Contact Form

 

Demokrat: Kami Tolak Sandiaga Uno Cawapres Prabowo, Karena...


JAKARTA, KOMPAS.com — Teka-teki soal siapa cawapres pendamping Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto akhirnya terpecahkan. Pada Kamis (9/8/2018) malam, di kediamannya, di Jalan Kertanegara, Jakarta, diiringi sorak sorai massa pendukung, Prabowo mendapuk Wakil Gubernur DKI Jakarta sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembinan Partai Gerindra Sandiaga Uno sebagai cawapres pendampingnya. "Pimpinan tiga partai politik, yaitu PKS, PAN, dan Gerindra, telah memutuskan dan memberi kepercayaan kepada saya, Prabowo Subianto, dan Saudara Sandiaga Uno untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden untuk masa bakti 2019-2024," ujar Prabowo.

Muncul di H-3 Ditentukannya Sandiaga sebagai cawapres Prabowo melewati sejumlah drama. Nama Sandiaga pun muncul di H-3 hari terakhir pendaftaran pasangan capres dan cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Saat itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon yang membenarkan bahwa nama Sandiaga masuk dalam bursa cawapres Prabowo. Hal itu disampaikan Fadli saat ditanya wartawan ihwal beredarnya nama Sandiaga dalam kandidat cawapres Prabowo.

Baca juga: Perjalanan Sandiaga Uno, Mundur dari Ketua Tim Pemenangan lalu Maju Cawapres... "Ya masih wacana ya. Ada yang usul," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (7/8/2018). Padahal, Fadli dan anggota Tim Pemenangan Prabowo, Muhammad Taufik, sejak awal tak menyebut nama Sandiaga sebagai kandidat cawapres Prabowo yang dibahas secara intensif bersama PAN, PKS, dan Demokrat.

Mereka menyebutkan empat nama yang kerap dibahas bersama, yakni Komandan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri, dan seorang tokoh agama yakni Ustaz Abdul Somad.

Baca juga: Jokowi-Maruf Daftar ke KPU Jumat Pagi, Prabowo-Sandiaga Uno Siangnya AHY tentu menjadi pilihan yang ditawarkan Demokrat, sementara Salim dan Abdul Somad merupakan usulan PKS dan rekomendasi ijtima (pertemuan) ulama yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama. Nama yang semakin santer bakal mendampingi Prabowo sebelum diumumkannya Sandiaga sebagai cawapres Prabowo adalah AHY dan Salim karena Abdul Somad telah menolak untuk menjadi cawapres. Salim merupakan salah satu dari sembilan nama yang diputuskan Majelis Syuro PKS untuk diusung sebagai cawapres Prabowo. Selanjutnya: Alot dengan PKS

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) Yusuf Martak (kiri) bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kedua kiri), Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan (kedua kanan), dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al Jufri (kanan) berbincang saat menghadiri acara Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional di Jakarta, Jumat (27/7/2018). Ijtima Ulama yang digelar oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) ini bertujuan untuk menentukan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2019. Alot dengan PKS Gerindra menjalin kedekatan lebih dulu dengan PKS ihwal penentuan posisi cawapres lantaran sejarah panjang sebagai oposisi yang dimiliki keduanya. Terlebih, hasil Pilkada Jawa Barat yang mengejutkan banyak pihak, di mana pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu yang diusung keduanya mampu menjadi runner up , semakin meningkatkan daya tawar PKS agar kadernya dipilih menjadi cawapres Prabowo. Namun, kemesraan Gerindra dan PKS sempat terganggu dengan adanya deklarasi pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Anies Baswedan. Hingga akhirnya muncul wacana tandingan dari PKS untuk mengusung Anies sebagai capres, sebuah wacana yang jelas berseberangan dengan Gerindra yang sejak awal hendak mengusung Prabowo demi mengamankan raihan kursi DPR di Pileg 2019.

Baca juga: Upayakan PKS Bertahan, Gerindra Bakal Bahas Pembagian Jatah Menteri Kemesraan Gerindra dan PKS semakin terganggu dengan masuknya Demokrat. Rencana koalisi Gerindra dan Demokrat diawali dengan pertemuan di kediaman Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7/2018). Usai pertemuan, saat ditanya soal peluang AHY menjadi cawapres, Prabowo menjawab mungkin saja. "Umpama nama AHY muncul saya harus katakan, why not ," kata Prabowo saat itu kepada wartawan.

Baca juga: Prabowo Puji PAN dan PKS Rela Tak Dapat Cawapres Namun, nama AHY ditolak oleh PKS yang sejak awal sudah menjalin koalisi dengan Gerindra. Hal itu disampaikan Direktur Pencapresan PKS Suhu Aliyudin. PKS lantas terus menyodorkan nama Salim yang belakangan direkomendasikan GNPF Ulama. Di sisi lain, PAN menginginkan agar Abdul Somad dipilih demi keadilan lantaran bukan dari partai. "Buat kami sejak awal menyerahkan hal itu kepada Gerindra dan Pak Prabowo. Jadi siapa pun yang mencalonkan tidak masalah, yang penting cawapres dari PKS. Jangan sampai pacaran dengan siapa, nikahnya dengan siapa," kata Suhud dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (28/7/2018). Selanjutnya: Tuduhan politik uang

ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) dan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan salam kepada media sebelum melakukan pertemuan tertutup di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2018). Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari komunikasi politik yang dibangun kedua partai untuk Pilpres 2019. Tuduhan politik uang Sementara itu, kemesraan Gerindra dan Partai Demokrat yang mulai terbangun mulai pekan ini semakin terganggu saat Wakil Sekjen Demokrat Andi Arief mengeluarkan pernyataan yang menyerang Prabowo melalui akun Twitter miliknya. "Di luar dugaan kami, ternyata Prabowo mementingkan uang ketimbang jalan perjuangan yang benar," kata Andi Arief saat dihubungi Kompas.com melalui pesan singkat, Rabu (8/8/2018) malam. Dalam pernyataan itu, Andi juga menuding PKS dan PAN menerima mahar politik dalam penentuan posisi cawapres.

Baca juga: Andi Arief: Kami Dengar Ada Politik Transaksional yang Mengejutkan Dalam kekisruhan tersebut, komunikasi Prabowo pun berlanjut dengan mendatangi petinggi masing-masing pimpinan partai. Prabowo memulainya dengan mendatangi Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang saat itu baru saja menemui Presiden Joko Widodo. Zulkifli menemui Jokowi di Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (7/8/2018) sore, sedangkan Prabowo menemui Zulkifli di malam harinya Safari politik Prabowo berlanjut ke kediaman Salim Segaf di Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (8/8/2018), dan berakhir di kediaman SBY di Kuningan, Jakarta, Kamis (9/8/2018) malam. Hasilnya, di hari Kamis (9/8/2018), PKS menyatakan kesediaannya mendukung Prabowo, terlepas dari siapa pun sosok cawapres yang dipilih.

Baca juga: De Javu 2014, Demokrat Pilih Jokowi atau Prabowo? Demikian pula PAN melalui Rakernas memutuskan untuk mengusung Prabowo sebagai capres. Sementara itu, Demokrat masih belum memutuskan sikap. Saat deklarasi, Prabowo menyatakan, kerja sama Partai Gerindra bersama PKS dan PAN telah terbentuk dan berlangsung sejak lama. "Sejak awal saya mengatakan, Partai Gerindra, PKS, dan PAN, telah terbentuk koalisi de facto ," kata Prabowo dalam konferensi pers di Rumah Kertanegara, Jakarta, Kamis (9/8/2018) malam. Selain itu, kata Prabowo, kerja sama ini juga telah dilakukan dalam sejumlah pilkada, terutama Pilkada DKI Jakarta 2017. "Bukan kemarin, atau dua hari atau lima hari lalu. Ini bermula sejak menghadapi berbagai masalah pelik, yang rawan, terutama dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta pada 2017 lalu," ucap mantan Danjen Kopassus ini.

Kompas TV Selain itu, pertemuan akan membahas seputar kelanjutan koalisi yang telah dibangun selama ini.




TRIBUNNEWS.COM -- Nama Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno digadang-gadang bakal menjadi Cawapres Prabowo pada Pilpres 2019.

Nama Sandiaga Uno muncul di waktu ijury time pendaftaran Capres-Cawapres 2019 yang sedianya akan ditutup pada Jumat (10/8/2018).

Nama Sandiaga Uno disandingkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sudah lebih dulu muncul.

Namun belakangan nama Sandiaga Uno menjadi salah satu sosok yang dipertimbangkan koalisi kubu Prabowo.

Hal itu tentu membuat gaduh partai koalisi Prabowo, salah satunya Partai Demokrat yang bereaksi atas munculnya nama Sandiaga Uno.

Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief mengungkapkan kekecewaanya terhadap Prabowo yang tak memegang komitmen terhadap Partai Demokrat.

Meski begitu, ia tetap menegaskan kalau Partai Demokrat masih dalam barisan koalisi pendukung Prabowo.




TEMPO.CO , Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengungkapkan alasan partainya menolak sosok Sandiaga Uno sebagai calon Wakil Presiden atau Cawapres Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, di pilpres 2019. "Pertama, enggak pernah dibicarakan. Kedua ada sesuatu," kata Syarief di rumah Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, Jalan Mega Kuningan Timur VII, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Agustus 2018. Baca: Gerindra: Cawapres Sebelah Orang Tua, Cawapres Prabowo Anak Muda Menurut Syarief, ketimbang disebut curang, langkah Prabowo bisa dibilang tak transparan. Sebab, Prabowo melakukan komunikasi dengan banyak pihak tanpa sepengetahuan Demokrat. Karena itu, para petinggi Partai Demokrat pun kaget mengetahui Sandiaga lah yang menjadi calon wakil presiden. "Tapi apalah arti kaget, karena itu hak prerogatif Pak Prabowo," katanya. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo juga mengatakan bahwa sikap Prabowo tidak elok dalam etika berpolitik. Selama ini, kata Roy, Partai Demokrat telah menjalin komunikasi yang baik dengan Gerindra dalam sebulan terakhir. "Tetapi yang kami khusus satu kamar saja, tetapi tiba-tiba ada informasi di seberang melakukan komunikasi dengan banyak kamar. Itu kan tidak pas, tidak elok," ujarnya.

Keputusan Prabowo menunjuk Sandiaga pun membuat Demokrat memutuskan mundur dari koalisi tersebut. Menurut Roy, alasannya telah diungkapkan oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief. Andi Arief sebelumnya menyebut Prabowo sebagai jenderal kardus pada malam sebelum pengumuman cawapres. "Jenderal kardus punya kualitas buruk. Kemarin sore bertemu Ketum Demokrat dengan janji manis perjuangan. Belum dua puluh empat jam mentalnya jatuh ditubruk uang Sandi Uno untuk meng-entertain PAN dan PKS," kata Andi Arief melalui akun Twitternya @AndiArief_, Rabu, 8 Agustus 2018 pukul 21.50 WIB. Andi Arief juga menuding Sandiaga menggelontorkan uang Rp 1 triliun untuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan jatah masing-masing Rp 500 miliar. Tudingan ini telah dibantah oleh sejumlah politikus Partai Gerindra. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyanggah menerima uang dari Sandiaga. Dia menyebut tudingan itu merupakan kabar bohong alias hoaks dan tidak diperlu digubris. Baca juga: Presiden PKS Sebut Sandiaga Santri di Era Post-Modernisme Roy Suryo mempersilakan sejumlah pihak yang meragukan cuitan Andi Arief. Namun, Roy membela bahwa Andi memiliki dasar untuk berbicara soal pilihan Cawapres Prabowo. "Ada yang katakan hoax biarkanlah nanti hukum yang bicara, fakta yang bicara karena Mas Andi Arief saya kira punya dasar melakukan," kata dia.




Partai Demokrat (PD) menolak Sandiaga Uno jadi cawapres pendamping Prabowo Subianto . Alasannya, elektabilitas Sandiaga Uno rendah di berbagai lembaga survei. "Kita kan dasar analisisnya lembaga survei tentu kawan-kawan semua pernah melihat lembaga survei. Nama Sandi kan rendah elektabilitasnya, artinya butuh perjuangan lebih keras daripada menyandingkan seseorang yang sosok elektabilitasnya lebih tinggi yaitu yang jadi pertimbangan kita," ucap Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP PD Ferdinand Hutahaean di kediaman SBY, Jalan Mega Kuningan, Jakarta, Jumat (10/8/2018) dinihari. Ferdinand juga mengatakan, Ketum Gerindra Prabowo Subianto memberikan alasan memilih Sandiaga. Prabowo disebut Ferdinand menyampaikan pasangan ini akan memenangkan Pilpres 2019 .

"Ya Pak Prabowo sampaikan alasan ini kesepakatan dari teman-teman koalisi lain. Ya itu aja yang disampaikan dan beliau merasa yakin bahwa berpasangan dengan Sandiaga Uno eliau akan menangkan Pilpres 2019 nanti, itu aja," tutur dia. Menurut Ferdinand, Ketua Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) elektabilitasnya lebih tinggi dari calon lain. Apalagi elektabilitas Sandiaga masih dibawah AHY. "Justru itu kalau kita lihat dari survei ada AHY, Gatot, Anies dan beberapa nama yang elektabilitasnya tinggi. Kita ingin menimang-menimang kalau Sandi jauh dibawah sekali," jelas dia. Demokrat juga tak terlihat dalam deklarasi Prabowo-Sandiaga, menurut dia masih mempertimbangkan calon alternatif. Namun Prabowo lebih memilih deklarasi tersebut. "Ya kita kan belum putus ya, karena komunikasi masih sama Pak Prabowo pertimbangkan untuk cari alternatif nama lain yang punya kemungkinan lebih besar ya tapi Pak Prabowo memutuskan untuk deklarasi. Kita tadi sudah dikasih tahu tapi kita belum bisa bersama-sama di sana pada saat deklarasi karena kita lagi kumpul," ujar dia. Dikesempatan terpisah, Wasekjen Partai Demokrat Andi Arief menilai sulit untuk memenangkan Prabowo-Sandiaga. Sebab Demokrat sudah melakukan perhitungan dalam Pilpres 2019. Alasan lainnya, Prabowo telah mengkhianati Demokrat dalam koalisi dan mencium aroma politik yang tidak sehat. "Ketiga berdasarkan perhitungan kami bahwa kemungkinan menang di koalisi Pak Prabowo sangat kecil dan kami melihat Pak Prabowo tidak serius untuk menang dalam pilpres ini," tutur Andi. Partai Demokrat juga akan melakukan rapat majelis tinggi untuk membahas arah koalisi pada Jumat (10/8) pagi. Demokrat bakal menentukan bergabung koalisi Prabowo atau Jokowi. Tonton Video: Koalisi Prabowo-Sandiaga Tanpa Demokrat [Gambas:Video 20detik]



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply