Merdeka.com - Mahfud MD mengungkap alasan dirinya batal menjadi bakal calon wakil presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk Pilpres 2019. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengungkap dirinya batal menjadi cawapres di detik-detik akhir pengumuman cawapres yang dilakukan oleh Presiden Jokowi beserta petinggi partai politik koalisi di Restoran Plataran Menteng, Jakarta , Kamis (9/8) lalu.
Mahfud bercerita dirinya batal menjadi cawapres diwarnai dengan ancaman bahwa NU tidak bertanggung jawab apabila bukan kader NU yang menjadi cawapres Jokowi. Mahfud bercerita informasi hal ini didapat oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat keduanya melakukan pertemuan.
Saat bertemu dengan Cak Imin, Mahfud diberi tahu justru Rais Aam PBNU KH Ma'ruf Amin yang menyampaikan ancaman jika NU bakal 'lepas tangan' andai kader NU tak menjadi cawapres Jokowi.
"(Ancaman) itu dibantah, padahal pernyataan itu (ancaman) yang menyuruh itu kiai Ma'ruf Amin. Bagaimana saya tahu kiai Ma'ruf Amin? Muhaimin yang bilang ke saya," kata Mahfud dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC) yang disiarkan secara langsung oleh TV One, Selasa (15/8).
"Terus saya tanya gimana main ancam-ancam? 'Itu yang nyuruh kiai Ma'ruf'," kata Mahfud menceritakan pernyataan Cak Imin.
Setelah itu, Mahfud bercerita satu hari sebelum pengumuman cawapres oleh Jokowi, terjadi pertemuan antara Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, Ma'ruf Amin dan Cak Imin di Kantor PBNU. Pertemuan itu membahas cawapres.
Pertemuan digelar usai ketiganya dipanggil secara terpisah ke Istana oleh Jokowi yang meminta masukan sosok cawapres. Mereka, kata Mahfud, marah karena ketiganya tidak disinggung sebagai 'calon' oleh Jokowi. Sebab, saat dipanggil, Jokowi tak menyebut satu pun dari mereka bertiga sebagai 'calon'.
"Tiga orang ini berkesimpulan bahwa mereka bukan calonnya karena waktu dipanggil tak disebut 'calon'. Lalu mereka sepertinya marah membahas," ujarnya.
Menurut Mahfud, dari sinilah 'ancaman' itu keluar. Ancaman bahwa NU tidak bertanggungjawab secara moral terhadap pemerintahan jika bukan kader NU yang menjadi cawapres.
"Kemudian Kiai Ma'ruf 'Kalau begitu kita nyatakan kita tak bertanggungjawab secara moral atas pemerintahan ini kalau bukan kader NU yang diambil. Ini kata Muhaimin," ujar Mahfud.
Setelah itu, pada hari yang sama atau pada sore harinya, Ketua PBNU, Robikin Emhas merilis pernyataan jika cawapres Jokowi bukan dari NU, maka warga Nahdiyin tak memiliki tanggung jawab dan tak perlu bekerja keras untuk memenangkan capres petahana. Hal ini juga disampaikan oleh Mahfud MD.
"Pada pokoknya pesannya satu, kalau cawapres nanti bukan dari kader NU, maka warga Nahdliyin merasa tidak memiliki tanggung jawab moral, untuk ikut cancut taliwondo menyukseskan. Jadi itu pesannya," kata Robikin di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (8/8) sore.
Saat itu, Robikin membantah pihaknya mendikte presiden untuk menentukan posisi cawapres. Namun, dia kembali mengulang pernyataan bahwa warga Nahdiyin tak memiliki tanggung jawab dan tak perlu bekerja keras untuk memenangkan capres petahana
"Kita tunggu kapan diumumkannya, itu kewenangan capres, kita tidak akan ikut campur di situ," ujarnya.
"Tapi sekali lagi pada pokoknya pesan para masayih, para kiai, ulama, akan kita sampaikan kepada pihak lain, bahwa kalau tidak kader NU, khawatir warga Nahdiyin tidak merasa memiliki tanggung jawab moral untuk cancut taliwondo itu saja intinya," sambungnya. [rzk]
Ramadhan Rizki , CNN Indonesia | Rabu, 15/08/2018 08:55 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Marsudi Suhud menanggapi dengan santai pernyataan anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD yang menyatakan dirinya merupakan kader Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus pengurus PBNU. Hal itu dikatakan Mahfud untuk merespon pernyataan Ketua PBNU Said Aqil Sirajd yang menyebut bahwa Mahfud MD bukanlah kader NU Marsudi mengatakan bahwa terdapat guyonan di kalangan pengurus PBNU yang mengatakan bahwa ada suatu kabar tersebar yang menyebut bahwa Mahfud adalah NU.
Ia mengatakan bahwa kabar itu adalah fitnah dan tak dibenarkan karena nama Mahfud sebenarnya adalah Mahfud MD. "Itu di lantai 1 sampe lantai 8 gedung PBNU guyonannya begitu. Mahfud itu memang bukan NU, fitnah kalau benar. Yang benar apa? Ya Mahfud MD. Mahfud NU itu memang enggak benar, yang benar ya Mahfud MD," guyon Marsudi saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Rabu (15/8).
Lebih lanjut, Marsudi lantas mengimbau kepada masyarakat untuk mengecek terlebih dulu nama Mahfud MD yang sebenarnya dari berbagai sumber. Ia mengatakan bahwa nama lengkap Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu adalah Muhammad Mahfud MD, bukanlah Muhammad Mahfud NU. "Lah kalau Mahfud NU cari aja di KTP-nya atau ditulisan bukunya, Mahfud NU mana ada, yang bener ya Mahfud MD," ujarnya. Marsudi mengatakan bahwa para para kader NU dan pengurus PBNU sudah terbiasa dengan guyonan politik semacam itu.
Ia lantas enggan merespon lebih jauh soal pernyataan Mahfud menolak pernyataan Said Aqil soal dirinya bukan kader NU. "Saya kan enggak denger dari kiai Said ya, saya enggak dengar langsung dari dia. Yang saya denger gitu guyonannya seperti itu," ujarnya. Selain itu, Marsudi juga enggan berkomentar soal tuduhan Mahfud yang menyatakan bahwa Ma'ruf Amin adalah orang yang menyuruh PBNU mengeluarkan ancaman kepada Joko Wudodo agar memilih cawapres dari NU. Ia menyatakan bahwa dirinya tak mengetahui persoalan tersebut dan hanya bisa dijawab oleh Ma'ruf Amin sendiri. "Lah saya enggak ngerti nyuruh atau tidaknya," kata dia. Mahfud sendiri pernah menjelaskan soal makna MD dibelakang namanya. Mantan menteri pertahanan era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menjelaskan saat masih duduk di bangku sekolah dulu, kawan sekelasnya memiliki nama yang sama. Sehingga nama MD ditambahkan agar menjadi pembeda. MD sendiri diambil dari inisial nama ayahnya.
Mahfud MD Tersinggung pada Romi Soal Seragam Cawapres Jokowi
Dika Dania Kardi , CNN Indonesia | Rabu, 15/08/2018 09:50 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahfud MD mengaku tersinggung atas ucapan Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romi perihal penentuan bakal cawapres bagi Presiden petahana RI Joko Widodo (Jokowi). Jokowi akhirnya mendeklarasikan Rais Aam PB Nahdlatul Ulama yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin sebagai pendampingnya dalam Pilpres 2019 . Mahfud mengaku dirinya tak sakit hati batal jadi Cawapres Jokowi. Namun tersinggung dengan pernyataan Romi pascadeklarasi Jokowi-Ma'ruf yang menyatakan tak ada yang menyuruhnya membuat seragam untuk deklarasi cawapres. Semua disebut Romi adalah keinginan Mahfud sendiri.
"Yang mungkin saya agak sedikit tersinggung justru pernyataan Ketua PPP, Romi, begitu keluar dari ruangan itu dia bilang, 'loh Pak Mahfud itu kan maunya sendiri, bikin baju sendiri, siapa yang nyuruh'," tutur Mahfud saat menjadi pembicara dalam program Indonesia Lawyer Club di TVOne , Selasa (14/8) malam. "Saya agak tersinggung itu. Padahal Romi justru sehari sebelumnya yang memberi tahu saya bahwa saya sudah final."
Terkait deklarasi Jokowi-Ma'ruf setelah kegiatan yang berlangsung di Gedung Juang, Jakarta Pusat pada 9 Agustus 2018 tersebut, Mahfud mengaku diundang sang presiden petahana ke istana. "Pak Jokowi menjelaskan peristiwanya dihadapkan pada situasi serba sulit. Klir Pak Jokowi mengatakan, 'sampai kemarin sore memang sudah saya perintahkan mengerucut satu Pak Mahfud dibuatkan ini [seragam]. Tapi, tiba-tiba sore masing-masing partai mengajukan calon sendiri-sendiri yang berbeda. kemudian saya tidak bisa menolak, saya bukan ketua partai, sementara koalisi harus ditandatangani'," tutur Mahfud menirukan kembali apa yang dikatakan Jokowi kepada dirinya. Atas klarifikasi dari Jokowi, Mahfud kemudian mencoba menerima dan membesarkan hati mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. "Lalu saya katakan, bapak tidak salah, kalau saya jadi Pak Jokowi mungkin saya akan melakukan hal yang sama. Oleh sebab itu bapak tidak usah merasa bersalah. Saya terima ini dengan ikhlas. Negara ini harus maju ke depan," ujar Mahfud. "Jadi itu perjalanan saya dalam kasus ini," tutup pria yang pernah berkarier di tiga pilar negara yakni sebagai anggota DPR, menteri, dan hakim tersebut.
Sehari setelah deklarasi Jokowi-Ma'ruf, Romi mengaku berencana mengajak Mahfud menjadi bagian dari tim pemenangan nasional. "Kita tentu memohon kesediaan beliau (Mahfud) dan komunikasi masih terus dilakukan pada saatnya nanti tentu akan dijawab oleh beliau," ujar Romi di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (10/8). Romi mengaku sudah berkomunikasi dengan Mahfud setelah Jokowi menetapkan Ma'ruf sebagai bakal cawapres dalam Pilpres 2019. Sebelumnya, Mahfud memang menjadi salah satu dari 10 nama yang masuk dalam bursa cawapres Jokowi. Baik istana maupun Jokowi, tidak pernah secara terang-terangan mengumumkan Mahfud yang terpilih menjadi cawapres di pilpres 2019.
TRIBUNNEWS.COM - Partai kubu penantang Joko Widodo (Jokowi), Gerindra memberikan tanggapan setelah mendengarkan pernyataan dari Mahfud MD di program televisi Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (14/8/2018).
Tanggapan dari Gerindra tersebut disampaiakan melalui akun Twitter resmi mereka, @Gerindra.
"Merenung kami melihat kesaksian @mohmahfudmd di ILC malam ini," tulis akun @Gerindra di Twitter.
Kicauan akun Twitter Gerindra tersebut mendapatkan komentar dai netizen yang mengatakan jika Partai Gerindra seharusnya juga merenung karena masalah ekonomi yang dikatakan oleh Rizal Ramli dan bukannya Fuad Bawazier.
"Gerindra jg harus merenung, jika masalah ekonomi sprti di paparkan @fuadbawazir kenapa gk @RamliRizal ? (Jika berfikir untuk bangsa)," tulis netizen dengan akun @sambel-lombok .
@Gerindra: "Bung @sambel_lombok pemimpin yang baik harus mampu mempersiapkan generasi penerusnya. Jadi tidak hanya tentang kemampuan. Semua unsur yang ingin memperbaiki bangsa pasti akan dilibatkan."