Contact Form

 

Google Doodle Rayakan Hari Bumi 2019


Hari Bumi Sedunia diperingati setiap tanggal 22 April

Apa saja yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan bumi ini ?

Dibawah ini kami berikan ide 10 hal kecil yang bisa dilakukan untuk ikut memperingati Hari Bumi Sedunia

Tercatat menurut sejarah Hari Bumi Sedunia ini pertama kali pada tahun 1970

Gagasan Hari Bumi Sedunia pertama kali muncul pada awal 1960, ketika sebagian elemen masyarakat di Amerika Serikat mulai menyadari pencemaran lingkungan yang semakin membahayakan bumi.

Melansir dari Wikipedia hari bumi dicangkan oleh  senator Amerika Serikat Gaylord Nelson yang juga sebagai seorang pengajar lingkungan hidup.

Tanggal 22 April  dipilih karena bertepatan pada musim semi di Northern Hemisphere (belahan Bumi utara) dan musim gugur di belahan Bumi selatan.

• Warganet Mengecam Ancaman Bom Sri Lanka Dideteksi 10 Hari Sebelum Meledak Hanya Tidak Diumumkan

Pencanangan hari bumi sendiri terinspirasi oleh banyaknya protes dan demonstrasi dari pelajar di Amerika Sertikat terkait kecamuk perang di Vietnam.

Ditambah lagi Gaylord Nelson menyaksikan kasus tumpahan minyak di pesisir Santa Barbara, California pada 1969.

Kasus tumpahan minyak ini seakan-akan menjadi katalis bagi Nelson untuk bertindak setelah sebelumnya  osoknya kerap kali menunjukkan kepeduliannya akan lingkungan.




Skenario 1. Tuntutan di Pengadilan Tuhan

Saya tahu surat ini tak bakal bisa dibaca oleh kalian semua. Kalian sudah mati dalam kondisi yang jauh lebih baik dari kehidupan kami sekarang. Tapi dalam kegerahan luar biasa yang kami rasakan, saya merasa harus menuliskannya sekarang, di Hari Bumi 2050 ini, supaya ketika kita berjumpa di akhirat kelak, saya pastikan akan menuntut kalian di hadapan Pengadilan Tuhan dengan apa yang saya tuliskan ini.

Kalian punya semua kesempatan. Pengetahuan, teknologi, kekayaan ekonomi untuk menyelamatkan kehidupan. Tetapi kalian semua pemalas. Kalian memilih untuk hidup dengan mudah, tak mau bekerja keras mewujudkan masa depan yang baik bagi kami. Kalian kerap berpidato soal betapa kalian mencintai kami, anak-cucu kalian. Dari apa yang kami saksikan dan alami sekarang jelaslah itu semua omong kosong. Cuma segelintir saja di antara kalian yang berusaha, dan itu tak ada artinya.

Bukankah kalian tahu dampak perubahan iklim sejak dekade 1990-an? Bukankah kepastian sains sudah sejelas itu di dekade 2000-an? Bukankah semua yang kalian butuhkan untuk mengatasinya tersedia di dekade 2010-an? Tetapi kalian diam. Kalian terpaku, seakan kalian tidak tahu apa-apa. Kalian terus menikmati kehidupan yang nyaman dengan mencuri sumberdaya yang seharusnya menjadi jatah kami, dan terus menerus membuang segala polutan di satu-satunya tempat tinggal kita.

Alih-alih bertindak menurunkan emisi gas rumah kaca secara cepat, kalian malah terus-menerus menghamburkannya ke atmosfer. Kalian seperti orang yang lapar, dan satu-satunya makanan adalah batubara. Rasa dahaga kalian seperti hanya bisa dipuaskan dengan meminum minyak. Dan kalian seperti hanya bisa bernafas dengan gas. Bagaimana mungkin sumber-sumber energi kotor itu kalian tak gantikan sehingga naik terus sampai satu dekade lalu?

baca : Katowice, Janji Perubahan Iklim dan Nasib Generasi Mendatang

Kalian kotori Bumi ini dengan sampah plastik, yang kalian sadari telah mencekik seluruh makhluk. Ketika paus, lumba-lumba, dan penyu mati dengan plastik di dalam perut mereka, apa yang kalian pikirkan? Ketika mikroplastik sudah ditemukan di seluruh air yang kaliam minum sendiri, apa yang kalian lakukan? Kalian ejek teman-teman kalian yang mengkotbahkan penggunaan plastik yang bijak, kalian hinakan sahabat-sahabat kalian yang menyerukan ekonomi sirkular.

Tidakkah kalian merasakan panasnya kebakaran hutan dan sesaknya nafas lantaran asapnya? Mengapa kalian tetap saja membuka hutan dengan serampangan? Mengapa kalian tidak merestorasi kerusakan yang sudah kalian buat, padahal kalian sudah terus-menerus kekeringan dan kebanjiran? Kita tinggal di Indonesia, sebuah negeri tropis, yang mudah sekali mengembalikan kesuburan lahannya. Tetapi, apa yang kalian lakukan? Mana klaim keberhasilan penanaman yang kalian kerap nyatakan di berbagai seremoni itu? Hutan terus saja menghilang, dan kalian terus-menerus mengklaim keberhasilan?

Ke mana larinya rasionalitas kalian ketika racun-racun kimiawi kalian terus gelontorkan, menghancurkan kesuburan lahan, meracuni tanah dan air? Mengapa kalian tak bisa mengubah pertanian menjadi benar-benar berkelanjutan ketika seluruh teknologinya sudah tersedia sejak lama? Mengapa kalian membuat hasil-hasil pertanian organik begitu mahalnya padahal input yang dipergunakan jauh lebih sedikit? Ketika tanah menjadi kering, keras, dan hilang nutrisinya, mengapa kalian tinggalkan begitu saja ketika teknologi untuk menyuburkannya kembali sudah kalian tahu?

Kalian tahu berapa kandungan Gas Rumah Kaca di atas atmosfer sekarang? Kalian tahu berapa jumlah ppm-nya di atas 350, yang aman buat kita semua? Model yang kalian punya sudah meramalkannya kalau kalian melakukan business as usual, dan kalian malah memilih itu! Kalian tahu betapa sering banjir dan kekeringan yang kami alami? Kalian tahu berapa persen populasi yang menjadi pengungsi perubahan iklim? Kalian tahu berapa penurunan populasi ikan di laut? Kalian sadar berapa jumlah spesies yang hilang di darat dan di laut akibat pilihan kalian? Kalian semua sudah meramalkannya, dan malahan seperti memiliki determinasi untuk mewujudkannya!

Dua puluh tahun lampau, ketika SDGs berakhir, tak satupun Tujuan kalian penuhi. Itulah rapor kalian yang memalukan! Bisakah kalian menatap wajah anak-cucu kalian dengan bangga? Tentu kalian tak bisa melakukannya. Kalian, yang mewariskan kepada kami Bumi yang centang perenang ini, tentu cuma bisa tertunduk malu. Dan kami tahu, ada di antara kalian yang bahkan tahu malupun tidak. Demi Tuhan, saya dan generasi saya bakal menuntut kalian semua di akhirat kelak. Kesengsaraan kalian di akhirat adalah buah yang kalian akan petik lantaran kesengsaraan yang kalian timpakan kepada kami, padahal kalian memiliki kesempatan panjang untuk memperbaiki diri.

baca juga : Akankah Ekonomi Hijau Terwujud?

Skenario 2. Terima Kasih Tak Terhingga

Siapapun tak bisa tidak bersyukur di Hari Bumi 2050 ini. Kami menikmati udara yang sedemikian segarnya. Saya baru saja memeriksa data time series mutu udara, dan mendapati bahwa sejak tahun 2025, seperempat abad yang lalu, udara terus membaik. Tahun ini adalah udara dengan mutu yang terbaik, dan trajektorinya jelas menunjukkan bahwa tahun depan mutu udara akan menjadi lebih baik lagi.

Begitu juga yang terjadi dengan konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfer. Tahun 2028 adalah tahun di mana konsentrasinya memuncak, lalu relatif mendatar selama empat tahun, dan setelahnya menurun. Yang paling membanggakan, penurunan setelah 2032 itu benar-benar curam. Tampaknya semua negara berlomba-loma menurunkan emisi dari energi, lahan dan sumber-sumber lainnya. Perlombaan kebajikan benar-benar mereka lakukan, dengan penuh kegembiraan.

Bukan saja kemajuan dalam mitigasi yang generasi orangtua dan kakek kami lakukan, melainkan juga dalam adaptasi. Adaptasi dalam, itu istilah yang mereka pergunakan untuk menggambarkan upaya sungguh-sungguh agar membuat kehidupan manusia tahan terhadap berbagai dampak perubahan iklim. Memang, bencana-bencana iklim terus terjadi sebagai dampak dari kenaikan konsentrasi Gas Rumah Kaca selama beberapa dekade sebelum mitigasi berhasil, tetapi dengan ketangguhan yang dibangun lewat upaya-upaya adaptasi itu, umat manusia akhirnya bisa meminimumkan dampak buruk yang tadinya sangat dikhawatirkan.

Pertanian, misalnya, kini tak lagi perlu menyebutkan kata ‘berkelanjutan’ di belakangnya, lantaran—sama dengan seluruh sektor industri—hanya itulah satu-satunya bentuk pertanian yang dilakukan umat manusia. Tak ada lagi pupuk dan pestisida yang menggerus kesuburan, yang ada adalah tambahan hara yang mengembalikan bahkan meningkatkan kesuburan lahan. Hasil-hasil penelitian pertanian itu benar-benar diaplikasikan di seluruh dunia bahkan sebelum tahun 2025. Kalau dahulu, saya baca, ada 800 juta hingga 1,2 miliar orang yang kelaparan dan bergizi buruk, angka itu sudah jauh menurun, dan benar-benar hilang di tahun 2037.

Soal kelaparan itu, selain produksi pertanian yang melesat dengan semua teknik yang (kalau di masa lalu dilabel sebagai) berkelanjutan itu, tak ada lagi yang namanya food loss dan food waste. Sekitar 30 tahun lampau, penduduk Bumi memang aneh, ada sebegitu banyak orang yang kelaparan dan bergizi buruk, tapi mereka malahan membuang sekitar 30% dari makanan yang diproduksi. Untungnya hal itu terhenti bersama-sama dengan pemanfaatan teknologi pertanian yang jauh lebih baik itu. Pada mulanya memang masih ada yang ‘terbuang’, tetapi logika ekonomi sirkular yang tetiba menjadi sangat popular membuat semuanya dimanfaatkan sebagai bahan penyubur tanah, energi, serta pemanfaatan lainnya.

baca juga : Ini yang Dilakukan Warga Pinggiran Hutan Maknai Hari Bumi

Sampah non-organik juga demikian. Plastik memang masih dimanfaatkan, tetapi seluruhnya tidak lagi berasal dari virgin material. Semuanya hasil daur ulang. Bahkan, sebagian di antaranya terus jadi material yang lebih tinggi pemanfaatannya, alias up-cycle, sejak 20 tahunan lampau. Industri pengolahan sampah elektronik mulai muncul secara massif lebih dari 30 tahun lampau, tapi benar-benar menjadi industri yang menyelamatkan dunia sepuluh tahun kemudian. Barang-barang kemudian menjadi sangat awet dan ketika masa hidupnya habis, semua diambil oleh produsennya, dan konsumen bisa mendapatkan barang yang baru.

Apa yang membuat itu semua terjadi? Banyak yang menjawab lantaran Revolusi Industri 4.0 yang jadi tonggak penting di tahun 2025. Tetapi, berbeda dengan yang kebanyakan orang pikir sebelum tahun 2020, penekanannya bukan semata pada teknologi-teknologi yang muncul, melainkan pada bagaimana teknologi yang muncul itu bisa dimanfaatkan untuk kebaikan seluruh dunia, bukan cuma buat para pemilik modal dan pencipta teknologi itu. Masyarakat 4.0, begitu yang mereka sebut, adalah masyarakat yang bertindak untuk maslahat kolektif. Bukan cuma buat segelintir orang, bukan hanya untuk warga negara masing-masing, melainkan benar-benar untuk seluruh dunia.

Lantaran cara berpikir yang demikian, irasionalitas gila pertumbuhan tak lagi jadi panduan pembangunan. Pertanyaan persentase pertumbuhan ekonomi tak lagi pernah terdengar. Yang ada adalah dialog nasional dan global soal keberhasilan penurunan ketimpangan, persen peningkatan kesejahteraan kelompok rentan, persen penurunan ignoransi, penurunan ppm konsentrasi gas rumah kaca, peningkatan mutu udara, persen pertumbuhan kawasan hutan, dan lain-lain. Mereka, orang dewasa yang hidup di dekade 2020-an, mulai sadar penuh bahwa kualitas kehidupan itu sebetulnya jauh lebih ditentukan oleh indikator-indikator yang tadinya ditaruh di bawah pertumbuhan ekonomi. Dan karena itulah, saya pikir, kehidupan benar-benar menjadi lebih baik mulai dekade itu.

Ya Tuhan, dalam basuhan air wudhu luar biasa segar yang saya rasakan barusan, pada Hari Bumi ini saya bersaksi bahwa generasi orangtua dan kakek kami adalah generasi yang baik. Mereka menyingkirkan ego mereka semua, bersikeras hanya menghadirkan bentuk-bentuk ekonomi yang regeneratif, untuk menghadirkan masa depan terbaik bagi kami semua. Lindungilah mereka semua dari siksa-Mu di akhirat, berikanlah surga-Mu yang tertinggi kepada mereka yang telah memberikan warisan tak ternilai kepada kami.

***

Dalam buku Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed, Jared Diamond menegaskan bahwa perilaku manusia terhadap alam (juga masyarakat dan ekonomi) mencerminkan pilihan yang mereka ambil. Pilihan tersebut akan menentukan gagal atau suksesnya manusia untuk melanjutkan kehidupannya. Kalau Diamond mendasarkan pemikirannya itu lewat contoh masyarakat dalam skala kecil, peraih penghargaan Nobel, Paul Crutzen, menciptakan istilah Antroposene untuk menggambarkan bahwa Bumi sudah tiba pada masa di mana manusialah yang menentukan nasib segala hal, termasuk nasib manusia sendiri.

Gagal atau suksesnya manusia tidak lagi terjadi dalam skala terbatas, sebagaimana yang digambarkan Diamond, melainkan dalam skala global. Kini, kita ada dalam posisi bisa memilih masa depan kita sendiri, yang merentang dari versi distopia hingga utopia. Selamat Hari Bumi 2019. Selamat memilih masa depan.

*Jalal, Reader on Corporate Governance and Political Ecology Thamrin School of Climate Change and Sustainability. Artikel ini merupakan opini penulis.

(Visited 1 times, 17 visits today)


Suara.com - Hari ini tepat Kamis (22/4/2019), Google turut merayakan Hari Bumi 2019 dengan menghadirkan Doodle khusus. Terlihat, tulisan Google yang mengelilingi Bumi, dengan huruf O yang terlihat seperti matahari.

Huruf O tersebut dapat diklik dan akan memberikan berbagai informasi seputar keberagaman, keunikan dan keajaiban yang dapat ditemukan di antara bentuk-bentuk kehidupan di planet yang kita diami.

Google Doodle Hari Bumi 2019, burung Albartos kelana. [Google] Anda bisa memulainya dengan mengeklik tanda panah ke bawah di bagian kanan gambar. Akan ada gambar burung Albartos kelana yang dikenal sebagai burung dengan rentang sayap terlebar yang masih ada. Kemudian, gambar Redwood pesisir sebagai pohon tertinggi.

Google Doodle Hari Bumi 2019 , Redwood pesisir. [Google] Berikutnya ada gambar hewan yang tampak seperti kodok bernama Phaedophryne amauensis, merupakan vertebrata terkecil yang ada di Bumi. Ada juga teratai raksasa Amazon sebagai salah satu tanaman air terbesar.

Google Doodle Hari Bumi 2019, teratai raksasa Amazon. [Google] Ikan raja laut sebagai hewan tertua yang masih ada di muka Bumi menjadi salah satu yang diperkenalkan di Google Doodle spesial Hari Bumi 2019 ini. Terakhir ada ekor pegas gua dalam, sesuai namanya merupakan salah satu hewan yang bertempat tinggal di gua terdalam.

Google Doodle Hari Bumi 2019, ekor pegas gua dalam. [Google] Google Doodle Hari Bumi 2019 ini dibuat oleh Kevin Laughlin. Dia mengaku sulit saat menentukan spesies mana yang akan dihadirkan di Google Doodle kali ini.

Google Doodle Hari Bumi 2019. [Google] "Ini adalah bagian paling sulit dari proses! Hal terakhir yang ingin saya lakukan adalah menampilkan binatang berdasarkan kelucuan mereka atau bagaimana mereka mungkin akan menarik kepekaan mamalia saya. Kami mencoba fokus untuk memiliki beragam organisme yang baik dari seluruh dunia yang semuanya memiliki kualitas unik yang istimewa atau superlatif duniawi. (Tertinggi, terkecil, tertua, dll.)," ujarnya.

Dia berharap, dengan menghadirkan Google Doodle spesial Hari Bumi 2019 ini dirinya bisa menginspirasi sedikit rasa ingin tahu atau heran pada seseorang.

"Seberapa sering seseorang meluangkan waktu sejenak untuk merenungkan makhluk mungil yang hidup di dalam perut gua di Georgia? Semua kehidupan luar biasa dan layak untuk dirayakan," kata Laughlin.

Bagaimana? Apa ada dari spesies di atas yang Anda kenal di Google Doodle Hari Bumi 2019 kali ini?




JAKARTA – Pada tanggal 22 April tercatat ada berbagai peristiwa penting dan bersejarah yang terjadi di seluruh belahan dunia. Sebut saja lahirnya filsuf Jerman, Immanuel Kant, hingga ditetapkannya Hari Bumi Sedunia.

Selain momen-momen penting tersebut, masih ada peristiwa bersejarah dan berkesan lainnya. Berikut ini Okezone paparkan, sebagaimana dinukil dari Wikipedia.org , Senin (22/4/2019).

Immanuel Kant lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, pada tanggal 22 April 1724. Ia kemudian meninggal dunia di Königsberg, Kerajaan Prusia, pada 12 Februari 1804, di usia 79 tahun. Kota di Rusia tersebut sekarang bernama Kaliningrad.

Kant kemudian menjadi guru besar untuk logika dan metafisika di Universitas Königsberg. Dia secara rutin menyajikan kuliah tentang geografi fisik.

Hal ini dilakukannya sepanjang tahun sampai 1796. Dalam pengantar kuliahnya, dia selalu menegaskan tempat geografi dalam dunia ilmiah. Dia memberikan landasan falsafi bagi geografi sebagai pengetahuan ilmiah.

Minat Kant dalam geografi fisik tidak dirangsang oleh pengalamannya menghadapi alam di berbagai belahan dunia, tetapi muncul dari penyelidikan filsofis atas pengetahuan empiris.

Bagi Kant, geografi adalah ilmu empiris yang ingin menunjukkan alam sebagai suatu sistem. Geografi, menurut dia, merupakan ilmu tentang fenomena fisik dan budaya yang tersusun dalam ruang bumi.

Vladimir Ilyich Ulyanov, lebih dikenal dengan julukan Lenin, lahir pada 22 April 1870 dan wafat 21 Januari 1924. Lenin adalah seorang tokoh revolusioner komunis, politikus, dan teoretikus politik berkebangsaan Rusia. Lenin sebenarnya nama samaran yang diambil dari nama Sungai Lena di Siberia.

Ia menjabat sebagai kepala pemerintahan Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia (RSFS Rusia) sejak 1917 hingga wafat dan juga sebagai kepala pemerintahan Uni Soviet pada 1922 sampai akhir hayatnya.

Lenin berhaluan politik Marxis dan telah ikut menyumbangkan gagasan politiknya dalam pemikiran Marxis yang disebut sebagai Leninisme.

Gagasannya itu bila digabung dengan teori ekonomi Marx dikenal dengan sebutan Marxisme–Leninisme.

Hari Bumi adalah hari pengamatan tentang bumi yang dicanangkan setiap tahun pada 22 April dan diperingati secara internasional. Hari Bumi dirancang untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet yang ditinggali ini.

Dicanangkan oleh Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson yang juga seorang pengajar lingkungan hidup pada 1970. Tanggal ini bertepatan dengan musim semi di Northern Hemisphere (belahan bumi utara) dan musim gugur di belahan bumi selatan.

Richard Milhous Nixon lahir di Yorba Linda, California, Amerika Serikat, pada 9 Januari 1913. Ia kemudian meninggal di New York, Amerika Serikat, pada 22 April 1994, di usia 81 tahun.

Richard ialah wakil presiden ke-36 Amerika Serikat (1953–1961) dan presiden ke-37 Amerika Serikat (1969–1974). Ia merupakan presiden pertama Amerika Serikat yang mengundurkan diri dari jabatan.

Pengundurannya datang sebagai tanggapan ruwetnya kasus yang disebut Skandal Watergate. Ia mengumumkan berakhirnya Perang Vietnam yang telah menelan korban ribuan tentara pada 23 Januari 1973.

Pengumuman itu secara tidak langsung menjadi pengakuan Amerika Serikat bahwa mereka kalah perang di kancah Asia Tenggara.

Konferensi Asia-Afrika 2015 adalah pertemuan antara para kepala negara-negara Asia dan Afrika yang diadakan di Jakarta dan Bandung pada 19–24 April 2015. Pembukaan resminya dilakukan pada 22 April oleh Presiden Joko Widodo.

Konferensi ini dilaksanakan untuk memperingati 60 tahun Konferensi Asia-Afrika yang pertama di Bandung pada 1955.

Temanya adalah 'Promoting South-South Cooperation for World Peace and Prosperity' atau Mempromosikan Kerja Sama Selatan-Selatan bagi Perdamaian dan Kesejahteraan Dunia.

Konferensi Asia Afrika 2015 telah menghasilkan tiga dokumen yaitu Pesan Bandung 2015 (Bandung Message), Deklarasi Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia-Afrika (NAASP), dan Deklarasi Kemerdekaan Palestina. (han)




TEMPO.CO , Jakarta - Hari ini, Senin 22 April diperingati sebagai Hari Bumi . Hingga hari ini planet Bumi yang kita tempati diperkirakan berusia 4,543 miliar tahun. Waktu yang amat lama dan tentunya harus dijaga sebagai tempat bernaung umat manusia. Baca: Hari Bumi, Yuk Liburan yang Ramah Lingkungan Bumi memberikan segalanya untuk kita. Udara, air, api, dan tanah, semua bermanfaat. Bumi juga begitu indah dengan alam yang mempesona. Saat berwisata alam misalnya, kita bisa menikmati pemandangan pegunungan, laut, lembah, danau, sungai, dan segala makhluk hidup yang ada di dalamnya. Kamu yang suka wisata alam mesti tahu bagaimana cara travelling yang ramah lingkungan. Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik meberitahu prinsip bagi para petualang, terutama yang suka menjelajah hutan, menjaga kelestarian alam. "Harus tahu kalau ada yang boleh diambil, yakni foto saja, dan boleh meninggalkan sesuatu, tapi hanya jejak," kata Kiki Taufik di sela acara 'Hutan Bercerita' di Mall Gandaria City, Jakarta, Sabtu 20 April 2019.

Menurut dia, prinsip itu mesti ditanamkan saat bertualang. Musbabnya, ketika seseorang melakukan wisata alam dan terpesona dengan keindahannya, ada kalanya muncul sisi egois yang ingin mengambil dan membawa pulang sesuatu dari alam itu. Padahal dengan membiarkan semua seperti sedia kala saat kita datang, maka kita sudah melestarikan alam. Satu lagi yang juga penting adalah jangan buang sampah sembarangan sehingga mengotori lingkungan. "Yang perlu disiapkan ketika ingin mengenal hutan adalah pengetahuan. Mengenal itu bukan hanya mendaki gunung lalu masuk hutan," tuturnya. Baca juga: Hari Bumi, Konsumsi Sedotan Plastik di RI Capai 93,2 Juta Batang Edukasi pelestarian alam yang menyeluruh penting ditanamkan sejak kanak-kanak. Dengan begitu, ketika tumbuh dewasa kemudian memiliki hobi bertualang, maka sudah memahami pengetahuan tentang wisata sambil merawat lingkungan. "Perlu juga hutan yang khusus untuk edukasi," katanya. Dari data yang dihimpun Greenpeace Indonesia, luas hutan di Indonesia terus berkurang. "Sekarang luas hutan di Indonesia, kurang lebih 85 juta hektare. Pada 1990 sampai 2015 hutan kita hilang, luasnya 24 juta hektare," ujarnya. Pengurangan luas lahan hutan mempengaruhi terhadap iklim menjadi tidak stabil. "Kalau hutan hilang, maka bumi semakin panas. Maka kalau kita tidak menjaganya, nanti generasi selanjutnya tidak bisa melihat hutan," katanya.




TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Memperingati Hari Bumi yang jatuh pada Hari Senin besok (22/4/2019), aliansi LBH Semarang menggelar orasi di depan kantor gubernur Jawa Tengah Jalan Pahlawan, Minggu (21/4/2019). Orasi ini diikuti oleh Walhi Jateng, Greenpeace Publish What You Pay serta perwakilan ibu-ibu dari Kendeng Pati dan ibu-ibu dari Batang yang terdampak pembangunan PLTU.

Tujuan dari kegiatan ini adalah ingin menyampaikan pada masyarakat bahwa Jawa Tengah sedang tidak baik-baik saja. Ada banyak proyek yang beririsan dengan manusia dan melanggat HAM. "Hari ini aksinya yang pertama diskusi, kemudian ada dari ibu ibu Kendeng yang menyampaikan bahwa  cerita di Kendeng itu seperti apa, juga ada dari ibu ibu Batang, yang menolak PLTU Batang," ujar koordinator acara, Ahmad Syamsuddin Arief kepada Tribunjateng.com. Selengkapnya :

• LBH Semarang Gelar Peringatan Hari Bumi: Jawa Tengah Sedang Tidak Baik-baik Saja




Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmawati

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Peringati Hari Bumi atau Earth Day yang jatuh pada 22 April, Supersoda bersama dengan TrashStock rilis single "Sampah Plastik".

"Apa yang kami kontribusikan tentunya masih jauh dari cukup, Namun kami mencoba menyebarkan self reminder ke masyarakat mengenai bahaya sampah plastik ," ujar Windu, vokalis dan kibordis Supersoda .

Single "Sampah Plastik" merupakan bagian dari program edukasi TrashStock Bali.

TrashStock sendiri adalah sebuah gerakan non profit yang memperjuangkan kesadaran masyarakat akan bahaya sampah plastik .

TrashStock kerap melakukan program edukasi seperti festival musik, talkshow, workshop, pameran kesenian, pembersihan sungai dan pantai, serta senantiasa menjalin kerjasama dengan para pecinta lingkungan.

Baca: Bekal Michael! Tak Ada Kompromi Hadapi Mantan Rekan, Optimistis BU Kalahkan Persija Jakarta

Baca: Puluhan Peserta Ikuti Talent Week Infinity 8 Hotel Bali, Berbagai Lomba dari Dance hingga Fashion

“Ada banyak cara untuk melakukan edukasi mengenai sampah plastik . Selain talkshow, workshop dan bersih-bersih sungai, kami juga mengedukasi lewat karya seni, pembacaan dongeng untuk anak-anak, hingga juga buku bacaan bertemakan lingkungan," papar Hendra Arimbawa, co-founder TrashStock Bali.

TrashStock juga dikenal akan konsistensinya menyelenggarakan festival musik tahunan, TrashStock Festival, dengan mengundang musisi lokal dan nasional.

“Kami sangat mengapresiasi keterlibatan dari pihak manapun, termasuk para musisi yang tampil secara sukarela di TrashStock Festival. Tahun ini, kami memutuskan untuk mengajak salah satu band, Supersoda untuk berkontribusi dalam karya musik,” tambah Julien Goalabre, yang juga co-founder TrasStock.

Dalam lagu bergenre space rock ini, para relawan dari TrashStock juga ikut dilibatkan saat menyanyikan bagian refrain.

Baca: Spaso Mulai Gabung Latihan, Tunggu Lampu Hijau Teco Diturunkan Lawan Persija

Baca: Kebugaran Fisik Jadi Kunci, Bali United Diuntungkan Jadwal Padat Persija

Proses produksi dilakukan secara kejar tayang selama seminggu di Antida Studio, Denpasar.

Supersoda terdiri dari Windu (vokal/ keyboard), Gusdek (drum & perkusi), dan Dimas (bass).

Video single "Sampah Plastik" bisa disaksikan di YouTube, Instagram & twitter @supersoda_id, dan facebook supersoda.id




TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR-Sebanyak 24 Pengurus Himpunan Mahasiswa Pariwisata Indonesia , Dewan Pimpinan Wilayah VI Sulawesi Kalimantan (HMPI DPW VI Sulawesi-Kalimantan) menggelar Mangrove In Action di Kawasan Wisata Hutan Mangrove Lantebung , Jl Lantebung , Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (21/4/2019).

Kegiatan Mangrove In Action ini merupakan agenda dari HMPI Sadar Wisata dalam rangka Memperingati Hari Bumi yang jatuh pada Senin (22/4/2019).

Beberapa rangkaian acara yang dihelat pada Mangrove In Action antara lain sosialisasi Mangrove, diskusi kemudian dilanjutkan dengan aksi penanaman mangrove.

Demikian disampaikan Ketua HMPI Wilayah VI Muhammad Fauzan kepada Tribun Timur, Minggu (21/4/2019) sore.

"Alhamdulillah acara ini bisa saya laksanakan dengan sukses. Acara ini merupakan suatu bukti nyata dari kami mahasiswa pariwisata bahwasannya pariwisata merupakan sebuah kegiatan yang positif dan juga bisa melestarikan lingkungan," kata Mahsiswa Manajemen Kepariwisataan, Politeknik Pariwisata Megeri Makassar ini.

Ia berharap, acara yang dirangkaikan dengan hari bumi ini bisa semakin maju dan anak muda semakin sadar akan perannya menjaga dan mencintai bumi serta segala isinya.

Sementara Ketua Umum HMPI, Mahasiswa Batam Tourism Polytechnic Rozzy Andrian Pratama mengatakan, ini kegiatan positif yang harus dilakukan anak muda.

"Anak muda wajib melaksanakannya soalnya kalau bukan kita, siapa lagi? maka dari itu HMPI bergerak di sini, bukan hanya di mangrove saja, tapi semua aspek pariwisata lainnya karena kami sadar, sadar wisata itu penting," katanya

Rozzy berharap kegiatan HMPI Sadar Wisata akan terus berlanjut ke depannya.

Diketahui Pengurus HMPI DPW VI Sulawesi-Kalimantan yang tergabung dari tiga kampus di Makassar antara lain Poltekpar Makassar, Unifa dan Stipar Tamalatea Makassar. (*)

Sumber foto:dok HMPI DPW VI Sulawesi-Kalimantan Caption:Suasana penanaman mangrove di Kawasan Wisata Hutan Mangrove Lantebung , Jl Lantebung , Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (21/4/2019).




Liputan6.com, Kediri - Pada kegiatan Car Free Day di sepanjang Jalan Raya Pertokoan Doho, Kota Kediri, Jawa Timur, Minggu (21/4/2019) pagi, ada satu kegiatan yang banyak menyita perhatian pengunjung.

Kegiatan itu adalah penukaran sampah yang ada di sekitar lokasi dengan bibit pohon. Kegiatan ini digagas oleh sejumlah pemuda yang tergabung dalam Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Lintas Universitas se-Kota Kediri.

"Kegiatan ini dalam rangka memperingati hari Bumi Sedunia yang jatuh pada Senin (22/4/2019) besok, kebetulan ada car free day di sini jadi kita sesuaikan," kata ketua pelaksana kegiatan, Bayu Tri Aji Wibisono di lokasi kegiatan. 

Dia menjelaskan kegiatan ini bermaksud untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat agar membuang sampah pada tempatnya dan lebih mencintai kebersihan lingkungan sekitar. Kegiatan ini juga sekaligus memberikan pemahaman tentang pentingnya keberadaan pohon sebagai paru-paru bumi.

"Kegiatan tentang sosialasi kesadaran membuang sampah pada tempatnya, penanaman pohon terus ada penukaran sampah dengan bibit pohon biar, terus ada musiknya juga untuk menghibur masyarakat," katanya.

Jumlah bibit pohon yang diberikan kepada masyarakat sebanyak 180 kantong, ratusan bibit ini diterimanya dari salah seorang penggiat pencinta alam. Jenis bibit yang diberikan di antaranya pohon sengon, trembesi, nangka, buah-buahan serta tanaman obat atau toga.

"Sampah yang ditukarkan dengan bibit pohon, kurang lebih satu kresek jenis sampah kering," ucapnya.

Sampah yang terkumpul nantinya dipilah lalu dipisahkan jenisnya kemudian diberikan ke bank sampah. Pada momentum peringatan Hari Bumi, Mapala Lintas Universitas se-Kota Kediri menitipkan pesan kepada masyarakat agar tidak terlalu  berlebihan dalam penggunaan plastik yang menyebabkan menimbunnya sampah .

"Harapanya agar masyarakat tidak terlalu berlebihan dalam penggunaan sampah plastik, terus sadar pentingnya untuk menanam pohon," ucapnya.

Saksikan juga video menarik pilihan berikut ini: Setiap hari, jumlah volume sampah yang masuk ke TPST Bantargebang sebanyak 6.500-7.000 ton dari Provinsi DKI Jakarta.




Peringati Hari Bumi, mahasiswa Jateng tanam 6.500 mangrove

Sejumlah anggota Mapala Arga Dahana Universitas Muria Kudus (UMK) menanam tanaman bakau (mangrove) di sepanjang Pantai Pohijo Desa Pohijo, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, Minggu (21/4/2019). (Dokumentasi Universitas Muria Kudus)

Pati (ANTARA) - Mahasiswa pecinta alam (Mapala) Arga Dahana Universitas Muria Kudus (UMK), Jawa Tengah, menggelar peringatan Hari Bumi dengan menanam tanaman bakau (mangrove) untuk mencegah terjadinya abrasi di sepanjang Pantai Pohijo, Kabupaten Pati, Minggu.

Penanaman 6.500 bibit mangrove tersebut dilakukan serentak di garis pantai Pohijo dengan melibatkan pemuda desa setempat.

Ketua Panitia Penanaman Mangrove UMK, Eva Yuliana di Pati, Minggu, mengatakan kegiatan menanam mangrove dilakukan karena melihat kondisi pantai di desa sekitar yang mengalami abrasi.

Selanjutnya, kata dia, muncul ide untuk menanam mangrove di lokasi yang dianggap membutuhkan. Manfaat tanaman mangrove, katanya, cukup banyak seperti mencegah intrusi air laut, mencegah erosi dan abrasi pantai, sebagai pencegah dan penyaring alami hingga berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir.

Kegiatan lainnya, yakni melakukan kegiatan bersih-bersih pantai, karena kondisi pantai kurang terawat dengan melibatkan komunitas lingkungan dan masyarakat sekitar, termasuk pemuda karang taruna desa setempat.

Pelibatan banyak komunitas juga sebagai ajang silaturahmi dan tukar informasi terkait lingkungan karena untuk menjaga lingkungan harus melibatkan banyak pihak.

"Dengan melibatkan masyarakat sekitar, harapannya mereka juga peduli dan ikut merawat tanaman mangrove yang ditanam karena mereka yang paling dekat dengan lokasi," ujarnya.

Mapala Arga Dahana UMK, katanya, tidak akan berhenti setelah menanam karena nantinya juga akan ikut melakukan perawatan hingga tumbuh baik.

Tanaman mangrove juga memiliki nilai ekonomis, karena mulai dari kayu hingga buahnya bisa dimanfaatkan. Bahkan, ada yang dikembangkan menjadi objek wisata, seperti objek wisata hutan tanaman mangrove di Desa Sambilawang, Kecamatan Trangkil, Pati.

Luas hutan mangrove yang merupakan hasil kerja keras pemuda setempat, kini mencapai 15 hektare dan sudah dilengkapi dengan lintasan atau trek. Pewarta: Akhmad Nazaruddin Editor: Faisal Yunianto COPYRIGHT © ANTARA 2019



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply