di gambar ini NASA menunjukkan  Arktik menghijau dalam dua dekade terakhir. Dulunya Arktik adalah kawasan yang tidak bisa dihuni. Pertumbuhan tanaman di sana diakibatkan oleh suhu yang lebih hangat.

Pengamatan dari luar angkasa seperti ini akan membantu menentukan produksi pertanian secara global juga untuk deteksi dini peringatan kelaparan. Pasalnya citra satelit dapat memantau mana daerah subur dan mana yang kering.

Kala air laut menghangat, satelit berhasil mendeteksi pergeseran populasi fitoplankton di lima cekungan samudera.

NASA berkata, tanaman memainkan peran penting dalam memantau karbon dioksida ketika bergerak, misalnya saat konsentrasi karbon dioksida di atmosfer terus meningkat dan menghangatkan iklim.

Kepala Laboratorium Ilmu Biosfer NASA Jeffrey Masek bercerita, 60 puluh tahun lalu orang tidak yakin bahwa permukaan Bumi dapat dilihat dari luar angkasa. Banyak yang mengira partikel debu di atmosfer akan mengaburkan samudera dan benua.

Namun misi Gemini dan Apollo menunjukkan hal berbeda. Dengan menggunakan kamera khusus, para astronot yang terlibat dalam misi berhasil mengabadikan keindahan dan kompleksitas Bumi dari luar angkasa.

Dari sinilah kemudian Landsat 1 diluncurkan pada 1972 dan menjadi satelit pertama yang mengamati Bumi.

"Ketika arsip satelit diperluas, muncul banyak dinamika dan kami sekarang dapat melihat tren jangka panjang," ujar Masek.

Padang rumput di Senegal, misalnya, mengalami perubahan musim yang drastis. Rumput dan semak tumbuh subur selama musim hujan dari Juni hingga November, lalu mengering saat hujan berhenti.

Dengan data satelit cuaca tahun 1970-an dan 1980-an, ilmuwan NASA Goddard Compton Tucker dapat melihat kawasan yang menghijau dan kering dari ruang angkasa.

Dia mengembangkan cara membandingkan data satelit dari dua panjang gelombang, yang memberikan pengukuran kuantitatif dari penghijauan yang disebut Indeks Vegetasi Perbedaan Normalized.

Baca juga: Berwisata ke Alam Secara Bertanggung Jawab, Bagaimana Caranya?

"Kami terkejut ketika kami melihat gambar pertama. Mereka luar biasa karena menunjukkan bagaimana vegetasi berubah setiap tahun," kata Tucker.

Ketika laporan terbit pada 1985 banyak yang tidak percaya dan menuduhnya memalsukan data. Namun dari laporan itu, untuk pertama kalinya ilmuwan mempelajari vegetasi dari luar angkasa.




Potret Perayaan Hari Bumi di berbagai Daerah Indonesia

Jakarta detikNews - Beberapa aktivis menggelar aksi untuk merayakan Hari Bumi yang jatuh pada tangga 22 April. Beginilah potret aksi damai peringatan Hari Bumi di berbagai daerah.

Aktivis merias wajah dengan gambar bumi saat mengikuti aksi damai peringatan Hari Bumi di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Aceh, Senin (22/4/2019). Foto: ANTARA FOTO/Irwansyah Putra.

Capres Prabowo Subianto batal bertemu dengan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan karena kondisi kesehatannya menurun.

Sandiaga Uno kembali memulai aktivitas politiknya. Ia pun meminta tim suksesnya dan para pendukung mengawal C1 selama masa rekapitulasi KPU.

Massa dari Gerakan Jaga Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih di Taman Aspirasi, Jakarta, Senin (22/4). Aksi kibarkan bendera ini guna untuk menjaga NKRI.




Walhi soroti kondisi darurat ekologis Jakarta di Hari Bumi

WALHI mengadakan orasi bertema bumi untuk generasi dengan fokus tentang Jakarta yang masih dalam kondisi darurat ekologis, di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (22/4/2019). (ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah)

Jakarta (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menyoroti kondisi darurat ekologis Jakarta dalam aksi untuk memperingati Hari Bumi 2019, Senin.

Staf Advokasi dan Kampanye Walhi Jakarta Rehwinda Naibaho di sela aksi yang berlangsung di kawasan Balai Kota DKI Jakarta mengatakan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah sampah, pencemaran udara, pencemaran air dan ancaman kerusakan ekosistem yang meliputi wilayah Ibu Kota belum menunjukkan kemajuan bermakna.

"Kita mengingatkan kembali kepada pemerintah untuk tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi namun juga memikirkan tentang ekologi dan keadilan lingkungan Jakarta, melihat saat ini pencemaran lingkungan masih merajalela," katanya.

Ia mengatakan konsep naturalisasi yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memulihkan sungai-sungai yang tercemar belum menunjukkan hasil positif sampai sekarang.

"Harusnya, dengan kewenangannya Gubernur bisa melakukan audit dan review perizinan seluruh industri di Jakarta yang berpotensi mencemari serta melakukan pengawasan ketat dan penegakan hukum," kata Rehwinda.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat, menurut dia, juga belum menghadirkan kebijakan dan solusi untuk menangani 7.000 ton lebih sampah yang setiap hari dihasilkan penduduk Ibu Kota.

"Bukannya menekan dan mengejar tanggung jawab produsen, pemerintah malah menghadirkan solusi palsu berbasis bakar-bakaran," katanya merujuk pada rencana pengadaan insinerator untuk membakar sampah, yang bisa membawa dampak buruk bagi warga sekitar.

Ia mengatakan pemerintah DKI seharusnya mengeluarkan kebijakan yang progresif seperti pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai dan kemasan produk yang tidak ramah lingkungan untuk mengatasi masalah sampah.

Walhi juga mengemukakan kebutuhan untuk menurunkan pencemaran udara dan mengubah standar baku mutu udara.

"Pemerintah harus mengubah kebijakan baku mutu kualitas udara di Jakarta karena kita masih menggunakan baku mutu tahun 1990, itu sudah lama sekali, sedangkan Jakarta sudah dikelilingi ratusan industri di Bekasi, Pluit, dan di berbagai titik lokasi lainnya," kata Rehwinda.

Selain itu Walhi mengingatkan pentingnya mengantisipasi ancaman dan dampak kerusakan ekosistem akibat laju pembangunan konvensional, seperti dampak pembangunan industri pariwisata terhadap kondisi lingkungan dan masyarakat pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.

Rehwinda berharap pemerintah DKI Jakarta menerapkan kebijakan pengelolaan lingkungan yang lebih baik, yang penyusunannya melibatkan masyarakat.

"Semoga pemerintah bisa mengajak warga untuk melakukan perubahan kebijakan," katanya.

Baca juga: Kehati nilai ada perbaikan habitat di hutan lindung Angke Kapuk

Baca juga: TPST Bantargebang akan penuh pada 2021

Baca juga: Pencemaran udara DKI lampaui baku mutu Pewarta: Virna P Setyorini/Astrid Faidlatul Habibah Editor: Budi Santoso COPYRIGHT © ANTARA 2019




Jakarta  - Tokoh aliran kepercayaan Parmalim, Monang Naipospos menyatakan tak membutuhkan seremoni perayaan Hari Bumi untuk menghargai tempat manusia hidup dan berpijak. Ia mengatakan peringatan hari besar semacam Hari Bumi cocok untuk yang lupa pada leluhur. Bagi Monang, menjaga kearifan alam bukan hanya pada hari besar tertentu saja, tapi setiap saat karena hal itu adalah tanggung jawab manusia yang dititipkan leluhur. Hari Bumi dirayakan dunia tanggal 22 April setiap tahun sebagai bentuk apresiasi terhadap tempat manusia hidup dan berpijak.  "Iya diperingati setidaknya memperingatkan orang yang lupa leluhur, ngapain  kamu merayakan hari bumi, leluhur juga sudah menentukan inilah bumi, inilah tanah, apa yang harus dipedomani. Kalau cuma mentreng-mentrengan aja, maunya apa?" kata Monang Naipospos kepada Tagar , Senin 22 April 2019. Mudah-mudahan yang merayakan itu paham arti bumi. Ia mengatakan bahkan lupa kapan hari bumi. Baginya, hanya perlu memahami makna bumi. "Orang ramai-ramai memperingati hari bumi, sudah betul-betul memaknai bagaimana bumi diperlakukan? Semuanya happy . Kalau saya tidak ikut-ikutan. Malah saya baru tahu sekarang, hahaha," ucap pria asal Hutatinggi, Laguboti, Sumatera Utara . Monang Naipospos. (Foto: Facebook/Monang Naipospos) Fakta-fakta Kearifan Batak Parmalim Dalam peringatan Hari Bumi, berikut ini fakta-fakta kearifan Batak Parmalim yang menjadi inspirasi untuk respect  pada bumi. Monang mengatakan yang perlu dilakukan adalah memperbaiki isi, bukan kemasannya yang diwarnai. Seisi bumi adalah warisan nenek moyang yang harus dijaga, dilestarikan, dan dirawat.  Ia sangat mempercayai bahwa alam itu sebagai warisan atau 'Ugasan' yang memiliki kekuatan. Alkisah, isi alam semesta sangat menyatu dengan manusia yang tinggal di dalamnya, khususnya bagi Suku Batak yang masih kental dengan budaya warisan leluhur, yakni alam termasuk air, tanah, dan hutan . Dalam keyakinan Suku Batak , air merupakan awal kehidupan jasmani. Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia manusia pertama dalam sejarah awal Suku Batak merupakan perpaduan air tubuh manusia surgawi putra-putri Dewata. Sejak saat itu tubuh yang menjadi manusia wajib diperkenalkan dengan asal mereka "air" untuk dibuat persembahan kepada Mulajadi Nabolon "Tuhan" yang dinamakan "Martutuaek". Selain itu, air juga diyakini sebagai pembersihan menuju kesucian dan kesempurnaan "Parsuksion mula ni haiason, haiason mula ni parsolamon, parsolamon mula ni hamalimon” yang artinya awal pembersihan menuju kesucian, kesucian menuju kesempurnaan. Tidak hanya itu, air juga ambil andil dalam hubungan manusia dengan Mulajadi Nabolon atau "Tuhan". "Mual Natio dipadomu dohot unte mungkur marangkuphon sanggul banebane jumadi pangurason parsungsion". Bahkan, dalam membentuk sebuah perkampungan, akses sumber air merupakan hal yang paling utama. "Air itu kehidupan. Oppung kita dulu kalau membuat sebuah kampung yang duluan dicari itu sumber air. Para leluhur itu sudah tahu kita hidup karena air, air itu tidak ada duanya, kecuali air mineral dan air jeruk. Manusia lahir diperkenalkan dengan sumber air," tutur Monang. Tanah juga sebagai tempat manusia berpijak "Tano ojahan, ojahan ni saluhut  nasa na adong" merupakan salah satu media dalam proses seluruh kehidupan manusia, tanaman, hewan, dan air. Jika air dimaknai sebagai aliran hidup asal-usul, sedangkan tanah dimaknai sebagai tempat proses kesuburan tanah terjadi. Hal itu dilambangkan sebagai "Boraspati ni tano". Keyakinan Suku Batak sebelum mengolah tanah wajib berdoa kepada leluhur "Nagapadhohaniaji" bahwa tidak akan merusak tanah, tapi akan menggunakannya untuk kebutuhan kehidupan sehari-hari seperti pekuburan dan pendirian rumah . Hal itu menunjukkan tidak bisa dilakukan sikap keserakahan terhadap tanah, walaupun itu merupakan warisan atau "Ugasan" bagi manusia. Dalam pengelolaan pertama pun dilakukan dengan "Itak gurgur" yang terbuat dari tepung beras dan dimaknai agar mendapat doa restu dari Mulajadi Nabolon. Itak Gurgur melambangkan persembahan dan pemaknaan semua hasil pekerjaan akan berkembang baik atau "Gurgur". Sementara hutan atau "Harangan" adalah kumpulan tanaman pohon atau "Hau", semak dan rumput atau "Ramba" berbagai macam. Dalam pemahaman orang Batak, kayu yang tumbuh di hutan memiliki  kebutuhan siklus dengan peran air sama halnya seperti manusia. Selain itu, hutan dikuasai oleh makhluk gaib "Martondi hau" maka sebelum pohon yang dinginkan ditebang ada beberapa hal yang harus dilakukan yakni, "Huhuasi" melakukan komunikasi bilamana ada yang tidak diduga telah menguasai pohon itu, lalu menancapkan "Takke" kapak ke kulit pohon sebagai pertanda telah memilih pohon tersebut. Jika keesokan harinya takke masih menempel itu pohon maka bisa dibawa pulang ke kampung "Huta" sebagai sambutan Ulos atau tikar pandan dililitkan ke batang pohon, baru selang beberapa hari dilakukan penebangan yang dijadikan untuk bahan bangunan rumah, diharapkan rukun antara rumah dan penghuni. Tidak hanya untuk bahan bangunan, pohon juga digunakan dalam acara ritual adat Batak untuk tambatan atau "Borotan" ternak kerbau. Hal itu tidak dibiarkan begitu saja, sikap hidup orang Batak adalah setiap memanfaatkan sesuatu selalu mengharapkan ada pengganti kemudian. Prinsip itu ditanamkan dengan "Martumbur partabaan, malomak pansalongan" dalam artian barang siapa yang melakukan pemotongan pohon dan tidak menjamin ada tunas tanaman pengganti, berarti dia telah memutus satu siklus hidup dan ada "sapata" atau kerugian dilain waktu. Mengingat hal itulah, Monang menegaskan warisan leluhur itu harus dijaga meskipun bukan hari bumi sedunia, dan dia berharap bagi yang merayakan hari bumi paham arti bumi. "Mudah-mudahan yang merayakan itu paham arti bumi," ujarnya. Dia pun menambahkan pemaknaan hari bumi dengan mengajak masyarakat untuk menghasilkan pupuk organik dan tidak akan tergantung pada pupuk kimia yang merusak tanah, meracuni air dan merusak bahan makanan . "Di Sirait Uruk (kampung di Porsea) kami buat kompos setelah 35 tahun kami dipropagandai pemerintah untuk menggunakan pupuk kimia yang meningkat setiap tahun tanpa hasil yang meningkat. Kemudian kami sadar untuk kembali ke alam menciptakan pupuk organik sendiri, pupuk cair sendiri untuk perlahan melepaskan ketergantungan pada pupuk kimia yang merusak tanah, meracuni air, dan merusak bahan makanan," tandasnya. [] Baca juga:




Para pegiat lingkungan melakukan perayaan peringatan hari bumi di Banda Aceh, Senin (22/4/2019). (Foto: Tagar/Fahzian Aldevan)

Banda Aceh -  Puluhan pecinta hewan dan pegiat lingkungan di Aceh merayakan Hari Bumi yang jatuh pada 22 April 2019 dengan melakukan pawai Global March for Elephants, Tigers, Rhinos and Orangutans.  Parade ini mengangkat tema  Lindungi Species Kita. Para peserta parade menggunakan topeng satwa seperti harimau, orangutan, badak dan gajah. Dalam genggaman tangan disertakan kayu sebagai penyanggah poster berisi seruan selamatkan bumi, hutan dan satwa dari kepunahan.  Mereka juga menyerukan untuk menghentikan kegiatan yang merusak habitat satwa seperti pembukaan perkebunan sawit dan pertambangan yang anti-ramah lingkungan dan kegiatan pembangunan yang tidak berkelanjutan. Secara tertib, peserta parade melintasi Jalan Taman Sari, Pendopo Gubernur dan berakhir di depan Mesjid Raya Baiturrahman. Koordinator parade ini Nuratul Faizah mengatakan peringatan Hari Bumi bertepatan dengan aksi ' global march  untuk gajah, harimau, badak dan orangutan' yang dilakukan serentak di banyak negara. Banda Aceh menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang kerap berpartisipasi sejak 2015. "Kita harus ambil bagian dari aksi masyarakat dunia untuk menyerukan penyelamatan spesies satwa dari ancaman kepunahan. Sebagai daerah yang masih memiliki satwa langka seperti harimau, badak, gajah dan orangutan, penting kita mengingatkan semua orang untuk ambil aksi untuk menyelamatkan satwa-satwa kita," kata Faizah di lokasi parade, Senin 22 April 2019. Para pegiat lingkungan melakukan perayaan peringatan Hari Bumi di Banda Aceh, Senin (22/4/2019). (Foto: Tagar/Fahzian Aldevan) Faizah menyebut deretan kasus pembunuhan hewan langka masih kerap terjadi di Aceh sepanjang tahun 2019.  "Kita masih ingat pembunuhan gajah Bunta dan penembakan orangutan bernama Hope yang menyita perhatian publik sampai keluar negeri. Kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi negara kita dalam membuktikan komitmennya untuk menyelamatkan satwa yang dilindungi," lanjutnya. "Pemerintah harus serius mengambil aksi untuk menyelamatkan spesies kita baik di darat maupun di laut dan tidak merusak habitat mereka. Indonesia dalam kondisi darurat satwa karena banyak spesies kita sedang menuju kepunahan," pintanya.Sebab itu, lanjut Faizah, kasus pembunuhan satwa di Aceh dan Indonesia harus dihentikan segera. Sementara yang telah terjadi ditindak secara hukum. Peran pemerintah daerah serta DPRD diharapkan Faizah berpihak kepada isu-isu lingkungan hidup . "Pemerintah harus serius mengambil aksi untuk menyelamatkan spesies kita baik di darat maupun di laut dan tidak merusak habitat mereka. Indonesia dalam kondisi darurat satwa karena banyak spesies kita sedang menuju kepunahan," pintanya. Aceh diketahui merupakan salah satu pemasok satwa-satwa yang diperdagangkan ke sejumlah kota besar di Tanah Air, hingga ke luar negeri. Sebut saja gading gajah, kulit harimau, cula badak, anak orangutan, tringgiling, badak, burung rangkong dan landak menjadi buruan ilegal yang kasusnya tak pernah punah, atau bahkan menyusut.  Adapun yang mengikuti parade ini adalah pegiat peduli lingkungan yang terdiri dari pelajar, komunitas lingkungan dan aparatur pemerintah, di antaranya Edsa, Earth Hour Aceh, SALI, Sahabat Bumi, Forum Lingkar Pena, Pramukan SMA 7, ISBI, WWF Indonesia, Koalisi SRJS, Duta Wisata , Haka, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh. Baca juga:




Liputan6.com, Jakarta Warga Surabaya menerima pembagian ratusan bibit tanaman dari masyarakat dalam rangka hari bumi. Diharapkan warga akan kembali melakukan penghijauan di lingkungannya.




Dalam peringatan Hari Bumi yang jatuh pada 22 April, para fotografer di lembaga nonprofit mengangkat cerita yang belum pernah terungkap tentang perempuan Afrika yang mencari nafkah sambil menyelamatkan lingkungan. (Pengumpul plastik ( Doreen Ntumy/Fibi Afloe/Lensational ) Di Accra, Ghana, air dijual dengan menggunakan saset yang sampahnya banyak tersebar di jalan-jalan kota itu. Ya Sule, 45 tahun, mengumpulkan saset dari jalan-jalan sekitar lima kantong setiap hari. Ia kemudian menjualnya ke perusahaan daur ulang, sebagai mata pencaharian untuk memberi makan anak dan cucu-cucunya. Doreen Ntumy/Fibi Afloe/Lensational Ia mengatakan senang bisa berpartisipasi dalam mengatasi masalah plastik di Accra. Lensational/Doreen Ntumy Daur ulang saset ini digunakan untuk jas hujan dan produk lain oleh perusahaan daur ulang yang banyak bergerak di bidang sosial.

Biji-bijian untuk perubahan Victoria Akeere/Lensational Biji melon Egusi dikeringkan di Pelabuhan Harcourt, Nigeria. Di Nigeria, perempuan yang biasanya memanen, memproses dan menjual biji-bijian yang diketahui dapat meningkatkan kualitas tanah serta memiliki manfaat gizi. Laporan PBB baru-baru ini menunjukkan pengetahuan tentang pertanian oleh perempuan yang bergerak dalam pertanian skala kecil sangat penting dalam meningkatkan keaneka ragaman hayati dan mencegah kekurangan pangan akibat perubahan iklim. Dari manik-manik ke konservasi Tetek Manina/Lensational Seorang perempuan dari kawasan konservasi Maasai di Amboseli, Kenya membuat manik-manik untuk perhiasan. Perempuan di kawasan ini mendapat penghasilan dari penjualan manik-manik guna membeli lampu, yang menerangi kawasan satwa liar pada malam hari dan mengurangi perburuan. Dalam budaya Maasai, perempuan biasanya menjaga ternak dan juga berperan dalam mengawasi satwa liar. Perempuan dalam foto di atas tergabung dalam tim yang bekerja sama dengan badan pendanaan satwa liar, International Fund for Animal Welfare (IFAW). Sumber foto dari Our Shared Forest yang diterbitkan lembaga nonprofit Lensational.




Hal ini diamini oleh Sunoto, yang mengatakan bahwa kondisi bumi saat ini membutuhkan perhatian khusus, terutama terkait dengan iklim alami.

“Kondisi bumi [saat ini] sudah sangat menghawatirkan; musim sudah tidak menentu dan panas jadi luar biasa terasa,” kata petarung divisi bantamweight asal Blora, Jawa Tengah ini.

Sejak pindah ke Jakarta sekitar tujuh tahun lalu, pria yang memiliki julukan “The Terminator” ini merasakan perubahan iklim yang semakin memburuk. Iapun sering melihat aliran sungai tidak lancar karena terhambat sampah yang dibuang sembarangan.

Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, ibukota Indonesia ini tercatat memproduksi sampah sebanyak 7.000 ton per hari – dimana tidak seluruhnya tertanggulangi.

“Di Jakarta, kita sering melihat sampah di sungai karena kebiasaan kita buang sampah tidak pada tempatnya,” aku Sunoto, yang mengajak masyarakat semakin aktif untuk memelihara bumi bersama-sama melalui berbagai cara.

Beberapa cara yang ia sarankan adalah untuk membuang sampah pada tempatnya, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, serta rutin membersihkan sampah di sungai atau lingkungan sekitar. One Championship: A New Era Berlangsung Sukses



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply