TEMPO.CO , Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi akan segera memeriksa Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama. Lukman akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi yang menjerat Ketua Umum PPP, Romahurmuziy alias Romy yang menjadi tersangka suap jual beli jabatan. “Pasti akan dimintai klarifikasi,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif di Jakarta, Selasa, 19 Maret 2019. Syarif mengatakan salah satu hal yang akan diklarifikasi dari Lukman adalah soal uang yang disita KPK dari ruang kerjanya di Kemenag. KPK menggeledah ruangan Lukman, serta ruang Sekretaris Jenderal Kemenag, M Nur Kholis Setiawan dan ruang Kepala Biro Kepegawaian Kemenag pada Senin, 18 Maret 2019. Dari ruang kerja Lukman, penyidik menyita uang dalam bentuk rupiah sebanyak sekitar Rp 100 juta dan dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Baca: KPK Temukan Uang Ratusan Juta di Ruang Menteri Agama Lukman Hakim Syarif mengatakan belum tahu asal duit itu. “Saya belum tahu, tapi nanti itu salah satu yang diklarifikasi.” Sekretaris Jenderal PPP, Arsul Sani mengatakan uang itu berasal dari honorarium Lukman dan bisa dipertanggungjawabkan. “Betul (begitu penjelasan beliau kepada saya),” kata Arsul.
Tak cuma ruangan Menteri Agama , pada hari yang sama, KPK juga menggeledah kantor DPP PPP, Jakarta. KPK menggeledah ruangan Ketua Umum, bendahara umum dan ruangan lainnya. KPK menyita dokumen tentang posisi Romahurmuziy di PPP. Pada malam harinya, KPK juga menyita rumah Romy di Condet, Jakarta Timur dan menyita laptop. Baca: KPK: Kementerian Agama Seharusnya Jadi Kementerian Paling Bersih Dalam perkara ini, KPK menetapkan Romy dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi menjadi tersangka. KPK menyangka Romy menerima suap Rp 300 juta dari dua kepala kantor agama itu untuk mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kementerian Agama.
TEMPO.CO , Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang ratusan juta dalam bentuk rupiah dan dolar dari penggeledahan di kantor Kementerian Agama, hari ini, Senin, 18 Maret 2019. Uang tersebut ditemukan di ruang Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Baca: Alasan KPK Segel Ruangan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin "Untuk total pastinya masih kami hitung. Nanti detailnya kami update lagi," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta Selatan pada Senin, 18 Maret 2019. Selain uang, penyidik juga menemukan sejumlah dokumen terkait tahapan dan hasil dari seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama. "Kemudian dokumen terkait hukuman disiplin yang diberikan kepada tersangka Haris Hasanudin," ucap Febri.
Pada hari yang sama, KPK melakukan penggeledahan di kantor Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Di markas partai ini, KPK menggeledah ruang kerja mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy serta ruang kerja bendahara dan administrasi partai. Dari penggeledahan di kantor DPP PPP, penyidik KPK menyita dokumen perihal posisi Romahurmuziy yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama, sehari setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Surabaya, Jawa Timur, Jumat, 15 Maret 2019. Baca: OTT Romahurmuziy, Begini Situasi Pasca-Penyegelan Kantor Menag Sebelum penggeledahan ini, KPK lebih dulu menyegel tiga ruangan di Kementerian Agama. Penyegelan dilakukan setelah Romahurmuziy ditangkap. Ketiga ruang itu adalah ruang kerja Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, ruang Sekretaris Jenderal Kementerian Agama M. Nur Kholis, dan ruang kerja Kepala Biro Kepegawaian milik Ahmadi. Terkait apa saja yang ditemukan dari penggeledahan itu, Febri belum bersedia menjelaskan secara detail. Ia beralasan, penggeledahan masih berlangsung. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Romy biasa Romahurmuziy disapa, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan, dua lainnya, yaitu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanudin dan Kepala Kantor Kementrian Agama Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi sebagai tersangka pemberi suap. Baca: Kesiapan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Jika Dipanggil KPK Romahurmuziy diduga menerima uang Rp 300 juta untuk membantu proses seleksi jabatan. Rinciannya adalah Haris Hasanudin menyerahkan uang Rp 250 juta dan Muhammad Muafaq memberikan uang Rp 50 juta agar keduanya bisa mendapat jabatan sebagai pejabat tinggi di lingkungan Kementerian Agama.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang ratusan juta dalam bentuk rupiah dan dolar dari penggeledahan di kantor Kementerian Agama, Senin, 18 Maret 2019. Uang tersebut ditemukan di ruang Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Foto: Antara Editor: Ryan Maulana
Menanggapi laporan tersebut, kata Prijono, Komisi ASN kemudian melakukan verifikasi dan kemudian mengirim surat Nomor B-342/KASN/12/2018 tanggal 29 Januari 2019 Perihal Rekomendasi atas Dugaan Pelanggaran dalam Seleksi Terbuka di Lingkungan Kementerian Agama yang ditujukan kepada Menteri Agama yang isinya meminta agar kedua calon tersebut dinyatakan tidak lulus.
"Hal ini tidak sejalan dengan ketentuan umum huruf (i) persyaratan Seleksi Terbuka di Lingkungan Kementerian Agama yang menyebutkan bahwa: Tidak pernah dijatuhi sanksi hukuman disiplin PNS tingkat sedang atau berat dalam 5 (lima) tahun terakhir," jelas Prijono.
Namun, kata Prijono, rekomendasi Komisi ASN ternyata tidak sepenuhnya diindahkan oleh Menteri Agama.
"Haris Hasanuddin (HRS), salah satu kandidat yang tidak direkomendasikan Komisi ASN, ternyata tetap diangkat oleh Menteri Agama dalam jabatan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur," tutupnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Ketua Umum PPP, Muhammad Romahurmuziy alias Romi melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat, 13 Maret 2019 di Surabaya. Romi ditangkap atas dugaan diduga jual beli jabatan di lingkungan Kemenag.
KPK Sita Uang di Ruang Menteri Agama, Kemenag: Pak Menteri Sudah Minta Dijadwal Kapan Dipanggil
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama ( Kemenag) Mastuki mengaku tak tahu persis uang dalam pecahan rupiah dan dollar Amerika Serikat, yang ditemukan tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang kerja Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Hal itu mengingat jajaran kementerian hanya bisa mendampingi tim KPK sebelum dan sesudah penggeledahan saja.
Meski demikian, Mastuki memastikan, Lukman dan jajarannya siap memberikan klarifikasi terkait temuan uang ataupun hasil penggeledahan lainnya ke KPK.
Sebab, selain ruangan Lukman, KPK juga menggeledah ruangan Sekretaris Jenderal dan Kepala Biro Kepegawaian Kemenag.
"Nanti kan pasti ada klarifikasi karena kan ini bagian dari (KPK) mencari dukungan-dukungan argumen setelah pemeriksaan sebelumnya, kan ini belum ada klarifikasi kalau terkait dengan temuan mereka kemudian dikonfrontir dengan penjelasan Menteri Agama sendiri," kata Mastuki saat dihubungi, Senin (18/3/2019) malam.
Menurut Mastuki, Lukman juga sudah menanyakan ke KPK kapan dirinya bisa dijadwalkan dalam pemeriksaan. Hal itu guna mengklarifikasi lebih lanjut hasil-hasil penggeledahan KPK di lingkungan Kemenag.
"Pak Menteri Agama sudah meminta kapan dijadwal, kapan dipanggil untuk memberi penjelasan. Sehingga kita tunggu saja.
Kami kan belum selesai, kan baru ada temuan terkait dengan dokumen-dokumen yang ditemukan tapi kan kita belum memberikan penjelasan," ujar dia.
Menteri Agama Lukman Hakim tiba di gedung utama kantor Kementrian Agama (Kemenag) di Lapangan Banteng, Jakarta, Senin, 18 Maret 2019. Lukman Hakim mendatangi kantor Kemenag setelah ruang kerjanya disegel dan digeledah penyidik KPK. TEMPO/Muhammad Hidayat
Gestur Menteri Agama Lukman Hakim saat diserbu awak media setibanya di gedung utama kantor Kementrian Agama (Kemenag) di Lapangan Banteng, Jakarta, Senin, 18 Maret 2019. Penyidik KPK menyegel dan menggeledah ruang kerja Lukman Hakim terkait kasus suap jual beli jabatan yang melibatkan mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy. TEMPO/Muhammad Hidayat
Ekspresi Menteri Agama Lukman Hakim saat diserbu awak media setibanya di gedung utama kantor Kementrian Agama (Kemenag) di Lapangan Banteng, Jakarta, Senin, 18 Maret 2019. Penyidik KPK menyita uang ratusan juta dalam bentuk rupiah dan dolar dari penggeledahan di ruang kerja Lukman Hakim di kantor Kementerian Agama pada hari ini, Senin, 18 Maret 2019. TEMPO/Muhammad Hidayat
Menteri Agama Lukman Hakim mendatangi gedung utama kantor Kementrian Agama (Kemenag) di Lapangan Banteng, Jakarta, Senin, 18 Maret 2019. Selain uang, penyidik juga menemukan sejumlah dokumen terkait tahapan dan hasil dari seleksi jabatan di lingkungan Kementerian Agama dari ruang kerja Lukman Hakim. TEMPO/Muhammad Hidayat
TRIBUN-TIMUR.COM - OTT KPK terhadap Ketua Umum DPP PPP Romahurmuziy terus menggelinding.
Terbaru, KPK menggeledah ruangan Menteri Agama RI Lukman Hakim Syaifuddin dan menyita ratusan juta rupiah.
Romahurmuziy diduga mengetahui jual beli jabatan di lingkungan Kemenag RI.
Sebelum KPK menggeledah ruangan Menteri Agama RI dan menyita ratusan juta rupiah, Wasekjen DPP Demokrat, Andi Arief, sudah berkicau agar KPK tak tebang pilih dalam kasus ini.
Baca: Live ILC TV One Bahas OTT Romy oleh KPK Jual Beli Jabatan di Kementerian Agama Rocky Gerung Hadir?
Baca: Pasca-Penangkapan Romahurmuziy, KPK Temukan Uang Ratusan Juta di Ruang Menag,Benarkah Ikut Terlibat?
Baca: Ayo Hadiri Seminar Ini, Menteri Luhut Binsar Panjaitan Akan Bahas Peluang Industri Maritim di Sulsel
Andi Arief membandingkan kasus Romahurmuziy dan kaitannya dengan Menteri Agama RI mirip kasus yang menjerat politisi Demokrat Andi Alifian Mallarangeng saat menjabat Menteri Pemuda Olahraga RI era SBY.
Menurutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu berlaku adil dalam kasus yang sudah mentersangkakan Romi ini.
Keadilan yang dimaksud adalah dengan memproses hukum Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
"Saya bukan tipe yang sorak kalau ada yang dipenjara. Tapi keadilan tak boleh dipermainkan. Andi Mallarangeng (AM) dipenjara KPK karena kelalaian, bukan korupsi," tulis Andi Arief dalam unggahan twitternya, Sabtu (16/3/2019).
Menurutnya, jika Menteri Agama RI Lukman Hakim Syaifuddin tidak diproses hukum oleh KPK .
Maka perlu dilakukan hal-hal khusus untuk mengembalikan kehormatan eks Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng atas status hukumnya sebagai mantan narapidana.
Dapatkan informasi terkini dan terbaru yang dikirimkan langsung ke Inbox anda
Sekjen Kemenag Enggan Komentari Uang Ratusan Juta di Ruang Menteri
Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyebut uang ratusan juta disita dari ruang kerja Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim. Terkait hal tersebut, Sekjen Kemenag M Nur Kholis Setiawan enggan berkomentar.
TEMPO.CO , Jakarta - Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Kholis Setiawan memastikan seleksi pejabat di lingkungan mereka berjalan sesuai peraturan yang berlaku. Seleksi itu dilakukan oleh panitia sesuai dengan Surat Keputusan dari Menteri Agama. Baca: KPK: Kementerian Agama Seharusnya Jadi Kementerian Paling Bersih "Mereka bekerja sesuai aturan, salah satunya adalah di Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017," ujar Nur Kholis di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Senin. 18 Maret 2019. Adapun mekanismenya, kata Nur Kholis, adalah panitia seleksi bekerja dan memberi hasilnya kepada menteri untuk dikukuhkan. Ia memastikan seleksi itu berjalan transparan. "Kami mengumumkan juga secara terbuka."
Nur Kholis, yang juga ketua panitia seleksi, mengatakan struktur pansel diisi oleh perwakilan dari berbagai kalangan, mulai dari internal kementerian, hingga melibatkan kementerian lain. Selain itu, pansel juga diisi perwakilan dari unsur perguruan tinggi dan Badan Kepegawaian Negara. Ihwal adanya rasuah di lapangan, Nur Kholis mengaku tidak tahu lantaran itu di luar ranah panitia seleksi. Ia berujar ranah kerja pansel sudah diatur oleh standar operasional sesuai PP Nomor 11 Tahun 2017, yaitu membuka pengumuman, melakukan seleksi administrasi, psikotes, menulis makalah, hingga wawancara. Sebelumnya, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah membeberkan modus perkara suap jual beli jabatan di Kementerian Agama yang diduga menyeret Ketua Umum Partai Persatuan pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy. "Untuk pengisian pejabat tinggi, yang sudah kami identifikasi salah satunya dengan cara memastikan calon favorit masuk tiga besar. Dalam kasus ini, meksipun yang bersangkutan tidak memenuhi syarat, tapi tetap dipaksakan," ucap Febri saat dihubungi, Ahad, 17 Maret 2019. KPK menjelaskan, kasus ini bermula ketika Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanudin dan Kepala Kantor Kementerian Agama Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi mengikuti proses seleksi secara terbuka melalui Sistem Layanan Lelang Jabatan Calon Pemimpin Tinggi. Selama proses seleksi, diduga ada pertemuan antara Romy, Muhammad Muafaq, Haris Hasanudin, dan pihak lain. Romy diduga diminta untuk mengurus proses seleksi. Lalu, pada 6 Februari 2019, Haris Hasanudin menyambangi rumah Romy dan menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta terkait proses seleksi. "Ini kami duga pemberian pertama," kata Laode. Kemudian, pada pertengahan Februari 2019, pihak Kementerian Agama menerima informasi bahwa nama Haris Hasanudin tidak termasuk ke dalam tiga nama yang diusulkan kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, karena ia diduga pernah mendapat hukuman disiplin sebelumnya. "Jika sudah terpilih tiga besar, maka Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di Kementerian Agama yang akan memilih salah satu. PPK untuk pimpinan tinggi pratama," kata Febri. KPK menduga terjadi kerja sama agar Haris Hasanudin lolos dalam proses seleksi. Lalu pada 12 Maret, Haris pun terpilih dan dilantik. Menyusul kemudian, pada 15 Maret 2018, Muhammad Muafaq dan Haris Hasanudin bertemu lagi dengan Romy untuk menyerahkan uang Rp 50 juta terkait seleksi jabatan Muhammad Muafaq. KPK telah menetapkan Romahurmuziy sebagai tersangka dalam kasus suap jual beli jabatan di Kementerian Agama. Ia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUPH pasal 64 ayat 1 KUHP. Simak juga: Kementerian Agama Bakal Pecat Pegawainya yang Terkena OTT Sedangkan, Muhammad Muafaq dan Haris Hasanudin sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.