Contact Form

 

Wajib Baca Lima Novel Gabriel Garcia Marquez yang Spektakuler


Peraih Nobel Sastra pada 1982, Gabriel Garcia Marquez memang mumpuni dalam menulis fiksi dan nonfiksi. Kemampuan Garcia Marquez dalam menyajikan tulisan-tulisannya selalu menarik perhatian. Dalam beberapa karyanya, García Marquez juga memasukkan realitas yang ditemuinya sebagai jurnalis.

Tak heran jika dunia ikut berduka saat Garcia Marquez meninggal 17 April 2014 lalu. Karya-karya sastranya memuat potret sosial, politik, dan berbagai persoalan lainnya. Kemampuannya sebagai jurnalis juga berpengaruh pada tulisan-tulisannya yang tajam. Dikutip dari The Guardian, ada lima novelnya yang wajib dibaca.

One Hundred Years of Solitude 1967

One Hundred Years of Solitude mencatat tujuh generasi keluarga Buendía di desa Macondo. Novel ini berkisah tentang gipsi kenabian dan pasangan kekasih yang melanggar adat desa itu. Novel ini merupakan buku yang paling cepat laris dalam waktu sekejap. Buku ini pula yang meluncurkan Garcia Marquez pada ketenaran di seluruh dunia. Novel ini pula yang memicu perkembangan pesat literatur Amerika Latin.

The Autumn of the Patriarch 1975

Gabriel Garcia Marquez menghabiskan sepuluh tahun untuk meneliti kediktatoran Pinilla hingga Trujillo dan dari Franco hingga Peron. Kemudian dia mencoba untuk melupakan semua yang telah dia dengar dan baca untuk menciptakan kisah yang dia buat dengan gayanya sendiri, "Sang Jenderal Semesta Alam".

Novel ini dibuka dengan ditemukannya jenazah tiran yang tewas di lantai istana kepresidenan. Tiran ini lebih tua dari semua pria tua dan semua hewan tua di darat atau lautan. Garcia Marquez mengeksplorasi rusaknya moral dan lumpuhnya politik. Dia menyebutnya dengan "puisi tentang kesendirian kekuasaan" (poem on the solitude of power).

Love in the Time of Cholera 1985

Terinspirasi dari masa pacaran orang tuanya sendiri, Love in the Time of Cholera menceritakan bagaimana cinta antara Florentino Arizo dan Fermina Daza. Hubungan keduanya digagalkan oleh pernikahan Fermina dengan seorang dokter yang mencoba membasmi kolera.

The General in his Labyrinth 1989

Novel ini mengisahkan masa-masa dalam bulan terakhir kehidupan Simon Bolívar. Simon Bolivar orang yang membebaskan Kolombia dari Spanyol pada awal abad ke-19. Novel ini menyebabkan badai di Amerika Selatan ketika pertama kali diterbitkan.

Garcia Marquez memetakan perjalanan pemimpin revolusioner dari Bogota ke pantai Kolombia. Dia melukiskan potret seorang pria yang kelelahan secara fisik dan mental. Potret ini mencerminkan kenangan akan konflik dan perjuangannya.

News of a Kidnapping 1996

García Marquez terus bekerja sebagai jurnalis. Alasannya pekerjaan ini membuatnya tetap berhubungan dengan dunia nyata. Dalam novelnya ini pula, Garcia Marquez melihat kembali serentetan penculikan yang dilakukan kartel Medellín Cartel Kolombia Pablo Escobar pada 1990-an.***


SAAT Guillermo del Toro ditanya, bagaimana dia bisa menyampaikan cerita tentang monster dengan begitu menarik? Sang sutradara pemenang Oscar itu menjawab singkat, “Saya orang Meksiko”. Jika dirunut ke belakang, jawaban itu berhubungan dengan gaya naratif sastrawan besar Gabriel Garcia Marquez.

Film terbaru Guillermo del Toro, The Shape of Water menunjukkan bahwa keajaiban bisa terjadi saat kita punya perspektif berbeda dari balik lensa. Semua terjadi saat seorang seniman bisa membentuk cerita yang bersumber dari warisan budaya sang seniman.

Titik perhatian utama The Shape of Water berpusat pada bagaimana Guillermo del Toro yang juga menulis naskahnya mendapat inspirasi dari kisah monster klasik. Rachel Hatzipanagos dari The Washington Post menyatakan, jika dicermati, film itu berbicara pula tentang Amerika Latin.

Dalam The Shape of Water, pengaruh budaya Meksiko Guillermo del Toro tampak dalam bercampurnya unsur ilmiah dengan nuansa fantasi. Itulah gaya yang biasa disebut “realisme magis.”

Gaya yang menampilkan latar dunia nyata dalam balutan elemen-eleman magis itu kerap dikaitkan dengan penulis Amerika Latin paling berpengaruh, Gabriel Garcia Marquez.

“Realisme magis adalah bentuk naratif yang mengambil latar lingkungan dunia nyata tetapi lingkungan itu disusupi nuansa-nuansa penuh keajaiban,” ujar Jeronimo Arellano, pakar sastra dan budaya Amerika Latin di Brandeis University, Massachusetts.

Arellano menjelaskan, gaya bercerita seperti itu muncul dari gerakan surealisme seusai Perang Dunia I. Sastrawan yang jadi pencetus teknik bercerita seperti itu adalah Gabriel Garcia Marquez.

Gabriel Garcia Marquez kerap menggunakan realisme magis untuk memperkuat pandangan politiknya. Dalam tulisan-tulisannya, dia banyak mengumbar simbolisme dan momen-momen sureal. Setiap unsur magis yang detail dalam ceritanya dipastikan punya makna.

Seperti juga Gabriel Garcia Marquez, Guillermo del Toro adalah sutradara yang sangat memperhatikan detail dan gemar menyematkan makna.

Keith McDonald, penulis buku “Guillermo del Toro: Film as Alchemic Art” menyatakan, “Saya jarang menemukan sutradara yang memiliki perhatian yang hampir kompulsif terhadap detail di setiap frame (film). Anda bisa melihat satu frame gambar dan semuanya punya makna.”

Lantas siapakah Gabriel Garcia Marquez yang karyanya banyak mempengaruhi gaya bertutur realisme magis hingga saat ini?

Gabriel Garcia Marquez adalah begawan sastra kelahiran Kolombia yang terkenal lewat novelnya Love in the Time of Cholera. Dia yang tumbuh dengan banyak mendengarkan dongeng-dongen keluarga, sempat menjadi jurnalis.

Novel termasyhurnya, Cien años de soledad (One Hundred Years of Solitude) dan El amor en los tiempos del cólera (Love in the Time of Cholera) mendapat perhatian dari seluruh dunia dan membuat dia memenangi Nobel Sastra tahun 1982.

Setelah banyak menghasilkan cerpen dan skenario film semasa mudanya, dia mengasingkan diri di rumahnya di Mexico City untuk waktu yang lama demi menyelesaikan novelnya,One Hundred Years of Solitude. Novel itu lantas dipublikasikan tahun 1967 dan terjual sampai 10 juta kopi di seluruh dunia.

Sementara itu, novelnya yang lain, Love in the Time of Cholera diangkat ke layar lebar tahun 2007 dengan dibintangi Javier Bardem.

Gabriel Garcia Marquez meninggal pada 17 April 2014. Dunia menganggapnya sebagai salah sastrawan Latin terbesar kedua setelah Miguel de Cervantes.***


MACONDO adalah sebuah kota fiksi yang ada dalam novel 'A Hundred Years of Solitude'. Sebuah karya agung penulis asal Kolombia Gabriel Garcia Marquez.

Kota Macondo yang penuh magis, dengan indah dilukiskan dalam Google D oodle hari ini, Selasa, 6 Maret 2018. Hari ini merupakan hari lahir Marquez, yang meninggal pada 17 April 2014 silam di usia 87 tahun.

Pria yang dikenal dengan panggilan sayang Gabo , di Amerika Latin tersebut tutup usia karena menderita gangguan pernafasan dan infeksi air seni.

Lahir di Aracataca, Kolombia, Gabo dianggap sebagai salah satu penulis paling penting di abad ke-20. Peraih nobel Kesusastraan itu telah menulis lebih dari 25 buku. Karya-karyanya secara luar biasa mampu membawa pembacanya ke dalam dunia realisme magis sehingga merasa berada di daerah tropis yang lembab.

Istilah realisme magis muncul karena gaya bertuturnya yang hidup dengan cerita mencampurkan kenyataan dan hal gaib. Selain itu ia juga menggunakan Bahasa Spanyol.

Hal ini yang coba dilukiskan Google Doodle hari ini. Dalam keterangannya, Google menggambarkan doodle tersebut sebagai kota Macondo di tengah hutan Amazon yang lebat. Menembus celah kanopi hutan hujan yang lembab, tampaklah kota cermin. Kota yang merupakan rumah bagi keluarga Buendia, dan tempat lahirnya berbagai keajaiban.

Mulai dari ikan kecil yang terbuat dari emas, kupu-kupu kuning raksasa, hingga kereta yang mendesis merdu di bawa ' Blue Moon '. Satu-satunya tamu disana hanyalah sosok gipsi misteris yang meriwayatkan berbagai cerita aneh.

Keberanian Gabo yang tajam dalam mengangkat isu politik, menjadi salah satu alasan karya-karya non-fiksinya sangat fasih mendokumentasikan masa-masa dimana ia hidup. Salah satunya adalah berita tentang penculikan, yang menjadi satu cerita Gabo paling terkenal.

Meski telah tiada, Gabriel Garcia Marquez tetap menjadi ikon budaya yang terus bersinar di dunia sastra dan jurnalistik terutama di Amerika Latin.




Liputan6.com, Jakarta - Google hari ini merayakan ulang tahun penulis asal Kolombia, Gabriel García Márquez yang ke-91 melalui Google Doodle.

Dalam doodle yang tampil di laman pencarian tersebut, ia tampil dengan kumis khasnya didampingi ilustrasi yang penuh dengan warna.

Gabo, begitu ia dikenal oleh banyak orang, lahir di Aracataca, Kolombia pada 6 Maret 1927. Ia meninggal dunia di kota Meksiko, Meksiko, 17 April 2014, saat berusia 87 tahun.

Raksasa mesin pencari ini memperingati hari kelahiran Gabo karena dianggap sebagai salah satu penulis paling penting di abad ke-20, dan salah satu penulis berbahasa Spanyol terbaik.

Semasa hidupnya, Gabo berhasil membawa pembaca novelnya ke dalam dunia realisme yang penuh magis di dalam novel pertamanya, yakni Leaf Storm (1955).

Berawal dari novel tersebut, Gabo mampu menuturkan kisah yang tak hanya menceritakan kisah fiksi dan gaib semata, ia juga mencampurnya dengan keadaan di dunia nyata.

Selama hidupnya, Garcia Marquez telah menulis tujuh novel, di mana judul tambahannya termasuk The General in the Labyrinth (1989), dan Of Love and Other Demons (1994).

Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply