Contact Form

 

PDIP: Airlangga Adu Domba Mega dan Jokowi di Pilgub Jatim


Apa yang Dibutuhkan Jawa Timur? Bidik Layar YouTube Universitas Airlangga Prof Hotman Siahaan, Guru Besar Ilmu Sosial Universitas Airlangga, Surabaya. Prof Hotman Siahaan (Guru Besar Ilmu Sosial Universitas Airlangga Surabaya) SEJUMLAH pekerjaan rumah menanti pasangan cagub dan cawagub terpilih Jawa Timur mendatang. Salah satunya terkait pengentasan kemiskinan. Pekerjaan rumah tersebut dianggap penting menyusul data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut Jawa Timur sebagai provinsi tertinggi angka kemiskinannya pada 2015. Menurut data BPS, kurang lebih 4.775.000 penduduk miskin tinggal di Jawa Timur. Dari jumlah itu, lebih dari 3,2 juta penduduk berada di pedesaan dan 1,5 juta di kota-kota besar dengan batas penghasilan per bulan berada di angka Rp 318.000. Jawa Timur juga penyumbang angka kemiskinan tertinggi di Indonesia, yaitu sekitar 4,7 juta jiwa. Hotman mengatakan, siapapun yang terpilih harus bisa berbuat untuk menekan angka kemiskinan di Jatim. Siapa pun yang terpilih harus bisa berbuat untuk menekan angka kemiskinan di Jatim. ~Hotman Siahaan~ "Harus punya program yang konkret dan konstruktif untuk menekan angka kemiskinan," kata Hotman, Minggu (24/6/2018). Pada periode Gubernur Soekarwo, menurut Hotman, program pengentasan kemiskinan yang dijalankan, menekan angka kemiskinan dari 18,51 persen pada Maret 2009 menjadi 11,20 persen pada September 2017, dengan jumlah penduduk lebih dari 39 juta jiwa. "Gubernur terpilih nanti harus bisa menekan angka kemiskinan dengan lebih progresif dengan sumber pendanaan APBD yang lebih banyak," ucapnya. Yang tidak kalah pentingnya, gubernur Jatim terpilih harus bisa mengkoordinasikan penanganan kemiskinan dengan kabupaten dan kota di seluruh Jawa Timur, karena selama ini dukungan anggaran dari kabupaten dan kota dinilai masih belum maksimal. "Padahal yang miskin itu sebenarnya penduduk kabupaten dan kota," ucapnya. Pemberantasan kemiskinan, lanjut Hotman, tidak harus mengguyur warga miskin dengan bantuan sosial, tetapi bisa dengan mengkonsolidasikan penanganan dengan berbagai sektor seperti pendidikan, pembukaan lapangan kerja, dan pengembangan usaha mikro di pedesaan. KOMPAS.com/ACHMAD FAIZAL Wawan Sobari. Gambar diambil pada 13 Februari 2018. Wawan Sobari (Ketua Prodi Magister Ilmu Sosial Universitas Brawijaya) ADA empat persoalan krusial di Jawa Timur yang sedang menanti pasangan calon terpilih, yaitu masalah korupsi, rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM), rendahnya indeks kebahagiaan, dan pengentasan kemiskinan. Wawan menilai, korupsi menjadi persoalan yang krusial di Jawa Timur seiring dengan banyaknya kepala daerah tingkat kota dan kabupaten yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebut saja, mantan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, mantan Wali Kota Malang M Anton, mantan Bupati Pamekasan Achmad Syafii, dan mantan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko. Selain itu, juga ada mantan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa dan mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, serta Wali Kota Blitar non-aktif Muhammad Samanhudi Anwar yang ditangkap KPK baru–baru ini. Kondisi ini, menurut Wawan, merupakan persoalan yang harus segera diatasi oleh kandidat terpilih nantinya. “Jadi PR yang cukup berat adalah persoalan korupsi yang terjadi di wilayah di Jawa Timur. Ada Kota Batu, Jombang, Kota Blitar, Tulungagung, Kota Malang, Pamekasan. Artinya ini problem yang sangat besar,” katanya saat dihubungi Kompas.com , Jumat (22/6/2018). “Tantangan Jawa Timur menciptakan Jawa Timur yang bersih dari korupsi,” imbuhnya. Persoalan berikutnya adalah rendahnya indeks pembangunan manusia (IPM) di Jawa Timur. Menurut dia, indeks pembangunan manusia (IPM) di Jawa Timur yang berada di angka 70,27 merupakan angka terendah dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa. Indeks pembangunan manusia (IPM) di Jawa Timur yang berada di angka 70,27 merupakan angka terendah dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa. ~Wawan Sobari~ Hal itu dipicu oleh tidak meratanya pembangunan di Jawa Timur, terutama pembangunan di empat kabupaten yang ada di Pulau Madura, yakni Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep. “Tinggal kita cari penyebabnya seperti apa. Empat wilayah di Pulau Madura menyumbang indeks pembangunan manusia yang rendah yang berpengaruh terhadap nilai rata – rata di Jawa Timur,” ungkapnya. Selain empat kabupaten di Pulau Madura, sejumlah daerah di kawasan Tapal Kuda juga menyumbang rendahnya IPM. Seperti Kabupaten Lumajang, Kabupaten Bondosowo dan sejumlah daerah lainnya. Berbeda dengan Kabupaten Banyuwangi yang menurutnya IPM-nya sudah tinggi. “Banyuwangi bagus. Dalam beberapa tahun terakhir IPM-nya meningkat. Tinggal bagaimana meniru inovasi yang ada di Banyuwangi,” katanya. Berikutnya adalah rendahnya indeks kebahagiaan masyarakat di Jawa Timur. Dalam kurun waktu terakhir, indeks kebahagian masyarakat tidak menunjukkan peningkatan yang maksimal. Pada Tahun 2014, indeks kebahagiaan Jawa Timur berada di angka 68,70 dan pada Tahun 2017 hanya naik sedikit ke angka 70,77. “Ini juga penting terkait dengan capain pembangunan yang mendorong kebahagiaan warga,” katanya. Wawan menilai, pergeseran angka 68,70 di Tahun 2014 ke angka 70,77 di Tahun 2017 merupakan pergeseran yang sangat lambat. Ia lantas membandingkan perkembangan indeks kebahagiaan di Maluku Utara yang bergeser dari angka 70 pada Tahun 2014 ke angka 75 di tahun 2017. Persoalan selanjutnya adalah pengentasan kemiskinan. Pria yang meraih gelar PhD bidang politik dan kebijakan publik di The Flinders University of South Australia pada 2015 itu mengatakan, angka kemiskinan sebanyak 11,20 persen pada Tahun 2017 masih cukup tinggi. “Kemiskinan menjadi tantangan berikutnya. Dengan angka 11,20 persen, artinya masih ada empat jutaan yang hidup di bawah kemiskinan,” jelasnya. Oleh karena itu, pemimpin Jawa Timur terpilih diharapkan mampu menciptakan inovasi yang dapat memecah empat persoalan krusial tersebut. “Misalnya untuk persoalan korupsi, bekerjasama dengan KPK melaksanakan award untuk semua kota dan kabupaten,” katanya.   Tentang Jawa Timur     Data KPU Jatim pada April 2018 Jumlah kecamatan: 666 Jumlah desa/kelurahan: 8.497 Jumlah TPS: 67.644 Jumlah pemilih laki–laki: 14.840.367 Jumlah pemilih perempuan: 15.315.352




TEMPO.CO, Jakarta – Serentak dengan 170 daerah lainnya, Jawa Timur akan melaksanakan pemilihan kepala daerahnya. Sekitar 30 juta warga Jawa Timur akan memilih pemimpin baru mereka pada Rabu, 27 Juni besok. Kompetisi politik ini kembali mempertemukan dua rival lama, Khofifah Indar Parawansa dan Saifullah Yusuf. Hanya saja, kali ini keduanya didampingi pasangan yang berbeda. Berikut ini adalah ringkasan mengenai para calon kepala daerah Jawa Timur beserta rekam jejaknya. Baca: Polda Jatim Perkuat Pengamanan Pilkada di 7 Kabupaten/Kota 1. Khofifah Indar Parawansa–Emil Dardak

Khofifah bukan nama baru dalam percaturan politik Jawa Timur. Sebelumnya, ia pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur Jatim sebanyak dua kali, yaitu pada Pilgub Jatim 2008 dan 2013. Namun, pada dua pertarungan sebelumnya, Khofifah kalah oleh duet Soekarwo–Saifullah Yusuf. Sebelum berlaga dalam Pilgub Jatim 2018, Khofifah sempat bergabung dalam Kabinet Kerja Jokowi sebagai Menteri Sosial. Kali ini, Khofifah menggandeng Bupati Trenggalek periode 2016-2021, Emil Elestianto Dardak. Duet ini didukung enam partai, yaitu Demokrat, Golkar, PPP, Nasdem, PAN, dan Hanura dengan total 42 kursi di DPRD. Survey Roda Tiga Konsultan menunjukkan Khofifah–Emil mendapat dukungan dari 36,9 persen responden. Sementara Lembaga survei SMRC juga memprediksi mereka akan meraup suara 48,5 persen dalam kontes politik kali ini. Baca: SMRC dan Roda Tiga Konsultan Prediksi Kemenangan Khofifah-Emil 2. Saifullah Yusuf–Puti Guntur Soekarno Pasangan ini berisikan inkumben Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf alias Gus Ipul. Dalam dua kali Pilgub Jatim sebelumnya, Saifullah yang digandeng Soekarwo berhasil mengalahkan lawannya, termasuk Khofifah. Saifullah menduduki kursi wagub mendampingi Soekarwo selama dua periode, sejak 2008. Sempat akan menggandeng Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Saifullah akhirnya memilih bertarung bersama Puti Guntur. Puti adalah cucu Presiden Soekarno dan anggota DPR periode 2014-2019 dari fraksi PDIP. Duet ini didukung empat partai, yaitu PKB, PDIP, Gerindra, dan PKS dengan total 58 kursi di DPRD. Berdasarkan Survey Roda Tiga Konsultan, tingkat keterpilihan Saifullah–Puti berada di angka 33,3 persen. Sementara Lembaga survei SMRC memprediksi mereka akan meraih suara 40,8 persen. Baca: Debat Pilgub Jatim 2018, Khofifah dan Gus Ipul Pamerkan Prestasi




PDIP: Airlangga Adu Domba Mega dan Jokowi di Pilgub Jatim

Anugerah Perkasa , CNN Indonesia | Selasa, 26/06/2018 12:00 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan pernyataan  Airlangga Hartarto soal Pilgub Jawa Timur mengarah pada adu domba Megawati Soekarnoputri dan  Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pernyataan Airlangga itu terkait dengan ucapan Jokowi soal pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak-yang diusung Partai Golkar. Airlangga, kutip Basarah, menyatakan bahwa Presiden mengatakan dalam memilih gubernur tidak harus berdasarkan kesamaan partai. "Pernyataan menyinggung perasaan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dan mengarah pada upaya adu domba antara Bu Mega dengan Pak Jokowi," kata Basarah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/6).

Basarah menuturkan sikap Jokowi terhadap Pilgub Jatim sudah jelas, melalui dua kali pertemuan khusus Presiden dengan dirinya dan Puti Guntur Sukarno pada 13 Februari dan 14 Mei lalu.

Puti sendiri berpasangan dengan Syaifullah Yusuf atau Gus Ipul untuk memperebutkan kursi nomor satu di provinsi tersebut. Basarah menuturkan justru Presiden menunjukkan kekecewaannya karena Khofifah karena meninggalkan posisinya saat itu sebagai menteri sosial. "Dia kecewa karena Khofifah meninggalkan jabatan menteri sosial sebelum berakhir masa jabatan dan secara tegas Jokowi menyatakan tidak pernah ada instruksi mendukung Khofifah," katanya. Bantah Adu Domba Terkait dengan hal itu Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menuturkan pihaknya tak ada upaya untuk mengadu domba Jokowi dan Megawati. Dia menegaskan agar seluruh pihak tak terlalu jauh mengambil kesimpulan atas pernyataan Airlangga yang pernah disampaikan dalam satu kampanye pekan lalu. "Tak ada upaya kami untuk mengadu domba Pak Jokowi dan Ibu Mega. Pak Airlangga sama sekali tak menyebut nama Ibu Megawati dalam kampanye tersebut," kata Ace ketika dikonfirmasi CNNIndonesia.com Selasa siang. Dia juga menuturkan kebersamaan antara Golkar dan PDIP dalam mendukung pemerintahan Jokowi seharunya tak terganggu akibat perbedaan calon kepala daerah di pilkada serentak pada tahun ini.

Sebelumnya, survei terbaru yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 21-29 Mei 2018, pasangan Khofifah-Emil diperkirakan bakal meraup 48,5 persen. Khofifah unggul delapan persen ketimbang pesaingnya pasangan Gus Ipul-Puti yang memperoleh sebesar 40,8 persen. "Yang belum tahu (menentukan pilihan) sekitar 10,7," ujar peneliti SMRC Sirajuddin Abbas dalam rilis survei terbaru pekan lalu.




TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Wakil Sekjen PDI-P Ahmad Basarah meminta Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto tak mengadu domba Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri terkait Pilkada Jawa Timur (Jatim).

Hal itu disampaikan Basarah menanggapi pernyataan Airlangga yang menyatakan Presiden Jokowi mendukung Khofifah Indar Parawansa lantaran pernah membantu mantan Gubernur DKI Jakarta itu kala memenangkan Pilpres 2014.

Basarah mengatakan, sejak awal, Jokowi yang juga kader PDI-P telah memutuskan untuk mendukung Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Puti Guntur Soekarno.

Hal itu sesuai dengan keputusan partai yang mengusung Gus Ipul-Puti di Pilkada Jatim bersama PKB.

Baca: Istana Bantah Pernyataan Airlangga Sebut Presiden Dukung Khofifah

Ia melanjutkan, Jokowi juga pernah mengundang dirinya dan pasangan calon Gus Ipul-Puti.

Dalam pertemuan tersebut, Basarah menyatakan, Jokowi memberikan arahan dan petunjuk untuk memenangkan Pilkada Jatim.

Setelah pertemuan itu, lanjut Basarah, mereka dan Jokowi langsung mengonsolidasikan dukungan dari seluruh relawan Jokowi yang ada di Jawa Timur untuk mendukung Gus Ipul-Puti.

"Dalam pembicaraan dengan kami pada waktu itu, Bapak Jokowi menjelaskan bahwa dia kecewa karena Khofifah meninggalkan jabatan Menteri Sosial sebelum berakhir masa jabatan dan secara tegas Jokowi menyatakan tidak pernah ada instruksi mendukung Khofifah," kata Basarah melalui keterangan tertulis, Selasa (26/6/2018).

Ia menambahkan pernyataan Airlangga yang menyebut alasan Jokowi mendukung Khofifah karena telah membantu dalam Pilpres 2014 juga menafikan keberadaan PDI-P sebagai partai pengusung utama.

Ia menyatakan semestinya Airlangga menjaga kondusivitas hubungan antara Jokowi dan PDI-P jika Golkar loyal mendukung Jokowi di Pilpres 2019.

"Saya haqul yakin, Pak Jokowi adalah tokoh yang sangat menghormati Bung Karno, Bu Mega dan Pak Guntur Soekarno ayahnya Puti. Jadi tidak mungkin Jokowi tidak mendukung Puti dalam Pilgub Jawa Timur," tutue Basarah.

"Oleh karena itu seharusnya Airlangga meminta penjelasan ulang kepada Jokowi tentang siapa sebenarnya yang beliau dukung," lanjut dia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "PDI-P Minta Ketum Golkar Tak Adu Domba Jokowi dan Megawati" Penulis : Rakhmat Nur Hakim



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply