Contact Form

 

Profil Muhammad Mursi, Mantan Presiden Mesir yang Meninggal saat Diadili


KAIRO, iNews.id - Mantan Presiden Mesir Muhammad Mursi meninggal dunia pada usia 67 tahun setelah pingsan di balik kerangkeng terdakwa dalam ruang sidang di Kairo, Senin (17/6/2019). Dia jatuh pingsan ketika disidang dalam kasus dakwaan mata-mata dan tak lama kemudian meninggal dunia. Stasiun televisi pemerintah Mesir melaporkan, penyebab kematian Mursi adalah serangan jantung. Para aktivis dan keluarganya sudah lama mengatakan bahwa Mursi tidak menerima perawatan secara serius terkait kesehatannya, seperti tekanan darah tinggi dan diabetes. Mereka juga menganggap bahwa Mursi secara terus-menerus ditahan di dalam sel isolasi. Apa yang terjadi di ruangan sidang? Mursi pingsan tidak lama setelah berpidato di pengadilan di Kairo dalam kasus mata-mata terkait dugaan kontaknya dengan kelompok Islam Palestina, Hamas, yang memiliki hubungan dekat dengan Ikhwanul Muslimin. Dia berbicara selama sekitar lima menit dari dalam kerangkeng berdinding kaca kedap suara, yang menurut para pejabat dirancang untuk mencegahnya mengganggu proses persidangan. BACA JUGA: Mantan Presiden Mesir Muhammad Mursi Meninggal Dunia saat Diadili Menurut jaksa penuntut umum, Mursi dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit pada pukul 16.50 waktu setempat dan laporan awal tidak menunjukkan adanya tanda-tanda cedera pada tubuhnya. Pada Mei lalu, keluarganya mengatakan pihak berwenang berulang kali menolak akses kepadanya dan mereka hanya mengetahui sedikit tentang kondisi kesehatannya. Selama di penjara, Mursi hanya diizinkan tiga kali kunjungan dari keluarganya dan tidak diberi akses kepada pengacara atau tim dokternya, demikian kelompok hak asasi manusia, Amnesty International. Putranya, Abdullah, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia tidak tahu lokasi jenazah ayahnya dan pihak berwenang menolak untuk mengizinkan Mursi dimakamkan di provinsi asalnya, Sharqiya di Delta Nil. Mursi, yang menjadi pemimpin Mesir pertama yang terpilih secara demokratis pada 2012, dijatuhi hukuman lebih dari 45 tahun penjara dalam tiga persidangan terpisah, termasuk tuduhan memimpin kelompok terlarang; melakukan penahanan dan penyiksaan terhadap demonstran anti-pemerintah; serta membocorkan rahasia negara. Dia selalu menolak otoritas pengadilan, dan para pendukungnya mengecam proses persidangan atas dirinya lebih dilatari motivasi politik. Apa reaksi atas kematian Morsi? Partai Kebebasan dan Keadilan, yang memiliki kedekatan dengan organisasi yang kini dilarang, Ikhwanul Muslimin, mengatakan kematian Morsi identik dengan "pembunuhan", dan mendesak para pendukungnya berkumpul selama proses pemakaman dan berdemonstrasi di luar kedutaan besar Mesir di seluruh dunia. "Mereka menempatkannya di ruangan tahanan khusus yang terisolasi selama penahanannya yang melebihi lima tahun, lalu menghalang-halangi pemberian obat-obatan dan menyediakan makanan yang buruk. Mereka mencegah dokter dan pengacaranya dan bahkan mencegahnya berkomunikasi dengan keluarganya. Mereka merampas hak asasi manusia yang paling sederhana," kata kelompok itu, seperti dikutip BBC , Selasa (18/6/2019). Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang merupakan sekutu terdekatnya, menyalahkan pemerintah "tiran" Mesir atas kematian Morsi, sementara Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, yang merupakan sekutu terdekat lainnya, menyatakan kesedihan mendalam. Crispin Blunt, anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif, yang sebelumnya memperingatkan tentang kondisi kesehatan Morsi, menyerukan penyelidikan internasional dan mengatakan pemerintah Mesir bertanggungjawab untuk menjelaskan kematian Mursi. "(Mursi) ditahan di sel isolasi selama hampir enam tahun, yang berdampak besar atas kesehatan mental dan fisiknya. Dia secara efektif terputus dari dunia luar," kata Wakil Direktur Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Magdalena Mughrabi. Direktur Human Rights Watch untuk Timur Tengah, Sarah Leah Whitson, mengatakan bahwa kematian Morsi mengerikan, tetapi dapat diprediksi. Siapakah Muhammad Mursi? Mursi lahir di desa El-Adwah Provinsi Sharqiya di kawasan Delta Nil pada 1951. Dia mendalami teknik sipil di Universitas Kairo pada 1970-an sebelum pindah ke Amerika Serikat untuk merampungkan studi tingkat doktoral. Dia dipilih sebagai kandidat presiden dari Ikhwanul Muslimin dalam pemilihan Mesir tahun 2012 setelah calon pertama yang ingin diusung organisasi itu mengundurkan diri. Mursi menang dengan selisih suara tipis dan berjanji memimpin pemerintahan bagi seluruh rakyat Mesir. Namun para penentangnya menyebut Mursi gagal memerintah selama masa kekuasaan yang bergolak. Mereka menuduhnya membiarkan kelompok-kelompok berhaluan Islam mendominasi arena politik dan salah urus ekonomi. Penentangan warga terhadap pemerintahannya bertambah besar dan jutaan orang turun ke jalan-jalan di seluruh Mesir untuk menggelar aksi bertepatan dengan peringatan satu tahun kekuasaan Morsi pada 30 Juni 2013. Pada 3 Juli malam, militer membekukan sementara konstitusi dan mengumumkan pembentukan pemerintahan interim yang diisi oleh para teknokrat sebelum digelar pemilihan presiden baru. Mursi menyebut langkah tersebut sebagai kudeta dan dia kemudian ditahan oleh militer. Sejak digulingkan, dia masuk tahanan dan menjalani hukuman penjara selama tujuh tahun dalam kasus pemalsuan permohonan pencalonan presiden pada 2012. Di bawah pemerintahan yang sekarang, Mursi menghadapi berbagai dakwaan termasuk spionase. Pihak berwenang juga menyasar para pendukungnya dan menggolongkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Kasus mata-mata itu dikaitkan dengan kontaknya dengan kelompok militan Palestina, Hamas. Editor : Nathania Riris Michico




KIBLAT.NET, Kairo – Syaikh Abu Qathadah Al-Filistini mengucapkan belasungkawa atas wafatnya Dr. Muhammad Mursi, presiden Mesir yang dikudeta, dalam persidangan. Ia pun menyeru umat Islam di seluruh dunia memintakan ampun atas berbagai kesalahan Mursi.

“Semoga Allah memberimu rahmat wahai doktor Muhammad. Kami ucapkan bela sungkawa kepada keluarganya, dan kami katakan kepada mereka inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Semoga Allah memberi balasan besar kepada kalian,” tulis Syaikh Al-Filisthini dalam Channel Telegram-nya pada Senin (17/06/2019).

Ia menunjukkan bahwa Mursi meninggal dalam keadaan terzalimi. Mursi merupakan orang yang memiliki hati tulus untuk agamanya dan umatnya.

Selain menyeru umat Islam untuk memintakan ampun kepada Mursi, ulama kelahiran Palestina itu juga mengimbau menyertakan doa untuk kehancurkan musuh-musuh Islam. Bahkan, ia berdoa kematian Mursi mendatangkan laknat bagi orang-orang yang melampaui batas dan murtad.

“Ya Allah, jadikanlah kematiannya laknat bagi orang-orang yang melampau batas dan murtad. Semoga Allah melaknat orang-orang yang mendukung musuh Islam meskipun dengan satu kalimat menyerang umat Islam,” ucap Syaikh Al-Filistini.

“Ya Allah, jadikanlah kematiannya muka terhadap seluruh tentara thaghut,” sambuya.

Mursi dilaporkan meninggal sesaat setelah berbicara 20 menit di persidangan. Ia sempat pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.




KAIRO, KOMPAS.com - Mantan Presiden Mesir Mohamed Morsi dilaporkan meninggal setelah sebelumnya dilarikan ke rumah sakit akibat pingsan tatkala hadir dalam persidangan.

Baca juga: Pengadilan Banding Mesir Batalkan Hukuman Mati atas Morsi Sumber dari gedung pengadilan dikutip AFP Senin (17/6/2019) menerangkan, Morsi sedang berbicara kepada hakim selama 20 menit ketika dia tiba-tiba roboh. "Saat itu, dia tengah bersemangat sebelum jatuh pingsan. Morsi segera dilarikan ke rumah sakit di mana dia kemudian dinyatakan meninggal dunia," terang sumber itu. Situs berita Al Ahram juga memberitakan Morsi, presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokrasi pada 30 Juni 2012. Namun, dia hanya berkuasa selama setahun. Masa pemerintahannya berakhir pada 3 Juli 2013 menyusul aksi kudeta yang dilakukan Abdel Fattah el-Sisi buntut aksi protes yang terjadi di Mesir.

Baca juga: Disasar Pakai Bom, Hakim Perkara Presiden Morsi Lolos dari Maut




MEDIAHARAPAN.COM , Yerusalem – Shalat ghaib untuk Presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis Muhammad Mursi, digelar di masjid Aqsha, setelah meninggalnya Mursi di persidangan, pada Senin (17/6). Shalat ghaib itu digelar setelah shalat Isya di masjid di Kota Tua Yerusalem Timur yang diduduki. Sementara itu, gerakan perlawanan Palestina Hamas mengeluarkan pernyataan terima kasih kepada Mursi atas upayanya “dalam melayani cita-cita perjuangan Palestina” dan sikapnya terhadap Jalur Gaza, menyusul kematian mendadaknya. Kelompok yang memerintah Gaza itu, pada Senin mengatakan, mereka mengingat “posisi Mursi yang tak terlupakan dan berani serta usahanya untuk menghilangkan pengepungan atas Gaza.” Israel dan Mesir memberlakukan blokade terhadap Gaza setelah Hamas mengambil kendali pada 2007. Selama pemerintahan Mursi, Kairo meringankan pembatasan perjalanan dan perdagangan dari pihaknya secara signifikan. Direktorat Urusan Agama Turki juga mengumumkan bahwa shalat ghaib akan diadakan pada hari Selasa di masjid-masjid di seluruh negara untuk menghormati kehidupan Mursi dan perjuangannya. Mursi terpilih sebagai presiden pada tahun 2012, tetapi digulingkan dalam kudeta militer setahun kemudian. Militer menghancurkan gerakan Ikhwanul Muslimin dalam penumpasan besar-besaran, menangkap Mursi dan banyak pemimpin kelompok lainnya, yang telah berada di penjara menjalani berbagai pengadilan sejak kudeta. Mursi pingsan di pengadilan dalam salah satu persidangan dan meninggal pada Senin malam. (dailysabah/bilal) Comments comments




Flera medier uppger att Muhammed Mursi, som avsattes som president i Egypten 2013, dog efter att ha fallit ihop när han hördes i domstol.

Bland andra statlig tv i Egypten och nyhetssajten al-Ahram uppger att Mursi är död. Han blev 67 år gammal.

Han ska ha förlorat medvetandet i rättssalen efter att ha talat från den bur där han hölls under rättegången.

Enligt försvarsadvokaten var talet mellan tre och fem minuter långt.

- Mursi var mycket lugn och organiserad. Han höll på att summera våra argument, säger försvarsadvokaten om stunden strax innan Mursi kollapsade.

Mursi fördes till ett sjukhus och strax före klockan sex på eftermiddagen (finsk tid) dödförklarades ex-presidenten.

Mursis kropp har undersökt och enligt allmänna åklagaren har man inte hittat några skador som skulle ha kunnat orsaka dödsfallet.

Mursi stod åtalad för spionage. Åtalet var bara ett av många åtal han har fått emot sig efter och före sin presidentperiod.

När han dog höll han på att avtjäna flera långa fängelsestraff, bland annat för att ha kopplingar till ett fall där flera demonstranter greps och torterades under Mursis tid som president.

Från andrahandsval till president med knapp marginal

Muhammed Mursi var Egyptens president under endast ett drygt år, från juni 2012 till juli 2013.

Redan innan presidentskapet fick han mycket kritik för att han tillhörde Muslimska brödraskapet, en formellt förbjuden organisation som Nationalencyklopedin beskriver som “en politisk-religiös islamisk organisation”.

Det var aldrig självklart att han skulle bli president. Frihets- och rättvisepartiet (Muslimska brödraskapets parti) valde ursprungligen en annan person, Khairat el-Shater, som kandidat i presidentvalet.

Presidentvalet blev en spännande historia där Mursi fick 51,73 procent av rösterna, motståndaren Ahmed Shafiq fick 48,27 procent.

Han blev den första demokratiskt valda presidenten i Egypten.

Mursi tillträdde alltså på sommaren 2012, men snart började problemen.

Han fick kritik för att låta islamister och Muslimska brödraskapet styra och för att han inte klarade av att hantera landets ekonomi.

Jämlikheten, eller avsaknaden av den, blev också ett ok för Mursis presidentkarriär.

De riktigt intensiva protesterna tog fart senast när Mursi drev igenom en ny grundlag. Lagen fick kritik för att den var diskriminerande, men den godkändes ändå efter en folkomröstning.

Stora protester tog vid och i juli 2013 tog militären saken i egna händer och avsatte Mursi från sin post.

Största delen av de följande sex åren satt Mursi åtalad för diverse brott. Det har handlat bland annat om att han ska ha läckt statliga hemligheter, uppviglat till mord och lett en förbjuden organisation (Muslimska brödraskapet).

Artikeln uppdaterad kl. 20.44 med uppgifter av försvarsadvokaten och allmänna åklagaren.




Anzeige

Als er nach seinem Erfolg in den ersten demokratischen Wahlen Ägyptens 2012 auf dem Tahrir-Platz eine Siegesrede hielt, schien es, als verkörpere Muhammad Mursi die Hoffnungen, die viele in den arabischen Frühling gesetzt hatten. Er gelobte nicht nur, Präsident „aller Ägypter“ zu werden. Demonstrativ öffnete er auch seine Jacke, während er einen informellen Eid ablegte, um seinen Anhängern zu zeigen, dass er keine kugelsichere Weste trug.

Volksnähe sollte das demonstrieren, das Ende der Gewaltherrschaft und Kleptokratie alter Eliten. Bei seinem Amtsantritt ordnete er als erstes die Freilassung von 572 Gefangenen an, die nach der Revolution von der Armee festgenommen worden waren. Ein neues Zeitalter habe begonnen, so das Signal.

Doch dann kam alles anders. Mursi wurde nach einem der chaotischsten Jahre in der Geschichte seines Landes von der Armee gestürzt. Statt Freiheit und Demokratie bekam sein Volk, wie alle rebellierenden Völker der arabischen Welt, Regime, die so hart durchgreifen, dass die abgesetzten Diktatoren im Nachhinein regelrecht milde und tolerant erscheinen.

Lesen Sie auch Muslimbruderschaft Ägyptischer Ex-Präsident Mursi stirbt vor Gericht

Anzeige

Statt den politischen Islam zu einer Reform zu verhelfen, die ihn modern, mehrheits- und regierungsfähig gemacht hätte, trug Mursi Mitverantwortung dafür, dass die Muslimbruderschaft, die größte politische Bewegung der arabischen Welt, in einen unlösbaren Konflikt mit den alten Eliten stürzte.

Nun starb Mursi während einem der Schauprozesse, die Ägyptens neuer Herrscher Abdel Fatah al-Sisi ihm machte. So wurde er eines der prominentesten Opfer einer neuen Generation unerbittlicher Staatschefs, die nach dem kurzen Aufflackern der Hoffnung die arabische Welt in ihrem eisernen Griff haben – und ihre Probleme nicht lösen.

Seine Gefängnisflucht wurde ihm zum Verhängnis

Mursi war nie ein verehrter Führer einer Massenbewegung, den man hinter einer Person seiner historischen Bedeutung vermuten könnte. Er wurde 1951 im Dorf El-Adwah in der Provinz Sharqiya im Nildelta geboren, im erzkonservativen Hinterland Ägyptens. In den 1970er Jahren begann er ein Studium als Ingenieur in Kairo. Danach zog er in die USA, wo er promovierte und angeblich sogar mit der NASA zusammenarbeitete. Nach seiner Rückkehr nach Ägypten wurde er Leiter der technischen Abteilung an der Zagazig-Universität.

Anzeige

Als Mitglied der Muslimbruderschaft fiel er nicht als Anführer auf, sondern als treuer Gefolgsmann, der von den Parteispitzen immer wieder befördert wurde. Als der damalige Präsident Mubarak eine symbolische Opposition im Land zuließ, gelang es Mursi mit seiner Bewegung im Jahr 2000 ins Parlament einzuziehen. Als Abgeordneter glänzte er gelegentlich mit seinen rhetorischen Fähigkeiten. Als Mubarak indes wieder schärfer gegen die Muslimbruderschaft vorging, verlor Mursi 2005 seinen Sitz im Parlament.

Lesen Sie auch Bis 2030 Ägypter stimmen für längere Amtszeit von Präsident al-Sisi

Die Anfänge von Ägyptens erster Revolution 2011 erlebte Mursi von einer Gefängniszelle aus. In den Wirren gelang ihm die Flucht, die ihm später zum Verhängnis werden würde. Denn der Massenausbruch aus Ägyptens Gefängnissen war Teil einer Strategie des strauchelnden Präsidenten Husni Mubarak gewesen.

Angesichts der ausufernden Proteste gegen ihn hatte er die Polizei im Frühjahr 2011 angewiesen, sich von den Straßen zurückzuziehen und hunderte Verbrecher aus den Gefängnissen zu entlassen. Das Chaos sollte die Bevölkerung zurück in die Armee des Diktators treiben. Später drehten die Militärs Mursis Flucht in eine phantastisch anmutende Anklage: Nachdem sie Mursi stürzten, warfen sie ihm vor, den Einmarsch schwerbewaffneter Hamas- und Hisbollah-Kämpfer über Tunnels aus dem Gazastreifen organisiert zu haben, um das Hunderte Kilometer entfernte Wadi-Natrun-Gefängnis zu überfallen und ihn gemeinsam mit anderen Führern der Muslimbruder zu befreien. In anderen Worten: Hochverrat.

Statt Aufschwung bescherte Mursis Herrschaft Chaos

Doch davon ahnte Mursi nach Mubaraks Sturz noch nichts. Voller Hoffnung setzte er auf den knospenden demokratischen Prozess in seinem Land, allerdings von der zweiten Reihe seiner Bewegung aus. Erst als der stellvertretende Generaldirektor der Bewegung, der Millionär Khairat al-Shater, im April 2012 gezwungen war, sich aus dem Rennen zurückzuziehen, wurde Mursi zum Präsidentschaftskandidat der Muslimbruderschaft gekürt.

Anzeige

Die politische Maschine der Muslimbrüder diente ihm in den Wahlen hervorragend. Mursi errang 51,7 Prozent der Stimmen und besiegte so den Vertreter regimenaher Parteien. Aus der eher unscheinbaren Person war jäh eine Gallionsfigur des Wandels in der gesamten arabischen Welt geworden.

Doch statt Aufschwung bescherte Mursis Herrschaft den Ägyptern Chaos. Nie wurden in Ägypten mehr Prozesse gegen die Medien geführt als während seiner Amtszeit. Nie mehr Menschen im Land wegen Blasphemie angeklagt. Nie mehr christliche Einrichtungen und Personen angegriffen. Das einzige was in Ägyptens maroder Wirtschaft aufblühte war die Vetternwirtschaft – dank der Ernennung hunderter ebenso treuer wie inkompetenter Vasallen aus Reihen der Islamisten.

Lesen Sie auch Comeback Einzug nach Ägypten – die Touristen sind wieder da

Doch die waren nicht die einzigen, die Misswirtschaft für politische Zwecke betrieben. Der Staatsapparat, allen voran die Militärs, verhinderten konsequent eine Übergabe der Macht an die neuen, demokratisch gewählten Herrscher. Kurz vor seinem Amtsantritt hatte der Oberste Rat der Streitkräfte (SCAF) alle gesetzgeberischen Befugnisse an sich gerissen und das Parlament praktisch entmachtet.

Nach Mursis Amtsübernahme sorgten die Ministerien dafür, dass plötzlich das Benzin an den Tankstellen knapp wurde und die Stromversorgung aus unerfindlichen Gründen immer wieder zusammenbrach. Polizisten weigerten sich, das Chaos und die Gewalt in den Straßen einzudämmen. Allwöchentlich kam es zu gewaltsamen Demonstrationen, die Kriminalität schoss in die Höhe. Zugleich rüsteten andere Staaten radikale Islamisten im Sinai auf und schürten so eine bewaffnete Rebellion, die bis heute andauert.

Lesen Sie auch Nach Bombenanschlag Ägyptens vergessener Krieg

Mursi wollte dieses Chaos eindämmen, indem er immer mehr Macht an sich riss. Doch dabei versäumte er es, andere politische Kräfte einzuspannen. Als frauenfeindlicher Konservativer gelang es ihm nicht, die Progressiven für sich zu gewinnen. Im August 2012 hob Morsi die SCAF-Erklärung auf und gab sich selbst die Befugnis, Gesetze zu verabschieden und einen Ausschuss für die Ausarbeitung einer neuen Verfassung zu wählen, die allein im Sinne der Islamisten agieren sollte.

Im November 2012 erließ er ein Dekret, das seine Exekutivbefugnisse erweiterte und die Justiz, die mit Richtern aus der Mubarak-Ära besetzt war, weitgehend entmachtete. Zugleich ermächtigte er die Streitkräfte in einem Dekret, nationale Institutionen zu schützen. Kritiker werteten das als Einführung des Kriegsrechts. Es kam zu Zusammenstößen, bei denen mehr als 50 Menschen starben. Die Weichen für eine Einmischung der Armee waren gestellt.

23 Stunden am Tag in Einzelhaft

Anzeige

Die Wirtschaft wurde immer schlechter. Unter Mursi schnellte die Arbeitslosigkeit auf 13 Prozent, das ägyptische Pfund verlor an Wert, ausländische Investoren mieden das Land. „Ich habe Fehler gemacht“, sollte Mursi im Juni 2013 in einer seiner letzten Reden gestehen. Doch es war zu spät. Im Juli putschte das Militär unter General Abdel Fatah al-Sisi, den Mursi selber befördert hatte. Während al-Sisi alle Macht an sich riss wurde Mursi wochenlang fern der Öffentlichkeit an einem geheimen Ort festgehalten. Als seine Anhänger in Demonstrationen seine Freilassung forderten, kam es zu Kämpfern bei denen mehr als 1000 Muslimbrüder getötet wurden.

Mohammed Mursi vor Gericht Quelle: dpa/Amr Nabil

Seitdem befand Mursi sich in Gewalt des Militärs. Seine Behandlung wurde stellvertretend für den neuen, beispiellos harten Umgang des Regimes mit der Opposition. Die machte Mursi mit 14 anderen Führern der Muslimbruderschaft den Prozess. Die Bewegung wurde in Ägypten verboten, zehntausende ihrer Anhänger verhaftet, viele gefoltert. In sechs Jahren Haft durfte Mursis Familie ihn nur drei Mal besuchen.

Lesen Sie auch Wahl in Ägypten Der Westen drückt beide Augen zu – und Al-Sisi weiß das

Laut eines Berichts britischer Parlamentarier befand Mursi 23 Stunden am Tag in Einzelhaft. Medizinische Behandlung soll dem zuckerkranken Mann verweigert worden sein. Er wurde in sechs Verfahren verschiedenster Verbrechen angeklagt, von Hochverrat, Spionage und Mord bis zur Justizbeleidigung. Menschenrechtsorganisationen beschrieben diese Behandlung als „Schauprozesse“ ohne rechtliche Basis. Er wurde zunächst zum Tode verurteilt. Dann wurde das Urteil wieder aufgehoben, nur um kurz darauf durch Jahrzehnte lange Haftstrafen ersetzt zu werden.

Laut Staatsanwaltschaft soll der 67-Jährige am Montag um 16:50 Uhr Ortszeit in einem Angeklagten-Käfig im Gerichtssaal plötzlich zusammengebrochen sein. Kurz darauf wurde er für tot erklärt. Ein medizinischer Bericht zeige keine Verletzungen, hieß es aus offiziellen Quellen. Medienbericht zufolge ist sein Tod auf einen Herzinfarkt zurückzuführen. Mursi sei wegen einer Tumorerkrankung fortlaufend behandelt worden, berichtete das Staatsfernsehen am Dienstag unter Berufung auf Ärzte.

Der plötzliche Tod des ehemaligen Präsidenten dürfte viele erzürnen. Mohammed Sudan, ein führendes Mitglied der Muslimbruderschaft, beschrieb Mursis Tod aus dem britischen Exil als „vorsätzlichen Mord“, weil dem ehemaligen Präsidenten eine angemessene medizinische Behandlung verwehrt worden sei.

Die Bewegung rief ihre Anhänger dazu auf, in aller Welt vor ägyptischen Botschaften zu demonstrieren und Mursis Leiche in Massen zu Grabe zu tragen. Ägyptens Polizei wurde in höchste Alarmbereitschaft versetzt. Sie scheint zu fürchten, dass Mursi mit seinem Tod das gelingen könnte, was ihm zu Lebzeiten verwehrt blieb: die alten Eliten von Ägyptens Militär doch noch zu Fall zu bringen.


Enligt egyptisk tv svimmade Mursi under en domstolsförhandling där han stod åtalad för spioneri, rapporterar Reuters. Mursi, som framträdde inför domstolen från en gallerförsedd bur, hade bett domaren om att få tala. Strax efter att han talat färdigt insjuknade han:

– Han talade inför domaren i 20 minuter och blev sedan väldigt uppspelt och svimmade. Han fördes snabbt till sjukhus där han senare avled, säger en källa inom det egyptiska rättsväsendet till AFP.

Al Ahram , som citerar egyptisk tv, skriver att Mursi avled till följd av en hjärtinfarkt och att Mursi förklarades död klockan 16.50. Den tidigare presidenten hade då förts till Toras fängelsesjukhus.

Enligt Egyptens allmänna åklagare, som citeras av nyhetsbyrån Reuters, ska Mursis kropp inte ha uppvisat några tecken på skador som skulle ha tillfogats nyligen.

Enligt Mursis advokat, Abdel-Menem Abdel-Maqsood, har Mursi haft en sviktande hälsa.

– Vi har vid flera tillfällen bett om att han ska få vård, några gånger har han också fått det, men inte andra gånger, säger Abdel-Maqsood till Reuters.

Någon timma efter det att Mursi förklarats död utlyste de egyptiska myndigheterna undantagstillstånd i Mursis hemprovins, Sharqiya, dit hans kropp kommer att föras, skriver Reuters.

Människorättsorganisationen Amnesty internatonal uppmanade på måndagskvällen de egyptiska myndigheterna till en ”rättvis” utredning av Mursis död.

Muhammad Mursi, som tillhörde Muslimska brödraskapet, valdes i allmänna val till president sedan den dåvarande diktatorn Hosni Mubarak störtades i början av den ”arabiska våren” 2011.

Muhammad Mursi blev avsatt av militären i juli 2013 efter stora folkliga protester mot presidenten. Hundratals ledare för Muslimska brödraskapet har dömts till fängelse under den nuvarande presidenten Abd al-Fattah al-Sisi

Vid sin död avtjänade han ett fängelsestraff för att ha använt falska uppgifter i sin kandidatur inför presidentvalet 2012. Mursi har också dömts till ett 20-årigt fängelsestraff för dödliga sammanstötningar utanför presidentpalatset då han var vid makten. Flera andra rättsprocesser pågick fortfarande mot Mursi. 2015 dömde han till döden, men straffet omvandlades till livstids fängelse.




CAIRO (Reuters) - Former Egyptian President Mohamed Mursi, the first democratically elected head of state in Egypt’s modern history, died on Monday from a heart attack after collapsing in a Cairo court while on trial on espionage charges, authorities and a medical source said.

The 67-year-old Mursi, a top figure in the now-banned Muslim Brotherhood, had been in jail since being toppled by the military in 2013 after barely a year in power, following mass protests against his rule.

His death is likely to pile up international pressure on the Egyptian government over its human rights record, especially conditions in prisons where thousands of Islamists and secular activists are held.

The public prosecutor said Mursi had collapsed in a defendants’ cage in the courtroom shortly after addressing the court, and was pronounced dead in hospital at 4:50 p.m. (1450 GMT). It said initial checks had shown no signs of recent injury on his body.

The Muslim Brotherhood described Mursi’s death as a “full-fledged murder” and called for masses to gather at his funeral in Egypt and outside Egyptian embassies around the world.

Mursi’s family previously said his health had deteriorated in prison and that they were rarely allowed to visit.

A medical source said Mursi died of a heart attack.

The source said Mursi, who was diabetic and suffered from high blood pressure, had received medical treatment at a private hospital and at the police hospital in Cairo, denying that he was deprived from medical attention.

Mursi’s son, Abdullah Mohamed Mursi, told Reuters that the family had not been contacted about the details of the burial and were only communicating through their lawyers. Abdullah said earlier that authorities were refusing to allow Mursi to be laid to rest in the family burial grounds in his native Nile Delta province of Sharqiya.

“We know nothing about him and no one is in touch with us, and we don’t know if we are going to wash him or say a prayer to him or not,” he said.

Amnesty International called for an “impartial, thorough and transparent” investigation into Mursi’s death.

“Egyptian authorities had the responsibility to ensure that, as a detainee, he had access to proper medical care,” the group said in a statement.

A British member of Parliament, Crispin Blunt, who had led a delegation of UK lawmakers and lawyers last year in putting out a report on Mursi’s detention, slammed the conditions of Mursi’s incarceration.

“We want to understand whether there was any change in his conditions since we reported in March 2018, and if he continued to be held in the conditions we found, then I’m afraid the Egyptian government are likely to be responsible for his premature death,” he said in remarks to the BBC.

DECADES OF REPRESSION

After decades of repression under Egyptian autocrats, the Brotherhood won a parliamentary election after a popular uprising toppled Hosni Mubarak and his military-backed establishment in 2011.

Mursi was elected to power in 2012 in Egypt’s first free presidential election, having been thrown into the race at the last moment by the disqualification on a technicality of millionaire businessman Khairat al-Shater, by far the Brotherhood’s preferred choice.

Mursi’s victory marked a radical break with the military men who had provided every Egyptian leader since the overthrow of the monarchy in 1952.

He promised a moderate Islamist agenda to steer Egypt into a new democratic era in which autocracy would be replaced by transparent government that respected human rights and revived the fortunes of a powerful Arab state long in decline. But the euphoria that greeted the end of an era of presidents who ruled like pharaohs did not last long.

The stocky, bespectacled engineer, born in 1951 in the dying days of the monarchy, told Egyptians he would deliver an “Egyptian renaissance with an Islamic foundation.”

FILE PHOTO: Egypt's President Mohamed Mursi participates in a meeting with U.S. Defense Secretary Leon Panetta at the presidential palace in Cairo July 31, 2012. REUTERS/Mark Wilson/File Photo

Instead, he alienated millions who accused him of usurping unlimited powers, imposing the Brotherhood’s conservative brand of Islam and mismanaging the economy, all of which he denied.

STATE OF ALERT

Security sources said the Interior Ministry had declared a state of alert on Monday, notably in Sharqiya.

Mursi had been in court for a hearing on charges of espionage emanating from suspected contacts with the Palestinian Islamist group Hamas, which had close ties to the Brotherhood.

A source who was in the court at the time told Reuters that Mursi spoke for around 15 minutes and concluded with a line of poetry about his love for Egypt, before collapsing as the other defendants began banging on the soundproof cage.

His body was taken to the Tora prison hospital, state television reported. A heavy security presence was outside the prison on Monday night.

Mursi’s lawyer said his health had been poor in jail. “We had put in several requests for treatment, some were accepted and others were not,” the lawyer, Abdel-Menem Abdel-Maqsood, told Reuters.

Mursi was serving a 20-year prison sentence for a conviction arising from the killing of protesters during demonstrations in 2012, and a life sentence for espionage in a case related to the Gulf state of Qatar. He had denied the charges.

Turkish President Tayyip Erdogan mourned his fellow Islamist as a martyr.

“Putting doubts aside, he has become a martyr today with the fulfilment of God’s order. ... Our prayers are with him,” Erdogan said. “Condolences to all my brothers who walked the same path as he did. Condolences to the people of Egypt. Condolences to his family and those close to him.”

The Palestinian Islamist group Hamas said Mursi had “served Egypt and the (Muslim) nation and the Palestinian cause.”

Slideshow (9 Images)

Qatar’s emir, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, a backer of Mursi and his Brotherhood, tweeted his condolences to Mursi’s family “and to the brotherly Egyptian people.”

Egyptian state media carried brief reports of Mursi’s death that made no mention of his former position as president.


Get Closer to Sila, a One Year Old Tapir at Secret Zoo Jatim Park 2 timesindonesia.co.id


Praca na dwa etaty to niełatwa sprawa. Zdjęcia do "The Eddy" i bycie mamą są wyzwaniem, ale daję radę.

Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply