Contact Form

 

Cendekiawan Muslim Dawam Rahardjo Tutup Usia


Begitu banyak tokoh Islam moderat di Indonesia, namun sedikit yang seperti Dawam Rahardjo: ia begitu kukuh membela kelompok minoritas, bahkan pernah 'dipecat' oleh PP Muhammadyah. Dawam wafat di Jakarta, Rabu (30/5) beberapa saat menjelang pukul 22.00, di RS Cempaka Putih. pada usia 76 tahun, setelah menderita beberapa komplikasi penyakit. Lahir di Solo, Jawa Tengah, 20 April 1942, kepergian Dawam meninggalkan duka dan perasaan kehilangan berbagai kalangan, selain mereka yang pernah dibelanya. Kelompok-kelompok intoleran menudingnya sebagai kaum Islam liberal. Hamid Basyaib, mantan koordinator Jaringan Islam Liberal menggambarkannya sebagai "Voltaire dari Solo," untuk sikapnya yang teguh dan kukuh dalam membela hak kalangan minoritas seperti Jemaah Ahmadiyah, kelompok Lia Eden, dan banyak lagi. Dalam catatannya, Hamid menceritakan berbagai pengalaman nyata, khususnya ketika mereka sama-sama bekerja di koran Republika, antara lain Dawam membela Hamid dari tekanan berbagai ormas Islam, untuk tulisannya mengenai meninggalnya penyanyi Nike Ardilla. Dalam percakapan di telepon pada peristiwa di akhir 1994 itu, kata Hamid, Dawam mengatakan : "Saya mungkin tidak setuju dengan pendapat Anda, tapi hak Anda untuk mengungkapkan pendapat itu akan saya bela sampai mati." Dan sepuluh tahun kemudian, catat Hamid pula, ia terlibat 'pertengkaran keras' dengan Dawam yang sangat keras membela hak eksistensi kelompok Lia Eden. Pembelaannya yang tanpa kompromi pada kelompok-kelompok minoritas itu membuat Dawam dianugerahi penghargaan HAM Yap Thiam Hien pada 2013. Namun karena itu pula, ekonom yang pernah jadi pengurus Muhammadyah itu 'dipecat ' oleh salah satu ormas Islam terbesar itu, pada 2006. Ketua PP Muhammadyah waktu itu, Dien Syamsuddin, mengatakan: "Pak Dawam sudah dipecat secara tidak langsung oleh Muhammadiyah, karena Pak Dawam mengundurkan diri," katanya seperti dikutip Tempo. "Orang-orang Muhammadiyah sudah menyadari dan tahu bagaimana sepak terjang Pak Dawam akhir-akhir ini," katanya lagi sembari memapar sejumlah 'kesalahan fatal' Dawam Rahardjo. Khususnya sikapnya soal Ahmadiyah. Pada tahun 2006, Dawam Rahardjo bahkan pernah mengusulkan agar Menteri Agama Maftuh Basyuni diganti. Dalam wawancara dengan Detikcom saat itu, ia mengungkapkan alasannya: "Soalnya menteri agama justru membiarkan kekerasan pada kehidupan beragama, seperti kasus Lia Eden Ia juga mengatakan posisi menteri agama tidak harus dijabat orang Islam. "Jadi bisa dijabat oleh orang non-muslim," katanya kepada Detik waktu itu. Hingga wafatnya, Dawam Rahardjo masih menjabat sebagai anggota Dewan Kehormatan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) periode 2015-2020, setelah memimpin lembaga itu pada periode 1995-2000. Ia juga mendirikan dan memimpin Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), dan terlibat dalam begitu banyak lembaga lain. Lini masa media sosial sejak rabu (30/5) ditandai berbagai ungkapan dukacita dan kenangan terkait wafatnya pemikir Islam ini, juga dari para tokoh Ahmadyah. Salah satu pikiran Dawam yang mengguncangkan sebagian masyarakat Islam Indonesia, ditulisnya di jurnal yang dipimpinnya, Ulumul Quran edisi 4 volume 5, 1994: "Kebebasan beragama berarti juga, bahkan mengandung arti yang lebih konkret, (yaitu) kebebasan untuk tidak beragama." Menurut Dawam dalam wawancara dengan BBC saat itu, para pemimpin di Indonesia saat ini kurang memahami soal hak asasi manusia, khususnya kebebasan beragama. "Sehingga negara banyak melanggar kebebasan, khususnya kebebasan beragama," katanya. Dia kemudian mencontohkan kasus pelarangan ajaran kelompok Lia Eden dan penutupan sejumlah gereja. Simak wawancara lama BBC dengan Dawam Rahardjo, yang masih tetap menarik untuk disimak sekarang – empat tahun kemudian – berjudul Dawam Rahardjo dan prinsip kebebasan beragama . Wartawan BBC Heyder Affan yang mewawancarainya waktu itu menyebut bahwa percakapan dengan Dawam Rahardjo itu bagai 'membuka kembali buku "Pergolakan Pemikiran Islam" karya Ahmad Wahib (1942-1973), yang merupakan sohib Dawam sendiri. Di buku itu, Ahmad Wahib menyinggung Dawam: "Orang seperti Dawam, terbentuk karena keluasaan ilmunya," aku Wahib, seperti tertulis di halaman 41 buku tersebut. Sebaliknya, Dawam menggambarkan sosok Wahib: "Orangnya (Ahmad Wahib) lembut, tapi pikirannya keras dan terus terang." Dan kini Dawam menyusul Wahib di keabadian. Prof. M. Dawam Rahardjo akan dikebumikan Kamis (31/5) siang di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta.




TEMPO.CO, Jakarta - Cendekiawan muslim Dawam Rahardjo meninggal pada malam ini sekitar pukul, 21.55 WIB. "Ya benar, mohon didoakan," kata Jauhari Rahardjo, anak Dawam saat dihubungi, Rabu, 30 Mei 2019. Dawam meninggal dunia di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Hingga pukul 22.50 WIB, kata Jauhari, jenazah masih berada di sana dan akan segera dimandikan. Baca juga: Dawam Rahardjo Terbaring Sakit Jauhari belum menjelaskan penyebab meninggalnya Dawam. Namun sekitar beberapa bulan lalu, ahli ekonomi hingga pemikir Islam ini sempat menjalani beberapa kali perawatan intensif di rumah sakit. Ia terkena penyakit diabetes, jantung, dan stroke.

“Sekarang sudah dirawat di rumah, karena Pak Dawam merasa bosan di rumah sakit. Penyakitnya belum sembuh, tapi Alhamdullilah beliau sudah bisa berkomunikasi,” kata keponakan Dawam, Ruwi Pupun, saat dihubungi Tempo pada 20 Januari 2018. Jauhari mengatakan jenazah ayahnya akan segera dibawa ke kediamanya di daerah Pondok Kelapa, Jakarta Timur setelah semua proses di rumah sakit selesai. "Mungkin besok akan dikebumikan," ujarnya. Dawam merupakan tokoh Muhammadiyah yang dikenal kritis terhadap diskriminasi terhadap pemeluk Ahmadiyah di Indonesia. Dia dikenal konsisten membela prinsip-prinsip kesetaraan dan pluralisme seperti mendiang Yap Thiam Hien. Akibat pembelaannya terhadap Ahmadiyah, Muhammadiyah memecat keanggotaannya secara tak langsung. Dawam juga banyak menulis buku-buku, baik tentang ekonomi maupun tentang agama Islam. Dawam pernah menjadi ketua ICMI se-Indonesia, pemimpin Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur'an, dan ketua yayasan ELSAF (Lembaga Studi Agama dan Filsafat). Dalam meniti karir, Dawam pernah bekerja sebagai Staf di Departemen Kredit Bank of America, Jakarta pada 1969. Tapi setelah dua tahun bekerja di perusahaan tersebut, ia memutuskan berhenti. Selepas dari Bank of America, Dawam kemudian bergabung di LP3ES (Lembaga Penelitian dan Pembangunan Ekonomi-Sosial) sebagai staf peneliti. Lambat laun posisinya merangkak naik menjadi Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan hingga akhirnya menjadi direktur. Pada saat di LP3ES inilah, pengetahuan Dawam Rahardjo tentang ekonomi kerakyatan bertambah. Sejak itu, tulisan maupun esai Dawam Rahardjo mengenai ekonomi dan politik tersebar di media massa. Kemudian dia juga menulis jurnal dan buku. Beberapa karyanya yang terkenal adalah "Esai-esai Ekonomi Islam", "Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa", "Risalah Cendekiawan Muslim", "Perspektif Deklarasi Makkah, Menuju Ekonomi Islam", "Masyarakat Madani, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial", "Ensiklopedia Al-Quran, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci", "Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi", dan "Islam dan Transformasi Sosial Budaya.




JAKARTA, KOMPAS.com - Cendekiawan Muslim yang juga tokoh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Dawam Rahardjo tutup usia pada Rabu (30/5/2018) malam pada usia 76 tahun.

Pria yang lahir di Solo, Jawa Tengah pada 20 April 1942 tersebut wafat di RS Islam Cempaka Putih, Jakarta sekitar pukul 21.55 WIB.

Pihak keluarga menyebut, Dawam berjuang melawan penyakit diabetes yang dideritanya sejak setahun lalu.

"Bapak telah lama memiliki penyakit diabetes, tetapi pada delapan bulan terakhir kondisinya menurun," ujar Jauhar Rahardjo, putra kedua Dawam, ditemui di rumah duka, Kompleks Billy Moon, Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Baca juga: Obituari Dawam Rahardjo, Cendekiawan Muslim yang Konsisten Melawan Diskriminasi

Sosok almarhum Dawan Rahardjo di mata keluarga adalah pribadi yang sederhana.

"(Dawam Rahardjo) Bapak yang baik, hidupnya sangat sederhana, enggak pernah neko-neko," kenang Jauhar.

Rencananya, jenazah akan dishalatkan di Masjid Baitusalam yang ada di dalam Kompleks Billy Moon. Setelah itu, jenazah akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata setelah shalat zuhur.

Dawam Rahardjo meninggalkan dua anak serta lima cucu.




JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan punya kesan mendalam terhadap sosok mantan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, Dawam Rahardjo , yang meninggal dunia pada Rabu (30/5/2018) malam.

Menurut Anies, Dawam Rahardjo telah memberikan warisan yang bernilai bagi bangsa Indonesia.

"Pak Dawam ini seorang pemikir, seorang alim (berilmu), banyak membicarakan masalah perekonomian," ucap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di rumah duka, Kompleks Billy Moon, Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Menurut Anies, pemikiran dan karya Dawam Rahardjo telah memberikan kontribusi bagi bangsa, khususnya di bidang ekonomi yang berkeadilan.

Baca juga: Obituari Dawam Rahardjo, Cendekiawan Muslim yang Konsisten Melawan Diskriminasi

Anies Baswedan mengaku sering membaca karya almarhum Dawam Rahardjo saat Anies masih kuliah di Universitas Gadjah Mada. Selain itu, Anies juga mengaku kerap berdiskusi dengan Dawam.

"Kalau beliau ke Yogya, pulang ke almamaternya (UGM) suka berdiskusi," kata Anies.

"Saya rasa peninggalan beliau pada kita semua adalah tulisan-tulisan, bukunya, dan tanggung jawab kita meneruskan perjuangan," ujar Anies.

Rencananya, jenazah Dawam Rahardjo akan dishalatkan di Masjid Baitusalam yang ada di dalam kompleks Billy Moon, Jakarta Timur.

Setelah itu, jenazah akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata usai zuhur.



Total comment

Author

fw

0   comments

Cancel Reply