Tahun 1909 menjadi tahun yang bersejarah bagi dunia sains. Saat itu adalah tahun dimana Soren P.L. Sorensen berhasil menemukan skala derajat keasaman atau pH (potential of hydrogen).
Penelitian pionir pria yang kala itu merupakan pemimpin Laboratorium Carlsberg (Carlsberg Laboratory), memiliki efek yang sangat besar tidak hanya pada perkembangan pengolahan bir. Lebih jauh dari itu juga terhadap dunia sains secara keseluruhan. Ini karena skala pH akhirnya digunakan untuk menentukan bagaimana cairan bereaksi dan berinteraksi dengan organisme hidup.
Google mengenang S.P.L Soronsen melalui Google Doodle hari ini, Selasa, 29 Mei 2018. Dalam doodle interaktifnya, Google mengajak kita untuk mempelajari kembali derajat keasaman pada benda-benda yang sering kita jumpai di keseharian. Mulai dari sayuran, air, hingga baterai.
Skala pH digunakan untuk mengukur kekuatan asam dan basa. pH yang rendah memungkinkan kita mengetahui bahwa suatu zat adalah asam, sebaliknya angka yang tinggi menunjukkan bahwa zat adalah alkali.
Yang patut direnungkan dari mengenang penemuan S.P.L Soronsen terkait derajat keasaman, seharusnya membuat kita menjadi tertampar akan bahaya lingkungan yang tengah dihadapi masyarakat dunia saat ini. Fakta bahwa polusi udara yang tinggi, menghadirkan ancaman hujan asam yang berbahaya bagi kesehatan.
Seperti dilansir laman Climate and Weather, hujan memiliki kadar sedikit asam dengan pH sekitar 5,5. Jika pH hujan lebih rendah dari angka tersebut, maka kemungkinan besar hujan telah terkontaminasi oleh gas asam.
Hujan asam terjadi ketika gas asam naik ke langit dan bercampur dengan awan. Kemudian awan akan menyerap gas asam tersebut, sehingga menyebabkan hujan dengan tingkat keasaman yang lebih tinggi dari biasanya.
Gas penyebab hujan asam adalah sulfur dan nitrogen, yang akan membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Sebagian besar sulfur yang dilepaskan ke atmosfer berasal dari pembangkit listrik, dan juga gunung berapi yang meletus. Sementara sebagian besar nitrogen oksida berasal dari kendaraan yang ada di seluruh dunia mulai dari sepeda motor, mobil, truk, hinga pesawat.
Dilaporkan, hujan asam di negara-negara skandinavia disebabkan oleh polusi udara di Inggris dan negara-negara lain di Eropa. Sementara di Amerika Serikat, angin meniupkan polusi udara ke daerah-daerah di Kanada.
Apa yang menyebabkan hujan asam berbahaya bagi lingkungan? Seperti dilansir laman Climate and Weather, sifat asam akan mempengaruhi pohon, tanah, air, bahkan bangunan. Asam dalam hujan asam akan menguras mineral-mineral penting yang ada pada dedaunan dan juga tanah, sehingga akan berakibat buruk bagi tanaman terutama lahan pertanian.
Hujan asam yang jatuh ke danau atau sungai akan berdampak buruk bagi makhluk hidup yang ada di dalamnya, bahkan menyebabkan kematian yang singkat tergantung pada massa air.
Bagi manusia, menghirup polusi udara bahkan telah menyebabkan gangguan pada pernapasan, bahkan bisa memicu kanker. Adapun air minum yang terkontaminasi hujan asam, dapat menyebabkan kerusakan otak dari waktu ke waktu.
Sementara itu bagi bangunan, hujan asam dapat membuat bangunan keropos atau erosi. Ini karena hujan asam dapat merusak batu dan juga logam, terutama batu pasir dan kapur yang merupakan batu lunak.
Jadi, jangan remehkan polusi udara yang terjadi saat ini. Mulai kurangi jejak karbon dengan mengunakan kendaraan yang ramah lingkungan, dahulukan naik transportasi umum, perbanyak berjalan kaki dan bersepeda.***
SIAPAKAH S.P.L. Sørensen? Apakah jasa S.P.L. Sørensen terhadap dunia? Mengapa Google ikut mengenang S.P.L. Sørensen dalam Doodle-nya hari ini?
Soren Peder Lauritz Sørensen (S.P.L. Sørensen) adalah seorang Ahli Kimia asal Denmark yang terkenal dan populer karena mengenalkan dan mengembangkan konsep pH, skala numerik untuk mengukur tingkat keasaman (acid) dan basa (alkali). S.P.L. Sørensen lahir di Havrebjerg, Denmark pada 9 Januari 1868 dan meninggal pada 12 Februari 1939.
Seperti dikutip dari Wikipedia dan sejumlah sumber lainnya, dari 1901 hingga 1938 S.P.L. Sørensen menjadi Kepala Laboratorium Carlsberg, sebuah laboratorium terkenal di Kopenhagen. Ketika bekerja di Laboratorium Carlsberg, S.P.L. Sørensen yang merupakan lulusan Universitas Kopenhagen ini mempelajari pengaruh konsentrasi ion pada protein. Dan karena konsetrasi ion hidrogen sangat penting, S.P.L. Sørensen memperkenalkan skala pH sebagai cara sederhana untuk mengekspresikannya pada tahun 1909.
Pertama kali S.P.L. Sørensen memperkenalkan skala notasi pH dengan menggunakan dua metode untuk mengukur keasaman . Yakni metode pertama didasarkan pada elektroda, sedangkan metode kedua melibatkan perbandingan warna sampel dan serangkaian indikator yang sudah dipilih sebelumnya.
Skala numerik pH ini merupakan cara sederhana untuk mengekspresikan konsentrasi ion hidrogen yang telah diketahui memainkan peran kunci dalam reaksi enzimatik. Saat ini, sebagian besar hal yang kita gunakan setiap hari seperti air, makanan, minuman, kosmetik, dan obat-obatan diuji melalui pH. Dan tentu saja banyak proses kimia dan biokimia yang bergantung pada pH.
Simbol pH ini sebelumnya telah mengalami mutasi selama bertahun-tahun. Berbagai simbol pernah digunakan seperti PH+, Ph, P, hingga akhirnya ditetapkan pilihan pada pH. Pemilihan simbol pH ini karena alasan yang sederhana, di mana pH didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut.
Akan tetapi tidak diketahui dengan pasti makna singkatan "p" pada "pH". Beberapa rujukan mengisyaratkan bahwa "p" berasa dari singkatan power (pangkat), yang lainnya merujuk kata bahasa Jerman potenz (yang juga berarti pangkat). Dan adapula yang merujuk pada kata potential . Ada juga yang beragumen bahwa "p" adalah sebuah tetapan yang berarti logaritma negatif.
Sebagai bentuk pernghargaan atas jasanya mengembangkan skala pH yang hingga kini banyak manfaatnya di hampir semua bidang, pada hari ini Selasa 29 Mei 2018 Google merayakan S.P.L. Sørensen di Google Doodle-nya . Peringatan ini sekaligus merayakan 109 tahun perkembangan pH.***
Usai berhasil membuat penemuan yang luar biasa, Sorensen pun semakin giat "menelurkan" berbagai penelitian lainnya.
Dalam banyak penelitian tersebut, ia sering dibantu oleh sang istri, Margrethe Hoyrup Sorensen.
Keduanya mempelajari lipoprotein dan karbon monoksida dengan hemoglobin dan pada 1917 berhasil mengkristalkan albumin telur untuk pertama kalinya.
Sepanjang karir penelitiannya, Sorensen menerima berbagai penghargaan dari masyarakat ilmiah dan teknologi. Ia pensiun pada 1938 setelah kesehatannya menurun, dan meningggal setahun berikutnya.
Menghargai jasa di dalam dunia sains, Google menampilkan sosoknya ke dalam doodle pada hari ini.