Contact Form

 

Sri Mulyani Prediksi Harga Minyak Dunia Sentuh Level 18 Dolar AS per Barel


SINGAPURA, KOMPAS.com - Harga minyak dunia melanjutkan pelemahannya, bahkan hingga mencapai level terendah dalam 21 tahun.

Dilansir dari Bloomberg, Senin (20/4/2020), anjloknya harga minyak disebabkan kekhawatiran bahwa dunia akan kekurangan tempat untuk menyimpan pasokan minyak mentah, setelah pemangkasan produksi terbukti tak efektif menangani jatuhnya permintaan.

Dilaporkan, harga acuan minyak AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman bulan Mei 2020 anjlok 16 persen ke level 15,27 dollar AS per barrel.

Baca juga: Harga Minyak Anjlok, Pertamina Tambah Impor Minyak Mentah dan BBM

Pada pekan lalu, harga minyak WTI terjungkal 20 persen.

Minggu lalu, harga minyak WTI mencapai 14,47 dollar AS per barrel, level terendah sejak Maret 1999. Adapun harga untuk kontrak pengiriman pada Juni 2020 merosot 5,1 persen pada level 23,75 dollar AS per barrel.

Kemudian, harga acuan minyak global Brent untuk pengiriman bulan Juni 2020 turun 0,9 persen ke level 27,84 dollar AS per barret.

Pada pekan lalu, harga acuan minyak Brent anjlok 11 persen.

Beberapa waktu lalu, pemangkasan produksi minyak sebesar 9,7 juta barrel per hari (bph) disetujui oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak ( OPEC) dan beberapa negara mitra produsen atau OPEC+.

Baca juga: Harga Minyak Masih Anjlok, Arab Saudi Cari Utang

Akan tetapi, pemangkasan ini tampaknya tak berpengaruh pada terkereknya harga minyak.

Sebab, kondisi ekonomi dunia pun sedang tidak baik. China melaporkan kontraksi ekonomi pertamanya dalam 44 tahun pada akhir pekan lalu.

Ini adalah indikasi hal yang akan terjadi pada beberapa negara ekonomi utama lainnya akibat pagebluk virus corona.

Namun demikian, ada beberapa tanda optimisme, yakni sedikit meredanya tingkat kematian di New York dan beberapa negara di Eropa yang terdampak virus corona paling parah.

"Harga saat ini menunjukkan bahwa pemangkasan (produksi minyak yang dilakukan) OPEC+ terbukti (dampaknya) kecil, (karena) lagi-lagi harga minyak berada di bawah pengaruh virus corona," ujar Vandana Hari, pendiri Vanda Insights di Singapura.

"Sampai kita mendekati pencabutan lockdown di AS, harga minyak bisa terdorong ke bawah atau berada di kisaran saat ini," imbuh Hari.


Pemerintah hingga kini masing mengkaji kemungkinan penurunan harga BBM seiring anjloknya harga minyak dunia. Pengamat Energi Pri Agung Rakhmanto memperkirakan penurunan harga BBM dapat mencapai Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per liter jika menggunakan asumsi harga minyak dunia dan rupiah saat ini.

Pri Agung menjelaskan, harga minyak dunia dan kurs berpengaruh besar terhadap perhitungan harga BBM. Ia mencontohkan pada Januari hingga Februari, harga minyak masih di kisaran US$ 55 per barel dan kurs Rupiah sekitar Rp 13.500-14000/US$.

Di dalam periode tersebut dapat dikatakan relatif tidak ada perubahan signifikan terhadap asumsi harga minyak mentah Indonesia atau ICP maupun kurs yang ditetapkan dalam APBN. Dalam APBN 2020, ICP dipatok US$ 63 per barel, sedangkan kurs Rp 14.400 per dolar AS.

Jika dillakukan penyesuaian pada periode tersebut, menurut Pri, penurunan harga BBM hanya akan berada antara Rp 200 hingga Rp 500 per liter.

(Baca: Harga Minyak Dunia Anjlok, Pemerintah Masih Kaji Penurunan Harga BBM)

Sementara pada bulan Maret hingga April ini rata-rata harga minyak dunia di kisaran US$ 30 per barel. Sedangkan kurs Rupiah di kisaran Rp. 15.000-15.500 per dolar AS.

"Efek dari keduanya terhadap harga bbm dalam hal ini adalah saling meng-offset, harga minyak turun akan menurunkan harga bbm, namun pelemahan Rupiah akan menaikan harga bbm," kata Pri Agung kepada Katadata.co.id, Senin (20/4).

Ia pun memperkirakan ruang untuk penurunan harga BBM mencapai Rp1000-1500 per liter. "Persisnya berapa, saya kira biar pemerintah dan Pertamina yang nanti menghitungnya, karena perhitungan formal yang digunakan dalam hal ini kan mesti menggunakan data-data formal dari pemerintah maupun pertamina sendiri," ujar Pri.

Jika penurunan harga BBM dapat dilakukan, maka langkah tersebut cukup rasional di tengah kondisi saat ini. Pasalnya, Pri memproyeksi rata-rata harga minyak di sepanjang tahun 2020 kemungkinan akan masih tetap rendah yakni di angka US$ 30-40 per barel.

(Baca: Terendah dalam 19 Tahun, Harga Minyak Dunia Anjlok ke US$ 15 / Barel)

Di samping itu, penurunan harga BBM dapat membantu perekonomian masyarakat di tengah Pandemi Corona, meski aktivitas belum kembali normal.

Pri tetap mengimbau agar objektifitas dalam menghitung penurunan BBM juga memperhatikan daya beli masyarakat saat ini. Selain itu, penyesuaian harga BBM tak boleh dilakukan berdasarkan aspek politis.

"Juga tetap harus memperhatikan keseimbangan indikator makro ekonomi secara keseluruhan baik fiskal maupun moneter, dan juga kesehatan keuangan Pertamina sebagai penyedia di dalam pengadaan BBM dan energi nasional," kata dia.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan, masih mengkaji imbas dari anjloknya harga minyak dunia terhadap penyesuian harga BBM dalam negeri. Banyak faktor yang dipertimbangkan dalam penyesuaian harga BBM selain harga minyak mentah dunia, di antaranya pelemahan kurs rupiah dan rendahnya permintaan BBM di tengah pandemi Covid-19.


Sri Mulyani Prediksi Harga Minyak Dunia Sentuh Level 18 Dolar AS per Barel

Suara.com - Pandemi virus corona atau Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, makin membuat harga minyak dunia terjerembab menjadi lebih murah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menyoroti perkembangan ini, menurutnya makin murahnya harga minyak dunia tentu membuat kerugian bagi negara produsen minyak dunia.

"Harga komoditas juga mengalami penurunan yang sangat tajam. Paling utama adalah minyak, karena pada saat demandnya turun juga sempat terjadi ketegangan antara Saudi dengan Rusia dan bahkan sesudah OPEC + Rusia setuju, memangkas jumlah produksi, namun sudah muncul data-data bahwa permintaan akan jauh lebih turun, sementara produksi sudah terlanjur cukup besar," kata Sri Mulyani dalam konfrensi pers melalui video teleconference di Jakarta, Jumat (17/4/2020).

Bahkan kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, harga minyak dunia diperkirakan akan terus merosot hingga 18 dolar AS per barel.

"Walaupun ada pengumuman OPEC, disampaikan akan ada pemotongan produksi pada bulan Mei, Juni, Juli ke depan, harga tetap merosot untuk WTI, bahkan pada level 18 dolar, di bawah 20 dolar per barel," katanya.

Dalam laporan yang dirilis International Energy Agency (IEA), disebutkan bahwa permintaan minyak global akan turun 9,3 juta barel per hari year-on-year pada 2020. Penurunan tersebut merupakan yang tertajam sepanjang sejarah.

Permintaan global untuk bulan April diperkirakan lebih rendah 29 juta barel per hari dari setahun lalu, mencapai level yang terakhir terjadi pada 1995 lalu.

Sebelumnya Organization of the Petroleum Exporting Countries atau OPEC dan negara-negara produsen minyak mentah lainnya yang tergabung dalam OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta barel per hari pada Mei dan Juni.

Namun sayangnya kebijakan ini belum mampu mengangkat harga minyak dari jurang kejatuhan akibat virus corona yang melanda dunia.


ILUSTRASI. Wall Street Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi KONTAN.CO.ID -  NEW YORK. Wall Street anjlok pada pembukaan perdagangan Senin (20/4) terseret anjloknya harga minyak dunia. Sementara itu, investor bersiap mencermati laporan kinerja emiten dan data ekonomi yang dapat memberikan lebih banyak kerusakan ekonomi yang ditimbulkan oleh virus corona. Mengutip Reuters, Senin (20/4) indeks Dow Jones Industrial Average turun lebih dari 2% pada menit awal setelah dibuka turun 147,39 poin atau 0,61% di level 24.095,10, S&P 500 dibuka turun 28,94 poin atau 1,01% di level 2.845,62 dan Nasdaq Composite turun 96,77 poin atau 1,12% ke level 8,553,38 pada saat pembukaan.  Baca Juga: Wall Street berseri, ditopang kenaikan saham Boeing dan harapan obat virus corona Saham Exxon Mobil Corp turun 2,4% dalam perdagangan premarket dan Chevron Copr turun 3,6% setelah harga minyak mentah AS melorot ke level terendah sejak tahun 1999 karna kekhawatiran kelebihan pasokan. "Ada konsensus awal pagi ini bahwa risiko berjalan terlalu jauh, terlalu cepat," kata Stephen Innes, kepala strategi pasar global AxiCorp seperti dikutip Reuters ,Senin (20/4). Harapan juga meningkat untuk pembukaan kembali ekonomi secara bertahap setelah Presiden Donald Trump mengutip tanda-tanda merosotnya wabah virus pekan lalu dan menguraikan pedoman baru bagi negara-negara untuk menarik diri dari penutupan. Tetapi rencananya tipis pada detail dan menyerahkan sebagian besar keputusan pada gubernur negara bagian. "Pemulihan akan jauh lebih lambat daripada harga pasar saat ini hanya karena langkah-langkah sosial jarak dapat santai tetapi tidak dihapus sampai kita memiliki vaksin atau obat yang sangat efektif," kata Andrea Cicione, kepala strategi di TS Lombard di London. Baca Juga: Wall Street terangkat rencana Trump dan potensi obat virus corona Dalam berita ekonomi, survei pada April sektor manufaktur dan jasa AS akan jatuh tempo pada hari Kamis, sementara klaim pengangguran AS diperkirakan telah mencapai sebanyak 5 juta dalam pekan yang berakhir 18 April, di atas 22 juta klaim dalam empat minggu sebelumnya.  DONASI Dukungan dari Anda akan menambah semangat kami dalam menyajikan artikel-artikel yang berkualitas dan bermanfaat seperti ini. Jika berkenan, silakan manfaatkan fasilitas donasi berikut ini. Sumber : Reuters Editor: Herlina Kartika Dewi




Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia kompak melemah sepanjang pekan ini, dengan laju koreksi minyak acuan Amerika Serikat (AS) nyaris dua kali lebih besar dari minyak acuan Eropa.

Secara mingguan harga mentah mentah Brent yang menjadi acuan Eropa dan juga Indonesia turun 10,8% ke US$28,08 per barel. Penurunan terjadi setelah China mengumumkan penurunan ekonomi pada kuartal II-2020, sebesar minus 6,8%, yang merupakan penurunan kuartalan yang pertama kali terjadi sejak tahun 1992.

Namun, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi acuan AS anjlok nyaris dua kali lebih parah, sebesar 19,7% ke US$ 18,27 per barel. Dengan level tersebut, harga emas hitam di AS tersebut terlempar kembali ke level terendahnya dalam 18 tahun terakhir.

Koreksi lebih parah terjadi pada minyak WTI, dibandingkan Brent, setelah pasokan minyak Saudi ke AS dikabarkan membanjir hingga dua kali lipat dalam sebulan terakhir. Situs TankerTrackers melaporkan bahwa pengiriman minyak Saudi ke AS pada Maret mencapai 829.540 bph, melonjak dari posisi Februari sebesar 366.000 bph.

Pada April, angka tersebut meningkat menjadi 1,46 juta bph dalam dua pekan pertama April. Akibatnya, banjir pasokan minyak masih terjadi di Negara Adidaya tersebut. Sejauh ini belum ada komentar resmi dari Negeri Padang Pasir tersebut.

Momentum Sesaat

Sebenarnya, pada Senin harga minyak menemukan momentum dari kesepakatan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan beberapa produsen lain termasuk Russia, untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta bph.

Di hari pertama pekan ini, harga minyak WTI dan Brent sama-sama menguat, meski tipis atau kurang dari US$1 per barel. Namun koreksi terjadi pada Selasa menyambut data jumlah korban wabah COVID-19 yang kian mendekati level psikologis 2 juta orang di seluruh dunia.

Koreksi terus berlanjut setelah OPEC memangkas proyeksi permintaan energi utama dunia untuk 2020 menjadi 6,9 juta bph, dan mengakui bahwa revisi lanjutan berpeluang terjadi lagi ke depannya.

Pelaku pasar pun menilai pemangkasan itu tak cukup mengimbangi anjloknya permintaan minyak dunia, sehingga masih ada oversuplai nyaris 10 juta bph. Ini membuat pasar minyak membukukan koreksi mingguan.

Namun pada akhir pekan, harga minyak memangkas pelemahan dengan menguat tipis, setelah produsen minyak bebatuan (shale oil) AS yakni ConocoPhillips pada Kamis mengatakan akan memangkas produksi sebesar 225.000 bph.

"Pasar minyak menemukan dasar terendahnya pada rencana Presiden Trump membuka kembali perekonomian," tutur Stephen Innes, perencana investasi AxiTrader, sebagaimana dikutip CNBC International.

Pelaku pasar juga menggantungkan harapan pada rencana pembukaan kembali ekonomi dan aktivitas bisnis di berbagai negara, sehingga pemintaan minyak bisa kembali membaik, meski belum sampai ke level normalnya.





Saat ini harga minyak dunia sudah berada di bawah 20 dolar AS per barel.

Harga Minyak Dunia Terus Merosot, per Barel Tak Sampai 20 Dolar AS

Suara.com - Harga minyak dunia terus menunjukan pelemahan akibat terus merosotnya permintaan global imbas pandemi virus corona atau Covid-19.

Saat ini harga minyak dunia sudah berada di bawah 20 dolar AS per barel.

Mengutip Reuters Kamis (16/4/2020) harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei 2020 turun 24 sen menjadi 19,87 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Sedangkan harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni 2020 merosot 1,91 dolar AS menjadi 27,69 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Dalam laporan yang dirilis International Energy Agency (IEA), disebutkan bahwa permintaan minyak global akan turun 9,3 juta barel per hari year-on-year pada 2020. Penurunan tersebut merupakan yang terparah sepanjang sejarah.

Permintaan global untuk bulan April diperkirakan lebih rendah 29 juta barel per hari dari setahun lalu, mencapai level yang terakhir terjadi pada 1995 lalu.


Pemerintah sampai saat ini belum mengambil sikap soal harga BBM di tengah anjloknya harga minyak dunia. Namun pekan lalu Kementerian Koordinator Perekonomian menggelar rapat membahas bahan bakar minyak tersebut. Lantas adakah rencana untuk menurunkan harga BBM?

Kepala Biro Hukum Persidangan dan Hubungan Masyarakat Kemenko Perekonomian I Ketut Hadi Priatna menjelaskan komoditas energi tersebut dibahas dalam rakor masih bersifat diskusi untuk internal pemerintah. Hasilnya belum bisa disampaikan ke publik.

"Ya itu kan di internal pemerintah. Masih diskusinya. Jadi saya nggak bisa menyampaikan," kata dia saat dihubungi detikcom, Rabu (15/4/2020).

Saat ditanya apakah pemerintah menyiapkan opsi penurunan harga BBM, dia mengaku belum mengetahui hal tersebut. Yang jelas kebijakan terkait BBM perlu disepakati dengan kementerian terkait lainnya.

"Saya nggak tahu tentang itu. Kalau masalah itu kan masalah kebijakan yang dibahas dan itu kan perlu kesepakatan dengan kementerian lain. Jadi bukan di ranah kami menjawab itu," tambahnya.

Beberapa waktu lalu, pengamat ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai sudah saatnya harga BBM di Indonesia ikut turun sejalan dengan harga minyak dunia yang terus merosot.

Fahmi menilai dengan harga minyak yang sangat rendah, bahkan di bawah US$ 30 per barel, pemerintah dan juga Pertamina punya kesempatan untuk menurunkan harga minyak. Terlebih lagi rendahnya harga minyak sudah berlangsung dalam jangka waktu lama.

"Saya kira kan ini harga minyak sudah rendah sekali di bawah US$ 30 (per barel), dan itu sudah berlangsung sejak lama. Mestinya di harga yang rendah ini kesempatan bagi pemerintah dan Pertamina menurunkan harga BBM, khususnya untuk non subsidi," kata Fahmy ketika dihubungi detikcom, Senin (23/3/2020).

Harga Minya Dunia Anjlok, Jokowi: Manfaatkan Peluang Ini


PIKIRAN RAKYAT – Harga minyak dunia pada beberapa waktu lalu terus tunjukan tren penurunannya.

Adapun tren penurunan harga minyak dunia salah satunya merupakan imbas dari pandemi Virus Corona atau COVID-19 yang tengah melanda dunia saat ini.

Seperti diberitakan sebelumnya oleh pikiranrakyat-bekasi.com pada Kamis, 16 April 2020 lalu misalnya, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Bulan Mei turun 0,24 dollar AS atau 1,19 persen menjadi 19,87 dollar AS per barel.

Baca Juga: Sinopsis Standoff, Menyoal Saksi Pembunuhan yang Tayang Sabtu 18 April 2020 Malam Ini

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak atau yang lebih dikenal dengan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) pada Minggu, 12 April 2020 lalu telah mengadakan sebuah pertemuan darurat melalui konferensi video.

Pertemuan tersebut menghasilkan sejumlah solusi dimana salah satunya OPEC sepakat untuk memangkas produksinya.

Pemangkasan produksi itu ditujukan agar harga minyak dunia kembali stabil meskipun negara mayoritas dunia saat ini tengah dilanda Virus Corona.

Baca Juga: Jadwal Program TV Belajar dari Rumah TVRI Sabtu, 18 April 2020

Meskipun OPEC melakukan pemangkasan produksi, nyatanya harga minyak dunia setiap harinya masih menunjukan penurunannya.

Penurunan harga minyak dunia yang sedang berlangsung saat ini, ternyata telah mendapatkan desakan dari masyarakat Indonesia agar pemerintah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tagar #TurunkanHargaBBM pun mulai menggema di twitter.


Meski harga minyak dunia anjlok, pemerintah sampai saat ini belum mengumumkan adanya penurunan harga BBM. Sikap hati-hati yang dilakukan oleh pemerintah ini dinilai langkah yang cukup tepat.

"Saya melihatnya ini merupakan langkah yang cukup tepat. Apalagi, penurunan harga BBM saat ini tidak akan memberikan dampak yang signifikan karena masyarakat yang bekerja di rumah serta industri yang cukup banyak menghentikan produksinya" ujar Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan dalam keterangan tertulis, Selasa (14/4/2020).

Ia juga menyampaikan bahwa saat ini harga minyak dunia kembali mengalami kenaikan karena OPEC+ sepakat untuk memangkas produksi sebanyak 9,7 juta BOPD mulai Mei 2020 - Juni 2020.

"Penurunan ini pasti akan berdampak terhadap kenaikan harga minyak dunia. Saya prediksi, pada akhir tahun 2020 harga minyak dunia akan berkisar di angka US$ 40 - US$ 45 per barrel. Selain itu juga, kita perhatikan kurs rupiah terhadap dolar AS melemah kembali," jelasnya.

Selain itu, Mamit menjelaskan bahwa pendapat yang meminta Pertamina untuk menurunkan harga BBM terlalu terburu-buru.

"Meskipun harga minyak dunia turun, tetapi harga Premium tidak harus turun, apalagi turunnya menjadi Rp. 5.000 per liter. Kita harus berhitung sebenarnya berapa harga BBM RON 88 saat ini. Formula harga dasar BBM Premium diatur dalam Keputusan Menteri ESDM No 62 Tahun 2019, dimana Bensin RON 88 ditetapkan dengan formula 96,46% MOPS untuk Mogas92+Rp 821,00/liter. Harga minyak mentah Indonesia atau ICP bulan Maret 2020 sekitar US$ 34 per barrel. Sedangkan berdasarkan rata-rata, harga MOPS untuk Mogas 92 sekitar US$ 14 per barrel diatas ICP. Sehingga MOPS benchmarking tersebut sebesar US$ 48. Kemudian dengan kurs rupiah sebesar Rp 16.000 maka didapatkan harga dasar Bensin RON 88 sebesar Rp 4.853 per liter. Kita kalikan dengan 0,9646 dan ditambahkan Rp 821 maka harga dasar BBM Premium RON 88 adalah Rp 5.473 per liternya. Kemudian kita tambahkan dengan PPN 10% dan PBBKB 5% maka didapatkan harga jual BBM Premium RON 88 adalah sebesar Rp 6.300 per liternya. Dengan formula tersebut, maka bukan Rp 5.000 per liter seperti yang disampaikan beberapa pihak kemarin," paparnya.

Menurutnya, selisih harga sebesar Rp 150 per liter dengan kondisi saat ini tidak terlalu berarti. "Saat ini terjadi penurunan konsumsi untuk BBM sebanyak 23%, dimana Pertamina sebenarnya tidak dalam posisi yang terlalu menguntungkan. Selain itu, selama minyak tinggi merangkak naik sejak tahun 2017, harga Premium juga tidak naik," katanya.

Mamit pun mengatakan bahwa selama ini Pertamina selalu dalam posisi rugi apabila posisi ICP di atas US$ 45 per barel. Karena harga Premium RON 88 sebesar Rp 6.450 per liternya setara dengan harga ICP US$ 45 per barel dan kurs Rp. 14.000/US$. Sejak September 2016 hingga February 2020, ICP selalu diatas US$ 45 per barrelnya dimana harga jual BBM Premium RON 88 di bawah harga keekonomiannya sehingga Pertamina harus menanggung terlebih dahulu selisih harga tersebut.

"Selisih harga tersebut memang akan dibayarkan oleh Pemerintah, tapi kita tahu sendiri karena Pertamina adalah BUMN yang mempunyai tugas sebagai PSO maka pembayaran tersebut terkadang lama dilakukan," tegasnya.

Ia juga mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh Pertamina dalam membantu Pemerintah menangani pandemi COVID-19 dengan merubah RSPJ menjadi rumah sakit rujukan serta bantuan kemanusiaan lainnya.

"Saya kira keuntungan Pertamina karena selisih harga tersebut di gunakan untuk membantu masyarakat dan Pemerintah. Jadi pada prinsipnya keuntungan tersebut diberikan kembali ke Pemerintah dan masyarakat dengan berbagai macam bantuan dan program yang dilakukan seperti memberikan cashback maksimal Rp 15.000 untuk para driver ojek online. Saya harapkan program ini bukan hanya untuk ojol,tapi ke depan untuk para supir taksi dan juga supir angkutan umum bisa diberikan hal yang sama," pungkasnya.

Harga Minya Dunia Anjlok, Jokowi: Manfaatkan Peluang Ini

Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply