Contact Form

 

Bahtiar Effendy Meninggal Dunia, Muhammadiyah Berduka


Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bahtiar Effendy  meninggal dunia pada Kamis (21/11) 00.00 WIB. Dia akan dimakamkan di Depok. Muhammadiyah pun disebut kehilangan sosok intelektual yang mumpuni. "Turut berduka cita atas berpulangnya Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Bahtiar Effendy, 21 November 2019 di RSIJ Cempaka Putih, pukul 00.00 WIB," tulis akun Muhammadiyah, Kamis (21/11). [Gambas:Twitter] Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan pihaknya sangat kehilangan sosok Bahtiar.

"Ketika jam 00.15 kami menerima kabar duka, sungguh merasa kehilangan, Allah SWT telah memanggilnya ke haribaan-Nya. Kita do'akan almarhum Prof Bahtiar husnul khatimah, diampuni kesalahannya dan diterima amal ibadah serta amal shaleh -nya," imbuh Haedar, dikutip dari situs muhamamdiyah.or.id . Menurut dia, almarhum merupakan ahli ilmu politik Islam dengan analisisnya tajam dan terfokus. menurut dia, buku terjemahan disertasinya tentang 'Islam dan Negara' maupun Pengantarnya untuk buku Olivier Roy tentang 'Kegagalan Politik Islam' sangat mendalam dan faktual.

"Demikian pula ketika memberi masukan-masukan tentang bagaimana Muhammadiyah menghadapi situasi politik kekinian, tajam, dan bijak," ujar Haedar. Haedar juga berpesan kepada generasi muda Muhammadiyah untuk mencontoh Ketua PP Muhammadiyah bidang Hubungan Luar Negeri yang ilmuwan berwawasan luas itu. "Muhammadiyah berduka yang mendalam. Selamat jalan, semoga ridha dan karunia Allah SWT menyertai kepergian almarhum," pungkas Haedar.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyebut Bahtiar sebagai intelektual yang mumpuni. ( ANTARA FOTO/Yusran Uccang)

Dikutip dari Antara , Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2005-2010 Din Syamsuddin menyampaikan bahwa Bahtiar Effendy akan dimakamkan di Depok. "Akan dimakamkan setelah zhuhur di pemakaman dekat rumahnya di Depok," imbuh dia. Informasi tersebut, kata Din, diterima dari putri Bahtiar Effendy, Atia Ajani. Ia menyebutkan Bahtiar, kelahiran 10 Desember 1958, meninggal saat berada di ICU RSIJ Cempaka Putih.

Bahtiar Effendy, yang merupakan kelahiran Ambarawa, Jawa Tengah, itu memegang dua gelar tingkat Master untuk Kajian Asia Tenggara dan ilmu politik. Dia dikenal aktif di kalangan akademik dan kerap menulis di berbagai media massa. Dia lulus sebagai Sarjana Ilmu Perbandingan Agama dari IAIN (sekarang UIN) Jakarta sekaligus pemegang PhD Ilmu Politik dari Ohio State University, Amerika Serikat.




Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengaku kehilangan teman dekat setelah Bahtiar Effendy meninggal dunia pada Rabu (20/11/2019) sekitar pukul 00.00 WIB.

"Iya (kehilangan teman dekat), sangat sangat dekat (dengan saya). Makanya tadi pagi saya langsung pukul 05.00 berangkat dari rumah menuju ke sana untuk takziah," ujar Anwar, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (21/11/2019).

Anwar Abbas mengenang sosok almarhum Bahtiar Effendy sebagai seorang ilmuwan dan akademisi murni. Banyak tulisan almarhum, kata dia, yang dibaca oleh pakar dari dalam dan luar negeri.

"Beliau adalah seorang ilmuwan murni, akademisi murni dan menurut saya cukup hebat dan handal sehingga tulisannya banyak dibaca oleh pakar dalam dan luar negeri. Baik yang ditulis dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy telah berpulang, pada Rabu (20/11/2019) sekitar pukul 00.00 WIB.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwas Abbas mengatakan Bahtiar meninggal karena sakit.

Baca: Sekjen MUI: Ketua PP Muhammadiyah Bachtiar Effendy Dimakamkan Bada Dzuhur

Meski begitu, selama ini Bahtiar disebutnya tetap bisa beraktivitas. Anwar sendiri tak menjelaskan secara rinci penyakit apa yang diderita almarhum.

"Beliau (meninggal karena) sakit, sudah lama (sakitnya). Tapi masih bisa beraktivitas (selama ini)," ujar Anwar, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (21/11/2019).

Baca: Almarhum Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy Akan Dimakamkan di Depok

Bahtiar menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Berdasarkan informasi yang diterima Anwar, Bahtiar Effendy akan dimakamkan di kompleks pemakaman yang berada di dekat kompleks tempat tinggal almarhum di Kota Depok, Jawa Barat.

Rencananya, kata dia, almarhum akan dimakamkan ba'da dzuhur.

"Dimakamkan ba'da dzuhur di pemakaman samping kompleks tempat beliau tinggal. Kompleks Gema Pesona Depok, Jawa Barat," tandasnya.




Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengkonfirmasi berita meninggalnya Ketua PP Muhammadiyah Bachtiar Effendy.

Anwar mengatakan Bachtiar meninggal pada Rabu (20/11/2019) sekitar pukul 00.00 WIB di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

"Betul (meninggal dunia), tadi malam sekitar pukul 00.00 di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, Jakarta Pusat," ujar Anwar, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (21/11/2019).

Berdasarkan informasi yang diterima Anwar, Bachtiar akan dimakamkan di pemakaman samping kompleks almarhum tinggal, di kawasan Depok, Jawa Barat.

Rencananya, kata dia, almarhum akan dimakamkan ba'da dzuhur.

"Dimakamkan ba'da dzuhur di pemakaman samping kompleks tempat beliau tinggal. Kompleks Gema Pesona Depok, Jawa Barat," tandasnya.




TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Menteri Koordinator (Menko) Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy , mengatakan, dirinya merasa kehilangan atas meninggalnya Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bahtiar Effendy , Kamis (21/11/2019).

Ia menganggap Bahtiar Effendy sudah seperti teman dekatnya sendiri.

"Tentu saja saya merasa kehilangan karena dia teman dekat saya," kata Muhadjir, Kamis pagi di sela Upacara Puncak Ekspedisi Bakti Pemuda PMK untuk NKRI di Lapangan Rindam IV/Diponegoro, Kota Magelang.

• Kabar Duka, Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr H Bahtiar Effendy Meninggal Dunia

Muhadjir mengatakan, dirinya sempat menjenguk Bahtiar Effendy kemarin di waktu pagi hari, sebelum Bahtiar meninggal.

Di sana, ia mendoakan agar Bahtiar jika masih diberikan kesehatan, bisa segera mendapat kesehatan.

• Muhadjir Effendy Hadiri Gelar Karya Kursus dan Pelatihan di JEC

"Kemarin, sebelum meninggal saya sempat menjenguk pada pagi hari, dan saya sudah memang mendoakan beliau mudah-mudahan kalau memang diberikan kesehatan oleh Allah, segera mendapat kesehatan. Saya mohon ada pilihan terbaik untuk yang bersangkutan, karena saya lihat kondisinya sudah sangat berat," katanya.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Bahtiar Effendy , meninggal dunia pada Kamis (21/11/2019) di RSIJ Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pukul 00.00 WIB .(TRIBUNJOGJA.COM)




INDOPOLITIKA.COM – Seusai kami membereskan urusan rutin keredaksian di harian Republika, Ihsan Ali-Fauzi mengajak saya menemui Bahtiar Effendy di suatu kafe. “Oh, sudah pulang dia?” tanya saya dengan gembira.

Ya, sudah tuntas semua urusan sekolahnya. “Dia sudah doktor, ayo kita temui,” kata Ihsan. “Kita ngobrol-ngobrol aja. Sekalian wawancara untuk Republika.”

Sahabat saya itu selalu antusias setiap melihat temannya berhasil mencapai prestasi akademis. Ada saling pengertian dan kebanggaan diam-diam di antara kami jika ada anak santri meraih gelar tertinggi.

Tanpa perlu penjelasan panjang-lebar, kami melihat Bahtiar sebagai bagian dari gelombang ilmuwan santri yang diharapkan terus membesar. Maka pada sekitar pukul 8 malam di tahun 1994 itu kami berjumpa Bahtiar Effendy. Ia terlihat lebih gemuk dibanding saat terakhir saya ketemu dia.

Kami, terutama Ihsan, selalu gandrung terhadap ide baru atau paling mutakhir di dunia pemikiran. Dan seorang yang baru menyelesaikan disertasi seperti Bahtiar tentu membawa ide-ide semacam itu, sebagai tuntutan akademis.

Saya lupa apa yang kami obrolkan. Yang saya ingat: Bahtiar tampak sangat hati-hati mengemukakan pendapatnya. Ia selalu berusaha merumuskan gagasannya dengan formulasi akademis yang cermat, dengan peristilahan yang ketat.

Itu memang lazim bagi seorang yang baru menyelesaikan studi doktoral. Tapi pada Bahtiar, kelaziman itu terus berlanjut.

Ia tak gampang menulis di koran harian. Atau tampil di diskusi-diskusi populer yang subur, yang digelar oleh berbagai kelompok untuk menanggapi sirkulasi peristiwa politik sehari-hari. Kalaupun ia menanggapi current affairs atas pertanyaan wartawan, Bahtiar tetap menjaga ketat standar akademisnya.

Dengan sikap publik seperti itu, lawan bicaranya sering merasa sulit mengikuti jalan pikirannya. Bagi wartawan atau audiens yang menganggap politik mudah dipahami semata-mata berdasarkan celetukan-celetukan sporadis para pelakunya, paparan Bahtiar terlalu sarat peristilahan political science yang tak gampang dimengerti.

Demokrasi, kata Bahtiar, harus dibangun berdasarkan konsensus elit yang berkesadaran tinggi. Katanya lagi: demokrasi akan langgeng jika terjadi proses institusionalisasi yang kontinu terhadap lembaga dan praktik-praktik demokrasi. Tak ada sengatan kata dan punch lines yang bisa dijadikan judul heboh.

Alih-alih menulis untuk koran harian, Bahtiar tampaknya lebih memilih apa yang biasa dikerjakan para sarjana di negara maju: menulis di jurnal ilmiah. Kumpulan tulisannya di jurnal-jurnal itu terbit baru-baru ini; saya menyesal tak bisa menghadiri peluncurannya.

Ia tampak sengaja mengurangi aktifismenya, dan memilih menekuni urusan internal almamaternya, UIN Ciputat, tempat ia pernah menjabat dekan Fakultas Ilmu Politik.

Beberapa tahun lalu Ihsan dan saya kembali menemuinya — kali ini di rumah sakit sederhana di Cempaka Putih. Sesuatu yang serius terjadi pada lehernya. Ia tampak gembira melihat kami datang, meski suaranya nyaris lenyap total dan ia tak ingin dikunjungi terlalu banyak orang. Rasanya saya kemudian memberi isterinya sebuah buku tentang terapi jus buah.

Beberapa waktu setelah itu kami masih ketemu, juga saat sama-sama menghadiri acara-acara di Manila, Doha, Bali, dan mungkin juga di tempat-tempat lain. Rupanya ia mengembangkan penampilan gaya baru: memakai topi golf, meski saya tak yakin ia memainkan olahraga itu. Mungkinkah ia terinspirasi oleh Oom Pasikom dan sastrawan Putu Wijaya?

Tubuhnya jauh lebih kurus, tapi saya gembira melihat ia tampak sehat dan tak kehilangan rasa humor — di antara rentetan gerutuannya tentang banyak hal — meski dengan suara yang makin pelan.

Terkadang Bahtiar melanjutkan pembahasan di sebuah WAG melalui japri — sebuah grup produktif yang baru-baru ini ditinggalkannya. Ketika saya menyaraninya mengonsumsi suatu suplemen baru, ia bilang akan berkonsultasi dulu kepada dokter pribadi yang telah menanganinya selama 23 tahun — saya menyembunyikan kesedihan saya atas info pribadinya ini.

Bahtiar Effendy, bersama Fachry Ali, mengejutkan para aktifis Islam dengan terbitnya karya mereka, Merambah Jalan Baru Islam (Mizan, 1986). Itu sebuah upaya pemetaan pemikiran para cendekiawan Muslim yang baru saja muncul sebagai “kelompok” atau “barisan”, yang empat tahun kemudian mengkristal menjadi ICMI.

Isi, metodologi dan detail-detail buku itu tentu boleh dikritik, terutama oleh orang-orang yang dipetakan gagasan dan tendensi pikirannya di sana. Tapi kerangka ide yang mendasari buku itu, juga upaya kedua penulisnya dalam mengidentifikasi arah baru gerakan Islam di Indonesia patut dipuji.

Mereka menunjukkan: untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, gerakan (politik) Islam menempuh jalur keilmuan atau setidak-tidaknya mengoperasikan gerakan kemasyarakatan dengan bekal teori-teori ilmu sosial yang dapat diandalkan.

Bahtiar sendiri kemudian menjadi bagian dari “arah baru” itu. Ia bersemangat belajar ke Amerika, lalu menjadi anggota senior “Mafia Ohio” — meski saya kehilangan dia ketika teman-teman seperguruannya merayakan ulang tahun guru mereka, Profesor Bill Liddle di Jakarta baru-baru ini.

Ia terus menjaga jarak yang cukup dengan aktifitas publik; boleh jadi ini disumbang juga oleh tipe kepribadiannya. Selain lebih bergiat di kampus, ia juga tampak lebih suka aktif di balik layar Muhammadiyah, atau menjadi counter part ketuanya, Din Syamsuddin.

Selain kemudian menjadi salah satu ketua di PP Muhammadiyah, ia juga tampak cukup aktif menghidupkan “think tank” Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Pimpinan partai itu mengapresiasi kontribusi “si Tiar.”

Santri Pabelan yang semasa di sekolah menengah mengikuti program AFS di Amerika itu baru saja pergi. Usianya 61 tahun. Kepergiannya menambah daftar panjang kado muram bagi saya menjelang tutup tahun ini.

Bahtiar selalu tampak bahagia memeluk cucu-cucu perempuan nya. Foto-fotonya bersama mereka seolah pengumuman: cucu-cucuku ini adalah sumber terbesar kebahagianku, kini dan sampai nanti. Mungkin ia telah kembali ke fitrahnya sebagai family man.

Hari ini, di sebuah sudut Bali yang sunyi, saya harus mengatasi sedih dengan meniru teladan yang ditunjukkan Bahtiar secara mengesankan: Never give up.

Sekarang ia tak bisa lagi melihat air mata saya yang telah saya hapus dengan lekas. [rif]

Aktivis dan mantan wartawan; menerbitkan sejumlah buku tentang Islam, masalah-masalah sosial, dan politik internasional.




Karena tidak akan ada lagi terdengar kritik-kritik berkualitas tinggi

Dia adalah seorang akademisi yang hebat dan berwibawa

Bisa menyampaikan pandangannya dengan bahasa yang singkat tapi sederhana

Sehingga siapapun akan dengan mudah bisa memahaminya

Ternyata cintanya kepada organisasi dan agama serta bangsa dan negara ini benar-benar tidak terkira

Dan nanti di akhirat dimasukkan oleh Allah swt ke dalam syurga

Yaitu tempat yang telah menjadi idaman kita semua. Aamiin.




Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy tutup usia pada Kamis dini hari. Ia menjadi salah satu sosok yang minta Dahnil Anzar berhenti jadi ASN.




TRIBUNWOW.COM - Sebuah kejadian unik terjadi tepatnya di India .

Menurut China Press pada Selasa (19/11/2019), wanita asal India ini pergi ke sebuah pesta pernikahan namun terkejut menyaksikan sosok mempelai prianya.

Karena yang disaksikannya wanita ini di sana adalah sosok pengantin prianya yang tak lain suaminya sendiri.

• Langkah Gibran Temui Megawati Tuai Kritik, Wasekjen PDIP Arif Wibowo: Mas Gibran Sudah Tepat

Padahal dalam situasi tersebut, keduanya belum bercerai dan masih memiliki status suami istri.

Menurut keterangan, insiden tersebut terjadi pada Kamis (15/11/2019) di Banda, India Utara.

Berdasarkan laporan media setempat, penikahan itu diselenggarakan oleh pemerintah.

Di mana pernikahan bersama ini telah berlangsung dan didanai pemerintah selama 28 tahun, tamunya sendiri dari berbagai orang.

Salah satunya adalah seorang wanita hamil yang datang ke pernikahan umum itu.

Namun, tak disangka malah dia mendapati mempelai prianya adalah suaminya sendiri.

• Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun, Kabar Duka, Ketua PP Muhammadiyah Bahtiar Effendy Meninggal Dunia

Wanita itu mengaku bahwa dia dan suaminya tersebut telah menikah setidaknya selama 11 bulan dan kini tengah mengandung bayinya.




Bisnis.com , JAKARTA - Pemerintah Turki tengah berupaya mengekang penjualan sianida serta berencana untuk membangun sistem untuk melacak pembelian racun setelah serangkaian pembunuhan dan bunuh diri. "Sianida menjadi salah satu kata yang paling dicari di Google dan mesin pencari setelah 11 warga kami meninggal dalam tiga insiden. Saya ingin menggarisbawahi bahwa ini bukan bunuh diri kolektif tetapi pembunuhan," kata Ibrahim Kalin, juru bicara Presiden Recep Tayyip Erdogan, seperti dikutip dari laman Bloomberg, Rabu (20/11/2019). Sebagai informasi, Turki masih terancam oleh tingkat pengangguran dan utang yang tinggi akibat setelah resesi. Beberapa hari hari terakhir Turki juga dikagetkan dengan serangkaian kejadian bunuh diri yang menggunakan sianida. Bahkan, pemebelian racun ini marak dilakukan secara online. Teranyar, pihak kepolisian menemukan mayat seorang lelaki, istri dan dua anaknya di rumah mereka di Antalya pada 9 November 2019. Sang ayah meninggalkan pesan, dan mengatakan bahwa ia telah menganggur selama sembilan bulan terakhir dan tidak dapat melanjutkan. Epidemi Beracun Adapun, peristiwa tersebut mirip dengan bunuh diri kolektif beberapa hari sebelumnya di Istanbul, ketika empat saudara dewasa ditemukan tewas di rumah mereka karena keracunan sianida. Tragedi terakhir yang terjadi melanda sebuah keluarga yang terdiri dari tiga orang, termasuk seorang anak, yang ditemukan tewas minggu lalu di Istanbul, diracuni oleh sianida. Beberapa minggu lalu, Kantor kejaksaan di kota itu menyebutkan seorang ayah jatuh dalam depresi akibat utang berlebihan, lalu bunuh diri setelah meracuni istri dan anaknya. Bunuh diri ini merupakan salah satu dampak dari gejolak ekonomi setelah krisis mata uang menyeret negara itu ke dalam resesi satu tahun terakhir. Banyak perusahaan telah berjuang untuk membayar utang ditengah inflasi dan pengangguran meningkat. Menurut sebuah survei bulanan oleh konfederasi buruh Turk-Is, tngkat pengangguran resmi naik menjadi 14% pada Agustus, setara dengan 4,7 juta orang di negara 82 juta itu. Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini : sianida



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply