Contact Form

 

Mengenal Ani Idrus, Sosok Wartawati di Google Doodle Hari Ini


Jika membuka laman mesin pencari Google hari ini, Senin (25/11/2019), Anda akan menemukan ilustrasi seorang wanita berkacamata memegang lembar-lembar halaman koran. Ia adalah Ani Idrus, seorang wartawati yang berasal dari Sumatera Barat. Doodle hari ini adalah cara Google memperingati hari kelahirannya yang ke-101. Jika doodle tersebut di-klik, maka Google akan menyajikan hasil pencarian dengan kata kunci "Ani Idrus" yang berisi berbagai catatan soal rekam jejaknya. Ani Idrus dilahirkan di Sawahlunto, Sumatera Barat, pada 25 November 1918. Ia wafat di kota Medan, Sumatera Utara, pada 9 Januari 1999.  Ani Idrus mulai menjadi kuli tinta sejak tahun 1930, masa-masa saat jurnalis masih terbelenggu pemerintah kolonial Belanda. Kala itu, ia berkontribusi di majalah "Panji Pustaka", Jakarta.  (Baca: Tampilkan Sosok Chrisye, Ini Sejarah Google Doodle yang Mendunia ) Pada 1936, ia bekerja pada media "Sinar Deli" di Medan untuk menjadi kontributor di majalah "Politik Penyedar". Dua tahun setelahnya, ia menerbitkan majalah politik "Seruan Kita" bersama sang suami, H. Mohamad Said.  Ani dan Said juga turut berkontribusi dalam pendirian "Harian Waspada" pada 1947. Kemudian pada 1949, Ani menerbitkan majalah "Dunia Wanita". Kiprah Ani Idrus di bidang jurnalistik membuatnya meraih beragam penghargaan.  Pada tahun 1990, ia mendapatkan penghargaan dari Menteri Penerangan R.I. sebagai wartawan di atas 70 tahun yang masih aktif menulis.   Ia juga pernah mendapatkan penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 1959, berikut piagam Pembina Penataran Tingkat Nasional dari BP7 Jakarta pada 1979. (Baca: 10 Tahun Hari Batik, Warisan Budaya Indonesia yang Diakui Unesco ) Email sudah ada dalam sistem kami, silakan coba dengan email yang lainnya. Maaf Telah terjadi kesalahan pada sistem kami. Silahkan coba beberapa saat lagi




Halaman depan mesin pencarian Google diwarnai oleh sosok perempuan dengan lembaran-lembaran koran sebagai latarnya, Senin (25/11/2019). Ternyata, perempuan itu ialah Ani Idrus yang berkebangsaan Indonesia. Siapakah Ani Idrus hingga dijadikan sampul mesin pencarian Google Indonesia ?

Ani Idrus merupakan tokoh pers yang memiliki rekam jejak luar biasa sejak muda. Perempuan itu lahir tepat hari ini, pada 1918, asalnya dari Sawahlunto, Sumatera Barat.

Ia memulai karier sebagai jurnalis saat baru menginjak usia 12 tahun, menulis di majalah  Panji Pustaka , Jakarta. Begitu muda!

Baca Juga: Kormo, Aplikasi Bursa Kerja Besutan Mbah Google

Kemudian, ketika berusia 18 tahun, ia sudah menjadi kontributor untuk media Sinar Deli Medan serta majalah  Politik Penyedar .

Saat menginjak umur 20, ia berhasil menerbitkan majalah politik Seruan Kita bersama H. Mohamad Said (suaminya). Lalu kembali melahirkan Harian Waspada , masih bekerja sama dengan sang suami. Tak cuma itu, Ani juga menerbitkan  Dunia Wanita dua tahun setelahnya.

Karena itulah, Ani banyak menyabet penghargaan dari pemerintah, salah satunya dari Menteri Penerangan RI (cikal-bakal Kemenkominfo ) pada 1990. Penghargaan itu ia dapat karena masih aktif berkontribusi di dunia media massa, meski usianya sudah di atas 70 tahun.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) juga memberi penghargaan pada 1959, begitu pula dengan piagam Pembina Penataran Tingkat Nasional dari BP7 20 tahun setelahnya.

Maka, bukan hal yang aneh ketika ilustrasi sosok Ani Idrus muncul di laman depan mesin pencarian Google hari ini; untuk merayakan hari ulang tahun sang jurnalis penuh karya tersebut.




tirto.id - Ani Idrus dipilih menjadi Google Doodle pada Senin, 25 November hari ini. Doodle merayakan ulang tahun ke-101 Ani Idrus dengan gambar karikatur seorang wanita berkacamata yang mengenakan penutup kepala berhiaskan bunga dengan latar belakang aneka halaman koran. Siapakah sosok ini? Ani Idrus adalah seorang wartawati sekaligus pendiri Harian Waspada bersama suaminya, H. Mohamad Said, pada 1947. Tokoh bidang pers itu berasal dari Sawahlunto, Sumatera Barat. Dia lahir pada 25 November 1918 dan wafat di kota Medan, Sumatera Utara, pada 9 Januari 1999. Melihat jejak kariernya, Ani Idrus memulai profesi sebagai wartawan pada 1930 dan mulai menulis untuk majalah Panji Pustaka Jakarta, demikian sebagaimana dikutip Antara News . Kemudian pada 1936, dia bekerja pada Sinar Deli Medan sebagai kontributor untuk majalah Politik Penyedar . Dua tahun kemudian, dia menerbitkan majalah politik Seruan Kita bersama H. Moh. Said. Bersama sang suami pada 1947, dia menerbitkan Harian Waspada . Ani juga merambah segmen pembaca wanita, pada 1949, dengan menerbitkan majalah Dunia Wanita . Idrus juga menjadi koresponden asing selama lebih dari satu dekade sebelum merilis edisi pertama majalah wanita populer. Pada tahun 1988, sebagai pengakuan atas prestasinya dalam jurnalisme, Idrus memenangkan Satya Press Award. Sebagai anggota gerakan politik Young Indonesia, aktivisme Idrus terus berkembang. Dia menghadiri Kongres Wanita Pertama Indonesia, yang membawanya untuk memimpin Front Wanita Sumatera Utara dan menjadi Wakil Sekretaris Jenderal Front Nasional Sumatera Utara. Idrus juga memiliki keinginan kuat unutk meningkatkan pendidikan di seluruh negeri, terutama bagi wanita. Dampaknya pada sistem pendidikan ditandai dengan pembukaan delapan sekolah, pendirian Yayasan Pendidikan Ani Idrus (YPAI), serta pengabdiannya sebagai Ketua Sekolah Sepak Bola Waspada. Kehidupan Idrus seolah ia fokuskan pada meningkatkan kehidupan orang Indonesia di seluruh nusantara, terutama perempuan dan anak-anak. Rasanya mustahil untuk menghitung berapa banyak kiprah positif yang dilakukan Indrus dalam bidang jurnalisme, pendidikan, dan politik. Kontribusi Ani Idrus dalam bidang jurnalistik mengantarkannya pada beragam penghargaan dari pemerintah. Pada 1990, dia mendapatkan penghargaan dari Menteri Penerangan R.I. sebagai wartawan di atas 70 tahun yang masih aktif berkontribusi di media massa. Sebelumnya, dia juga sempat mendapatkan penghargaan dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada 1959, berikut piagam Pembina Penataran Tingkat Nasional dari BP7 Jakarta pada 1979. Nama Ani Idrus juga tercatat dalam satu dari delapan nama yang terlibat gerakan perempuan di Sumatera Utara. Ani Idrus dianggap sebagai perempuan yang turut mengangkat gaung perempuan di dunia jurnalistik.

Penulis: Dipna Videlia Putsanra Editor: Agung DH




Google Doodle hari ini menampilkan sosok perempuan bernama Ani Idrus. Lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat pada 25 November 1918, wartawati senior yang mendirikan Harian Waspada bersama suaminya H. Mohamad Said ini selain berkecimpung di dunia jurnalistik juga mendirikan lembaga pendidikan yang bernaing dalam Yayasan Pendidikan Ani Idrus. Ia juga menjabat Ketua Umum Sepak Bola WASPADA (Medan), Direktur P.T Prakarsa Abadi Press (Medan) dan Ketua Yayasan Asma Cabang Sumatera Utara.

Pendidikannya dimulai di sebuah SD di Sawahlunto. Kemudian ia melanjutkan sekolah di madrasah dan mengaji di surau. Tahun 1928 ia pindah ke Medan, melanjutkan sekolah di madrasah di Jalan Antara Ujung, Medan. Setelah itu masuk Methodist English School, Meisjeskop School, Schakel School, Mulo (Taman Siswa) & SMA sederajat.

Tahun 1962-1965, Ani menjadi mahasiswa pada fakultas hukum UISU Medan. Tahun 1975 sebagai mahasiswa fisipol di UISU, serta 19 Juli 1990 menyelesaikan sidang akhir demi memperoleh gelar doctoranda untuk Jurusan Ilmu Sosial Politik UISU.

Ia memulai profesi sebagai wartawan tahun 1930 dengan mulai menulis di majalah Panji Pustaka Jakarta. Kemudian, tahun 1936 bekerja pada Sinar Deli Medan sebagai pembantu pada majalah Politik Penyedar. Selanjutnya, tahun 1938 ia menerbitkan majalah politik Seruan Kita bersama-sama H. Moh. Said dan 1947 menerbitkan Harian Waspada juga bersama H. Moh. Said. Dua tahun kemudian, 1949, menerbitkan majalah 'Dunia Wanita'. Ia menjabat Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Umum Nasional 'Waspada', Majalah 'Dunia Wanita' dan edisi Koran Masuk Desa (KMD, dan Koran Masuk Sekolah) sejak tahun 1969 sampai 1999.

Pada 1988 ia menerima anugerah 'Satya Penegak Pers Pancasila dari Menteri Penerangan R.I. (H. Harmoko), di Jakarta, dimana hanya diberikan pada 12 tokoh pers nasional. Selain itu, tahun 1990, ia juga menerima penghargaan dari Menteri Penerangan R.I. sebagai wartawan yang masih aktif mengabdikan diri di atas 70 thn di Ujung Pandang.

Pada tahun 1990 ia menyampaikan makalah pada seminar Peranan Surat Kabar Sebagai Pers Pembangunan di Daerah yang di selenggarakan oleh FISIPOL UISU dan diikuti mahasiswa/i dari berbagai perguruan tinggi, dengan pembanding malah Bapak H. Yoesoef Sou'yb.

Sebagai wartawati senior, ia juga ikut mendirikan dan membina organisasi PWI. Tahun 1951 turut mendirikan organisasi P.W.I. Medan, dan menjadi pengurus. Tahun 1953-1963, berturut-turut menjabat sebagai Ketua PWI Kring Medan. Tahun 1959 mendirikan 'Yayasan Balai Wartawan' Cabang Medan, dan dipilih sebagai Ketua, selanjutnya mendirikan 'Yayasan Akademi Pers Indonesia' (A.P.I.) dan menjabat sebagai Wakil Ketua.

Tahun 1959 ia mendapat penghargaan dari PWI Cabang Sumut/Medan di Grand Hotel, karena telah berkecimpung dalam dunia pers selama kurang lebih 25 tahun. Ia mengambil alih kepemimpinan di Harian Waspada Medan tahun 1969 setelah H. Moh. Said mengundurkan diri.

Pada 1979 ia menerima piagam Pembina Penataran Tingkat Nasional dari BP7 Jakarta. Kemudian, tahun 1984, bersamaan dengan hari Pers Nasional menjadi anggota KPB (Kantor Perwakilan Bersama) di Jakarta dari tujuh Surat kabar terbesar di daerah. Ia banyak melakukan perjalanan Jurnalistik ke Luar Negeri. Tahun 1953 ia mengunjungi Jepang sebagai wartawan Waspada bersama rombongan missi dagang 'Fact Finding' Pemerintah R.I. yang diketuai oleh Dr Sudarsono untuk merundingkan pembayaran Pampasan Perang. Tahun 1954 mengunjungi Republik Rakyat Tiongkok.

Tahun berikutnya, 1955 mengunjungi Belanda, Belgia, Prancis,Italia meliputi perundingan Tunku Abdul Rahman dengan Ching Peng, pimpinan Komunis Malaya, di Baling Malaysia. Tahun 1956 mengunjungi Amerika Serikat, Mesir, Turki, Jepang, Hongkong, dan Thailand. Kemudian, tahun 1961 dan 1962 mengunjungi Inggris dan Jerman Barat serta Paris. Lalu tahun 1963 mengikuti rombongan Menteri Luar Negeri Subandrio ke Manila, Filipina dan mengikuti perjalan Presiden R.I. ke Irian Jaya dalam rangka penyerahan Irian Barat kepangkuan Republik Indonesia. Selanjutnya, tahun 1976 mengikuti rombongan Adam Malik menghadiri KTT Non-Blok di Srilangka.

Ia juga mempunyai banyak pengalaman di bidang politik. Tahun 1934 ia memasuki organisasi 'Indonesia Muda', wadah perjuangan pergerakan pemuda, dan pernah duduk sebagai Wakil Ketua. Tahun 1937 menjadi anggota partai 'Gerakan Rakyat Indonesia' (GERINDO) di Medan. Kemudianj 1949, menjadi anggota 'Partai Nasional Indonesia' (PNI), beberapa kali menjabat sebagai Ketua Penerangan, dan pernah menjadi anggota Pleno Pusat PNI di Jakarta.

Ia juga menghadiri Kongres Wanita Pertama di Jogya. Lalu, tahun 1950, ia mendirikan 'Front Wanita Sumatra Utara' menjabat sebagai Ketua. Kemudian menjabat Ketua Keuangan Kongres Rakyat seluruh Sumatra Utara, menuntut pembubaran Negara Bagian 'Negara Sumatra Timur' (NST). Selanjutnya menjadi anggota Angkatan-45 tingkat Pusat Jakarta. Ia juga mendirikan 'Wanita Marhaeinis' dan menjadi C.P. (Komisaris Provinsi) 'Wanita Demokrat'.

1960-1967 ia menjadi anggota DPRGR Tingkat-I Provinsi Sumatra Utara dari Golongan Wanita. Tahun 1961 menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jendral 'Front Nasional Sumatra Utara' yang dibentuk Pemerintah R.I. Tahun 1967-1970 menjadi anggota DPRGR Tingkat-I Sumatra Utara untuk Golongan Karya (Wartawan). Selanjutnya, 1984 diangkat sebagai Penasehat 'Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia'. Selain menggumuli dunia jurnalistik dan politik, ia juga berkecimpung dalam dunia pendidikan. Tahun 1953 mendirikan 'Taman Indria' berlokasi di Jl. S.M. Raja 84, Medan khusus untuk Balai Penitipan Anak, Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.

Pada tahun itu juga sempat mendirikan Bank Pasar Wanita selama dua tahun berkantor di Pusat Pasar 125, Medan. Tahun 1960 mendirikan 'Yayasan Pendidikan Democratic' di Medan dengan tujuan mengembangkan dunia pendidikan dengan mendirikan: Democratic English School di Jl. S.M. Raja 195, Medan (kemudian dibubarkan karena adanya larangan sekolah berbahasa asing).

Kemudian ia mendirikan S.D. Swasta 'Katlia', di Jl. S.M. Raja 84, Medan. S.D. 'Katlia' ini kemudian menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi 'Pembangunan'. Tahun 1978 mendirikan 'Yayasan Pendidikan Democratic' dengan membuka: - T.K., SD, SMP 'Perguruan Eria' di Jl. S.M. Raja 195.

Selanjutnya, 1984 mendirikan Sekolah Pendidikan Agama Islam setingkat S.D. yaitu Madrasah Ibtidaiyah 'Rohaniah' di Jl. Selamat Ujung Simpang Limun, serta membangun masjid disampingnya. Kemudian, 1987 mendirikan 'Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan' (STIKP) dan mendirikan 'Kursus Komputer Komunikasi' (K-3) di Gedung Kampus STIKP.

Akhirnya ia meninggal di Medan, Sumatera Utara, 9 Januari 1999 pada umur 80 tahun. Ani Idrus dimakamkan di Pemakaman Umum Jalan Thamrin, Medan. Terakhir ia menjabat Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Waspada dan Majalah Dunia Wanita di Medan.




Google Doodle is celebrating the late Indonesian veteran journalist and activist Ani Idrus’ 101st birthday on Monday.

Created by Los Angeles-based artist Shanti Rittgers, the doodle displays Ani in her iconic headscarf and glasses, looking at the hung proofs of newspaper pages.

Born on Nov. 25, 1918, in Sawahlunto, West Sumatra, Ani started her career in journalism in the 1930s, according to Antara. In 1947, she founded Waspada, one of the country's longest-running daily newspapers, with her husband M. Said.

Ani also worked as a foreign correspondent for over a decade. In 1949, she established a women’s magazine called Dunia Wanita 1949.

For her accomplishments in journalism, Ani won the Satya Press Award in 1988.

Read also: Google Doodle celebrates 70th birthday of late Indonesian music legend Chrisye

On the Google Doodle’s page, Ani was also recognized as a leading force in Indonesia's education and political fields.

The fearless woman joined the Young Indonesia political movement. She attended Indonesia’s First Women’s Congress and became the chair of the North Sumatra Women’s Front, as well as the deputy secretary-general of the North Sumatra National Front.

Meanwhile, in the education field, Ani is said to have supported causes that benefited Indonesian women. She also opened eight schools, established the Ani Idrus Education Foundation (YPAI) and served as a Waspada Soccer School chairperson.

Ani passed away in Medan, North Sumatra, at the age of 80. (jes/kes)


Jakarta, Jurnas.com -  Saat pertamakali membuka Google Chrome , maka pertama kali yang akan tampil adalah sebuah lukisan perempuan yang mengenakan jas hitam sambil memegang lembaran kertas, seperti korang. Ia mengenakan kecemata dan terlihat bunga kecil terselip di telinga kirinya.

Perempuan itu bernama Ani Idrus . Ia merupakan seorang wartawati senior yang mendirikan Harian Waspada bersama suaminya, H. Mohamad Said pada tahun 1947.

Disadur dari Wikipedia,  Ani Idrus memulai profesi sebagai wartawan 1930. Ia mulai menulis di majalah Panji Pustaka Jakarta. Kemudian, tahun 1936 bekerja pada Sinar Deli Medan sebagai pembantu pada majalah Politik Penyedar.

Selanjutnya, tahun 1938 ia menerbitkan majalah politik Seruan Kita bersama-sama H. Moh. Said dan 1947 menerbitkan Harian Waspada juga bersama H. Moh. Said. Dua tahun kemudian, 1949, menerbitkan majalah `Dunia Wanita`.

Sebagai seorang wartawati senior, ia juga ikut mendirikan dan membina organisasi PWI. Tahun 1951 turut mendirikan organisasi PWI Medan, dan menjadi pengurus. Tahun 1953-1963, berturut-turut menjabat sebagai Ketua PWI Kring Medan.

Selanjutnya, pada tahun 1959, Ia mendirikan Yayasan Balai Wartawan Cabang Medan, dan dipilih sebagai Ketua, selanjutnya mendirikan `Yayasan Akademi Pers Indonesia` (API) dan menjabat sebagai Wakil Ketua.

Ia juga banyak mendapatkan penghargaan. Pada tahun 1988, Menteri Penerangan RI, H. Harmoko menganugerahinya Satya Penegak Pers Pancasila dari 12 tokoh pers nasional di Jakarta waktu itu.

Selain itu, tahun 1990, ia juga menerima penghargaan dari Menteri Penerangan RI sebagai wartawan yang masih aktif mengabdikan diri di atas 70 thn di Ujung Pandang (Makassar, Red).

Ani Idrus lahir di Sawahlunto, Sumatra Barat, 25 November 1918 dan meninggal dunia di Medan, Sumatra Utara, 9 Januari 1999 pada usia 80 tahun. Ia dimakamkan di Pemakaman Umum Jalan Thamrin, Medan.




Hari ini, Senin 25 November 2019 adalah Hari Guru .

Hari Guru adalah hari berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Hari Guru Nasional di Indonesia ditetapkan berdasarakan Keputusan Presiden No 78 Tahun 1994.

Berdasarkan informasi di laman resmi PGRI , organisasi PGRI ini berawal dari Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang telah berdiri sejak 1912 atau berusia 107 tahun.

Pada Hari Guru ini, Presiden Joko Widodo atau Presiden Jokowi memberikan ucapan melalui akun media sosial instagram miliknya.

Pesan Jokowi di Hari Guru kali ini menyinggung tentang perubahan yang begitu cepat dan tuntutan terhadap profesi guru.

• Di Hari Guru, Kapolsek Tambun Kompol Siswo Beri Kejutan ke Guru-Guru SDN 04 Desa Mekarsari

• Ani Idrus di Google Doodle Hari ini, Memperingati 101 Tahun Kelahirannya, Siapa Dia?

Para era perubahan yang cepat dan era teknologi, guru dituntut untuk tidak sekadar mengajar.

"Dan di tengah perubahan itu, para guru dituntut untuk tidak sekadar mengajar, tetapi juga mendidik dengan lebih fleksibel, kreatif, menarik, dan lebih menyenangkan," ujar Jokowi di akun instagramnya, Senin (25/11/2019) siang ini.

Menurut Jokowi, guru tidak akan bisa digantikan oleh mesin, meskipun mesin itu sangat canggih.

Para gurulah yang akan membentuk karakter anak bangsa dengan budi pekerti, toleransi, dan nilai-nilai kebaikan.







Viral Masjid Megah di Tengah Hutan, Letaknya Ternyata di Desa Bontoloe Sulawesi Selatan

TRIBUNJAMBI.COM - Sebuah masjid dengan arsitektur megah viral di media sosial.

Wajar saja, masjid ini lokasinya berada di tengah hutan di Sulawesi.

Adapun informasi keberadaan masjid ini diketahui lewat unggahan akun facebook Luchyana Make Up.

Masjid yang berada di tengah hutan di Sulawesi (IST | Facebook Luchyana Make Up)

Di akun facebooknya, ia mengunggah foto masjid tersebut pada 23 November 2019 kemarin.

Unggahan foto tersebut langsung mendapat respon luas dari warganet yang sebagian besar penasaran ingin mengatahui di mana lokasi masjid yang berada di tengah hutan tersebut.

Hingga Minggu (24/11/2019) ini, unggahan tersebut sudah dibagikan ulang lebih dari 4700 kali.

• Siapakah Ani Idrus yang Jadi Google Doodle Hari Ini? Jurnalis di Medan hingga Pendiri Kampus

• Asmara 12 Zodiak Hari Ini (25/11) - Sifat Misterius Pisces Bikin Pasangan Tak Nyaman Dewasa Virgoku!

Tak hanya sampai di situ, ia juga membuat siaran langsung melalui facebook yang memperlihatkan perjalanannya menuju ke masjid tersebut.

Tampak jalan yang hanya bisa dilalui oleh satu kendaraan roda empat.

Jalan menuju ke lokasi masjid yang berada di tengah hutan di Sulawesi (IST | Facebook Luchyana Make Up) ()

Sementara di sisi kanan dan kiri terlihat semak belukar.




Hari Guru Nasional diperingati setiap 25 November (grafis: Kemendikbud) GenPI.co - Hari Guru Nasional diperingati setiap 25 November. Tentunya kamu hari ini mengingat bagaimana jasa para guru di masa lalu. Sosok guru yang mampu memupuk jiwa kepemimpinan siswanya. Mereka mampu melihat bakat cemerlang dari puluhan pelajar yang dihadapinya. Terpenting, guru menjadi sosok panutan yang tidak akan terlupa sampai kapan pun. Seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo dikutip dari Instagram Kemendikbud, guru bukan hanya sebuah pekerjaan, tetapi menyiapkan masa depan. BACA JUGA: Google Doodle Rayakan HUT ke-101 Tokoh Pers Ani Idrus



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply