Contact Form

 

Kasus Baru Virus Corona di Rusia Bertambah


TEMPO.CO , Jakarta - Jumlah kasus virus corona di Rusia per Minggu, 19 April 2020 naik sebanyak 4.268 atau total menjadi 47.121 kasus. Jumlah pasien yang meninggal karena virus ini total 405 orang, dimana 44 pasien meninggal dalam tempo 24 jam.   Tim gawat darurat Rusia dalam keterangan tertulis menyebut ada 155 kasus virus corona yang sembuh Minggu lalu. Dengan begitu, total ada 3.446 pasien yang berhasil sembuh dari virus mematikan ini. Seorang spesialis medis beristirahat di dalam ambulans, yang mengantre sebelum berkendara ke wilayah yang berdekatan dari rumah sakit setempat di tengah pandemi virus corona (COVID-19) di Khimki di luar Moskow, Rusia, 11 April 2020. REUTERS/Tatyana Makeyeva   

Dikutip dari aa.com.tr, hampir separuh pasien baru virus corona di Rusia atau sekitar 43 persen adalah pasien asymptomatic atau tanpa gejala. Diagnosa diperoleh melalui tes.  Virus corona menyebar pertama kali di Kota Wuhan, Cina, pada Desember 2019.  Virus yang juga populer dengan sebutan COVID-19, telah menyebar ke 185 negara dan teritorial.  Eropa dan Amerika Serikat saat ini menjadi wilayah paling terpukul oleh virus corona. Data yang diungkap Universitas Johns Hopkins di Amerika Serikat menyebut 165 ribu orang meninggal karena virus corona dan 629 ribu orang yang sembuh. Total di seluruh dunia, ada 2,4 juta kasus virus corona.     




KOMPAS.com - Angka kasus infeksi virus corona di dunia masih terus bertambah.

Perkembangan kasus baru, angka pasien sembuh, dan angka kematian masih terus mengalami perubahan.

Secara umum, sebagian besar negara di dunia telah melaporkan adanya kasus virus corona di wilayahnya.

Berdasarkan data hingga Senin (20/04/2020) pagi, jumlah kasus Covid-19 di dunia adalah sebanyak 2.394.291 orang terinfeksi (2,39 juta).

Dari jumlah tersebut, 164.938 orang dilaporkan meninggal dunia, dan 611.880 pasien telah dinyatakan sembuh.

Adapun kasus terbanyak masih dicatatkan oleh Amerika Serikat dengan jumlah kasus lebih dari 700.000, disusul Spanyol, Italia, dan Perancis yang mengalami penurunan jumlah kasus baru dalam beberapa hari terakhir.

Baca juga: Update Virus Corona di ASEAN: Singapura dan Indonesia Catatkan Kasus Tertinggi

Berikut adalah perkembangan terbaru dari kasus-kasus virus corona di beberapa negara di dunia:

ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Seorang petugas Pos Pemantauan virus Covid-19 memeriksa suhu seorang jurnalis di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Rabu (4/3/2020). Pos pemantauan tersebut dibuka untuk masyarakat yang ingin berkonsultasi apabila mengalami gejala terjangkit virus Covid-19. Pada Minggu (19/4/2020), Pemerintah Indonesia mengumumkan tambahan 327 kasus baru dan 47 kasus kematian di Indonesia.

Jadi, total kasus Covid-19 yang telah dikonfirmasi di Indonesia menjadi sebanyak 6.575 kasus. Sementara, angka kematian yang terjadi adalah sebanyak 582 kasus.

Jumlah pasien sembuh juga mengalami penambahan sebanyak 55 kasus baru pada Minggu (19/4/2020) sehingga angka total pasien sembuh menjadi 686 orang.




Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) mengklasifikasikan model penularan virus Corona di Indonesia telah masuk tahapan penularan komunitas. Klasifikasi ini berarti Indonesia sudah mengalami penyebaran yang lebih besar dari penularan lokal atau community transmission . Pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, menyampaikan dalam tahap penularan komunitas, pelacakan orang yang menjadi sumber penularan akan lebih rumit. Karena wabah COVID-19 ini meluas dan orang-orang yang sudah terinfeksi di tengah masyarakat sukar diidentifikasi. Apalagi orang yang terinfeksi Corona sekitar 76 persen terlihat sehat atau tidak bergejala. Lalu sekitar 11 persen hanya mengalami gejala ringan seperti flu atau batuk biasa. "Orang-orang ini membawa virus dan mampu menularkan. Ini yang berbahaya, karena orang ini tidak sadar bahwa dia membawa virus," ujar Pandu.

Akibatnya, akan banyak pasien yang positif menderita COVID-19 meski tidak bepergian ke negara yang terjangkit atau melakukan kontak dengan kasus lain yang terkonfirmasi. Mereka ini tidak tahu terinfeksi di mana dan dari siapa. Penularan virus antar-orang terjadi di tengah masyarakat tanpa klaster yang jelas. "Pelacakan kalau masih di awal pandemi sangat bermanfaat. Tapi sekarang karena levelnya saat ini, Indonesia masuk community transmission sudah hampir sulit diketahui siapa tertular dari siapa," ujar doktor epidemiologi dari University of California, Los Angeles, Amerika Serikat, itu dalam sebuah diskusi virtual, Minggu (19/4/2020). WHO menyebut cara penularan COVID-19 di Indonesia ialah community transmission . (Danu Damarjati/detikcom) Data Terkait Corona Diragukan, Ini Respons Pemerintah:




Jakarta - Kasus positif virus Corona (COVID-19) di Indonesia hingga hari ini mencapai 6.760, yang tersebar di 34 provinsi. Positif virus Corona terbanyak berada di DKI Jakarta dengan 3.097 kasus. "Secara detail kami tambahkan bahwa kasus positif yang kami dapatkan hari ini sebanyak 185 orang, sehingga total menjadi 6.760 orang," kata juru bicara pemerintah terkait penanganan wabah virus Corona, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube BNPB, Senin (20/4/2020). Jumlah pasien yang sembuh dari Corona turut bertambah menjadi 747 orang. Sementara itu, jumlah pasien yang meninggal mencapai angka 590 orang.

"Pasien yang sudah sembuh bertambah 61 orang, sehingga jumlahnya menjadi 747 orang. Pasien yang meninggal sebanyak 8 orang, sehingga jumlahnya menjadi 590 orang," tutur Yurianto. Berikut ini rincian kasus positif yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia: 1. Aceh: 7 kasus positif 2. Bali: 140 kasus positif 3. Banten: 341 kasus positif 4. Bangka Belitung: 7 kasus positif 5. Bengkulu: 4 kasus positif 6. DI Yogyakarta: 69 kasus positif 7. DKI Jakarta: 3.097 kasus positif 8. Jambi: 8 kasus positif 9. Jawa Barat: 747 kasus positif 10. Jawa Tengah: 351 kasus positif 11. Jawa Timur: 590 kasus positif 12. Kalimantan Barat: 21 Kasus positif 13. Kalimantan Timur: 63 Kasus positif 14. Kalimantan Tengah: 60 Kasus positif 15. Kalimantan Selatan: 96 Kasus positif 16. Kalimantan Utara: 74 Kasus positif 17. Kepulauan Riau: 79 Kasus positif 18. Nusa Tenggara Barat: 72 kasus positif 19. Sumatera Selatan: 89 kasus positif 20. Sumatera Barat: 74 kasus positif 21. Sulawesi Utara: 20 kasus positif 22. Sumatera Utara: 84 kasus positif 23. Sulawesi Tenggara: 37 kasus positif 24. Sulawesi Selatan: 370 kasus positif 25. Sulawesi Tengah: 27 kasus positif 26. Lampung: 26 kasus positif 27. Riau: 34 kasus positif 28. Maluku Utara: 4 kasus positif 29. Maluku: 17 kasus positif 30. Papua Barat: 7 kasus positif 31. Papua: 107 kasus positif 32. Sulawesi Barat: 7 kasus positif 33. Nusa Tenggara Timur: 1 kasus positif 34. Gorontalo: 4 kasus positif Dalam Proses Verifikasi di Lapangan: 27 kasus Total: 6.760 kasus positif




KOMPAS.com -  Perkembangan kondisi terkait pandemi virus corona masih terjadi. Dinamika penambahan jumlah kasus, kematian, maupun jumlah pasien sembuh terus berubah.

Hingga Minggu (19/4/2020) sore, jumlah kasus infeksi Covid-19 di dunia telah mencapai 2.341.066 (2,3 juta) kasus.

Dari jumlah tersebut, lebih dari 161.000 pasien meninggal dunia. Sementara itu, 599.979 pasien telah dinyatakan sembuh.

Virus ini hampir menjangkit seluruh negara di dunia, termasuk negara-negara anggota ASEAN.

Melansir  ASEAN Briefing,  Minggu (19/4/2020), berikut adalah perkembangan terbaru soal kondisi wabah virus corona di negara-negara ASEAN:

Baca juga: Pemerintah Tambah Reagen untuk Optimalkan Pemeriksaan Spesimen Covid-19

Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah kasus infeksi Covid-19 di Brunei Darussalam adalah 137 kasus.

Hingga kini, kasus kematian yang dicatatkan adalah satu kasus.

Sementara, jumlah pasien sembuh sebanyak 113 orang.

Kamboja telah melaporkan 122 kasus infeksi Covid-19 yang terjadi di wilayahnya.

Dari jumlah tersebut, 105 pasien telah dinyatakan sembuh. Kamboja belum mencatatkan adanya kasus kematian yang terjadi akibat virus corona di negaranya.

Baca juga: Dampak Pandemi Corona, Harga Pasar Mbappe Merosot Rp 671 Miliar

Hingga Minggu (19/4/2020), ada 327 kasus baru Covid-19 yang diumumkan pemerintah Indonesia. Dengan adanya kasus baru ini, jumlah total infeksi Covid-19 di negara ini telah mencapai 6.575 kasus.

Jumlah tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara kedua di ASEAN yang memiliki kasus terbanyak virus corona setelah Singapura .

Hingga kini, ada 582 pasien yang telah meninggal. Sedangkan jumlah pasien sembuh adalah sebanyak 686.

Sejauh ini, Laos baru melaporkan 19 kasus virus corona yang terjadi di negaranya.

Dari kasus-kasus yang dilaporkan, 2 pasien telah dinyatakan sembuh. Sementara, Laos belum mengumumkan adanya pasien yang meninggal akibat infeksi Covid-19 ini.

Baca juga: 839 PNS Terdeteksi Covid-19, Ini Imbauan BKN

Malaysia melaporkan 5.389 kasus infeksi Covid-19 yang telah terjadi di negaranya. Angka tersebut merupakan akumulasi dari kasus yang telah dilaporkan sebelumnya dan 84 kasus baru yang diumumkan pada hari ini (19/4/2020).

Selain itu, ada satu kematian baru yang dilaporkan terjadi. Oleh karena itu, jumlah total pasien meninggal dunia adalah 89 orang.

Sedangkan jumlah pasien yang telah dinyatakan sembuh adalah sebanyak 3.197 orang.

Myanmar telah mencatatkan 107 kasus virus corona yang terjadi di wilayahnya.

Jumlah tersebut diperoleh setelah ada 9 kasus baru yang dikonfirmasi pada hari ini, Minggu (19/4/2020).

Sebanyak 5 orang telah dilaporkan meninggal dunia akibat infeksi Covid-19 ini. Sementara itu, jumlah pasien sembuh berjumlah 5 orang.

Baca juga: Ini Imbauan PBNU soal Ibadah Ramadhan di Tengah Pandemi Corona

Filipina menjadi salah satu negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di antara negara-negara ASEAN lain setelah Singapura dan Indonesia.

Hari ini (19/4/2020), Filipina melaporkan adanya 172 kasus infeksi baru dan 12 kasus kematian baru yang terjadi di wilayahnya.

Jumlah total kasus virus corona di negara ini pun menjadi 6.259 kasus. Sedangkan jumlah kematian yang telah terjadi adalah 409 kasus.

Sementara itu, jumlah pasien yang telah dinyatakan sembuh adalah sebanyak 572 orang.

Hari ini, terdapat 596 kasus infeksi Covid-19 baru yang dilaporkan di Singapura. Di hari sebelumnya, Sabtu (18/4/2020), 942 kasus baru juga telah dilaporkan.

Jumlah kasus baru yang menunjukkan peningkatan tajam membuat Singapura menjadi negara dengan jumlah kasus virus corona terbanyak di antara negara-negara ASEAN lain.

Hingga Minggu (19/4/2020), jumlah total kasus virus corona di Singapura mencapai 6.588 kasus.

Dari jumlah tersebut, 11 orang meninggal dunia dan 740 pasien telah dinyatakan sembuh.

Baca juga: Mendadak Populer Disebut Sebagai Obat Corona, Apa Itu Daun Laban?

Thailand mencatatkan 32 kasus baru Covid-19 pada Minggu (19/4/2020). Oleh karena itu, jumlah total kasus virus corona di negara ini menjadi 2.765 kasus.

Sementara itu, terdapat  47 kasus kematian yang terjadi. Sedangkan 1.928 pasien telah dinyatakan sembuh.

Hingga kini, jumlah kasus virus corona yang telah dikonfirmasi di Thailand sebanyak 268 kasus.

Dari jumlah tersebut, 203 pasien telah dinyatakan sembuh. Hingga kini Vietnam belum melaporkan adanya pasien yang meninggal akibat Covid-19 ini.

Baca juga: Per 19 April, Jumlah PDP Covid-19 di Indonesia Capai 15.646 Orang




Jakarta, CNN Indonesia -- Jumlah kasus  virus corona di  Jepang sudah melewati 10 ribu jiwa, meski sudah memberlakukan status darurat nasional. Para ahli khawatir dengan lonjakan kasus ini, dengan ratusan kasus baru terdeteksi setiap hari. Sejauh ini, terdapat 171 korban meninggal di Jepang dari 10.751 kasus virus corona.

Dilansir AFP , Senin (20/4), Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, mendesak para penduduk untuk mengurangi kontak dengan orang lain sebesar 70 hingga 80 persen. Sehingga, jumlah orang yang menggunakan sistem transportasi di Tokyo bisa turun secara signifikan.

Akan tetapi langkah itu tidak mencegah orang untuk tidak keluar rumah. Banyak toko dan restoran tetap buka. Bahkan organisasi tenaga medis telah memperingatkan sistem kesehatan Jepang sudah kewalahan. "Sistem (kesehatan) hampir runtuh di banyak tempat di Jepang," kata seorang pakar penyakit menular Universitas Kobe, Kentaro Iwata. Iwata berulang kali mengkritik penanganan pemerintah terkait wabah virus corona. Wabah virus corona di Jepang memang tidak separah negara-negara di Eropa. Namun beban kasusnya menjadi salah satu yang tertinggi di Asia setelah China dan India, dan kira-kira setara dengan Korea Selatan. Dalam jumpa pers pada Senin, Iwata mengatakan strategi Jepang terhadap pengujian terbatas dan pelacakan kontak secara intensif membuahkan hasil yang baik pada fase awal wabah yang terjadi di tingkat lokal, ketika jumlahnya masih kecil. Namun, dia mengatakan pemerintah Jepang gagal beradaptasi ketika wabah semakin berkembang.

"Kami perlu bersiap ketika satu persatu perubahan terjadi, ketika pemburuan klaster menjadi tidak efektif dan kami perlu mengubah strategi," kata Iwata. "Tapi secara tradisional dan historis, Jepang tidak terlalu bagus dalam mengubah strategi," tambah Iwata. "Kami sangat kesulitan memikirkan rencana B karena memikirkan rencana B berarti mengakui kegagalan rencana A." Pemerintah Jepang berpendapat mereka telah menyesuaikan strateginya, meningkatkan kapasitas pengujian, mengubah aturan yang mengharuskan semua kasus positif tetap berada di rumah sakit sehingga bangsal jadi cepat penuh, dan menyatakan keadaan darurat untuk mengurangi penyebaran virus. Meski begitu, para tenaga medis mengatakan tindakan itu tidak cukup. "Tempat tidur untuk pasien virus Corona baru terus-menerus hampir penuh," kata Presiden Asosiasi Tenaga Medis Tokyo, Haruo Ozaki. Lembaga itu telah meningkatkan jumlah tempat tidur di rumah sakit, tetapi jumlah pasien terus bertambah setiap hari. "Tempat tidur langsung dipakai saat itu juga," katanya.

Kementerian Kesehatan Jepang mengakui bahwa beberapa rumah sakit menolak pasien diduga virus corona. "Jepang belum membangun sistem di mana rumah sakit biasa dapat membawa pasien penyakit menular dalam keadaan darurat, ketika rumah sakit rujukan tidak dapat mengatasinya," kata Ozaki pada Jumat pekan lalu. "Kami melakukan yang terbaik, tapi wabah menyebar lebih cepat dari yang diperkirakan," tambahnya. Seluruh rumah sakit di Jepang juga berjuang dengan kekurangan peralatan. Saat ini tenaga medis terpaksa menggunakan kantong sampah untuk alat perlindungan diri. Wali Kota Osaka meminta untuk menyumbangkan jas hujan yang tidak dipakai sebagai alat pelindung diri. Baik Iwata dan Ozaki memperkirakan keadaan darurat saat ini akan bertahan hingga 6 Mei mendatang. "Ketika mereka (pemerintah) berbicara tentang pengendalian perbatasan dan mengurangi kontak dari orang-ke-orang, mereka membiarkan pertokoan tetap buka," keluh Ozaki.

"Ketakutan terbesar saya adalah ledakan diagnosis... seperti di New York, yang sebelumnya tidak terjadi," tambahnya. "Angka-angka ini jauh lebih baik daripada skenario terburuk." (ans/ayp)




BANGLI , KOMPAS.com - Seorang perempuan sebagai tukang suwun atau buruh panggul di Pasar Kidul, Bangli , dinyatakan positif virus corona atau Covid-19. Belum diketahui pasien perempuan berusia 50 tahun tersebut tertular oleh siapa dan di mana. Hingga kini, Dinas Kesehatan Bangli masih melakukan penelusuran kontak terhadapnya. Selain itu, pasien tersebut tak ada riwayat bepergian jauh dan tidak ada anggota keluarganya yang pulang dari luar negeri.

Baca juga: Hasil Tes Pasien PDP Corona Ini Membingungkan, Dites 10 Kali Berubah-ubah Positif Negatif "Belum diketahui (tertular siapa). Masih melakukan penelusuran," kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kabupaten Bangli, I Wayan Dirgayusa, saat dihubungi, Senin (20/4/2020). Dirgayusa melanjutkan, awalnya perempuan tersebut mengeluh sakit flu dan memeriksakan diri di RSU Bangli. Kemudian, tim medis memutuskan untuk melakukan rapid test dan ternyata reaktif. Setelah itu, pasien diambil sampel swab dan dilakukan tes PCR di Laboratorium RSUP Sanglah Denpasar.

Hasilnya ternyata positif pada Sabtu (18/4/2020). Setelah diketahui positif, perempuan tersebut rencananya diisolasi di rumah sakit rujukan Covid-19.




KOMPAS.com - Munculnya teori konspirasi yang sesat tentang virus corona telah memberi ancaman serius terhadap langkah dunia menangani pandemi global dari Covid-19 ini. Sebab, tak sedikit orang yang meyakini teori-teori konspirasi yang telah tersebar luas tersebut.

Lantas, mengapa orang masih saja percaya pada teori-teori konspirasi yang sebagian besar adalah berita palsu, hoaks dan klaim sesat tentang pandemi virus corona ini?

Melansir New York Times , Senin (20/4/2020), virus corona telah memunculkan banyak teori konspirasi, disinformasi dan propaganda.

Kondisi ini kian mengikis kepercayaan publik dan semakin menyulitkan tenaga medis dalam menangani penyakit yang telah merenggut lebih dari 160.000 orang di seluruh dunia ini.

Baca juga: Kematian Pria Akibat Virus Corona Lebih Tinggi, Ini Penyebabnya

Keyakinan bahwa seseorang mengetahui rahasia pengetahuan terlarang seolah menawarkan kepastian dan kendali di tengah krisis yang telah menggegerkan dunia.

Selain itu, berbagai pengetahuan dapat memberi orang sesuatu yang sulit didapat selama masa lockdown akibat pandemi ini.

"Ini menjadi bahan untuk mengarahkan orang-orang ke teori konspirasi," kata Karen M. Douglas, seorang psikolog sosial yang mempelajari kepercayaan pada konspirasi di University of Kent di Inggris.

Baca juga: Teori Konspirasi Virus Corona Masalah Serius, Bisa Bahayakan Nyawa

Para psikolog mengatakan rumor dan klaim yang jelas-jelas tidak dapat dipercaya disebarkan setiap hari oleh orang-orang yang memiliki kemampuan kritis di tengah rasa bingung dan ketidakberdayaan masyarakat di tengah pandemi corona.

Teori konspirasi semuanya membawa pesan umum, yakni satu-satunya perlindungan datang dari mereka yang memiliki kebenaran rahasia yang tidak ingin mereka dengar.

Perasaan aman dan kontrol yang ditawarkan rumor semacam itu mungkin hanya ilusi, tetapi dampaknya sangat besar terhadap rusaknya kepercayaan publik.

"Kami pernah menghadapi pandemi sebelumnya. Namun, saat itu manusia belum memiliki banyak akses informasi seperti yang mereka lakukan sekarang," ujar Graham Brookie, yang mengarahkan Atlantic Council’s Digital Forensic Research Lab.

SHUTTERSTOCK/CORONA BOREALIS STUDIO Ilustrasi 3D virus corona.

Berkembangnya ekosistem dengan informasi keliru dan ketidakpercayaan publik ini telah membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan adanya infodemik di tengah pandemi virus corona global saat ini.

"Anda melihat ruang yang dibanjiri (berbagai informasi). Kecemasan itu viral dan kita semua baru saja merasakannya," jelas Brookie.

Baca juga: Makan Daging Kelelawar, Anjing Liar Berpotensi Picu Pandemi Corona

Dr Douglas menambahkan orang-orang tertarik pada konspirasi karena kepuasan akan motif psikologis tertentu.

Paling penting bagi mereka adalah kekuasaan fakta, otonomi atas kesejahteraan seseorang dan rasa kontrol.

Jika kebenaran tidak memenuhi kebutuhan itu, manusia memiliki kapasitas yang luar biasa untuk dapat menciptakan cerita. Bahkan, saat sebagian dari kita tahu bahwa itu salah.




Reporter: Non Koresponden

TEMPO.CO, Jakarta - Pada akhir Maret Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengklaim Israel sebagai negara teraman virus Corona dengan merujuk studi Deep Knowledge Group.

Di tengah upaya para jurnalis, ilmuwan, politisi, dan pengguna media sosial yang peduli untuk mempertanyakan dan bahkan membantah penelitian ini, Netanyahu terus mengutipnya di televisi serta di situs resminya dan umpan media sosial.

Studi ini tidak hanya gagal mengungkapkan data atau metodologi yang digunakannya, tetapi orang-orang di belakangnya juga memiliki sejarah karier yang sangat luar biasa.

Pada 31 Maret, Netanyahu mengunggah klaim statistik di halaman Facebook-nya, akun Twitter, dan situs web resmi Kantor Perdana Menteri.

Statistik menampilkan grafik batang berjudul "Peringkat Negara Keselamatan Kesehatan Virus Corona" dan menunjukkan Israel memimpin peringkat dari negara-negara lain di mana seorang individu bisa merasa paling aman selama pandemi.

Para kritikus menyangkal penelitian tersebut, dengan menunjukkan bahwa Israel bukanlah negara yang paling parah terkena dampaknya di dunia, ada banyak negara dengan tingkat kematian per kapita yang lebih rendah, tingkat pengujian yang lebih tinggi, dan kesiapan yang lebih baik daripada Israel.

Studi itu sendiri tidak menjelaskan metodologi atau data apa yang diandalkannya. Studi datang dari situs web sebuah perusahaan bernama Deep Knowledge Group yang hanya sedikit orang pernah dengar.

Netanyahu kemudian mengutip peringkat negara "paling aman" selama setidaknya dua penampilannya di televisi nasional ketika membahas pertarungan melawan COVID-19.

Prof Yitzhak Ben-Israel, kepala program Studi Keamanan di Universitas Tel Aviv, mencemooh temuan situs tersebut sebagai "ibu dari berita palsu," menekankan bahwa peringkat itu tidak formal, resmi atau kredibel.

Laporan investigasi Times of Israel 8 April 2020 mengungkapkan Deep Knowledge Group adalah perusahaan modal investasi Hong Kong yang dimiliki oleh seorang pengusaha yang berbasis di Moskow dan London bernama Dmitry Kaminskiy dengan kepentingan bisnis di industri fintech, blockchain, dan "perpanjangan umur".

Pada pertengahan 2015, Kaminskiy membeli "Bank Interaktif" Rusia dan mengumumkan dalam wawancara di media Rusia bahwa ia akan menginvestasikan US$ 1 miliar (Rp 15,5 triliun) di bank untuk menjadikannya yang terbaik di dunia menggunakan teknologi kecerdasan buatan. Setahun kemudian, bank itu bangkrut dan lisensinya dicabut.

Meskipun banyak pertanyaan yang diajukan tentang studi Deep Knowledge Group, Netanyahu mengutipnya lagi, tanpa disadari atau tidak, ketika menulis tweet pada tanggal 15 April bahwa Majalah Forbes juga menyatakan Israel sebagai tempat paling aman di dunia dari virus Corona.

Faktanya, artikel Forbes.com yang di-tweet Netanyahu, yang diterbitkan 13 April, ditulis oleh seorang eksekutif di Deep Knowledge Group yang sama yang telah menulis penelitian 30 Maret: Margaretta Colangelo, sebuah perusahaan yang berbasis di San Francisco pendiri Deep Knowledge Group dengan resume yang mengesankan yang mencakup keanggotaan di "Women Techmakers at Google." Forbes kemudian menjelaskan bahwa mereka tidak melakukan penelitian tentang keselamatan negara-negara peringkatnya sendiri dalam pertempuran melawan COVID-19.

Artikel itu diberi label "Forbes Kontributor". Forbes mengklarifikasi pada 16 April bahwa studi virus Corona diterbitkan oleh pihak eksternal dan bukan peringkat yang dibuat oleh Forbes.

Pendukung Netanyahu mengklaim bahwa temuan yang dipublikasikan di Forbes berasal dari sumber yang terpercaya dan kredibel, dan bahwa Forbes memeriksa para kontributornya, sementara para kritikus menuduh Deep Knowledge Group adalah entitas yang kurang dikenal yang memiliki berhasil meningkatkan eksistensi online melalui praktik Public Relation (PR) yang kuat, namun temuannya kurang kredibilitas dan berulang kali dimanipulasi oleh Netanyahu untuk melayani kepentingannya sendiri.

Warga Israel melakukan aksi protes terhadap PM Benjamin Netanyahu, dengan menerapkan social distancing di tengah virus corona atau COVID-19 di Rabin Square, Tel Aviv, Israel, 19 April 2020. Aksi protes tersebut dilakukan karena Netanyahu berada di bawah dakwaan pidana dalam tiga kasus korupsi. REUTERS/Corinna Kern

Guy Levy, seorang profesional PR dan mantan juru bicara penjabat Menteri Kehakiman Amir Ohana, mengklaim dalam sebuah unggahan pada tanggal 15 April bahwa reputasi dan kredensial Deep Knowledge Group dan Margaretta Colangelo harus mengungkap keraguan tentang validitas penelitian.

Times of Israel mengirimkan pertanyaan kepada Colangelo, menanyakan kepadanya tentang metodologi di balik peringkat Deep Knowledge Group yang menempatkan Israel sebagai negara teraman di dunia pada akhir Maret, dan terus melakukannya bahkan ketika Israel secara statistik sekitar ke-27 di dunia dalam kematian per kapita dari virus pada akhir pekan ini, serta bagaimana menurutnya peringkat itu menjadi perhatian Netanyahu, serta sumber dana Deep Knowledge Group. Namun, Colangelo belum menanggapi pertanyaan tersebut sejak publikasi artikel ini.

Netanyahu bukan satu-satunya politisi Israel yang mempromosikan studi Deep Knowledge Group. Pada tanggal 15 April, Menteri Kesehatan Yaakov Litzman mengeluarkan pernyataan kepada pers yang mengatakan "Majalah Forbes telah menempatkan Israel sebagai negara teraman dari virus Corona, dan di tempat kedelapan dalam hal efektivitas tanggapan virus Corona."

Televisi berita terkemuka Israel, N12, juga melaporkan peringkat Forbes pada 15 April, sebelum menghapus artikel setelah diejek di media sosial dan setelah mengetahui bahwa artikel Forbes tidak diproduksi oleh majalah itu sendiri tetapi merupakan bagian kontribusi oleh salah satu pendiri Deep Knowledge Group.

Pada 16 April, Moshe Ya'alon MK, mantan menteri pertahanan Likud yang sekarang menjadi musuh utama Netanyahu, menolak peringkat tersebut. "Israel adalah yang paling aman di dunia?" dia mengejek dalam wawancara Channel 12. "Itu bohong dan penipuan."

Pada Sabtu malam, 18 April, ketika Netanyahu baru-baru ini berbicara kepada warga Israel di televisi nasional, dia tidak lagi mengutip studi Deep Knowledge Group. Sebaliknya, Netanyahu mengklaim "di antara negara-negara maju, negara-negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), Israel menduduki peringkat sangat tinggi dalam menangani virus Corona. Angka kematian per kapita di Israel termasuk yang terendah di OECD. Tingkat kematian di antara orang sakit di Israel adalah di antara yang terendah di OECD."


Dunia melihat Amerika dan China saling berbantah-bantahan soal virus Corona. Hal ini pun termasuk soal siapa pasien pertama COVID-19, orang China atau Amerika?

Ilmu pengetahuan dan kesehatan ikut diseret dalam aksi saling tuduh antara China dan Amerika terkait biang keladi virus Corona. Salah satu cerita dalam aksi saling tuduh ini adalah soal patient zero. Ini adalah sebutan untuk orang yang pertama terkena sebuah penyakit.

Patient zero disebutkan adalah seorang warga negara China yang tinggal di Wuhan. Belakangan cerita ini digugat oleh pihak China dan disebutkan kalau patient zero adalah warga negara Amerika yang sedang ada di Wuhan.

Dihimpun detikInet dari berbagai sumber, Senin (20/4/2020) yuk kita lihat kedua versi cerita ini:

Versi patient zero adalah WN China

Versi pertama yang diberitakan secara internasional adalah patient zero merupakan WN China yang tinggal di Wuhan. Dia diberitakan sejumlah media internasional seperti The Wall Street Journal dan Mirror Inggris pada 30 Maret 2020.

Namanya adalah Wei Guixian, seorang pedagang udang di Huanan Seafood Market di Wuhan. Dia diberitakan mengalami flu pada 10 Desember 2019 dan dirawat di Wuhan Union Hospital sejak 16 Desember 2019. Namanya termasuk dalam 27 orang pertama yang positif COVID-19. Sementara WHO mencatat patient zero dari China dilaporkan tanggal 8 Desember 2019.

Namun tidak terlalu lama kemudian, informasi ini terbantahkan oleh pihak China. Dalam jurnal kedokteran The Lancet seperti dilihat detikINET, sekelompok ilmuwan China sudah melaporkan ada pasien virus Corona di Wuhan sejak 1 Desember 2019 dan tidak terkait Huanan Seafood Market.

Salah satu dari tim peneliti bernama Dokter Wu Wenjuan dari Jinyintan Hospital kepada BBC mengatakan patient zero adalah manula yang sakit Alzheimer dan tidak diungkap identitasnya. Pasien itu tinggal cukup jauh dari pasar seafood dan tidak keluar rumah.

Belakangan, data ini pun dibantah lagi. South China Morning Post memberitakan kalau data pemerintah China menunjukkan kalau patient zero adalah orang berusia 55 tahun dari Provinsi Hubei yang kena COVID-19 pada tanggal 17 November 2020. Artinya ini lebih awal lagi, namun tidak jelas pasien ini dari Provinsi Hubei sebelah mana, karena Wuhan juga ada di Hubei. Identitasnya pun tidak diungkap.

Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply