Contact Form

 

Mantan Presiden Mesir Mohamed Morsi Meninggal di Tengah Persidangan


tirto.id - Presiden Mesir Muhammad Mursi (Mohammed Morsi) meninggal dunia pada Senin (17/6/2019) saat menjalani proses persidangan. Mursi adalah presiden Mesir pertama yang dipilih secara demokratis. The Guardian menulis, Mursi adalah tokoh senior Muslim Brotherhood ( Persaudaraan Muslim), yang kini dilarang oleh pemerintah Mesir. Ia tengah menjalani persidangan atas tuduhan espionase. Ia pingsan lalu meninggal di tempat. “Setelah [hakim memutuskan] kasus ini ditunda, dia pingsan lalu meninggal. Jasadnya kemudian dibawa ke rumah sakit,” kata salah seorang sumber sebagaimana dilansir The Guardian . Pada Mei 2015, Muhammad Mursi tersingkir, dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan. Dakwaannya berlapis, mulai dari penahanan dan penyiksaan para pendemo, membocorkan rahasia negara, berkomplot dengan kelompok asing bersenjata, hingga kabur dari bui (yang dia lakukan bersama anggota Hamas dan Hizbullah pada 2011). Sejak kudeta Juni 2013, ia dikurung dalam penjara berkeamanan ketat di Iskandariyah. November 2016 lalu, Pengadilan Tinggi Mesir membatalkan putusan hukuman mati tersebut. Jaksa mengatakan, laki-laki berusia 67 tahun ini, dinyatakan meninggal ketika tiba di rumah sakit Kairo. Penyebab kematian Mursi masih dalam proses penyelidikan. Untuk sementara, tidak terlihat bekas luka pada bagian tubuhnya. Namun, Muslim Brotherhood menuduh pemerintah melakukan pembunuhan terhadap Mursi, dengan cara memperlakukannya dengan buruk di penjara. Muslim Brotherhood juga mengajak seluruh Mesir untuk mengadakan pemakaman nasional untuk Muhammad Mursi. “Kami mendengar gedoran di kaca penjara oleh para teman sekamarnya, dan mereka meneriakkan bahwa Mursi telah meninggal,” kata Osama El Helw, pengacara Mursi. Sementara itu, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan turut menanggapi berita kabar kematian Mursi. “Sejarah tak akan melupakan tirani yang menyebabkan kematian [Mursi], dengan memenjarakan dan memperlakukannya dengan buruk,” katanya. Mursi memenangkan pemilu demokratis pertama di Mesir pada 2012 dengan perolehan suara 51,7 persen, usai revolusi Mesir yang berlangsung sejak 2011. Namun, beberapa tahun memerintah, Mursi dikudeta oleh pasukan militer masif yang memprotes kepemimpinannya. Mursi berkuasa selama satu tahun tiga hari. Ia digulingkan pada 3 Juli 2013 oleh kombinasi protes jalanan dan kudeta militer. Sebulan kemudian, 14 Agustus, ribuan pendukung Mursi turun ke jalan memprotes kudeta. Militer merespons dengan membantai sekitar 1500 pemrotes hanya dalam satu hari. Peristiwa ini kelak dikenal sebagai Pembantaian Rabaa. Pada 3 Juli 2013, dia dikudeta dan digantikan oleh Presiden saat ini, Abdel Fattah el-Sisi. Dia menjadi tahanan rumah sebelum dijebloskan ke penjara.

Penulis: Anggit Setiani Dayana Editor: Yulaika Ramadhani




KAIRO, KOMPAS.com  — Mantan Presiden Mesir Mohamed Morsi dilaporkan meninggal setelah sebelumnya dilarikan ke rumah sakit akibat pingsan tatkala hadir dalam persidangan.

Baca juga: Pengadilan Banding Mesir Batalkan Hukuman Mati atas Morsi Sumber dari gedung pengadilan dikutip AFP Senin (17/6/2019) menerangkan, Morsi sedang berbicara kepada hakim selama 20 menit ketika dia tiba-tiba roboh. "Saat itu, dia tengah bersemangat sebelum jatuh pingsan. Morsi segera dilarikan ke rumah sakit tempat dia kemudian dinyatakan meninggal dunia," kata sumber itu. Situs berita Al Ahram juga memberitakan Morsi, presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis pada 30 Juni 2012. Namun, dia hanya berkuasa selama setahun. Masa pemerintahannya berakhir pada 3 Juli 2013 menyusul aksi kudeta yang dilakukan Abdel Fattah el-Sisi buntut aksi protes yang terjadi di Mesir.

Baca juga: Disasar Pakai Bom, Hakim Perkara Presiden Morsi Lolos dari Maut




KIBLAT.NET, Kairo – Syaikh Abu Qathadah Al-Filistini mengucapkan belasungkawa atas wafatnya Dr. Muhammad Mursi, presiden Mesir yang dikudeta, dalam persidangan. Ia pun menyeru umat Islam di seluruh dunia memintakan ampun atas berbagai kesalahan Mursi.

“Semoga Allah memberimu rahmat wahai doktor Muhammad. Kami ucapkan bela sungkawa kepada keluarganya, dan kami katakan kepada mereka inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Semoga Allah memberi balasan besar kepada kalian,” tulis Syaikh Al-Filisthini dalam Channel Telegram-nya pada Senin (17/06/2019).

Ia menunjukkan bahwa Mursi meninggal dalam keadaan terzalimi. Mursi merupakan orang yang memiliki hati tulus untuk agamanya dan umatnya.

Selain menyeru umat Islam untuk memintakan ampun kepada Mursi, ulama kelahiran Palestina itu juga mengimbau menyertakan doa untuk kehancurkan musuh-musuh Islam. Bahkan, ia berdoa kematian Mursi mendatangkan laknat bagi orang-orang yang melampaui batas dan murtad.

“Ya Allah, jadikanlah kematiannya laknat bagi orang-orang yang melampau batas dan murtad. Semoga Allah melaknat orang-orang yang mendukung musuh Islam meskipun dengan satu kalimat menyerang umat Islam,” ucap Syaikh Al-Filistini.

“Ya Allah, jadikanlah kematiannya muka terhadap seluruh tentara thaghut,” sambuya.

Mursi dilaporkan meninggal sesaat setelah berbicara 20 menit di persidangan. Ia sempat pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.




Mursi dianggap sebagai seorang pemimpin yang memiliki keberanian. REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Para pejabat pemerintahan Turki mengungkapkan rasa belasungkawa atas meninggalnya mantan presiden Mesir Muhammad Mursi. Dia dianggap sebagai seorang pemimpin yang memiliki keberanian.

"Presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis Muhammad Mursi yang digulingkan melalui kudeta berdarah di depan mata seluruh dunia meninggal di ruang sidang. Semoga dia beristirahat dalam damai," kata Direktur Komunikasi Kepresidenan Turki Fahrettin Altun melalui akun Twitter -nya, Senin (17/6), dikutip laman Anadolu Agency. Menteri Kehakiman Turki Abdulhamit Gul turut mengutarakan rasa duka atas meninggalnya Mursi melalui Twitter pribadinya. "Saudaraku, kamu bebas! Semoga Anda beristirahat dalam damai! Semoga Allah mengistirahatkan jiwamu!" ujarnya. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan memori tentang perjuangan Mursi tidak akan pudar dengan kepergiannya. "Kudeta menyeretnya pergi dari kekuasaan, tapi ingatan tentangnya tidak akan dihapus dari hati kita. Umat tidak akan melupakan sikap tegasnya. Beristirahatlah dengan tenang Mursi," kata Cavusoglu. Ketua Parlemen Turki Mustafa Sentop juga menyatakan kesedihan mendalam atas mangkatnya Mursi. "Belasungkawa kepada rakyat Mesir, dunia Islam, dan semua orang yang tertindas. Saya yakin perjuangannya dan hidupnya akan membimbing mereka yang mengikutinya," ucapnya. "Mursi adalah pemimpin hebat yang memiliki keberanian berdiri di sisi legitimasi. Mursi dipenjara, tapi lebih bebas daripada mereka yang memenjarakannya," kata Sentop. Mursi meninggal saat sedang menjalani persidangan pada Senin lalu. Di ruang sidang, dia sempat pingsan. Beberapa saat kemudian, dia dinyatakan meninggal. Terdapat enam dakwaan yang harus dihadapi Mursi dalam persidangan itu, antara lain pembunuhan dan mata-mata untuk Qatar, Hizbullah serta Hamas. Dia juga dituduh terlibat terorisme. Semua dakwaan itu diyakini banyak pihak bermotif politik.







MEDIAHARAPAN.COM , Yerusalem – Shalat ghaib untuk Presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis Muhammad Mursi, digelar di masjid Aqsha, setelah meninggalnya Mursi di persidangan, pada Senin (17/6). Shalat ghaib itu digelar setelah shalat Isya di masjid di Kota Tua Yerusalem Timur yang diduduki. Sementara itu, gerakan perlawanan Palestina Hamas mengeluarkan pernyataan terima kasih kepada Mursi atas upayanya “dalam melayani cita-cita perjuangan Palestina” dan sikapnya terhadap Jalur Gaza, menyusul kematian mendadaknya. Kelompok yang memerintah Gaza itu, pada Senin mengatakan, mereka mengingat “posisi Mursi yang tak terlupakan dan berani serta usahanya untuk menghilangkan pengepungan atas Gaza.” Israel dan Mesir memberlakukan blokade terhadap Gaza setelah Hamas mengambil kendali pada 2007. Selama pemerintahan Mursi, Kairo meringankan pembatasan perjalanan dan perdagangan dari pihaknya secara signifikan. Direktorat Urusan Agama Turki juga mengumumkan bahwa shalat ghaib akan diadakan pada hari Selasa di masjid-masjid di seluruh negara untuk menghormati kehidupan Mursi dan perjuangannya. Mursi terpilih sebagai presiden pada tahun 2012, tetapi digulingkan dalam kudeta militer setahun kemudian. Militer menghancurkan gerakan Ikhwanul Muslimin dalam penumpasan besar-besaran, menangkap Mursi dan banyak pemimpin kelompok lainnya, yang telah berada di penjara menjalani berbagai pengadilan sejak kudeta. Mursi pingsan di pengadilan dalam salah satu persidangan dan meninggal pada Senin malam. (dailysabah/bilal) Comments comments




Flera medier uppger att Muhammed Mursi, som avsattes som president i Egypten 2013, dog efter att ha fallit ihop när han hördes i domstol.

Bland andra statlig tv i Egypten och nyhetssajten al-Ahram uppger att Mursi är död. Han blev 67 år gammal.

Han ska ha förlorat medvetandet i rättssalen efter att ha talat från den bur där han hölls under rättegången.

Enligt försvarsadvokaten var talet mellan tre och fem minuter långt.

- Mursi var mycket lugn och organiserad. Han höll på att summera våra argument, säger försvarsadvokaten om stunden strax innan Mursi kollapsade.

Mursi fördes till ett sjukhus och strax före klockan sex på eftermiddagen (finsk tid) dödförklarades ex-presidenten.

Mursis kropp har undersökt och enligt allmänna åklagaren har man inte hittat några skador som skulle ha kunnat orsaka dödsfallet.

Mursi stod åtalad för spionage. Åtalet var bara ett av många åtal han har fått emot sig efter och före sin presidentperiod.

När han dog höll han på att avtjäna flera långa fängelsestraff, bland annat för att ha kopplingar till ett fall där flera demonstranter greps och torterades under Mursis tid som president.

Från andrahandsval till president med knapp marginal

Muhammed Mursi var Egyptens president under endast ett drygt år, från juni 2012 till juli 2013.

Redan innan presidentskapet fick han mycket kritik för att han tillhörde Muslimska brödraskapet, en formellt förbjuden organisation som Nationalencyklopedin beskriver som “en politisk-religiös islamisk organisation”.

Det var aldrig självklart att han skulle bli president. Frihets- och rättvisepartiet (Muslimska brödraskapets parti) valde ursprungligen en annan person, Khairat el-Shater, som kandidat i presidentvalet.

Presidentvalet blev en spännande historia där Mursi fick 51,73 procent av rösterna, motståndaren Ahmed Shafiq fick 48,27 procent.

Han blev den första demokratiskt valda presidenten i Egypten.

Mursi tillträdde alltså på sommaren 2012, men snart började problemen.

Han fick kritik för att låta islamister och Muslimska brödraskapet styra och för att han inte klarade av att hantera landets ekonomi.

Jämlikheten, eller avsaknaden av den, blev också ett ok för Mursis presidentkarriär.

De riktigt intensiva protesterna tog fart senast när Mursi drev igenom en ny grundlag. Lagen fick kritik för att den var diskriminerande, men den godkändes ändå efter en folkomröstning.

Stora protester tog vid och i juli 2013 tog militären saken i egna händer och avsatte Mursi från sin post.

Största delen av de följande sex åren satt Mursi åtalad för diverse brott. Det har handlat bland annat om att han ska ha läckt statliga hemligheter, uppviglat till mord och lett en förbjuden organisation (Muslimska brödraskapet).

Artikeln uppdaterad kl. 20.44 med uppgifter av försvarsadvokaten och allmänna åklagaren.




Anzeige

Als er nach seinem Erfolg in den ersten demokratischen Wahlen Ägyptens 2012 auf dem Tahrir-Platz eine Siegesrede hielt, schien es, als verkörpere Muhammad Mursi die Hoffnungen, die viele in den arabischen Frühling gesetzt hatten. Er gelobte nicht nur, Präsident „aller Ägypter“ zu werden. Demonstrativ öffnete er auch seine Jacke, während er einen informellen Eid ablegte, um seinen Anhängern zu zeigen, dass er keine kugelsichere Weste trug.

Volksnähe sollte das demonstrieren, das Ende der Gewaltherrschaft und Kleptokratie alter Eliten. Bei seinem Amtsantritt ordnete er als erstes die Freilassung von 572 Gefangenen an, die nach der Revolution von der Armee festgenommen worden waren. Ein neues Zeitalter habe begonnen, so das Signal.

Doch dann kam alles anders. Mursi wurde nach einem der chaotischsten Jahre in der Geschichte seines Landes von der Armee gestürzt. Statt Freiheit und Demokratie bekam sein Volk, wie alle rebellierenden Völker der arabischen Welt, Regime, die so hart durchgreifen, dass die abgesetzten Diktatoren im Nachhinein regelrecht milde und tolerant erscheinen.

Lesen Sie auch Muslimbruderschaft Ägyptischer Ex-Präsident Mursi stirbt vor Gericht

Anzeige

Statt den politischen Islam zu einer Reform zu verhelfen, die ihn modern, mehrheits- und regierungsfähig gemacht hätte, trug Mursi Mitverantwortung dafür, dass die Muslimbruderschaft, die größte politische Bewegung der arabischen Welt, in einen unlösbaren Konflikt mit den alten Eliten stürzte.

Nun starb Mursi während einem der Schauprozesse, die Ägyptens neuer Herrscher Abdel Fatah al-Sisi ihm machte. So wurde er eines der prominentesten Opfer einer neuen Generation unerbittlicher Staatschefs, die nach dem kurzen Aufflackern der Hoffnung die arabische Welt in ihrem eisernen Griff haben – und ihre Probleme nicht lösen.

Seine Gefängnisflucht wurde ihm zum Verhängnis

Mursi war nie ein verehrter Führer einer Massenbewegung, den man hinter einer Person seiner historischen Bedeutung vermuten könnte. Er wurde 1951 im Dorf El-Adwah in der Provinz Sharqiya im Nildelta geboren, im erzkonservativen Hinterland Ägyptens. In den 1970er Jahren begann er ein Studium als Ingenieur in Kairo. Danach zog er in die USA, wo er promovierte und angeblich sogar mit der NASA zusammenarbeitete. Nach seiner Rückkehr nach Ägypten wurde er Leiter der technischen Abteilung an der Zagazig-Universität.

Anzeige

Als Mitglied der Muslimbruderschaft fiel er nicht als Anführer auf, sondern als treuer Gefolgsmann, der von den Parteispitzen immer wieder befördert wurde. Als der damalige Präsident Mubarak eine symbolische Opposition im Land zuließ, gelang es Mursi mit seiner Bewegung im Jahr 2000 ins Parlament einzuziehen. Als Abgeordneter glänzte er gelegentlich mit seinen rhetorischen Fähigkeiten. Als Mubarak indes wieder schärfer gegen die Muslimbruderschaft vorging, verlor Mursi 2005 seinen Sitz im Parlament.

Lesen Sie auch Bis 2030 Ägypter stimmen für längere Amtszeit von Präsident al-Sisi

Die Anfänge von Ägyptens erster Revolution 2011 erlebte Mursi von einer Gefängniszelle aus. In den Wirren gelang ihm die Flucht, die ihm später zum Verhängnis werden würde. Denn der Massenausbruch aus Ägyptens Gefängnissen war Teil einer Strategie des strauchelnden Präsidenten Husni Mubarak gewesen.

Angesichts der ausufernden Proteste gegen ihn hatte er die Polizei im Frühjahr 2011 angewiesen, sich von den Straßen zurückzuziehen und hunderte Verbrecher aus den Gefängnissen zu entlassen. Das Chaos sollte die Bevölkerung zurück in die Armee des Diktators treiben. Später drehten die Militärs Mursis Flucht in eine phantastisch anmutende Anklage: Nachdem sie Mursi stürzten, warfen sie ihm vor, den Einmarsch schwerbewaffneter Hamas- und Hisbollah-Kämpfer über Tunnels aus dem Gazastreifen organisiert zu haben, um das Hunderte Kilometer entfernte Wadi-Natrun-Gefängnis zu überfallen und ihn gemeinsam mit anderen Führern der Muslimbruder zu befreien. In anderen Worten: Hochverrat.

Statt Aufschwung bescherte Mursis Herrschaft Chaos

Doch davon ahnte Mursi nach Mubaraks Sturz noch nichts. Voller Hoffnung setzte er auf den knospenden demokratischen Prozess in seinem Land, allerdings von der zweiten Reihe seiner Bewegung aus. Erst als der stellvertretende Generaldirektor der Bewegung, der Millionär Khairat al-Shater, im April 2012 gezwungen war, sich aus dem Rennen zurückzuziehen, wurde Mursi zum Präsidentschaftskandidat der Muslimbruderschaft gekürt.

Anzeige

Die politische Maschine der Muslimbrüder diente ihm in den Wahlen hervorragend. Mursi errang 51,7 Prozent der Stimmen und besiegte so den Vertreter regimenaher Parteien. Aus der eher unscheinbaren Person war jäh eine Gallionsfigur des Wandels in der gesamten arabischen Welt geworden.

Doch statt Aufschwung bescherte Mursis Herrschaft den Ägyptern Chaos. Nie wurden in Ägypten mehr Prozesse gegen die Medien geführt als während seiner Amtszeit. Nie mehr Menschen im Land wegen Blasphemie angeklagt. Nie mehr christliche Einrichtungen und Personen angegriffen. Das einzige was in Ägyptens maroder Wirtschaft aufblühte war die Vetternwirtschaft – dank der Ernennung hunderter ebenso treuer wie inkompetenter Vasallen aus Reihen der Islamisten.

Lesen Sie auch Comeback Einzug nach Ägypten – die Touristen sind wieder da

Doch die waren nicht die einzigen, die Misswirtschaft für politische Zwecke betrieben. Der Staatsapparat, allen voran die Militärs, verhinderten konsequent eine Übergabe der Macht an die neuen, demokratisch gewählten Herrscher. Kurz vor seinem Amtsantritt hatte der Oberste Rat der Streitkräfte (SCAF) alle gesetzgeberischen Befugnisse an sich gerissen und das Parlament praktisch entmachtet.

Nach Mursis Amtsübernahme sorgten die Ministerien dafür, dass plötzlich das Benzin an den Tankstellen knapp wurde und die Stromversorgung aus unerfindlichen Gründen immer wieder zusammenbrach. Polizisten weigerten sich, das Chaos und die Gewalt in den Straßen einzudämmen. Allwöchentlich kam es zu gewaltsamen Demonstrationen, die Kriminalität schoss in die Höhe. Zugleich rüsteten andere Staaten radikale Islamisten im Sinai auf und schürten so eine bewaffnete Rebellion, die bis heute andauert.

Lesen Sie auch Nach Bombenanschlag Ägyptens vergessener Krieg

Mursi wollte dieses Chaos eindämmen, indem er immer mehr Macht an sich riss. Doch dabei versäumte er es, andere politische Kräfte einzuspannen. Als frauenfeindlicher Konservativer gelang es ihm nicht, die Progressiven für sich zu gewinnen. Im August 2012 hob Morsi die SCAF-Erklärung auf und gab sich selbst die Befugnis, Gesetze zu verabschieden und einen Ausschuss für die Ausarbeitung einer neuen Verfassung zu wählen, die allein im Sinne der Islamisten agieren sollte.

Im November 2012 erließ er ein Dekret, das seine Exekutivbefugnisse erweiterte und die Justiz, die mit Richtern aus der Mubarak-Ära besetzt war, weitgehend entmachtete. Zugleich ermächtigte er die Streitkräfte in einem Dekret, nationale Institutionen zu schützen. Kritiker werteten das als Einführung des Kriegsrechts. Es kam zu Zusammenstößen, bei denen mehr als 50 Menschen starben. Die Weichen für eine Einmischung der Armee waren gestellt.

23 Stunden am Tag in Einzelhaft

Anzeige

Die Wirtschaft wurde immer schlechter. Unter Mursi schnellte die Arbeitslosigkeit auf 13 Prozent, das ägyptische Pfund verlor an Wert, ausländische Investoren mieden das Land. „Ich habe Fehler gemacht“, sollte Mursi im Juni 2013 in einer seiner letzten Reden gestehen. Doch es war zu spät. Im Juli putschte das Militär unter General Abdel Fatah al-Sisi, den Mursi selber befördert hatte. Während al-Sisi alle Macht an sich riss wurde Mursi wochenlang fern der Öffentlichkeit an einem geheimen Ort festgehalten. Als seine Anhänger in Demonstrationen seine Freilassung forderten, kam es zu Kämpfern bei denen mehr als 1000 Muslimbrüder getötet wurden.

Mohammed Mursi vor Gericht Quelle: dpa/Amr Nabil

Seitdem befand Mursi sich in Gewalt des Militärs. Seine Behandlung wurde stellvertretend für den neuen, beispiellos harten Umgang des Regimes mit der Opposition. Die machte Mursi mit 14 anderen Führern der Muslimbruderschaft den Prozess. Die Bewegung wurde in Ägypten verboten, zehntausende ihrer Anhänger verhaftet, viele gefoltert. In sechs Jahren Haft durfte Mursis Familie ihn nur drei Mal besuchen.

Lesen Sie auch Wahl in Ägypten Der Westen drückt beide Augen zu – und Al-Sisi weiß das

Laut eines Berichts britischer Parlamentarier befand Mursi 23 Stunden am Tag in Einzelhaft. Medizinische Behandlung soll dem zuckerkranken Mann verweigert worden sein. Er wurde in sechs Verfahren verschiedenster Verbrechen angeklagt, von Hochverrat, Spionage und Mord bis zur Justizbeleidigung. Menschenrechtsorganisationen beschrieben diese Behandlung als „Schauprozesse“ ohne rechtliche Basis. Er wurde zunächst zum Tode verurteilt. Dann wurde das Urteil wieder aufgehoben, nur um kurz darauf durch Jahrzehnte lange Haftstrafen ersetzt zu werden.

Laut Staatsanwaltschaft soll der 67-Jährige am Montag um 16:50 Uhr Ortszeit in einem Angeklagten-Käfig im Gerichtssaal plötzlich zusammengebrochen sein. Kurz darauf wurde er für tot erklärt. Ein medizinischer Bericht zeige keine Verletzungen, hieß es aus offiziellen Quellen. Medienbericht zufolge ist sein Tod auf einen Herzinfarkt zurückzuführen. Mursi sei wegen einer Tumorerkrankung fortlaufend behandelt worden, berichtete das Staatsfernsehen am Dienstag unter Berufung auf Ärzte.

Der plötzliche Tod des ehemaligen Präsidenten dürfte viele erzürnen. Mohammed Sudan, ein führendes Mitglied der Muslimbruderschaft, beschrieb Mursis Tod aus dem britischen Exil als „vorsätzlichen Mord“, weil dem ehemaligen Präsidenten eine angemessene medizinische Behandlung verwehrt worden sei.

Die Bewegung rief ihre Anhänger dazu auf, in aller Welt vor ägyptischen Botschaften zu demonstrieren und Mursis Leiche in Massen zu Grabe zu tragen. Ägyptens Polizei wurde in höchste Alarmbereitschaft versetzt. Sie scheint zu fürchten, dass Mursi mit seinem Tod das gelingen könnte, was ihm zu Lebzeiten verwehrt blieb: die alten Eliten von Ägyptens Militär doch noch zu Fall zu bringen.


While attending a court session on a charge of treason, Egypt's first democratically-elected president Mohammed Morsi was asked to speak.

But Morsi collapsed, falling unconscious and died shortly afterwards on his way to hospital.

His death comes six years after he was overthrown by the military after his one-year rule.

The incident has prompted reactions and messages of condolence all across the globe, with world leaders expressing their shock for his sudden death.

President Recep Tayyip Erdoğan was one of the first to react, offering his condolences to Morsi's family and the people of Egypt.

Speaking to the reporters in Istanbul, Erdoğan said current Egyptian leader Abdel Fattah el-Sissi overthrew freely-elected Morsi, executing 50 other Egyptians and putting democracy aside.

"Unfortunately, the incident took place in the court room. I first of all I wish God's mercy for our martyred brother Morsi," Erdoğan said.

"The West has always been silent in the face of these executions by Sissi. EU member states forbidding execution unfortunately accepted an invitation by this murderer Sissi to attend a meeting in Egypt," Erdoğan said, branding the EU as "hypocrites".

Mustafa Şentop, chairman of the Grand National Assembly of Turkey, also expressed condolences to "the people of Egypt, the Islamic world and oppressed nations all over the world."

Stating that he had received the news of his death with deep sorrow, Şentop said on Twitter that he believed the life and struggle of Morsi would guide those who follow in his footsteps.

"What happened in Egypt and to Muhammad Morsi, who struggled for the freedom and welfare of his people, is exemplary for it reveals the true nature and functioning of coup plotters targeting legitimate governments, and unveiling the true face of some of the Western apostles," he said.

Declaring Mursi and his friends as winners on the scales of justice and before history, Şentop said the coupists were the real losers and praised Morsi for being a great leader who had the courage to stand on the side of legitimacy.

Foreign Minister Mevlüt Çavuşoğlu also offered condolences after the demise of Morsi.

"The coup took him away from power, but his memory will not be erased from our hearts. The Ummah will not forget his firm stance! Rest in peace Morsi," he wrote on Twitter.

The ruling Justice and Development Party (AK Party)'s acting chairman Numan Kurtulmuş also called Morsi a "martyr" who had been elected by the legitimate votes of Egyptian people. He also extended condolences over Morsi's death.

"Egypt's first elected President Mohammed Morsi, was being tried in courtrooms under the control of the junta after an immoral and unlawful coup. He was martyred in the courtroom," AK Party spokesman Ömer Çelik said, joining other Turkish officials.

"Those who raised their voices to the coup and searched for ways of appealing fulfilled and are trying to fulfill their duty. But the so-called democratic world could not pass this test. They were silent against the executions and laid the red carpet to the putschists. This shame will always be written on their forehead," he said.

Qatar's ruler Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani expressed his "deep sorrow" following the "sudden death" of Morsi.

"We received with deep sorrow the news of the sudden death of former president Dr. Mohamed Morsi. I extend to his family and to the Egyptian people brotherly condolences," Al-Thani wrote on Twitter.

Meanwhile, Mohammed Sudan, a leading member of the Muslim Brotherhood in London, said Morsi's death was the equivalent of "premeditated murder" saying that the ousted leader, in jail since 2013, was banned from receiving medicine or visits and there was little information about his health condition.

Sudan added that Morsi during his trial "has been placed behind glass cage. No one can hear him or know what is happening to him. He hasn't received any visits for a months or nearly a year. He complained before that he doesn't get his medicine."

A leading rights group said Morsi's death was tragic but also "predictable" given Egyptian authorities' "failure" to allow medical care.

Sarah Leah Whitson, Middle East director with the Human Rights Watch, tweeted that Morsi's death was "terrible but entirely predictable" given the government "failure to allow him adequate medical care, much less family visits."

Morsi since his overthrow appeared only in court, almost always in a soundproof cage. His family said the 67-year-old Morsi suffered from ill health due to harsh conditions, including years of solitary confinement.


Enligt egyptisk tv svimmade Mursi under en domstolsförhandling där han stod åtalad för spioneri, rapporterar Reuters. Mursi, som framträdde inför domstolen från en gallerförsedd bur, hade bett domaren om att få tala. Strax efter att han talat färdigt insjuknade han:

– Han talade inför domaren i 20 minuter och blev sedan väldigt uppspelt och svimmade. Han fördes snabbt till sjukhus där han senare avled, säger en källa inom det egyptiska rättsväsendet till AFP.

Al Ahram , som citerar egyptisk tv, skriver att Mursi avled till följd av en hjärtinfarkt och att Mursi förklarades död klockan 16.50. Den tidigare presidenten hade då förts till Toras fängelsesjukhus.

Enligt Egyptens allmänna åklagare, som citeras av nyhetsbyrån Reuters, ska Mursis kropp inte ha uppvisat några tecken på skador som skulle ha tillfogats nyligen.

Enligt Mursis advokat, Abdel-Menem Abdel-Maqsood, har Mursi haft en sviktande hälsa.

– Vi har vid flera tillfällen bett om att han ska få vård, några gånger har han också fått det, men inte andra gånger, säger Abdel-Maqsood till Reuters.

Någon timma efter det att Mursi förklarats död utlyste de egyptiska myndigheterna undantagstillstånd i Mursis hemprovins, Sharqiya, dit hans kropp kommer att föras, skriver Reuters.

Människorättsorganisationen Amnesty internatonal uppmanade på måndagskvällen de egyptiska myndigheterna till en ”rättvis” utredning av Mursis död.

Muhammad Mursi, som tillhörde Muslimska brödraskapet, valdes i allmänna val till president sedan den dåvarande diktatorn Hosni Mubarak störtades i början av den ”arabiska våren” 2011.

Muhammad Mursi blev avsatt av militären i juli 2013 efter stora folkliga protester mot presidenten. Hundratals ledare för Muslimska brödraskapet har dömts till fängelse under den nuvarande presidenten Abd al-Fattah al-Sisi

Vid sin död avtjänade han ett fängelsestraff för att ha använt falska uppgifter i sin kandidatur inför presidentvalet 2012. Mursi har också dömts till ett 20-årigt fängelsestraff för dödliga sammanstötningar utanför presidentpalatset då han var vid makten. Flera andra rättsprocesser pågick fortfarande mot Mursi. 2015 dömde han till döden, men straffet omvandlades till livstids fängelse.



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply