Contact Form

 

Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy Meninggal Dunia


Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy meninggal dunia. Bahtiar menghembuskan nafas terakhir dini hari tadi. Informasi wafatnya Bahtiar Effendy diumumkan Muhammadiyah lewat akun twitter @muhammadiyah seperti dilihat detikcom Kamis (21/11/2019) pukul 06.30 WIB. "Innalillahi wainnailaihi rajiun. Turut berduka cita atas berpulangnya Ketua Pimpinan Pusat #Muhammadiyah, Prof. Dr. Bahtiar Effendy, 21 November 2019 di RSIJ Cempaka Putih, pukul 00.00 WIB," tulis akun resmi Muhammadiyah itu.

Mantan Menag Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Bahtiar Effendy. Ia menilai Effendy sebagai seorang pemikir. "Prof. Dr. Bahtiar Effendy adalah salah seorang pemikir yang gigih mempersiapkan pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Semangatnya yang tak pernah padam, wujud dari keikhlasannya yang penuh, sungguh mengagumkan," tulis Lukman Hakim dalam akun twitternya, @lukmansaifuddin. Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy Tutup Usia: [Gambas:Video 20detik]




Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, merasa kehilangan atas meninggalnya Ketua PP Muhammadiyah yang juga guru besar ilmu politik UIN Jakarta, Bahtiar Effendy. "Tentu saja saya merasa kehilangan karena dia (Bahtiar Effendy) teman deket saya," kata Muhadjir kepada wartawan usai menghadiri upacara Puncak Ekspedisi Bakti Pemuda PMK untuk NKRI di Lapangan Rindam, Kota Magelang, Kamis (21/11/2019). Muhadjir mengaku sempat menengok sahabatnya itu kemarin. "Kemarin, sebelum (Bahtiar Effendy) meninggal, saya sempat menjenguk pada pagi hari. Saya memang mendoakan beliau mudah-mudahan kalau memang diberi kesehatan oleh Allah supaya segera mendapatkan kesehatan," kata dia.

Namun saat itu, kondisi Bahtiar memang sudah sangat kritis. Karenanya, lanjut Muhadjir, selain mendoakan kesembuhan dia juga mendoaka hal yang terbaik untuk sahabatnya itu. "Dan saya mohon supaya ada pilihan terbaik untuk yang bersangkutan karena memang saya lihat kondisinya sudah sangat berat," tutur Muhadjir. Sebagaimana diketahui informasi wafatnya Bahtiar Effendy diumumkan PP Muhammadiyah lewat akun twitter @muhammadiyah seperti detikcom. "Innalillahi wainnailahi rajiun. Turut berduka cita atas berpulangnya Ketua Pimpinan Pusat #Muhammadiyah, Prof. Dr. Bahtiar Effendy, 21 November 2019 di RSIJ Cempaka Putih pukul 00.00 WIB," tulis akun resmi Muhammadiyah itu. HNW Hingga Lukman Hakim Melayat ke Rumah Duka Bahtiar Effendy: [Gambas:Video 20detik]




Prof Dr Bahtiar Effendy meninggal setelah menjalani perawatan beberapa hari

Dunia bagiku tentu akan terasa sunyi Karena tidak akan ada lagi terdengar kritik-kritik berkualitas tinggi Dari dirinya langsung secara pribadi

Ia kini telah tiada Buku-buku dan tulisannya masih ada Siapapun akan tertarik untuk membacanya Karena tajam dan indah bahasanya

Bahtiar Effendy adalah teman kita Hangat dan sering membuat kita senang dan tertawa Dia adalah seorang akademisi yang hebat dan berwibawa Bisa menyampaikan pandangannya dengan bahasa yang singkat tapi sederhana Sehingga siapapun akan dengan mudah bisa memahaminya

Bahtiar Effendy Kini ia telah pergi menghadap ilahi robbi Dia pergi dan sudah pasti tidak akan kembali lagi

Rasa hangat duduk dekat dan bersamanya Akan tetap terkenang sepanjang masa Satu hal yang aku sebelumnya tidak mengira Ternyata cintanya kepada organisasi dan agama serta bangsa dan negara ini benar-benar tidak terkira

Semoga Allah SWT Menerima semua amal ibadahnya Di tempatkan di tempat yang mulia Dan nanti di akhirat dimasukkan oleh Allah swt ke dalam syurga Yaitu tempat yang telah menjadi idaman kita semua. Aamiin.

Selamat jalan temanku dan teman kita semua Doa kami untuk anda.

Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.







Oleh: Hamid Basyaib (Akitivis dan Mantan Wartawan) Seusai kami membereskan urusan rutin keredaksian di harian Republika, Ihsan Ali-Fauzi mengajak saya menemui Bahtiar Effendy di suatu kafe. "Oh, sudah pulang dia?" tanya saya dengan gembira.

Ya, sudah tuntas semua urusan sekolahnya. "Dia sudah doktor, ayo kita temui," kata Ihsan. "Kita ngobrol-ngobrol aja. Sekalian wawancara untuk Republika." Sahabat saya itu selalu antusias setiap melihat temannya berhasil mencapai prestasi akademis. Ada saling pengertian dan kebanggaan diam-diam di antara kami jika ada anak santri meraih gelar tertinggi. Tanpa perlu penjelasan panjang-lebar, kami melihat Bahtiar sebagai bagian dari gelombang ilmuwan santri yang diharapkan terus membesar. Maka pada sekitar pukul 8 malam di tahun 1994 itu kami berjumpa Bahtiar Effendy. Ia terlihat lebih gemuk dibanding saat terakhir saya ketemu dia. Kami, terutama Ihsan, selalu gandrung terhadap ide baru atau paling mutakhir di dunia pemikiran. Dan seorang yang baru menyelesaikan disertasi seperti Bahtiar tentu membawa ide-ide semacam itu, sebagai tuntutan akademis. Saya lupa apa yang kami obrolkan. Yang saya ingat: Bahtiar tampak sangat hati-hati mengemukakan pendapatnya. Ia selalu berusaha merumuskan gagasannya dengan formulasi akademis yang cermat, dengan peristilahan yang ketat. Itu memang lazim bagi seorang yang baru menyelesaikan studi doktoral. Tapi pada Bahtiar, kelaziman itu terus berlanjut. Ia tak gampang menulis di koran harian. Atau tampil di diskusi-diskusi populer yang subur, yang digelar oleh berbagai kelompok untuk menanggapi sirkulasi peristiwa politik sehari-hari. Kalaupun ia menanggapi current affairs atas pertanyaan wartawan, Bahtiar tetap menjaga ketat standar akademisnya. Dengan sikap publik seperti itu, lawan bicaranya sering merasa sulit mengikuti jalan pikirannya. Bagi wartawan atau audiens yang menganggap politik mudah dipahami semata-mata berdasarkan celetukan-celetukan sporadis para pelakunya, paparan Bahtiar terlalu sarat peristilahan political science yang tak gampang dimengerti. Demokrasi, kata Bahtiar, harus dibangun berdasarkan konsensus elit yang berkesadaran tinggi. Katanya lagi: demokrasi akan langgeng jika terjadi proses institusionalisasi yang kontinu terhadap lembaga dan praktik-praktik demokrasi. Tak ada  sengatan kata dan punch lines yang bisa dijadikan judul heboh. Alih-alih menulis untuk koran harian, Bahtiar tampaknya lebih memilih apa yang biasa dikerjakan para sarjana di negara maju: menulis di jurnal ilmiah. Kumpulan tulisannya di jurnal-jurnal itu terbit baru-baru ini; saya menyesal tak bisa menghadiri peluncurannya. ** Ia tampak sengaja mengurangi aktifismenya, dan memilih menekuni urusan internal almamaternya, UIN Ciputat, tempat ia pernah menjabat dekan Fakultas Ilmu Politik. Beberapa tahun lalu Ihsan dan saya kembali menemuinya -- kali ini di rumah sakit sederhana di Cempaka Putih. Sesuatu yang serius terjadi pada lehernya. Ia tampak gembira melihat kami datang, meski suaranya nyaris lenyap total dan ia tak ingin dikunjungi terlalu banyak orang. Rasanya saya kemudian memberi isterinya sebuah buku tentang terapi jus buah. Beberapa waktu setelah itu kami masih ketemu, juga saat sama-sama menghadiri acara-acara di Manila, Doha, Bali, dan mungkin juga di tempat-tempat lain. Rupanya ia mengembangkan penampilan gaya baru: memakai topi golf, meski saya tak yakin ia memainkan olahraga itu. Mungkinkah ia terinspirasi oleh Oom Pasikom dan sastrawan Putu Wijaya? Tubuhnya jauh lebih kurus, tapi saya gembira melihat ia tampak sehat dan tak kehilangan rasa humor -- di antara rentetan gerutuannya tentang banyak hal -- meski dengan suara yang makin pelan. Terkadang Bahtiar melanjutkan pembahasan di sebuah WAG melalui japri -- sebuah grup produktif yang baru-baru ini ditinggalkannya. Ketika saya menyaraninya mengonsumsi suatu suplemen baru, ia bilang akan berkonsultasi dulu kepada dokter pribadi yang telah menanganinya selama 23 tahun -- saya menyembunyikan kesedihan saya atas info pribadinya ini. ** Bahtiar Effendy, bersama Fachry Ali, mengejutkan para aktifis Islam dengan terbitnya karya mereka, Merambah Jalan Baru Islam (Mizan, 1986). Itu sebuah upaya pemetaan pemikiran para cendekiawan Muslim yang baru saja muncul sebagai "kelompok" atau "barisan", yang empat tahun kemudian mengkristal menjadi ICMI. Isi, metodologi dan detail-detail buku itu tentu boleh dikritik, terutama oleh orang-orang yang dipetakan gagasan dan tendensi pikirannya di sana. Tapi kerangka ide yang mendasari buku itu, juga upaya kedua penulisnya dalam mengidentifikasi arah baru gerakan Islam di Indonesia patut dipuji. Mereka menunjukkan: untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, gerakan (politik) Islam menempuh jalur keilmuan atau setidak-tidaknya mengoperasikan gerakan kemasyarakatan dengan bekal teori-teori ilmu sosial yang dapat diandalkan. Bahtiar sendiri kemudian menjadi bagian dari "arah baru" itu. Ia bersemangat belajar ke Amerika, lalu menjadi anggota senior "Mafia Ohio" -- meski saya kehilangan dia ketika teman-teman seperguruannya merayakan ulang tahun guru mereka, Profesor Bill Liddle di Jakarta baru-baru ini. Ia terus menjaga jarak yang cukup dengan aktifitas publik; boleh jadi ini disumbang juga oleh tipe kepribadiannya. Selain lebih bergiat di kampus, ia juga tampak lebih suka aktif di balik layar Muhammadiyah, atau menjadi counter part ketuanya, Din Syamsuddin. Selain kemudian menjadi salah satu ketua di PP Muhammadiyah, ia juga tampak cukup aktif menghidupkan "think tank" Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pimpinan partai itu mengapresiasi kontribusi "si Tiar." Santri Pabelan yang semasa di sekolah menengah mengikuti program AFS di Amerika itu baru saja pergi. Usianya 61 tahun. Kepergiannya menambah daftar panjang kado muram bagi saya menjelang tutup tahun ini. Bahtiar selalu tampak bahagia memeluk cucu-cucu perempuan nya. Foto-fotonya bersama mereka seolah pengumuman:  cucu-cucuku ini adalah sumber terbesar kebahagianku, kini dan sampai nanti. Mungkin ia telah kembali ke fitrahnya sebagai family man. Hari ini, di sebuah sudut Bali yang sunyi, saya harus mengatasi sedih dengan meniru teladan yang ditunjukkan Bahtiar secara mengesankan: Never give up. Sekarang ia tak bisa lagi melihat air mata saya yang telah saya hapus dengan lekas.

E-mail Marketing : marketingsukabumiupdate@gmail.com




TRIBUNNEWS.COM - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah , Bahtiar Effendy meninggal dunia.

Bahtiar Effendy meninggal pada pukul 00.00 WIB, Kamis (21/11/2019).

Hal tersebut diungkapkan akun Twitter resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah , @muhammadiyah.

Turut berduka cita atas berpulangnya Ketua Pimpinan Pusat #Muhammadiyah, Prof. Dr. Bahtiar Effendy , 21 November 2019 di RSIJ Cempaka Putih , pukul 00.

Mohon doa terbaik untuk almarhum, semoga Allah melimpahkan rahmat, maghfirah dan jannahNya ," tulisnya.

Sementara itu ucapan duka datang dari berbagai tokoh.

Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengungkapkan duka cita atas meninggalnya Bahtiar Effendy .




HNW Hingga Lukman Hakim Melayat ke Rumah Duka Bahtiar Effendy

Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy tutup usia sekitar pukul 00.00 WIB. Beberapa tokoh nasional melayat ke rumah duka.




Sahabat sekaligus rekan perjuangan telah tiada. Fadli Zon membuka potret kenangan 23 tahun silam ketika bersama Bahtiar Effendy .

Ucapan selamat tinggal sekaligus doa disampaikan Fadli Zon lewat akun twitternya @fadlizon; pada Kamis (21/11/2019).

Dalam postingannya, Fadli Zon menyampaikan duka citanya yang mendalam atas meninggal dunianya Bahtiar Effendy .

"Selamat jalan Mas Bahtiar Effendy . Semoga husnul khotimah dan diberi tempat terbaik di sisi Allah SWT," tulis Fadli Zon .

Melengkapi statusnya tersebut, Fadli Zon membuka album kenangan yang telah tersimpan selama 23 tahun silam.

Album kenangan itu menyimpan momen kala dirinya bersama Bahtiar Effendy tengah bersantai di suatu tempat di Thailand pada tahun 1996 silam.

Ketika itu, Fadli yang mengaku masih berusia 25 tahun bersama Bahtiar Effendy menjadi perwakilan Indonesia dalam konferensi Asian Conference on Religion and Peace (ACRP) di Thailand.

"Kenangan indah suatu hari di bulan Oktober 1996, kita sama-sama ikut konferensi Asian Conference on Religion and Peace (ACRP) di Thailand. Waktu itu saya masih 25 tahun," ungkap Fadli.

Dalam potret tersebut, keduanya terlihat sangat santai.

Fadli Zon dan Bahtiar Effendy mengenakan kaos dan celana bahan.




Para tokoh mengenang sosok Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy yang wafat tadi malam. Bahtiar dikenal sebagai intelektual yang produktif selama hidupnya.




Jenazah Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy disalatkan di Masjid Al Fauzien, perumahan Gema Pesona Depok. Jenazah Bahtiar disalatkan keluarga dan kerabatnya.



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply